PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK SEBAGAI PENGGUNA NARKOTIKA Praktek Persidangan dan Eksekusi di Pengadilan Negeri Surabaya.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur

OLEH :

Leny Eka Novitiyaningsih NPM . 0671010066

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR FAKULTAS HUKUM

SURABAYA 2010


(2)

(3)

(4)

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji bagi Allah SWT, Hanya kepadaNya-lah syukur dipanjatkan atas selesainya skripsi ini. Skripsi ini berjudul

“PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK SEBAGAI PENGGUNA NARKOTIKA PRAKTEK PERSIDANGAN DAN EKSEKUSI DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA”. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak

selama proses penyelesaian skripsi itu, penulis “wajib” mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Haryo Sulistiyantoro, S.H., MM selaku Dekan Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Wakil Dekan I dan Wakil Dekan II

4. Bapak Subani, S.H.,M.Si selaku ketua Program Studi Ilmu Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Nyoman Gede Wirya S.H., M.H selaku ketua Pengadilan Negeri Surabaya. 6. Bapak H.Soeli.S.H., M.H selaku Panitera Muda pidana di Pengadilan Negeri Surabaya. 7. Ibu Munawaroh. S.H selaku SUBAG TU di LAPAS Klas II-A Blitar.

8. Bapak H. Sutrisno, SH., M.Hum selaku pembimbing utama yang memiliki empati terhadap kondisi penulis.

9. Ibu Yana Indawati, SH., M.Kn sebagai dosen pembimbing pendamping yang meluruskan kesalahan-kesalahan penulis.

10.Bapak Khusnul Hadi, SH, MS selaku dosen wali yang bersedia ‘direpoti’ untuk masalah penulis selama kuliah di Progdi Ilmu Hukum tercinta ini.


(5)

vi 

 

12.Ayahku bapak Suwadi dan Ibuku Martini serta adikku Saroky di rumah dan seluruh keluargaku yang telah memberikan dorongan dan semangat.

13.Seluruh Pegawai Pengadilan yang berada di bagian Pidana Biasa dan di Ruang Kearsipan di Pengadilan Negeri Surabaya terutama buat pak Michael dan pak Widodo, terima kasih atas bantuannya serta pegawai lainnya yang turut membantu yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini.

14.Seluruh dosen di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

15.Sahabat-sahabat dekatku Maya, Kiki, Reni, Amanda, Wahib, Putu, Doni, Fajar, Rio yang telah membantu dan memberikan saran dalam pembuatan skripsi hingga selesai.

Sungguh penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan penuh keterbatasan, maka saran serta kritik yang membangun sangatlah dibutuhkan untuk

memperbaiki kekurangan yang ada.


(6)

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Perumusan Masalah ... 3

3. Tujuan Penelitian ... 3

4. Manfaat Penelitian ... 3

5. Kajian Pustaka ... 5

6. Metode Penelitian ... 20

a. Jenis dan Tipe Penelitian ... 20

b. Sumber Data ... 20

c. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 21

d. Metode Analisis Data ... 22

7. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI ANAK PENGGUNA NARKOTIKA ... 24

1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Sanksi Pidana Bagi Anak ... 24


(7)

3. Eksekusi Pengadilan Anak ... 28

4. Kasus Penggunaan Narkotika ... 30

a. Kasus Posisi... 30

b. Pertimbangan Hukum ... 30

c. Analisis Hukum ... 32

BAB III DAMPAK NEGATIF DAN POSITIF PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA .... 39

1. Dampak Negatif Pidana Penjara Terhadap Perkembangan Anak ... 39

2. Dampak Positif Dari Penerapan Sanksi Pidana Penjara Anak 41

3. Realitas terpidana anak di Lembaga Permasyarakatan ... 43

4. Proses Pembinaan Narapidana Anak di LP Anak ... 45

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

1. Kesimpulan ... 50

2. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN :

1. Surat Ijin Penelitian 2. Ikhtisar Putusan

3. Surat Bapas Dari Pihak Kepolisian 4. Laporan Penelitian Bapas

5. Surat Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan


(8)

x

7. Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan 8. Surat Labfor Dari Kepolisian


(9)

Surabaya Kepada Anak yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009 ... 34

Tabel 2 Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Dalam Penjatuhan Putusan Pidana Penjara Kepada Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009 ... 37

Tabel 3 Jadwal Kegiatan Anak Lapas Klas II A-Blitar ... 44

xi 


(10)

negatif dari penerapan sanksi pidana bagi anak penyalahgunaan narkotika. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif, sumber data diperoleh dari literatur-literatur, karya tulis ilmiah, perundang-undangan yang berlaku dan data-data dari Pengadilan Negeri Surabaya, analisa data menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Seorang anak dapat dikatakan mampu bertanggung jawab apabila anak tersebut mengerti akan akibat perbuatannya sehingga anak dapat diajukan ke sidang pengadilan anak jika anak berusia minimal 8 tahun dan maksimal 18 tahun dan untuk dilakukan pembinaan agar menjadi manusia yang lebih baik lagi di dalam LAPAS.

Kata Kunci : Pertanggungjawaban pidana anak, Narkotika, pembinaan anak.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Penyalahgunaan narkotika oleh anak saat ini menjadi perhatian banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan, masalah penyalahgunaan narkotika menjadi perhatian berbagai kalangan. Hampir semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia, utamanya anak-anak untuk tidak sekali-kali mencoba dan mengkonsumsi “mahkluk” yang disebut dengan narkotika. Fakta yang disaksikan hampir setiap hari baik melalui media cetak maupun elektronik, ternyata peredaran narkotika telah merebak kemana-mana tanpa pandang usia, terutama di antara generasi penerus bangsa dalam membangun Negara di masa mendatang.

Keadaan ini semakin diperparah dengan ditemukannya penyalahgunaan narkotika sampai keranah pendidikan yang semestinya steril dari peredaran narkotika, biarpun jenis narkotika yang dipakai siswa-siswa itu masih memakai jenis narkotika yang ringan, tetapi hal tersebut dapat mengakibatkan kecanduan yang lambat laun akan meningkatkan dosis takarannya. Akibat penggunaannya yang secara terus menerus akhirnya kesehatan jasmani dan rohani para pencandu itu akan semakin melemah, gairah belajarnya akan semakin menurun dan otaknya pun kian tumpul, jika sudah demikian, bagaimana jadinya masa depan mereka. Anak dengan kondisinya yang khas dan perkembangan jiwa dan mentalnya yang belum matang, ternyata tetap berpeluang untuk melakukan kejahatan atau


(12)

melakukan pelanggaran hukum termasuk melakukan penyalahgunakan narkotika.

Penerapan sanksi pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana narkotika berbeda dengan orang dewasa. Perhitungan pidana yang dijatuhkan kepada anak anak adalah ½ dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa dan dalam hal melakukan secara bersekongkol atau bekerja sama dapat ditambah 1/3 dari pidana yang berlaku.

Penyalahgunaan narkotika belakangan ini banyak dilakukan oleh anak-anak. Usia anak-anak merupakan “sasaran empuk” dan wilayah paling rawan terhadap penyalahgunaan narkotika, karena masa anak-anak merupakan masa pencarian identitas diri, saat dimana anak-anak mulai muncul rasa penasaran, ingin mengetahui serta ingin mencoba berbagai hal baru dan bahkan beresiko tinggi, oleh karenanya, sangat mungkin jika semakin hari semakin bertambah jumlah tindak pidana kejahatan narkotika untuk pengedar dan pemakai dikalangan anak-anak.

Satu kasus yang berhasil di ungkap oleh kepolisian Reserse Polres Surabaya Utara dengan tersangka bernama SETYO APRILIANTO, jenis kelamin laki-laki, umur 16 tahun, pekerjaan pelajar, alamat jalan Dukuh Pakis Gg VI D1/12 Surabaya, pada hari selasa tanggal 12 Juli 2009 sekira jam 00.15 Wib di jalan Dukuh Kupang Surabaya (Pos Kamling), yang mana narkotika jenis Ganja tersebut dicampur kedalam sebatang rokok yang dibakarnya lalu dihisap (seperti menghisap rokok) sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) ayat a undang-undang Nomor 22 Tahun 1997


(13)

(selanjutnya disingkat dengan UU Narkotika). Demikian juga dikemukakan oleh Penyidik Reserse narkoba (Sat Reskoba) AIPTU Sudjatmiko, bahwa terdapat beberapa faktor penyebabnya anak-anak terlibat penyalahgunaan narkotika, diantaranya karena salah pergaulan dalam lingkungan masyarakat, sebagai imbas dari perkembangan kemajuan komunikasi dan transportasi sehingga adanya perubahan sikap dari anak-anak untuk meniru dan mencoba-coba, termasuk meniru dan mencoba menggunakan narkotika secara tidak benar atau melakukan penyalahgunaan narkotika.1

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumus kan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana penerapan sanksi pidana bagi anak pengguna narkotika?

b. Apa dampak negatif dan positif penerapan sanksi pidana terhadap anak pengguna narkotika?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan sanksi bagi anak pengguna narkotika.

