SINTESIS ZEOLIT DARI ABU SEKAM PADI PADA TEMPARATUR KAMAR.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian. Salah satu produk utama pertanian di Indonesia adalah padi. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa beras yang termasuk hasil olahan dari padi merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia, sehingga sumber bahan makanan ini dapat dijumpai di mana saja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2014 produksi padi di Indonesia sebanyak 70,85 juta ton gabah kering giling (GKG). Produksi padi tahun 2015 diperkirakan sebanyak 75,55 juta ton GKG atau mengalami kenaikan sebanyak 4,70 juta ton (6,64 persen) dibandingkan tahun 2014 (Badan Pusat Statistik, 2015). Sementara itu, hasil samping pengolahan padi serta limbahnya belum dimanfaatkan secara maksimal, seperti sekam padi dan jerami.

Sekam padi merupakan limbah dari proses penggilingan padi yang memiliki berat 20-22% dari bobot padi (Linda Trivana, Sri Sugiarti, dan Eti Rohaeti, 2015). Oleh karena itu, salah satu limbah pertanian yang paling melimpah adalah sekam padi. Pemanfaatan sekam padi secara umum masih relatif rendah dan belum optimal. Hal ini karena karakteristik sekam padi yang bersifat kasar, bernilai gizi rendah, memiliki kerapatan yang rendah, dan kandungan abu yang cukup tinggi (Houston, 1972). Selama ini, sekam padi hanya digunakan sebagai alas pakan ternak, media bercocok tanam, bahan bakar pada proses pembakaran batu merah, campuran pembuatan batu bata, bahan baku pembuatan


(2)

keramik, atau dibuang begitu saja. Padahal, abu sekam padi memiliki kandungan silika (SiO2) yang cukup tinggi, yaitu sebesar 85-97% (A. M. Fuadi dkk, 2012).

Tingginya kandungan silika ini merupakan potensi besar yang dapat digunakan sebagai bahan baku pengganti sumber silika lain yang lebih mahal dan sekaligus mampu meningkatkan kualitas dan nilai ekonomis sekam padi.

Silika yang terdapat di dalam sekam padi bersifat amorf sehingga untuk peleburan abu sekam padi tidak memerlukan waktu yang lama dan temperatur tinggi (Linda Trivana, Sri Sugiarti, dan Eti Rohaeti, 2015). Dengan demikian, abu sekam padi dapat digunakan sebagai sumber silika dalam pembuatan zeolit, baik melalui proses alkali hidrotermal maupun sintesis pada temperatur kamar. Dewasa ini, telah banyak dilakukan penelitian sintesis zeolit dengan memanfaatkan abu sekam padi sebagai sumber silika antara lain zeolit A oleh Sinung Kurny Hadi (1993), Suharno (1994), dan Nur (2001); zeolit Y oleh Didi Dwi Anggoro, Muhamad Amri Fauzan, dan Nanda Dharmaparayana (2007); dan nanozeolit NaA oleh Ghasemi dan Younesi (2011).

Zeolit merupakan kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali maupun alkali tanah. Struktur zeolit berupa kerangka tiga dimensi terbuka yang dibangun oleh tetrahedral-tetrahedral SiO44- dan AlO45− yang saling

berhubungan melalui atom O membentuk rongga-rongga intrakristalin dan saluran-saluran teratur. Dalam struktur tersebut, Si4+ dapat digantikan dengan Al3+

sehingga terbentuk muatan negatif berlebih pada ion Al. Muatan negatif ini akan dinetralkan oleh kation-kation (Barrer, 1982). Zeolit dapat digunakan dalam beberapa aplikasi, diantaranya agen dehidrasi, adsorben, penukar ion, dan menjadi


(3)

katalis sehingga zeolit sintetis ini dapat dikembangkan untuk keperluan alternatif pengolah limbah.