2. Untuk mengetahui dampak negatif dan positif, penerapan sanksi terhadap anak pengguna narkotika.

4. Manfaat Penelitian

                 1


(14)

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini :

a. Agar pengguna narkotika sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara terus menerus tanpa adanya resep dokter yang beakibat pada kematian bagi si pengguna.

b. Agar para pengedar narkotika sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari tindakannya mengedarkan narkotika secara illegal kepada anak-anak bangsa, karena semua itu akan merusak generasi bangsa Indonesia.

c. Agar pihak Kepolisian dapat meminimalisir peredaran narkotika dan memberantas segala bentuk tindak pidana narkotika di Indonesia dengan menangkap para Bandar dan pengedar yang sering melakukan transaksi penjualan narkotika secara terselubung baik di dalam maupun luar negeri.

d. Agar Hakim dapat menjatuhkan sanksi yang seberat-beratnya kepada para Bandar dan pengedar narkotika dan untuk para pengguna hendaknya diberikan sanksi rehabilitasi saja, karena pengguna tidak hanya semata-mata sebagai pelaku tindak pidana narkotika saja, tetapi mereka juga sebagai korban dari penyalahgunaan narkotika tersebut.

e. Agar Jaksa dapat menuntut hukuman yang seberat-beratnya kepada para Bandar dan Pengedar narkotika.

f. Agar LP (Lembaga Permasyarakatan) dapat membina para narapidana narkotika untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi dengan diberikan


(15)

pembekalan agama, pendidikan dan keterampilan dan pada saat bebas mereka dapat diterima oleh masyarakat luas.

5. Kajian Pustaka

a. Tindak Pidana dan Tindak Pidana Narkotika.

Peristiwa pidana yang juga disebut sebagai tindak pidana (delict) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana / tindak pidana kalau memenuhi unsur pidananya. Unsur-unsur itu terdiri dari :

1. Obyektif

Yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertetangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Yang dijadikan titik utama dari pengertian obyektif disini adalah tindakannya.

2. Subyektif

Perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang).2

Ada beberapa definisi Tindak pidana dari para ahli hukum diantaranya menurut Wiryono Pradjodikoro, didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana, sedang Moelyanto, menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa yang melanggar dan diancam dengan pidana, barangsiapa yang melanggar aturan tersebut. Kedua definisi tersebut mempunyai kesamaan arti yakni adanya

      

  2Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia. PT. RadjaGrafindo Persada. Jakarta. 2005 h.175  


(16)

perbuatan yang dilanggar sehingga bisa dikatakan sebagai perbuatan pidana.

Kansil, menggunakan istilah delik, yaitu perbuatan yang melanggar Undang-Undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.3 Mengenai definisi tindak pidana narkotika itu sendiri tidak terdapat definisi yang baku. Secara garis besar definisi tindak pidana narkotika adalah suatu perbuatan penyalahgunaan narkotika yang pelakunya dapat dikenakan hukuman sesuai dengan perundang-undangan narkotika yang berlaku.

b. Pertanggungjawaban Pidana

Hukum pidana menentukan yang dinamakan dengan pertanggungjawaban pidana yang dibatasi dengan ketentuan-ketentuan UU pertanggungjawaban menjurus pada pemidanaan petindak. Jika telah menentukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang ditentukan dalam UU dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan yang terlarang atau diharuskan. Asas pertanggungjawaban pidana adalah tidak dipidanakan jika tidak ada kesalahan.4

Bahasa asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai ”toerker

baarheid criminal resposibility, criminal liability”. Pertanggungjawaban

pidana dimaksud untuk menentukan apakah seorang tersangka atau terdakwa dipertanggungjawabkan suatu tindak pidana yang terjadi atau       

3 Mardani. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, PT RadjaGrafindo Persada. Jakarta.2008.h.59 dikutip dari CST, Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 1986 ), h.269    


(17)

tidak.5 Seorang anak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila umur anak tersebut telah berumur antara 8 (delapan) sampai 18 (delapan belas) tahun. Hal itu telah diatur dalam undang-undang pengadilan anak.

c. Perbuatan pidana:

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum dan barang siapa yang melanggar larangan tersebut maka akan dikenakan sanksi pidana yang berupa pidana tertentu. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.

d. Sanksi

Pengertian Sanksi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggungan (tindakan-tindakan, hukuman, dsb) untuk memaksa orang menepati perjanjian dan menaati ketentuan perundang-undangan, sedangkan menurut Terminologi Hukum Pidana, sanksi pidana adalah akibat hukum terhadap pelanggaran ketentuan pidana yang berupa pidana dan/atau tindakan.6

e. Narkotika

Secara etimologis narkotika berasal dari bahasa inggris narcose atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius. Secara terminology, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba atau

      

5 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2000, h. 221 


(18)

narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.

Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari viresal atau alat-alat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek stupor atau bengong yang lama dalam keadaan masih sadar serta menimbulkan indikasi atau kecanduan.

Menurut ketentuan Undang-Undang Narkotika pasal 1 ayat (1) : “ Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya ras, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

f. Anak

Menurut ketentuan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak (selanjutnya disingkat dengan UU Perlindungan Anak) Pasal 1 ayat (1) : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun , termasuk anak yang masih didalam kandungan. Sedangkan menurut Undang-undang Pengadilan Anak ketentuan pasal 1 :

Ayat (1) : Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Ayat (2) : Anak nakal adalah :


(19)

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

g. Jenis Sanksi Pidana dan Tindakan Bagi Anak Nakal

Berlakunya Undang-Undang Nomor.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (selanjutnya disingkat dengan UU Pengadilan Anak) antara lain telah menetapkan apa yang dimaksud anak. Undang-undang ini berlaku lexspecialis terhadap KUHP, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak, dengan adanya UU Pengadilan Anak, menjadi acuan pula dalam perumusan pasal-pasal KUHP baru berhubungan dengan pidana dan tindakan bagi anak. Dengan demikian, tidak akan terjadi tumpang tindih atau saling bertentangan.

UU Pengadilan Anak menyatakan bahwa anak adalah orang yang

dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin (pasal 1 butir 1). Yang dimaksud anak nakal adalah :

a. Anak yang melakukan tindak pidana, atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Apabila kita kaitkan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan maka status anak nakal tersebut berdasarkan putusan pengadilan dapat sebagai anak pidana atau anak negara. Disebut anak pidana


(20)

permasyarakatan (LP) anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Kemudian sebagai anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di LP anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Menurut UU Pengadilan Anak terhadap anak nakal dapat dijatuhkan pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan atau tindakan. Berdasarkan pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) UU Pengadilan Anak diatur pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak nakal.

1. Pidana pokok

Ada beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, yaitu: a. Pidana penjara,

b. Pidana kurungan, c. Pidana denda, atau d. Pidana pengawasan.

2. Pidana tambahan

Seperti telah disebutkan bahwa selain pidana pokok maka terhadap anak nakal dapat juga dijatuhi pidana tambahan yang berupa :

a. Perampasan barang-barang tertentu, dan atau b. Pembayaran ganti rugi.

3. Tindakan

Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal menurut pasal 24 ayat (1) UU Pengadilan Anak adalah :


(21)

b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja, atau

c.Mengerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan pelatihan kerja.

Selain tindakan tersebut, Hakim dapat memberikan teguran dan menetapkan syarat tambahan. Teguran adalah peringatan dari hakim baik secara langsung terhadap anak yang dijatuhi tindakan maupun secara tidak langsung melalui orang tua, wali, atau orang tua asuhnya agar anak tersebut tidak mengulangi perbuatannya. Syarat tambahan itu misalnya kewajiban untuk melapor secara periodik kepada pembimbing kemasyarakatan didasarkan pada penjelasan Pasal 24 ayat (2) UU Pengadilan Anak.

Penjatuhan tindakan oleh Hakim dilakukan kepada anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, menurut peraturan perundang-undangan. Namun, terhadap anak yang melakukan tindak pidana, hakim menjatuhkan pidana pokok dan atau pidana tambahan atau tindakan.

Pada segi usia, pengenaan tindakan terutama bagi anak yang masih berumur 8 (delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun. Terhadap anak yang telah melampaui umur di atas 12 (dua belas) sampai 18 (delapan belas) tahun dijatuhkan pidana. Hal itu dilakukan mengingat pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak.


(22)

Jenis tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak berdasar UU Pengadilan Anak Pasal 24 ayat (1) ternyata lebih sempit (sedikit) apabila dibandingkan dengan rumusan Rancangan KUHP baru. Rumusan pengenaan tindakan terhadap anak (pasal 132 Rancangan KUHP) adalah : a. Pengembalian kepada orang tua, wali atau pengasuhnya,

b. Penyerahan kepada pemerintah atau seseorang,

c. Keharusan mengikuti suatu latihan yang diadakan oleh pemerintah atau suatu badan swasta,

d. Pencabutan surat izin mengemudi, e. Rehabilitasi7

h.Penerapan Sanksi Pidana Kepada Anak Nakal 1. Pengadilan anak dan perlindungan anak

Pengadilan anak dibentuk memang sebagai upaya pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak secara utuh, serasi, selaras, seimbang. Oleh karenanya, ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan bagi anak dilakukan secara khusus. Meskipun demikian, hukum acara yang berlaku (KUHAP) diterapkan pula dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentukan lain dalam UU Pengadilan Anak, hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 40 UU Pengadilan Anak.

a. Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Anak

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU Pengadilan Anak yakni Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan peradilan umum. Meskipun sebagai pengadilan khusus, pengadilan anak bukan berarti berdiri sendiri. Keberadaan pengadilan anak tetap dalam lingkungan pengadilan umum. Hal itu sesuai dengan

       7


(23)

yang tersebut dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan hanya ada empat lingkungan peradilan yaitu peradilan umum,agama, militer dan tata usaha Negara.

Mengenai tugas dan kewenangan pengadilan anak (sidang anak) ketentuan Pasal 3 UU Pengadilan Anak menyatakan bahwa sidang anak bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, menyelesaikan perkara anak sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang. Ketentuan Pasal 21 menegaskan bahwa sidang anak berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dalam hal perkara anak nakal.

Pada prinsipnya, tugas dan kewenangan pengadilan anak sama dengan pengadilan perkara pidana lainnya. Meski prinsipnya sama, namun yang tetap harus diperhatikan ialah perlindungan anak merupakan tujuan yang utama. Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Selain itu, anak sebagai bagian dari keluarga, merupakan buah hati, penerus dan harapan keluarga. Di situlah letak pentingnya pengadilan anak sebagai salah satu sarana bagi perlindungan anak yang terganggu keseimbangan mental dan sosialnya sehingga menjadi anak nakal.


(24)

Ketentuan mengenai penyelenggaraan Pengadilan anak secara khusus, diatur dalam UU Pengadilan Anak. Garis besar kekhususan pengadilan anak antara lain sebagai berikut :

1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1).

2) Aparat penegak hukum yang berperan dalam proses peradilan anak yaitu Penyidik adalah Penyidik Anak, Penuntut Umum adalah Penuntut Umum Anak, Hakim adalah Hakim Anak hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir (5), (6) dan (7).

3) Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasehat Hukum, serta petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian dinas hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 6.

4) Untuk melindungi kepentingan anak pada prinsipnya pemeriksaan perkara anak dilakukan dalam sidang tertutup. Kecuali dalam hal tertentu dapat dilakukan dalam sidang terbuka, misalnya perkara pelanggaran lalu lintas dan pemeriksaan perkara ditempat kejadian perkara hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2). 5) Pidana dan tindakan yang dapat dijatuhkan hanya yang ditentukan

dalam UU Pengadilan Anak hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 22.


(25)

6) Ketentuan pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana/anak nakal sesuai dengan Undang-undang Pengadilan Anak.

c. Ketentuan Umur

Pengertian anak nakal ini ada dua kelompok yakni anak yang

melakukan tindak pidana dan yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak. UU Pengadilan Anak telah merumuskan anak

nakal dalam ketentuan Pasal 1 butir (2) yaitu sebagai berikut : 1) Anak yang melakukan tindak pidana; atau

2) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan hukum lain yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Salah satu tolak ukur pertanggungjawaban pidana bagi anak nakal adalah umur. Dalam hal itu, masalah umur merupakan masalah yang penting bagi terdakwa untuk diajukan dalam sidang anak. Umur dapat berupa umur minimum maupun umur maksimum.

Masalah umur tentunya juga harus dikaitkan dengan saat melakukan tindak pidana. Sehubungan masalah umur, ketentuan Pasal 4 UU Pengadilan Anak menetapkan sebagai berikut :

1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.


(26)

2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke sidang anak.

Rumusan di atas menegaskan bahwa batas umur anak nakal minimum adalah 8 (delapan) tahun dan maksimum 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah kawin. Sedangkan maksimum untuk dapat diajukan ke sidang anak adalah umur 21 (dua puluh satu) tahun, asalkan saat melakukan tindak pidana belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Bagaimana apabila tersangka belum berumur 8 (delapan) tahun? Dengan tetap berpegang teguh pada asas praduga tak bersalah dan demi kepentingan/perlindungan anak maka UU Pengadilan Anak, Pasal 5 menentukan sebagai berikut :

1) Jika anak yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemerikaan oleh penyidik.

2) Apabila penyidik berpendapat bahwa anak tersebut masih dapat dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya maka Penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada kedua orang tua, wali, atau orang tua asuhnya.


(27)

3) Jika penyidik berpendapat bahwa anak tersebut tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan anak tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari pembimbing kemasyarakatan.

Pengalaman praktek membuktikan terjadinya tindak pidana sering ada unsur penyertaan (deelmening). Dalam hal terjadi anak melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa atau bersama-sama dengan anggota ABRI, ditetapkan oleh pasal 7 sebagai berikut :

1) Anak tetap diajukan ke sidang anak

2) Orang dewasa diajukan ke sidang orang dewasa 3) Anggota ABRI diajukan ke Mahkamah Militer.8

i. Hak-Hak Anak Atas Kesejahteraan :

Perlindungan bagi anak yang menyalahgunakan narkotika akan memperoleh perlindungan khusus, perlindungan khusus tersebut bagi anak untuk mendapatkan kesempatan dan fasilitas yang memungkinkan bagi dan mereka berkembang secara sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermanfaat, dapat memperoleh sesuatu yang mana dilindungi oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1979 Undang-undang Kesejahteraan Anak, bab II pasal 2 sampai dengan pasal 6 yang mengatur hak-hak atas kesejahteraan yaitu sebagai berikut :

1. Hak atas kesejahteraan, perawatan, dan bimbingan

anak berhak memperoleh kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di

       8


(28)

dalam asuhan khusus untuk tumbuh kembang yang wajar (Pasal (2) ayat (1)).

2. Hak anak atas pelayanan

anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan pribadian bangsa, untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna (Pasal (2) ayat (2)). 3. Hak anak atas pemeliharaan dan perlindungan

anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan (Pasal (2) ayat (2)).

4. Hak anak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup.

anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar (Pasal (2) ayat (4)).

5. Hak diberi pelayanan dan asuhan

anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan mendorong guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya (Pasal (6) ayat (1)).

Anak yang melakukan suatu penyalahgunaan narkotika atau seorang pecandu yang mana anak tersebut mrupakan anak nakal karena anak tersebut menggunakan narkotika tanpa menggunakan resep dari dokter ataupun tanpa sepengaetahuan dan pengawasan dari dokter. Anak yang menyalahgunakan narkotika merupakan anak yang dalam masa pemakaiannya biasanya seorang pecandu. Untuk melaksanakan suatu hukuman terhadap penyimpangan tingkah


(29)

atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adanya faktor dari luar dan perkembangan pembangunan yang cepat.

j. Hak Asasi Manusia Menentukan :

Keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan hal ini berdasarkan pada ketentuan Pasal 3 UU No.4 Tahun 1979 UU Kesejahteraan Anak. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Pelayanan dan asuhan juga diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan putusan Hakim Pasal 6 UU Kesejateraan Anak.

Pasal 66 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menentukan :

(1). Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman-hukuman yang tidak manusiawi. (2). Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk

pelaku tindak pidana yang masih anak.

(3). Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

(4). Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.


(30)

(5). Setiap anak dirampas kebebasannya berhak mendapat perlakuan manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa.

(6). Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

(7). Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memproleh keadilan didepan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.

6. Metode Penelitian

a. Jenis Dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini menggunakan “metode penelitian hukum normatif, yaitu mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang”.9

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat.10 Jadi dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan tipe penelitian menggunakan penelitian hukum diskriptif.

b. Sumber Data

              9 

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,  2004, h. 52. 

       10 


(31)

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini yaitu data sekunder. “Data Sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bila perlu bahan hukum tersier. Data sekunder pada dasarnya adalah data normatif terutama yang bersumber dari perundang-undangan”.11

a. “Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan putusan hakim)”.12 Bahan penelitian ini terdiri dari beberapa perundang-undangan:

Peraturan Perundang-undangan, yaitu Undang-undang. 1. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika.

6. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak. 7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

b. ”Bahan Hukum Sekunder, yaitu : Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, media cetak atau elektronik)”13.

c. ”Bahan Hukum tersier, yaitu : bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,       

      11 

IbidI, h.151 

      12 

ibid, h. 82 

      13 


(32)

(contohnya : Rancangan Undang-undang, kamus hukum, dan ensiklopedia)”.14

c. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menganalisis data ini adalah data sekunder yaitu studi kepustakaan, yaitu mempelajari buku-buku, dan Perundang-undangan.

d. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data ini adalah “metode kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis,kemudian hasilnya akan dimanfaatkan untuk membahas permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini.15 Yang berjudul pertanggungjawaban pidana anak sebagai pengguna narkotika praktek persidangan dan eksekusi di Pengadilan Negeri Surabaya.

7. Sistematika penulisan

Agar skripsi ini memenuhi syarat sebagai karya tulis ilmiah serta untuk memudahkan dalam memahami isi pembahasan materi skripsi ini, maka perlu dipaparkan sebuah sistematika penulisan.

Penulisan skripsi ini terdiri dari 4 Bab yang terdiri dari Bab I akan diuraikan tentang latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan

               14 

Ibid, h. 82 

        15 


(33)

penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II menjelaskan permasalahan pertama, yakni pembahasan mengenai penerapan sanksi pidana bagi anak pengguna narkotika, yang terdiri dari beberapa sub-sub bab yakni : faktor-faktor yang mempengaruhi sanksi pidana bagi anak, praktek persidangan atas pertanggungjawaban pidana anak, eksekusi pengadilan anak, kasus penggunaan narkotika.

Bab III menjelaskan tentang permasalahan kedua, yakni pembahasan mengenai dampak negatif dan positif penerapan sanksi pidana anak pengguna narkotika, yang terdiri dari beberapa sub-sub bab, yakni : dampak negatif pidana penjara terhadap perkembangan jiwa anak dan positif dari penerapan sanksi pidana bagi anak penyalahgunaan narkotika, realitas terpidana anak di LP Blitar.

Bab IV merupakan bab penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran, kesimpulan berisi ringkasan dari serangkaian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, sedangkan saran berisi masukan-masukan yang penulis harapkan demi masa depan generasi muda agar terhindar dari penyalahgunaan narkotika.