Pada penelitian yang dilakukan oleh A.M. Fuadi, dkk (2012) mengenai pembuatan zeolit sintetis dari sekam padi menghasilkan fakta bahwa temperatur dan lamanya waktu sintesis dapat berpengaruh terhadap kristalinitas zeolit yang dihasilkan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ghasemi dan Younesi (2011) mengenai preparasi dan karakterisasi nanozeolit NaA dari abu sekam padi pada temperatur kamar tanpa menambahkan aditif organik diperoleh hasil bahwa alkalinitas, perbandingan Na2O/SiO2, dan waktu kristalisasi berpengaruh pada

karakteristik produk yang dihasilkan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jumaeri, Widi Astuti, dan Wahyu Tutik Puji Lestari (2007) tentang sintesis zeolit dari abu layang batubara diketahui bahwa konsentrasi NaOH, waktu, dan temperatur proses hidrotermal berpengaruh pula terhadap karakteristik produk yang dihasilkan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, mendorong penulis untuk melakukan penelitian menggunakan abu sekam padi sebagai sumber silika dalam sintesis zeolit yang dilakukan pada suhu kamar dengan berbagai variasi waktu aging.

Sintesis pada suhu kamar didasarkan pada prinsip Green Chemistry yang

memperhitungkan sumber daya yang digunakan serta penggunaan energi yang diminimalkan. Pada penelitian ini akan dilakukan karakterisasi pada zeolit hasil sintesis dengan menggunakan Difraksi Sinar-X (XRD) untuk mengetahui struktur kristal (kristalinitas) zeolit yang dihasilkan dan Spektroskopi Inframerah (FTIR) untuk mengetahui perbedaan gugus fungsi.


(4)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Sumber silika yang digunakan dalam proses sintesis zeolit. 2. Temperatur yang digunakan pada proses sintesis zeolit. 3. Waktu aging yang digunakan pada sintesis zeolit.

4. Karakterisasi senyawa zeolit hasil sintesis.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan berbagai identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut.

1. Sumber silika yang digunakan adalah abu sekam padi yang diperoleh dari tempat pembuatan batu bata di dusun Ngampon, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta yang diabukan dalam tungku pembakar.

2. Temperatur yang digunakan pada proses sintesis zeolit adalah temperatur kamar (T= 25 ± 2°C).

3. Waktu aging yang digunakan pada sintesis zeolit yaitu 24 , 48, dan 72 jam.

4. Karakterisasi senyawa zeolit hasil sintesis meliputi struktur kristal (kristalinitas) dengan menggunakan Difraksi Sinar-X (XRD) dan analisis gugus fungsi yang ditentukan dengan Spektroskopi Inframerah (FTIR).

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.


(5)

1. Berapakah waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada

temperatur kamar?

2. Bagaimana pengaruh waktu aging terhadap karakter zeolit hasil sintesis dari

abu sekam padi?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi

pada temperatur kamar.

2. Mengetahui pengaruh waktu aging terhadap karakter zeolit hasil sintesis dari

abu sekam padi.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Memberikan informasi mengenai waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari

abu sekam padi dengan menggunakan temperatur kamar.

2. Memberikan pengetahuan tentang pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit

dari abu sekam padi sehingga terhadap karakter hasil sintesis.

3. Memberikan pengetahuan tentang cara pengolahan limbah sekam padi yang mudah dan tidak memerlukan biaya yang banyak.


(6)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Sekam Padi

Padi merupakan komoditas pangan utama di Indonesia. Tingkat produksi maupun konsumsi padi selalu menempati urutan pertama dibandingkan dengan komoditas tanaman pangan lainnya. Konsumsi padi dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan penduduk. Demikian juga dengan produksi maupun produktivitas padi semakin meningkat seiring dengan penggunaan varietas unggul dan teknik budidaya yang intensif (Yudhi Mahmud dan Sulistyo Sidik Purnomo, 2014).

Tanaman padi merupakan sejenis tumbuhan semusim yang sangat mudah ditemukan, terutama di daerah pedesaan. Tanaman padi termasuk tanaman yang berumur pendek. Biasanya hanya berumur kurang dari satu tahun dan berproduksi satu kali. Setelah tanaman padi itu berbuah dan dipanen, padi tidak akan tumbuh seperti semula lagi, tetapi akan mati. Pada dasarnya, tanaman padi dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang, anakan, dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri atas malai dan buah padi (AAK, 1990).

Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi. Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dalam proses penggilingan padi, yaitu sekitar 20% dari bobot gabah. Sekam padi terdiri dari senyawa organik dan senyawa anorganik. Komposisi senyawa organik dalam sekam padi terdiri atas protein,


(7)

lemak, serat, pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sedangkan komposisi senyawa anorganik biasanya terdapat dalam abunya. Komposisi sekam padi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Sekam Padi

No. Komponen % Berat

1. H2O 2,4 - 11,35

2. Crude Protein 1,7 - 7,26

3. Crude Fat 0,38 - 2,98

4. Ekstrak Nitrogen Bebas 24,7 - 38,79

5. Crude Fiber 31,37 - 49,92

6. Abu 13,16 - 29,04

7. Pentosa 16,94 - 21,95

8. Selulosa 34,34 - 43,80

9. Lignin 21,40 46,97

(Sumber : Houston, 1972)

Penggunaan sekam padi antarnegara atau daerah berbeda-beda, tergantung pada sistem penggilingan padi. Pertimbangan penggunaannya akan dipengaruhi oleh suplai di suatu daerah, penyimpanan, teknologi yang ada, dan yang penting adalah pertimbangan ekonomi. Diperkirakan saat ini, hampir seluruh sekam tidak dipakai atau dibuang begitu saja. Sebenarnya, sekam padi bisa digunakan untuk berbagai keperluan, akan tetapi penggunaannya di Indonesia masih terbatas pada beberapa hal, seperti litter untuk ternak dan bahan bakar untuk pembakaran tanah

liat (Edi Soenarjo, Djoko S. Damardjati, dan Mahyuddin Syam, 1991).

Menurut Joddy Arya Laksmono dan Nova Ardiyanto (1999), sekam padi sebagai limbah pertama dari penggilingan padi memiliki potensi cukup besar dalam industri, diantaranya sebagai berikut.


(8)

1. Sumber Silika

Silika dapat diperoleh dengan membakar sekam pada suhu tertentu sehingga dihasilkan abu yang berwarna keputih-putihan yang mengandung silika sebagai komponen utamanya.

2. Penghasil pelarut berupa minyak

Pemasakan sekam dengan adanya larutan asam dalam proses destilasi uap akan menghasilkan minyak yang berfungsi sebagai pelarut. Juga sebagai bahan baku industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural.

3. Bahan Bangunan

Sekam digunakan pada bahan bangunan terutama kandungan silika (SiO2)

untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan

campuran pada industri bata merah, seperti cetakan batu bata, batu bata tulis. Hal ini penting untuk membuat batu bata dan beton lebih ringan. Sekam padi juga dapat digunakan untuk membuat papan kedap air bagi bangunan.

4. Bahan Bakar

Sekam dipakai untuk menggerakkan mesin di dalam penggilingan padi. Selain itu dipakai untuk memanaskan udara dalam pengeringan padi. Sumber energi panas karena kadar selulosanya cukup tinggi sehingga dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil. Jika diinginkan tidak ada asap dan pemanasan lebih lama, maka sekam digunakan dalam bentuk briket arang sekam. 5. Bahan Pengampelas

Kandungan silika yang sangat tinggi pada bagian luar sekam mengakibatkan kekerasan yang tinggi pada sekam. Hal tersebut membuat sekam mempunyai sifat abrasive (sifat keras) sehingga dapat digunakan sebagai


(9)

2. Abu Sekam Padi

Abu sekam padi merupakan limbah yang diperoleh dari hasil pembakaran sekam padi. Pada pembakaran sekam padi, semua komponen organik diubah menjadi gas karbondioksida (CO2) dan air (H2O) dan tinggal abu yang merupakan

komponen anorganik (Amaria, 2012). Sekam padi apabila dibakar secara terkontrol pada suhu tinggi (500-600ºC) akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai proses kimia (Andhi Laksono Putro dan Didik Prasetyoko, 2007). Sebagian besar abu tersebut mengandung silika, sedikit logam oksida, dan karbon residu yang diperoleh dari pembakaran terbuka. Komposisi kimia abu sekam padi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Abu dari Sekam Padi. Komponen % Berat Kering

SiO2 86,9 - 97,3

K2O 0,58 – 2,50

Na2O 0,0 – 1,75

CaO 0,20 1,50

MgO 0,12 – 1,96

Fe2O3 trace – 0,54

P2O5 0,20 – 2,85

SO3 0,10 – 1,13

Cl trace – 0,42

(Sumber: Houston dalam Edi Soenarjo, Djoko S. Damardjati, dan Mahyuddin Syam, 1991).