(34)

24 


(35)

BAB II

PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI ANAK PENGGUNA NARKOTIKA

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sanksi bagi anak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sanksi pidana bagi anak pelaku tindak pidana narkotika adalah:

Meskipun seorang anak telah berbuat atau melakukan tindak pidana dan memenuhi unsur pidana, belum berarti bahwa anak tersebut dapat dipidana, karena masih diperlukan unsur kesalahan yang merupakan dasar pertanggungjawaban pidana. Berdasarkan pada kenyataan yang ada, bahwa untuk dapatnya seseorang dipidana, haruslah dilihat pada :

1. Perbuatan pidana

2. Adanya kemampuan bertanggung jawab

3. Adanya sikap batin atas perbuatannya yang berupa kesengajaan atau kealpaan.

4. Tidak adanya alasan pemaaf.16

2. Praktek Persidangan Anak Penyalahgunaan Narkotika.

Berdasarkan hasil wawancara bersama bapak H. Soeli. S.H.,M.H selaku Panitera Muda Pidana di Pengadilan Negeri Surabaya bahwa sidang anak dilakukan oleh Hakim Tunggal. Hakim, Penuntut Umum, Penasihat Hukum melakukan sidang tanpa menggunakan Toga.

Dalam perkara anak nakal praktek jalannya persidangan adalah :

1. Sebelum sidang dan dibuka, Hakim memerintahkan agar pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan.

Laporan sosial hasil penelitian berisikan :       

16

  Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h. 164  24 


(36)

a. Keadaan anak, baik fisik, psikis, sosial maupun ekonomi.

b. Keadaan rumah tangga orang tua atau wali atau orang tua asuh serta penghuni lainnya.

c. Keterangan mengenai kelakuan anak di sekolah atau di tempat pekerjaan. d. Hubungan atau pergaulan anak dengan lingkungan seperti Rukun tetangga,

kepramukaan.

2. Setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup untuk umum, terdakwa dipanggil masuk beserta orang tua, wali atau orang tua asuh, Penasehat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan. (perlakuan khusus dalam persidangan Anak Nakal antara lain : a). sidang dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum, b). Pemeriksaan dalam sidang pengadilan dilakukan dalam suasana kekeluargaan, oleh karena itu hakim, jaksa, dan petugas lainnya tidak memakai toga/pakaian, atribut/tanda pengangkatan masing-masing, c). Adanya keharusan pemisahan persidangan dengan orang dewasa baik berstatus sipil maupun militer, d). Turut sertanya Bapas membuat Laporan Penelitian Kemasyarakatan Terhadap anak, e). Hukuman lebih ringan).

3. Selama dalam persidangan, terdakwa didampingi orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasehat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan.

4. Pada permulaan persidangan, Hakim menanyakan kepada Penuntut Umum tentang orang tuanya/wali atau orangtua asuh datang atau tidak. Kehadiran orang tua/wali atau orang tua asuh anak sangat diperlukan untuk mengetahui

   


(37)

latar belakang kehidupan anak dan motif anak melakukan tindak pidana narkotika. Bila orang tua/wali atau orang tua asuh tidak hadir, maka sidang dapat diteruskan tanpa dihadiri orangtua/wali, atau orang tua asuh anak.

5. Hakim memeriksa identitas terdakwa dan setelah itu mempersilahkan Penuntut Umum membacakan surat dakwaannya.

6. Sesudah itu, terdakwa atau Penuntut Umumnya diberi kesempatan untuk mengajukan tangkisan atau eksepsi atas dakwaan Penuntut Umum. Sesuai ketentuan Pasal 58 UU Pengadilan Anak.

7. Pada waktu memeriksa saksi, Hakim dapat memerintahkan agar terdakwa dibawa keluar ruang sidang. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya hal yang dapat mempengaruhi jiwa anak. Hakim harus cermat dan teliti terhadap keadaan terdakwa, untuk menentukan anak ke luar sidang atau tidak, waktu pemeriksaan saksi-saksi. Jika diperkirakan keterangan saksi dapat mempengaruhi jiwa anak, maka anak yang bersangkutan harus dikeluarkan dari persidangan dalam rangka perlindungan anak. Ketentuan Pasal 58 UU Pengadilan Anak, memberikan perlindungan terhadap anak, yang bila diperhatikan dan dilaksanakan oleh Hakim sebagaimana mestinya.

8. Setelah pemeriksaan saksi, dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa dan dalam melakukan pemeriksaan, Hakim dan petugas lainnya tidak memakai toga atau pakaian seragam. Tujuannya, adalah untuk menghilangkan rasa takut pada diri anak. Apabila anak memberikan keterangan yang berbelit-belit dalam pemeriksaan, maka Hakim memberikan peringatan kepadanya dan

   


(38)

memberitahukan akibatnya apabila anak tidak berterus terang di depan sidang. Sesuai dengan ketentuan Pasal 59 UU Pengadilan Anak.

9. Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anaknya, dengan alasan bahwa selama ini kurang memperhatikan anaknya, sehingga melakukan kenakalan. Orangtua/wali/orangtua asuh, memohon kepada Hakim untuk tidak menjatuhkan putusan pidana tetapi menyerahkannya kepada mereka, dengan janji bahwa mereka akan lebih berupaya mendidik anaknya.

10. Setelah acara tersebut, Penuntut Umum menyampaikan requisatoir (tuntutan hukum) atas diri terdakwa anak. Selanjutnya Penasihat Hukum menyampaikan Pledoi (pembelaan) atas terdakwa.

11. Putusan wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan.Hakim tidak terikat penuh pada laporan penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan. Hakim pengadilan dalam mengambil putusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan sidang pengadilan.

12. Putusan pengadilan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. 13. Apabila para pihak (terdakwa atau Penuntut Umum) merasa tidak puas

terhadap putusan Hakim, maka mereka berhak mengajukan upaya hukum

   


(39)

banding ke Pengadilan Tinggi. Jika merasa tidak puas terhadap putusan Pengadilan Tinggi berhak mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung.

3. Praktek Eksekusi Putusan Pidana Penjara dan Denda Untuk Anak Pengguna Narkotika Sesuai Kasus Di Atas :

Pelaksanaan Eksekusi dilakukan oleh pihak Kejaksaan yang didasarkan pada Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Sehingga jaksa dalam hal ini sebagai eksekutor Putusan Pengadilan

Tahapan-tahapan untuk eksekusi putusan pidana penjara/kurungan :

1. Menerima salinan Putusan Pengadilan dari Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan dalam waktu I (satu) minggu untuk perkara biasa dan 14 (empat belas) hari untuk perkara dengan Acara Singkat (Pasal 270 KUHAP dan SEMA No. 21/1983).

2. Kepala Kejaksaan Negeri mengeluarkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan ( terlampir ).

3. Menyerahkan terpidana kepada Lembaga Pemasyarakatan.

4. Membuat Berita Acara Putusan Pengadilan ( terlampir ).

5. Membuat Laporan Pelaksanaan.

Tahapan-tahapan Eksekusi untuk pidana denda/biaya perkara :

1. Menerima salinan Putusan Pengadilan dari Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan waktu I (satu) minggu untuk perkara biasa dan 14 (empat belas)

   


(40)

2. Kepala Kejaksaan Negeri mengeluarkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan.

3. Pembayaran denda diberikan waktu I (satu) bulan dan karena alasan tertentu dapat diperpanjang selama I (satu) bulan (pasal 273 (1) dan (2) KUHAP) kecuali untuk perkara Acara Pemeriksaan Cepat (APC) harus dilunasi seketika (SEMA Nomor 22/1982).

4. Apabila terpidana tidak mau melaksanakannya, eksekutor dapat menyita barang-barang miliknya untuk dijual lelang yang kemudian hasil lelang dipergunakan untuk melunasi biaya perkara dan denda tersebut (SEMA Nomor 17/1983).

5. Apabila ternyata terpidana tidak mampu membayar karena miskin atau alamatnya tidak ditemukan lagi yang dikuatkan dengan Surat Keterangan Pamong Praja setempat, dapat diusulkan penghapusannya kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia (SEJA Nomor SE-008/J.A/7/1981 tanggal 23 Juli 1981).

6. Membuat Berita Acara Pelaksanaan dan mengisi formulir yang ditentukan.

   


(41)

4. Kasus Penggunaan Narkotika a. Kasus Posisi

Pada hari selasa tanggal 28 Juli 2009 sekira jam 00.15 Wib dengan Tersangka bernama SETYO APRILIANTO, jenis kelamin laki-laki, umur 16 tahun, pekerjaan pelajar, alamat jalan Dukuh Pakis Gg. VI DI/ 12 Surabaya (pos Kamling), telah kedapatan membawa, menyimpan, dan memiliki Narkotika golongan I jenis tanaman ( ganja ) yang mana narkotika jenis Ganja tersebut dicampur kedalam sebatang rokok yang dibakar lalu dihisap (seperti menghisap rokok), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a UU Tentang Narkotika.

b. Pertimbangan Hukum

Kasus yang terjadi pada terdakwa SETYO APRILIANTO merupakan kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika Golongan 1 jenis ganja, sebagaimana yang kita ketahui di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika, ganja merupakan jenis tanaman narkotika Golongan I, terdakwa telah menggunakan narkotika tanpa adanya resep dan pengawasan dokter. Kasus diatas dapat dikatakan sebagai tindak pidana penyalahgunaan narkotika dikarenakan telah mengandung unsur-unsur di dalam penyalahgunaan narkotika dalam pasal 78 ayat (1) huruf a UU Narkotika dengan unsur-unsur sebagai berikut:

1. Barangsiapa,

2. Tanpa hak dan melawan hukum,

   


(42)

3. Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasai narkotika Gol. I dalam bentuk tanaman.

Ad.1. Unsur Barang Siapa :

Pengertian unsur “barangsiapa” adalah setiap orang yang menjadi subyek hukum atau pelaku perbuatan pidana sehingga unsur ini berkaitan dengan perbuatan orang sebagai pendukung hak dan kewajiban yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana kepadanya. Menimbang bahwa yang dimaksud barangsiapa tersebut adalah subyek hukum tertentu yang dalam perkara ini adalah terdakwa SETYO APRILIANTO. Dengan demikian bahwa benar terdakwa dalam unsur “barangsiapa” dalam perkara di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Ad.2. Unsur Tanpa hak dan melawan hukum :

Unsur secara tanpa hak mengandung pengertian bahwa perbuatan yang dimaksud dilakukan tanpa surat keterangan atau resep dari Dokter ataupun Apoteker, sedangkan pengertian melawan hukum dalam artii formil maupun dalam arti materiil. Menurut ajaran yang melawan hukum yang disebut melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, sedangkan melawan hukum dalam arti materiil yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat ddipidana. Dengan demikian bahwa benar terdakwa dalam unsur “tanpa

   


(43)

hak dan melawan hukum” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Ad.3.Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memliki, menyimpan atau menguasai narkotikan Gol. 1 dalam bentuk tanaman :

Menimbang bahwa unsur ini disusun secara alternatif, maka unsure ini sudah terbukti dengan terpenuhinya salah satunya (baik menanm, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasaia). Menimbang bahwa dalam unsur ini perlu dibuktikan pula apakah ganja yang dimiliki, disimpan atau dikuasai oleh terdakwa adalah merupakan “narkotika Golongan 1” sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka (1) UU Narkotika. Dengan demikian, bahwa benar terdakwa dalam unsur “memiliki, menguasai narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

c. Analisa Hukum

Berkaitan dengan kasus narkotika di atas maka yang dilakukan oleh terdakwa SETYO APRILIANTO, adalah :

5. Bahwa terdakwa telah melanggar pasal 78 ayat (1) huruf a, yaitu : Ayat 1 : barang siapa tanpa hak melawan hukum :

a. Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman.

   


(44)

6. Mengandung unsur-unsur pasal 78 ayat (1) huruf a, yaitu :

- Barang siapa : yang dimaksud barang siapa dalam kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika ini adalah : terdakwa SETYO APRILIANTO, tempat tanggal lahir Surabaya, 19 April 1993, Kewarganegaraan Indonesia, Agama islam, Pendidikan terakhir SLTP, Pekerjaan pelajar SMK kelas II, Alamat Jalan Dukuh Pakis Gg.VI D1/12 Surabaya .

- Tanpa hak dan melawan hukum :

Tidak mempunyai ijin dalam menguasai ganja tersebut.tanpa resep dokter dan melanggar hukum formil dengan ketentuan UU Narkotika.

- Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki menyimpan atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman : Yang dimaksud dalam unsur ini adalah pada waktu dilakukan penangkapan dan penggeledahan telah menyimpan, memiliki dan membawa barang narkotika jenis tanaman (Ganja) yang mana sudah dipakai oleh terdakwa.

Pada kasus ini terdakwa dijatuhi putusan pidana penjara oleh hakim selama 10 (sepuluh) bulan dan denda 500.000,-. Dalam ikhtisar putusan, hakim mencantumkan Pasal 78 ayat (1) UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika, menurut pendapat penulis hukuman yang diberikan oleh Hakim masih terbilang cukup berat untuk anak seusia Setyo Aprilianto yang masih dibawah umur. Untuk melihat bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap anak dalam peraturan perundang-undangan diterapkan

   


(45)

dalam putusan pengadilan, berikut ini penulis sajikan data tentang putusan pengadilan terhadap anak yang menyalahgunakan narkotika tabel 1 berikut :

Tabel 1

Jenis Sanksi Pidana yang Dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya

Kepada Anak yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009. No Nomor Putusan Pasal Yang

Dilanggar

Usia Pelaku

Jenis Sanksi

1. No.2273/pid.B/2009/PN.Sby 78 (2) UU/22/97

17 Th Pidana penjara dan denda 2. No.3074/Pid.B/2009/PN.Sby 78 (2)

UU/22/97

16 Th Pidana Penjara dan denda

3. No.3210/Pid.B/2009/PN.Sby 78 (1) UU/22/97

16 Th Pidana penjara dan denda 4. No.2308/Pid.B/2009/PN.Sby 78 (2)

UU/22/97

17 Th Pidana penjara dan denda

Sumber : Biodata Pengadilan Negeri Surabaya, 2009 - diolah

Penyajian data tentang putusan pengadilan terhadap anak yang menyalahgunakan narkotika dimaksudkan untuk memberikan penjelasan tentang penerapan sanksi pidana terhadap anak yang menyalahgunakan narkotika. Data tentang putusan pengadilan terhadap anak yang menyalahgunakan narkotika penting

   


(46)

untuk melihat sejauh mana anak diberi alternatif pidana manakala ia melakukan penyalahgunaan narkotika. dalam penelitian ini dianut pandangan, bahwa anak yang menyalahgunakan narkotika tidak dapat dilihat semata-mata sebagai pelaku saja, tetapi juga dilihat sebagai korban.

Sebagaimana dipaparkan dalam tabel 1 bahwa kecenderungan Hakim yang selalu menjatuhkan pidana penjara kepada anak tersebut bersifat ironis, mengingat dalam instrument internasional justru ada keharusan bagi hakim untuk sejauh mungkin menghindarkan anak dari pidana penjara, bahkan anak harus dijauhkan dari penerapan hukum pidana pada umunnya.

Berdasarkan tabel 1 tersebut di atas terlihat, bahwa dari 4 (empat) putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara anak yang menyalahgunakan narkotika semuanya menjatuhkan pidana penjara. Berdasarkan dari hasil studi penelitian di Pengadilan Negeri Surabaya, sebagaimana di paparkan dalam tabel 2 bahwa kecenderungan Hakim dalam menjatuhkan putusan selalu menjatuhkan pidana penjara dan denda kepada anak. padahal salah satu hak yang harus dilindungi untuk anak-anak adalah perlindungan hukum yang layak bagi mereka dan juga berhak untuk tidak dirampas kemerdekaannya untuk tumbuh kembang, dalam kasus ini anak sebagai korban dari penyalahgunaan narkotika.

Jadi, dengan penerapan hukum pidana yang demikian, maka tersimpul bahwa pada tahap penerapan hukum pidana aparat penegak hukum khususnya hakim, bersifat sangat represif. Alternatif yang ditawarkan oleh undang-undang tidak pernah digunakan oleh hakim. Padahal, mestinya penjatuhan pidana penjara kepada anak

   


(47)

justru dilakukan ketika tidak ada alternatif yang lain. Menurut hemat penulis secara umum dapat dikatakan, bahwa putusan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara terhadap anak, justru akan berdampak negatif terhadap proses penanggulangan kejahatan itu sendiri dan tidak akan menbawa manfaat bagi terpidana anak. Kecenderungan menjatuhkan pidana penjara kepada pelaku anak yang menyalahgunakan narkotika dengan demikian juga bermakna diabaikannya kepentingan anak sebagai korban.

Kecenderungan hakim yang selalu menjatuhkan pidana penjara kepada anak dapat dipersoalkan karena beberapa hal berikut ini :

Pidana, termasuk didalamnya pidana penjara pada dasarnya hanyalah sebuah alat, yaitu alat untuk mencapai tujuan pemidanaan (pada umumnya tujuan pemidanaan terdiri dari upaya untuk melindungi masyarakat disatu sisi dan melindungi individu (pelaku) disisi yang lain).17 Apabila penggunaan alat itu tidak sesuai dengan memenuhi tujuan yang ditentukan, maka tidak ada alasan untuk tetap menggunakan alat itu dan tidak ada jaminan apabila pelaku tindak pidana pada akhirnya dijatuhi pidana penjara maka dengan sendirinya ia akan menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat pada hukum. Justru yang sering diketahui adalah, bahwa pidana penjara membawa dampak negatif yang sangat merugikan bagi terpidana, khususnya terpidana anak karena masa anak-anak merupakan masa mencari jati diri, sehingga segala tindakan yang dilakukannya tidak pernah difikirkan matang-matang.

      

17

Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Umm, Malang, 2009. hal.118  

   


(48)

Tabel 2

Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam Penjatuhan Putusan Pidana Penjara Kepada Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009

No Nomor Putusan Pasal yang

Dilanggar

Usia Pelaku

Jenis Sanksi Pertimbangan Hakim

1. 2273/Pid.B/2009/ PN.Sby

78 (2) UU/22/97 17 Th Pidana penjara

dan denda

Yang Memberatkan: - Perbuatannya meresahkan

masyarakat Yang Meringankan:

- Mengaku terus terang - Sopan dipengadilan - Masih muda 2. 2308/Pid.B/2009/

PN.Sby

78 (2) UU/22/97 17 Th Pidana penjara

dan denda

Yang Memberatkan :

- Perbuatannya merusak

kegenerasi bangsa Yang Meringankan:

- Belum pernah dihukum - Masih aktif sebagai siswa

SMUN 3. 3074/Pid.B/2009/

PN.Sby

78 (1) UU/22/97 16 Th Pidana penjara

dan denda

Yang Memberatkan :

- Perbuatan terdakwa

merusak moral dan generasi bangsa

Yang Meringankan: - Sopan dalam persidangan - Masih Muda

4. 3210/Pid.B/2009/ PN.Sby

78 (2) UU/22/97 16 Th Pidana penjara

dan denda

Yang Memberatkan :

- Perbuatannya terdakwa

tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas nsrkotika.

Yang Meringankan :

- Mengaku terus terang

perbuatannya.

- Terdakwa belum pernah dihukum.

- Terdakwa menyesali

perbuatannya.

- Terdakwa masih

anak-anak.