Berdasarkan literatur lain dijelaskan bahwa sekam padi yang dibakar pada suhu antara 500-700ºC akan menghasilkan struktur abu sekam padi yang amorf (Ngatijo, Faizar Faried, dan Intan Lestari, 2011). Pembakaran sekam dapat menghasilkan silika dalam berbagai bentuk tergantung pada kebutuhan industri tertentu dengan mengatur suhu pembakaran. Silika dalam bentuk amorf sangat reaktif. Pembakaran secara terbuka (seperti di sawah-sawah) dapat menghasilkan


(10)

abu silika bentuk amorf dan biasanya mengandung 86,997,80% silika dan 10 15% karbon (Dardjo Sumaatmadja, 1985).

3. Senyawa SiO2

Silika adalah senyawa hasil polimerisasi asam silikat, yang tersusun dari rantai satuan SiO4 tetrahedral dengan formula umum SiO2. Di alam, senyawa

silika ditemukan dalam beberapa bahan alam, seperti pasir, kuarsa, gelas, dan sebagainya. Silika sebagai senyawa yang terdapat di alam berstruktur kristalin, sedangkan sebagai senyawa sintetis adalah amorf. Secara sintetis senyawa silika dapat dibuat dari larutan silikat atau dari pereaksi silan (Siti Sulastri dan Susila Kristianingrum, 2010).

Silika merupakan mineral yang banyak terdapat di alam dalam keadaan bebas maupun sebagai campuran dengan mineral lainnya membentuk mineral silikat. Senyawa silikat yang paling sederhana mengandung ion SiO − dan dikenal sebagai ortosilikat. Dalam spesies SiO −, atom Si merupakan atom pusat dari sebuah tetrahedron yang keempat sudutnya ditempati oleh atom oksigen (O) (Kristian H. Sugiyarto, 2004). Kerangka struktur SiO − dapat dilihat seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur SiO −


(11)

Menurut Kristian Handoyo (1996), silika dibagi menjadi 2 macam. 1. Silika amorf

Silika amorf terbentuk ketika silikon teroksidasi secara termal. Silika amorf terdapat dalam beberapa bentuk yang tersusun dari partikel-partikel kecil yang kemungkinan ikut tergabung. Biasanya silika amorf mempunyai kerapatan 2,21g/cm3.

2. Silika kristal

Silika kristal terdiri dari bermacam-macam jenis, seperti kwarsa, tridimit, dan kristobalit yang merupakan akibat dari modifikasi temperatur dari rendah ke tinggi yang merubah simetri kristal dan kerapatannya.

Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas, mulai bidang elektronik, mekanik, medis, seni hingga bidang-bidang lainnya. Salah satu pemanfaatan serbuk silika yang cukup luas adalah sebagai penyerap kadar air di udara sehingga memperpanjang masa simpan bahan dan sebagai bahan campuran untuk membuat keramik seni (Islam dan Ani, 2000).

4. Zeolit

Zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1756 oleh Cronstedt, seorang ahli mineralogi Swedia. Nama zeolit berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu

“zein” berarti “mendidih” dan “lithos” artinya “batuan". Disebut demikian karena

mineral ini mempunyai sifat mendidih/mengembang apabila dipanaskan (M. Arifin dan Uun Bisri, 1995).

Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensinya. Ion-ion logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit


(12)

dan dapat menyerap air secara reversibel (Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati, 1994).

Struktur zeolit berupa kerangka tiga dimensi terbuka yang dibangun oleh tetrahedral-tetrahedral SiO44- dan AlO4− yang saling berhubungan melalui atom O membentuk rongga-rongga intrakristalin dan saluran-saluran yang teratur. Dalam struktur tersebut, Si4+ dapat digantikan dengan Al3+ sehingga terbentuk muatan

negatif berlebih pada ion Al. Muatan negatif ini akan dinetralkan oleh kation-kation (Barrer, 1982).

Kerangka tetrahedral alumina dan silikat yang membentuk struktur zeolit dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tetrahedral Alumina dan Silikat pada Struktur Zeolit

(Sumber: Barrer, 1982).

Struktur umum penyusun kerangka zeolit dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini:

Gambar 3. Struktur Umum Kerangka Zeolit

(Sumber: Gates, 1992)

Al -O

O O

Si O

O O

Si Al-

O

O O O

O O O O

M+ M+

O

Si Al-

O O O O O O O


(13)

Rumus struktur zeolit menurut Georgiev et al. (2009) dapat dituliskan

sebagai berikut.

Mx/n [(AlO2)x.(SiO2)y] . wH2O

Keterangan: M = kation alkali atau alkali tanah n = valensi dari kation M

w = jumlah molekul air per satu unit sel x,y = total jumlah tetrahedral per satu unit sel [ ] = struktur kerangka alumina silikat

Jadi zeolit terdiri dari 3 komponen, yaitu kation yang dipertukarkan, kerangka aluminosilikat, dan fase air. Ikatan ion Al-Si-O membentuk struktur kristal, sedangkan logam alkali merupakan sumber kation yang mudah dipertukarkan (Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati, 1994).

Menurut Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati (1994), zeolit mempunyai beberapa sifat, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Dehidrasi

Sifat dehidrasi zeolit berpengaruh terhadap sifat adsorbsinya. Zeolit dapat melepaskan molekul air dari dalam rongga permukaan yang menyebabkan medan listrik meluas ke dalam rongga utama dan akan efektif terinteraksi dengan molekul yang akan diadsorbsi.

2. Adsorbsi

Dalam keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air bebas yang berada di sekitar kation. Bila kristal zeolit dipanaskan pada suhu 300400ºC maka air tersebut akan keluar sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan.


(14)

3. Penukar ion

Ion-ion pada rongga atau kerangka elektrolit berguna untuk menjaga kenetralan zeolit. Ion-ion ini dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya. Sifat sebagai penukar ion dari zeolit antara lain tergantung dari sifat kation, suhu dan jenis anion.

4. Katalis

Ciri paling khusus dari zeolit yang secara praktis akan menentukan sifat khusus mineral ini adalah adanya ruang kosong yang akan membentuk saluran di dalam strukturnya. Bila zeolit digunakan pada proses penyerapan atau katalitis maka akan terjadi difusi molekul ke dalam ruang bebas di antara kristal. Dengan demikian dimensi serta lokasi saluran sangat penting. Reaksi kimia juga terjadi dipermukaan saluran tersebut. Zeolit merupakan katalisator yang baik karena mempunyai pori-pori yang besar dengan permukaan maksimum.

5. Penyaring/pemisah

Zeolit sebagai penyaring molekul maupun pemisah didasarkan atas perbedaan bentuk dan ukuran. Molekul yang berukuran lebih kecil dapat melintas sedangkan yang berukuran lebih besar dari ruang hampa akan tertahan atau ditolak.

Menurut proses pembentukannya, zeolit dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis. Zeolit alam terbentuk karena adanya proses perubahan alam (zeolitisasi) dari batuan vulkanik tuf. Sedangkan zeolit sintetis dibuat dari gel alumio silikat dengan meniru proses hidrotermal pada mineral zeolit alam, yang dibuat dari larutan natrium aluminat, natrium


(15)

silikat, dan natrium hidroksida (M. Arifin dan Uun Bisri, 1995). Menurut Auerbach dkk dalam A.M. Fuadi, dkk (2012), zeolit sintetis memiliki karakteristik yang berbeda dengan zeolit alam. Jika karakteristik zeolit alam tergantung dengan kondisi geologis dan geografis alam, maka karakteristik zeolit sintetis hanya dipengaruhi oleh teknik sintesis, kondisi proses pembuatan serta komposisi bahan baku. Dewasa ini telah dikenal beragam jenis zeolit sintetis, beberapa diantaranya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rumus Oksida Beberapa Jenis Zeolit Sintetis

Zeolit Rumus Oksida

Zeolit A Na2O.Al2O3.2SiO2.4,5H2O

Zeolit N-A (Na,TMA)2O.Al2O3.4,8SiO2.7H2O; TMA – (CH3)4N+

Zeolit H K2O.Al2O3.2SiO2.4H2O

Zeolit L (K2Na2)O.Al2O3.6SiO2.5H2O

Zeolit X Na2O.Al2O3.2,5SiO2.6H2O

Zeolit Y Na2O.Al2O3.4,8SiO2.8,9H2O

Zeolit P Na2O.Al2O3.2-5SiO2.5H2O

Zeolit O (Na2,K2,TMA2)O.Al2O3.7SiO2.3,5H2O; TMA – (CH3)4N+ Zeolit Ω (Na,TMA)2O.Al2O3.7SiO2.5H2O; TMA – (CH3)4N+

Zeolit ZK-4 0,85Na2O.0,15(TMA)2O.Al2O3.3,3SiO2.6H2O

Zeolit ZK-5 (R,Na2)O.Al2O3.4-6SiO2.6H2O

(Sumber: Georgiev et al., 2009)