- Masih aktif sebagai siswa SMK

Sumber : Biodata Pengadilan Negeri Surabaya, 2009 - diolah

   


(49)

   

Berdasarkan tabel 2 tersebut di atas semua pelaku dijatuhi pidana penjara. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dengan mengacu pada dasar pertimbangan, hakim mengacu pada pertimbangan yang memberatkan dari pada pertimbangan yang meringankan. Secara umum dasar pertimbangan hakim yang digunakan untuk menjatuhkan (beratnya) pidana penjara kepada anak yang menyalahgunakan narkotika adalah :

a. Pertimbangan yang memberatkan :

1. Perbuatan terdakwa dianggap meresahkan masyarakat 2. Perbuatan terdakwa merusak mental bangsa

3. Perbuatan terdakwa merusak generasi bangsa

4. Perbuatan terdakwa merusak moral dan kesehatan bangsa

b. Pertimbangan yang bersifat meringankan: 1. Terdakwa mengaku terus terang 2. Terdakwa belum pernah dihukum 3. Terdakwa masih muda

4. Terdakwa sopan dipersidangan


(50)

BAB III

DAMPAK NEGATIF DAN POSITIF PENERAPAN SANKSI TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA

1. Dampak negatif Pidana Penjara Terhadap Perkembangan Jiwa Anak

Setiap keadaan dan situasi berpengaruh terhadap diri manusia, begitu juga anak-anak yang menjalani pidana. Sesuai dengan kondisi jiwanya, anak sangat mudah dipengaruhi berbagai situasi. Anak yang menjalani pidana,menjalani perubahan lingkungan. Ruang lingkup bergerak tidak terbatas serta hidup dalam lingkungan yang terdiri dari keluarga, masyarakat serta kasih sayang yang didapatnya. Situasi demikian akan mempengaruhi jiwa anak.

Pidana mempengaruhi perkembangan jiwa anak sampai mereka dewasa. Hambatan yang paling menonjol adalah proses mengidentifikasikan diri anak didik. Mereka lebih terbuka kepada sesama narapidana. Pemidanaan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap anak didik. Pemidanaan hanya bersifat memperbaiki pribadi anak dan membuat mereka tidak mampu melakukan kejahatan-kejahatan yang lain. Selama menjalani pidana, jiwa anak didik tertekan karena :

1. Narapidana selama dipidana, kehilangan percaya diri, identitas diri, akibat peraturan dan tata cara kehidupan di Lembaga Permasyarakatan Anak.

2. Narapidana selama menjalani pidana, selalu dalam pengawasan petugas, merasa tidak aman, merasa selalu dicurigai, dan selalu tidak dapat berbuat sesuatu atau bertindak, karena takut kalau tindakannya salah, dapat mengakibatkan dirinnya dihukum atau diberi sanksi. Pengawasan yang dilakukan setiap saat, narapidana menjadi ragu dalam bertindak, merasa kurang percaya diri, salah tingkah, tidak mampu mengambil keputusan secara baik. Situasi demikian dapat mengakibatkan narapidana melakukan tindak kompensasi demi stabilitas jiwanya, padahal tidak tidak setiap konpensasi berdampak positif. Rasa tidak aman didalam Lembaga Pemasyarakatan Anak, tetap terbawa sampai keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Anak, hilang jika mampu beradaptasi dengan masyarakat.

3. Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan membaca surat kabar secara bebas, dan melakukan hobi menjadi hilang. Keadaan demikian menyebabkan jiwa narapidana menjadi tertekan, menyebabkan narapidana anak menjadi


(51)

pemurung, malas, mudah marah, dan tidak bergairah terhadap program-program pembinaan bagi diri sendiri.

4. Kebebasan untuk berkomunikasi terhadap siapapun juga dibatasi, narapidana tidak bebas untuk berkomunikasi dengan relasinya. Keterbatasan ini disebabkan karena setiap pertemuan dengan relasinya dan keluarganya waktunya sangat terbatas. Bagitu juga halnya dengan surat-surat yang harus disensor lebih dahulu.

5. Narapidana merasa kehilangan pelayanan, karena narapidana harus mampu mengurus dirinya sendiri, mencuci pakaian, menyapu ruangan, mengatur tempat tidurnya sendiri. Begitu juga mengenai menu makanan, semua telah diatur oleh petugas Pemasyarakatan Anak. hilangnya pelayanan, menyebabkan narapidana kehilangan kasih sayang yang biasanya diperoleh dalam keluarganya. Hal ini menyebabkan narapidana anak menjadi garang, cepat marah sebagai kompensasi jiwanya.

6. Akibat perampasan kemerdekaan, narapidana menjadi kehilangan rasa percaya diri, yang menggangu program pembinaan, kreatifitas narapidana tidak dapat tersalurkan dengan sempurna. Rasa percaya diri sangat penting dalam membina narapidana, kepercayaan dirinya dapat dicapai jika narapidana telah mengenal dirinya sendiri.

7. Selama menjalani pidana, terampas kreatifitasnya, ide-idenya, gagasan-gagasannya, imajinasinya bahkan juga impian, dan cita-citanya.18

Selain itu penerapan sanksi terhadap anak juga akan menimbulkan berbagai kerugian, yang menurut Made Sadhi Astuti :

a. Anak menjadi lebih ahli tentang kejahatan;

b. Anak diberi cap jahat oleh masyarakat yang disebut Stigma; c. Masyarakat menolak kehadiran mantan narapidana anak; d. Masa depan anak menjadi suram19

Merujuk hasil penelitian Made Sadhi Astuti tersebut diatas dapat tersimpul, bahwa dampak negatif penerapan sanksi bagi anak dapat menimbulkan stigmatisasi (pemberian label atau cap jahat), dehumanisasi (masyarakat menolak

       18

 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pdana Anak Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008. h.145 

19

 Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika oleh Anak, UMM Press, Malang, 2009.h. 126 dikutip dari Made Sadhi Astuti, Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana, IKIP Malang, 1997. h.117 

 

   


(52)

kehadirannya) yang mengakibatkan mantan napi anak akan merasa menjadi sampah masyarakat sehingga menjadi frustasi yang pada akhirnya ia akan kembali lagi menjalani kehidupan buruknya bahkan mungkin saja kebiasaan buruknya akan lebih parah dari sebelumnya yang pada akhirnya akan melahirkan penjahat yang lebih ahli.

Dampak negatif penerapan pidana terhadap anak mempunyai pengaruh terhadap pembinaan anak, yakni :

a. Dehumanisasi

Salah satu dampak negatif akibat penerapan sanksi bagi anak adalah terjadinya dehumanisasi, yaitu proses pengasingan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap mantan narapidana (anak). Dehumanisasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya sikap sinis terhadap mantan narapidana anak, sikap penolakan terhadap kehadian mantan narapidana anak baik secara langsung maupun secara tidak langsung, pengejekan, dan semua prilaku yang dapat menempatkan anak dalam keterasingan baik secara psikis maupun sosial. Dehumanisasi hakikatnya merupakan penolakan terhadap kehadiran seorang mantan narapidana baik secara psikis maupun secara sosiologis. Dengan demikian, dehumanisasi akan menempatkan mereka dalam keterasingan terhadap lingkungan sosialnya.

b. Stigmatisasi

Stigmatisasi pada dasarnya merupakan pemberian label atau cap jahat kepada mereka yang pernah mengalami penerapan pidana khususnya penerapan pidana perampasan kemerdekaan. Dalam konteks masyarakat, stigmatisasi tidak dapat dihindarkan, mengingat kultur masyarakat yang tidak begitu bersahabat dengan mantan narapidana. Orang yang terlanjur mendapat stigma oleh masyarakat sebagai penjahat, akan selalu dipandang sebagai penjahat, sekalipun ia sudah keluar dari lembaga. Stigmatisasi oleh masyarakat justru seringkali menjadi

social punishment yang jauh lebih berat ketimbang pidana yang diberikan oleh

lembaga pengadilan, sebab stigmatisasi biasanya berlangsung dalam waktu yang lama, bahkan seumur hidupnya.20

2. Dampak positif dari penerapan sanksi pidana penjara anak.

Dampak positif dari penerapan sanksi ini anak akan mendapatkan pendidikan, bimbingan dan pembinaan dari petugas LAPAS yang diharapkan agar menjadi anak       

20

 Ibid.h.131  

   


(53)

yang lebih baik lagi, dengan tujuan agar selepas keluar dari penjara nanti, anak tersebut akan menjadi warga yang baik dan berguna di masyarakat.

Adapun dampak positif yang didapatkan anak selama di dalam penjara yaitu anak akan mendapatkan jenis pembinaan yang baik dari petugas LAPAS antara lain: 1. Kepribadian :

a.Pembinaan Kesadaran Mental dan Spiritual

Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar narapidana anak tindak pidana narkotika dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang salah. Dalam pelaksaan pembinaan ini, pihak LP bekerjasama dengan pihak Departemen Agama dan pondok pesantren disekitar tempat LP itu berada untuk menerjunkan para anggotanya ikut serta dalam membina narapidana anak tindak pidana narkotika.

b. Pembinaan olahraga dan seni

Kegiatan olahraga seperti bola Volley, sepak bola, bulu tangkis, tenis meja, seni musik. Hal ini dimaksudkan dengan maksud melatih kesehatan fisik dan meningkatkan kreativitas para narapidana anak tindak pidana narkotika dengan bertujuan sebagai hiburan untuk menghilangkan rasa kejenuhan dan mungkin juga berguna bagi kehidupan setelah menjalani masa hukuman. 2. Pembinaan Kemandirian

Yang akan diberikan oleh petugas LP (Lembaga Pemasyarakatan) terhadap narapidana anak, antara lain :

   


(54)

a.Penjahitan; b.Montir;

c.Pertukangan kayu; d.Pertanian;

e.Las besi; f. Keset; g.Handycraft; h.Seni ukir.

3. Realitas terpidana anak di LAPAS Klas II-A Blitar

Berdasarkan hasil wawancara bersama ibu Munawaroh, S.H selaku SUBAG TU di LAPAS Klas II-A Blitar menjelaskan Selama anak menjalani pidana penjara, secara otomatis realitas kehidupannya tidak sebebas pada saat tinggal bersama keluarganya. Ada aturan-aturan yang diterapkan dan harus dipatuhi untuk terpidana anak agar lebih mempermudah proses pembinaannya menjadi manusia yang lebih baik. pembinaan terpidana anak selama di dalam penjara telah diatur sesuai dengan peraturan pembinaan anak yang mengacu pada Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan, Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Pengadilan Anak, Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan PP No.31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan serta Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Adapun jadwal kegiatan untuk anak-anak Klas II-A Blitar yaitu sebagai berikut :

   


(55)

TABEL 3

JADWAL KEGIATAN ANAK LAPAS KLAS II-A BLITAR

NO WAKTU KEGIATAN

JENIS KEGIATAN

1. 05.00 Bangun tidur dan melaksanakan ibadah secara

bersama-sama

2. 06.00 Pembersihan di masing-masing blok

3. 07.00 Melaksanakan apel makan pagi (sarapan)

4. 07.30 Sekolah, Melaksanakan apel kerja

5. 11.00 Melaksanakan apel makan siang

6. 11.30 Melaksanakan sholat Dzuhur (Berjamaah)

7. 13.00 Apel pergantian penjagaan

8. 15.00 Pembersihan kamar-kamar di Blok masing-masing 9. 16.00 Melaksanakan apel makan sore

10. 17.00 Masuk kamar masing-masing sampai pagi

Sumber : Biodata LAPAS Klas II-A Blitar - diolah

Bersadarkan biodata di atas peraturan tersebut digunakan agar terpidana anak

dapat hidup secara teratur dan disiplin dengan tujuan untuk membangun terpidana anak tersebut menjadi manusia yang mandiri. Pada pukul 07.30 dijelaskan pada saat anak sebelum masuk penjara masih bersekolah maka selama didalam penjara

   


(56)

terpidana anak tetap dapat melaksanakan kewajibannya untuk bersekolah di dalam lingkungan LAPAS dan untuk terpidana anak yang telah lulus sekolah maka kegiatannya pada jam tersebut melaksanakan apel kerja bersama yang lainnya.

4. Proses Pembinaan Narapidana anak di LP Anak Blitar

Berdasarkan hasil wawancara bersama ibu Munawaroh S.H selaku SUBAG TU LAPAS Klas II-A Blitar Pada dasarnya proses pembinaan di LP anak mengacu pada dasar hukum yang telah disebutkan di atas, dengan berbagai dasar hukum yang ada kebijakan pembinaan anak yang ada di LP anak disesuaikan dengan tingkat pelanggaran. Bila pelanggaran tidak terlalu berat akan di bina oleh LP anak Blitar sendiri tetapi pembinaannya tidak disatukan dengan yang tingkat pelanggaran ringan. Pelanggaran asusila pembinaannya lebih longgar, terpidana anak dengan pelanggaran asusila dapat membantu petugas administrasi di kantor LP. Penghuni LP diberi kesempatan untuk melanjutkan sekolah umum di dalam LP sesuai dengan tingkat usia dan pernah sekolah dimana pada saat ia bebas dulu dengan tanda tamat belajar dari Diknas sama seperti anak sekolah di luar LP. Menu makanan dapat berganti atau berputar dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sekali. Keluarga yang membesuk diberi kesempatan setiap pagi hari kerja dari hari senin sampai dengan jumat dari pukul 08.00 – 12.00 Wib. Pengembangan bakat untuk terpidana anak, para petugas LAPAS memberi kesempatan untuk menyalurkan hobi nya, ini berguna untuk proses pembinaan anak menjadi lebih baik dan juga untuk

   


(57)

menghilangkan rasa kejenuhan selama melaksanakan aktifitas rutinnya selama di dalam LAPAS.

Untuk mewujudkan pembinaan narapidana anak tindak pidana narkotika yang baik secara garis besarnya proses pembinaan dilakukan melalui 4 (empat) tahap : Tahap pertama :

Setiap terpidana anak yang baru masuk LP Bllitar di daftar dan dilakukan penelitian tentang segala hal mengenai dirinya, misalnya sebab musabab ia melakukan kejahatan ataupun pelanggaran maupun segala hal mengenai dirinya, untuk pembinaan selanjutnya pendaftaran itu meliputi :

a. Pencatatan :

Narapidana anak akan dicatat mengenai putusan pengadilan yang telah dijatuhkan, identitas diri meliputi : nama, tempat tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, kewarganegaraan, kemudian narapidana anak akan dicatat mengenai jumlah dan jenis barang, dimana sekiranya jika ada barang yang dititipkan maka akan dititipkan di pegawai LP.

b. Pemeriksaan kesehatan c. Pembuatan pas foto d. Pengambilan sidik jari

e. Pembuatan berita acara serah terima terpidana

Setelah dilakukan pendaftaran, kemudian narapidana digolongkan atas dasar : a. Umur

b. Jenis kelamin

   


(58)

c. Lama pidana yang dijatuhkan d. Jenis kejahatan

e. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan mengubah status terpidana menjadi narapidana.

Tahap kedua :

Apabila pembinaan narapidana anak sudah berjalan selama-lamanya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya dan sudah cukup ada kemajuan, yaitu dengan menunjukkan keinsyafan, disiplin dan patuh pada tata tertib, maka narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan yang lebih banyak misalnya narapidana anak diperblehkan membantu petugas Administrasi di kantor LP.

Tahap ketiga :

Adapun pendidikan dan bimbingan yang diberikan dari tahap ke tahap tersebut meliputi pendidikan rohani, mental, pedidikan umum, pendidikan keterampilan dan lain sebagainya.

Tentu saja pelaksanaan pembinaan melalui tahap demi tahap tersebut tidak dapat dilakukan sembarangan. Dalam Pasal 20 Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengatur bahwa pelaksanaan pembinaan terhadap anak pelaku tindak pidana (anak pidana) di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebelumnya dilakukan penggolongan berdasarkan : umur, jenis kelamin, lamanya pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan criteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.

   


(59)

Dalam pelaksanaan pembinaan harus dperhatikan akan hak-hak dari anak pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan, sebagai mana diatur dalam Pasal 14 jo, Pasal 22 Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sebagai berikut :

1. Berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; 2. Berhak mendapat perawatan baik perawatan rohani maupun jasmani; 3. Berhak mendapat pendidikan dan pengajaran;

4. Berhak mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; 5. Berhak menyampaikan keluhan;

6. Berhak mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

7. Berhak menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya;

8. Berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

9. Berhak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

10.Berhak mendapatkan pembebasan bersyarat; 11.Berhak mendapatkan cuti menjelang bebas, dan

12.Berhak mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sistem Pemasyarakatan menitikberatkan pada usaha perawatan, pembinaan, pendidikan, dan bimbingan bagi warga binaan yang bertujuan untuk memulihkan

   


(60)

   

kesatuan hubungan yang asasi antara individu warga binaan dan masyarakat. Pelaksanaan pembinaan pemasyarakatan didasarkan atas prinsip-prinsip sistem pemasyarakatan untuk merawat, membina, mendidik dan membimbing warga binaan dengan tujuan agar menjadi warga yang baik dan berguna.


(61)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

1. Penerapan sanksi yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Surabaya terhadap anak pengguna narkotika berbeda dengan orang dewasa. Perhitungan pidana penjara dan denda yang dijatuhkan kepada anak adalah ½ dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa dan praktek peradilannya pun berbeda dengan orang dewasa.

2. Dampak negatif dari penerapan sanksi pidana penjara terhadap anak pengguna narkotika adalah selama menjalani pidana, jiwa anak didik tertekan karena : a. Narapidana selama dipidana, kehilangan percaya diri, identitas diri, akibat

peraturan dan tata cara kehidupan di Lembaga Permasyarakatan Anak.

b. Narapidana selama menjalani pidana, selalu dalam pengawasan petugas, merasa tidak aman, merasa selalu dicurigai, dan selalu tidak dapat berbuat sesuatu atau bertindak, karena takut kalau tindakannya salah, dapat mengakibatkan dirinnya dihukum atau diberi sanksi. Pengawasan yang dilakukan setiap saat, narapidana menjadi ragu dalam bertindak, merasa kurang percaya diri, salah tingkah, tidak mampu mengambil keputusan secara baik. Situasi demikian dapat mengakibatkan narapidana melakukan tindak kompensasi demi stabilitas jiwanya, padahal tidak tidak setiap konpensasi berdampak positif. Rasa tidak aman didalam Lembaga Pemasyarakatan Anak,

50 


(62)

tetap terbawa sampai keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Anak, hilang jika mampu beradaptasi dengan masyarakat.

c. Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan membaca surat kabar secara bebas, dan melakukan hobi menjadi hilang. Keadaan demikian menyebabkan jiwa narapidana menjadi tertekan, menyebabkan narapidana anak menjadi pemurung, malas, mudah marah, dan tidak bergairah terhadap program-program pembinaan bagi diri sendiri.

d. Kebebasan untuk berkomunikasi terhadap siapapun juga dibatasi, narapidana tidak bebas untuk berkomunikasi dengan relasinya. Keterbatasan ini disebabkan karena setiap pertemuan dengan relasinya dan keluarganya waktunya sangat terbatas. Bagitu juga halnya dengan surat-surat yang harus disensor lebih dahulu.