Sifat zeolit sangat tergantung dari jumlah komponen Al dan Si dari zeolit tersebut. Oleh sebab itu, maka zeolit sintetis menurut Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati (1994) dikelompokkan sesuai dengan perbandingan kadar komponen Al dan Si dalam zeolit menjadi:

1. Zeolit kadar Si rendah (kaya Al)

Zeolit jenis ini banyak mengandung Al, berpori, mempunyai nilai ekonomi tinggi karena efektif untuk pemisahan dengan kapasitas besar. Volum porinya


(16)

dapat mencapai 0,5 cm3 tiap cm3 volum zeolit. Contoh zeolit Si rendah yaitu zeolit

A dan X.

2. Zeolit kadar Si sedang

Jenis zeolit modernit mempunyai perbandingan Si/Al = 5 sangat stabil, maka diusahakan membuat zeolit dengan kadar Si yang lebih tinggi dari 1 yang kemudian diperoleh zeolit Y dengan perbandingan kadar Si/Al = 1-3. Contoh zeolit sintetis jenis ini adalah zeolit Omega.

3. Zeolit kadar Si tinggi

Zeolit ini mempunyai perbandingan kadar Si/Al antara 10-100 bahkan lebih dan mempunyai sifat permukaan yang kadang-kadang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Sifatnya sangat hidrofilik dan akan menyerap molekul yang tidak polar dan baik digunakan sebagai katalisator asam untuk hidrokarbon. Contoh zeolit jenis ini adalah zeolit ZSM-5, ZSM-11, ZSM-21, ZSM-24.

4. Zeolit Si

Kalau zeolit Si tinggi masih mengandung Al meskipun hanya sedikit, tetapi zeolit Si ini tidak mengandung Al sama sekali atau tidak mempunyai sisi kation sama sekali. Sifat zeolit jenis ini adalah sangat hidrofilik-hidrofobik sehingga

dapat mengeluarkan atau memisahkan suatu molekul organik dari suatu campuran air. Contoh zeolit silika adalah silikalit.

5. Sintesis Zeolit

Menurut Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati (1994), zeolit sintetis dapat diproduksi dengan cara hidrotermal dan kebanyakan diproduksi di bawah kondisi tidak seimbang, akibatnya zeolit yang dihasilkan merupakan bahan metastabil (mudah berubah).


(17)

Teknik hidrotermal merupakan teknik preparasi zeolit sintetis yang paling umum digunakan. Meskipun relatif sederhana dan tidak memerlukan peralatan yang khusus, namun teknik ini memiliki kelemahan, yaitu memerlukan waktu yang lama dan banyak bahan kimia yang terbuang. Sehingga pada tahap terapan, metode ini menjadi tidak ekonomis (A.M. Fuadi dkk, 2012). Bahan utama pembentuk zeolit dalam kondisi hidrotermal adalah aluminat silikat (gel) dan berbagai logam sebagai kation. Komposisi gel, sifat fisik dan kimia reaktan, serta jenis kation dan kondisi kristalisasi sangat menentukan struktur yang diperoleh.

Menurut Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati (1994), beberapa proses untuk menghasilkan zeolit yang mempunyai nilai ekonomi dapat dibagi menjadi 3 kelompok berikut.

1) Proses hidrogel

Bahan dasar awal terdiri dari larutan Na silikat, Na aluminat, dan NaOH. Gel dikristalisasikan dalam sistem hidrotermal tertutup pada suhu yang bervariasi antara suhu kamar sampai 200ºC. Waktu yang diperlukan untuk kristalisasi adalah antara beberapa jam sampai beberapa hari. Bahan lain yang diperlukan adalah metal alkali dari hidroksida yang larut, aluminat dan silikat.

2) Konversi dari mineral kapur

Bahan dasar awal untuk proses ini adalah kaolin, yang biasanya harus didehidroksilasi menjadi meta-kaolin dengan jalan kalsinasi. Pada suhu antara 500-600ºC terbentuk meta-kaolin, diikuti terbentuknya mulit pada suhu antara 1000-1050ºC.


(18)

3) Bahan dasar yang ada di alam

Bahan yang ada di alam antara lain kerak geotermal, abu terbang dan limbah cair dari industri aluminium. Kerak geotermal yang mengandung 92% SiO2

dan 1,1 Al2O3 ditambah dengan Na aluminat dan NaOH sehingga campuran

mempunyai komposisi Na2O/SiO2 = 1,1; SiO2/Al2O3 = 2 dan H2O/Na2O = 60

dipanaskan pada suhu 90-95ºC selama 4 jam akan menghasilkan zeolit A dengan kadar 88%.