e. Narapidana merasa kehilangan pelayanan, karena narapidana harus mampu mengurus dirinya sendiri, mencuci pakaian, menyapu ruangan, mengatur tempat tidurnya sendiri. Begitu juga mengenai menu makanan, semua telah diatur oleh petugas Pemasyarakatan Anak. hilangnya pelayanan, menyebabkan narapidana kehilangan kasih sayang yang biasanya diperoleh dalam keluarganya. Hal ini menyebabkan narapidana anak menjadi garang, cepat marah sebagai kompensasi jiwanya.

f. Akibat perampasan kemerdekaan, narapidana menjadi kehilangan rasa percaya diri, yang menggangu program pembinaan, kreatifitas narapidana tidak dapat tersalurkan dengan sempurna. Rasa percaya diri sangat penting

   


(63)

dalam membina narapidana, kepercayaan dirinya dapat dicapai jika narapidana telah mengenal dirinya sendiri.

g. Selama menjalani pidana, terampas kreatifitasnya, ide-idenya, gagasan-gagasannya, imajinasinya bahkan juga impian, dan cita-citanya

Dampak positif dampak positif yang didapatkan anak selama di dalam penjara yaitu anak akan mendapatkan jenis pembinaan yang baik dari petugas LAPAS antara lain:

1. Kepribadian :

a. Pembinaan Kesadaran Mental dan Spiritual

Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar narapidana anak tindak pidana narkotika dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang salah. Dalam pelaksaan pembinaan ini, pihak LP bekerjasama dengan pihak Departemen Agama dan pondok pesantren disekitar tempat LP itu berada untuk menerjunkan para anggotanya ikut serta dalam membina narapidana anak tindak pidana narkotika.

b. Pembinaan olahraga dan seni

Kegiatan olahraga seperti bola Volley, sepak bola, bulu tangkis, tenis meja, seni musik. Hal ini dimaksudkan dengan maksud melatih kesehatan fisik dan meningkatkan kreativitas para narapidana anak tindak pidana narkotika dengan bertujuan sebagai hiburan untuk menghilangkan rasa

   


(64)

kejenuhan dan mungkin juga berguna bagi kehidupan setelah menjalani masa hukuman.

2.Pembinaan Kemandirian

Yang akan diberikan oleh petugas LP (Lembaga Pemasyarakatan) terhadap narapidana anak, antara lain :

a. Penjahitan; b. Montir;

c. Pertukangan kayu; d. Pertanian;

e. Las besi; f. Keset; g. Handycraft; h. Seni ukir.

2. Saran

1. Walaupun penerapan sanksi untuk anak dan dewasa berbeda tetaplah penjara bukan merupakan tempat yang baik untuk proses perkembangan dan penyembuhan narapidana anak. Penerapan sanksi pidana kepada anak hendaknya diberi sanksi rehabilitasi saja, agar sekaligus bisa membantu proses pemulihan anak menjadi lebih baik.

2. Walaupun dampak yang ditimbulkan dari penerapan sanksi pidana penjara bagi anak ada yang negatif dan positif, anak yang melakukan tindak pidana narkotika

   


(65)

   

hendaknya jangan dipandang murni sebagai pelaku, tapi juga sebagai korban sehingga dukungan dari keluarga sangat diperlukan untuk pemulihan kondisi anak karena disini sebagian besar mereka hanya sebagai pengguna dari narkotika tersebut.


(66)

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Adi Kusno., Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika

Oleh Anak, Umm Press. Malang, 2009.

Asa Mandiri, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nomor 27 Tahun 1999, Jakarta. 2005.

Asa Mandiri ,Undang-undang Perlindungan Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999, Jakarta, 2006.

Citra Umbhara, Undang-Undang Narkotika Nomor 22 Tahun 1997, Bandung, 2010.

Citra Umbhara, Undang-Undang Nakotika Nomor 35 Tahun 2009, Bandung, 2010.

Djamali Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, P.T. RadjaGrafindo Persada. Jakarta, 2005.

Gultom Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana

Anak Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung 2006.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,2006.

Mardani. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana

Nasional, P.T. RadjaGrafindo Persada, Jakarta, 2008.

Nasir.moh. Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia. Jakarta, 1999.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum. Rajawali Pers. Jakarta, 1997.

Taufik Moh Makaro, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005.

Ustafa Fuad dkk, Pengantar Hukum Pidana, Umm Press. Malang, 2004.

Fokusmedia, Undang-Undang Kesejahteraan Anak Nomor 4 Tahun 1979, Jakarta, 2007.  


(67)

   


(1)

tetap terbawa sampai keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Anak, hilang jika mampu beradaptasi dengan masyarakat.

c. Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan membaca surat kabar secara bebas, dan melakukan hobi menjadi hilang. Keadaan demikian menyebabkan jiwa narapidana menjadi tertekan, menyebabkan narapidana anak menjadi pemurung, malas, mudah marah, dan tidak bergairah terhadap program-program pembinaan bagi diri sendiri.

d. Kebebasan untuk berkomunikasi terhadap siapapun juga dibatasi, narapidana tidak bebas untuk berkomunikasi dengan relasinya. Keterbatasan ini disebabkan karena setiap pertemuan dengan relasinya dan keluarganya waktunya sangat terbatas. Bagitu juga halnya dengan surat-surat yang harus disensor lebih dahulu.

e. Narapidana merasa kehilangan pelayanan, karena narapidana harus mampu mengurus dirinya sendiri, mencuci pakaian, menyapu ruangan, mengatur tempat tidurnya sendiri. Begitu juga mengenai menu makanan, semua telah diatur oleh petugas Pemasyarakatan Anak. hilangnya pelayanan, menyebabkan narapidana kehilangan kasih sayang yang biasanya diperoleh dalam keluarganya. Hal ini menyebabkan narapidana anak menjadi garang, cepat marah sebagai kompensasi jiwanya.

f. Akibat perampasan kemerdekaan, narapidana menjadi kehilangan rasa percaya diri, yang menggangu program pembinaan, kreatifitas narapidana tidak dapat tersalurkan dengan sempurna. Rasa percaya diri sangat penting


(2)

52   

dalam membina narapidana, kepercayaan dirinya dapat dicapai jika narapidana telah mengenal dirinya sendiri.

g. Selama menjalani pidana, terampas kreatifitasnya, ide-idenya, gagasan-gagasannya, imajinasinya bahkan juga impian, dan cita-citanya

Dampak positif dampak positif yang didapatkan anak selama di dalam penjara yaitu anak akan mendapatkan jenis pembinaan yang baik dari petugas LAPAS antara lain:

1. Kepribadian :

a. Pembinaan Kesadaran Mental dan Spiritual

Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar narapidana anak tindak pidana narkotika dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang salah. Dalam pelaksaan pembinaan ini, pihak LP bekerjasama dengan pihak Departemen Agama dan pondok pesantren disekitar tempat LP itu berada untuk menerjunkan para anggotanya ikut serta dalam membina narapidana anak tindak pidana narkotika.

b. Pembinaan olahraga dan seni

Kegiatan olahraga seperti bola Volley, sepak bola, bulu tangkis, tenis meja, seni musik. Hal ini dimaksudkan dengan maksud melatih kesehatan fisik dan meningkatkan kreativitas para narapidana anak tindak pidana narkotika dengan bertujuan sebagai hiburan untuk menghilangkan rasa


(3)

kejenuhan dan mungkin juga berguna bagi kehidupan setelah menjalani masa hukuman.

2.Pembinaan Kemandirian

Yang akan diberikan oleh petugas LP (Lembaga Pemasyarakatan) terhadap narapidana anak, antara lain :

a. Penjahitan; b. Montir;

c. Pertukangan kayu; d. Pertanian;

e. Las besi; f. Keset; g. Handycraft; h. Seni ukir.

2. Saran

1. Walaupun penerapan sanksi untuk anak dan dewasa berbeda tetaplah penjara bukan merupakan tempat yang baik untuk proses perkembangan dan penyembuhan narapidana anak. Penerapan sanksi pidana kepada anak hendaknya diberi sanksi rehabilitasi saja, agar sekaligus bisa membantu proses pemulihan anak menjadi lebih baik.

2. Walaupun dampak yang ditimbulkan dari penerapan sanksi pidana penjara bagi anak ada yang negatif dan positif, anak yang melakukan tindak pidana narkotika


(4)

54   

hendaknya jangan dipandang murni sebagai pelaku, tapi juga sebagai korban sehingga dukungan dari keluarga sangat diperlukan untuk pemulihan kondisi anak karena disini sebagian besar mereka hanya sebagai pengguna dari narkotika tersebut.


(5)

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Adi Kusno., Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Umm Press. Malang, 2009.

Asa Mandiri, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nomor 27 Tahun 1999, Jakarta. 2005.

Asa Mandiri ,Undang-undang Perlindungan Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999, Jakarta, 2006.

Citra Umbhara, Undang-Undang Narkotika Nomor 22 Tahun 1997, Bandung, 2010. Citra Umbhara, Undang-Undang Nakotika Nomor 35 Tahun 2009, Bandung, 2010.

Djamali Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, P.T. RadjaGrafindo Persada. Jakarta, 2005.

Gultom Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung 2006.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,2006.

Mardani. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, P.T. RadjaGrafindo Persada, Jakarta, 2008.

Nasir.moh. Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia. Jakarta, 1999.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum. Rajawali Pers. Jakarta, 1997. Taufik Moh Makaro, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005. Ustafa Fuad dkk, Pengantar Hukum Pidana, Umm Press. Malang, 2004.


(6)

Fokusmedia, Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, Jakarta, 2007. Fokusmedia, Undang-Undang Pengadilan Anak Nomor 3 Tahun 1997, Jakarta, 2007. Waluyo Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, Jakarta, 2008.