Kapasitas air murni sebagai pelarut pada temperatur yang tinggi seringkali tidak mampu untuk melarutkan zat dalam proses pengkristalan, oleh karena itu perlu ditambahkan mineralizer. Mineralizer adalah suatu senyawa yang

ditambahkan pada larutan yang encer untuk mempercepat proses kristalisasi dengan cara meningkatkan kemampuan melarutnya, sehingga yang biasanya tidak dapat larut dalam air dengan ditambahkannya mineralizer dapat menjadi larut. Mineralizer yang khas adalah suatu hidroksida dari logam alkali, khususnya

amfoter dan oksida asam. Mineralizer yang digunakan untuk SiO2 adalah NaOH,

KOH, Na2CO3 atau NaF (Jumaeri, Widi Astuti, dan Wahyu Tutik Puji Lestari,

2007).

6. Difraksi Sinar-X (XRD)

Difraksi sinar-X merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik sinar-X (mempunyai λ = 0,5-2,5 Å dan energi ± 107 eV), yaitu pengukuran radiasi sinar-X yang terdifraksi

oleh bidang kristal. Penghamburan sinar-X oleh unit-unit padatan kristalin, akan menghasilkan pola-pola difraksi yang digunakan untuk menentukan susunan partikel pada kisi padatan (Chang, 1998).


(19)

Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah persamaan Bragg. Menurut Chorkendroff dan Niemantsverdiet (2003),

persamaan Bragg ditunjukkan pada persamaan berikut. n.λ = 2 d sinθ

Keterangan: n : bilangan bulat orde refleksi/ pembiasan (1,2,3, dst....)

λ : panjang gelombang sinar-X yang digunakan (Å) d : jarak antara dua bidang kisi (Å)

θ : sudut antara sinar datang dengan bidang normal (º)

Pola difraksi sinar-X memberikan data berupa jarak interplanar (d spacing), sudut difraksi (2θ), intensitan relative (I/I0), indeks miller (dhkl), lebar puncak,

parameter unit sel (a, b, c, a, b dan g). Analisis kualitatif maupun kuantitatif data tersebut memberikan informasi tentang kemurnian mineral, identifikasi jenis mineral dengan membandingkan data d yang diperoleh dengan data d dari Joint Comitte of Powder Diffraction Standart (JCPDS) dan diperjelas dengan XRD

Simulated Pattern (Udaibah dalam Dania Kurniawati, 2010).

Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak-puncak difraksi

dengan intensitas relatif bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu. Besarnya intensitas relatif dari deretan puncak-puncak tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada dan distribusinya di dalam sel satuan material tersebut. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Pola difraksi setiap padatan kristalin yang khas, bergantung pada kisi kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-X


(20)

yang digunakan. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan difraksi yang sama untuk suatu padatan kristalin yang berbeda (Warren, 1990).

Secara umum, difraksi serbuk sinar-X digunakan untuk mengidentifikasi bahan yang tidak diketahui, menentukan kemurnian sampel, dan menentukan ukuran kristal. Banyak data difraksi serbuk sinar-X yang dikumpulkan dari senyawa anorganik, organologam, dan organik telah disusun menjadi Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS). Standar ini digunakan

untuk mengidentifikasi bahan yang tidak diketahui (Weller, 2006).

Aplikasi sinar-X pada zeolit dapat ditentukan dengan membandingkan pada pola difraksi standar JCPDS. Puncak karakteristik zeolit X sesuai pola difraksi standar JCPDS No. 01-073-9586 Quality: B dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Puncak Karakteristik Zeolit X pada Standar JCPDS

No. d Irel h k l

1. 6,11 14,452 100,0 1 1 1

2. 9,99 8,850 19,8 2 2 0

3. 11,72 7,547 6,5 3 1 1

4. 15,42 5,743 8,1 3 3 1

5. 23,28 3,817 7,9 5 3 3

6. 26,63 3,345 6,6 2 4 6

7. 30,91 2,890 7,9 1 5 7

7. Spektroskopi Inframerah (FTIR)

Spektroskopi inframerah merupakan metode analisis yang didasarkan pada penyerapan (adsorbsi) energi pada suatu molekul cuplikan yang dilewatkan radiasi inframerah. Pengadsorbsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer inframerah, yang memplot jumlah radiasi inframerah yang diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi frekuensi (panjang gelombang) radiasi (Flanigen, dan Khatami, 1974). Seperti halnya dengan tipe penyerapan energi


(21)

yang lain, maka molekul akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi bila mereka menyerap radiasi inframerah. Hanya frekuensi (energi) tertentu dari radiasi inframerah yang akan terserap oleh molekul (Hardjono Sastrohamidjojo, 1992).

Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen, baik senyawa organik atau anorganik, menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah. Kegunaan utama dari spektrofotometri inframerah adalah untuk memperoleh keterangan tentang struktur karena setiap frekuensi radiasi yang berbeda berpengaruh terhadap molekul dengan cara yang berbeda. Oleh sebab itu, perlu memperhatikan prosedur penyiapan cuplikan mengingat senyawa yang akan dianalisis dapat berupa padatan, cairan, dan gas yang memerlukan penanganan yang berbeda pula (Hardjono Sastrohamidjojo, 1992).

Spektrofotometer inframerah adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur serapan radiasi inframerah pada berbagai panjang gelombang antara 3004000 cm-1. Spektrum inframerah tengah yang terletak pada daerah panjang

gelombang 300-1300 cm-1 merupakan alat yang sensitif untuk menunjukkan sifat

struktur dari kerangka zeolit. Frekuensi vibrasi pada daerah tersebut menyediakan informasi mengenai komposisi dan cara setiap tetrahedral SiO4 dan AlO4 terikat

satu sama lain (Flanigen, dan Khatami, 1974).

Serapan-serapan di atas 1300 cm-1 bukan merupakan serapan karakteristik

dari zeolit. Gambaran umum mengenai spektra IR dari zeolit ditunjukkan seperti pada Tabel 5.


(22)

Tabel 5. Gambaran Umum Spektra IR dari Zeolit

Mode Vibrasi Bilangan gelombang cm-1

Dalam Tetrahedral

Regangan asimetris 1250 – 950

Regangan simetris 720 650

Ikatan T-O 420 – 500

Ikatan Luar

Cincin ganda 650 – 500

Pembukaan pori 300 – 420

Regangan simetris 750 820

Regangan asimetris 1050 – 1150

(Sumber: Jumaeri, Widi Astuti, dan Wahyu Tutik Puji Lestari, 2007)

B. Penelitian yang Relevan

Jumaeri, Widi Astuti, dan Wahyu Tutik Puji Lestari (2007) telah melakukan penelitian mengenai preparasi zeolit dari abu layang batubara secara alkali hidrotermal dengan menggunakan autoclave stainless-steel. Abu layang

batubara tersebut digunakan sebagai sumber SiO2 dan Al2O3. Dalam penelitian ini

diperoleh hasil bahwa aktivasi abu layang dengan proses alkali hidrotermal dapat menghasilkan material zeolit (zeolit-like) yang mengandung mineral sodalit,

mullit, dan zeolit P. Karakteristik zeolit yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH dan temperatur pada proses hidrotermal. Pada konsentrasi NaOH dan temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan kristalinitas produk. Proses alkali hidrotermal pada temperatur 160ºC, konsentrasi NaOH 2M dan waktu 72 jam dihasilkan zeolit dengan intensitas fasa kristalin tertinggi. Perlakuan awal dengan larutan HCl 1M juga dapat meningkatkan kristalinitas produk yang dihasilkan.

Penelitian lainnya memanfaatkan abu sekam padi sebagai sumber silika untuk membuat zeolit sintetis dilakukan oleh Ghasemi dan Younesi (2011).


(23)

Penelitian ini dilakukan pada suhu kamar tanpa menggunakan bahan organik. Nanokristal zeolit NaA dengan ukuran kristal 50-120 nm berhasil disintesis pada temperatur kamar dengan waktu kristalisasi selama 3 hari dan perbandingan Na2O/SiO2 = 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu reaksi, perbandingan

Na2O/SiO2, dan alkalinitas sangat berpengaruh pada sifat struktural produk yang

dihasilkan.

Penelitian lainnya yang juga memanfaatkan abu sekam padi sebagai sumber silika untuk pembuatan zeolit dilakukan oleh A.M. Fuadi, dkk (2012). Pembuatan zeolit sintetis dilakukan dengan menggunakan microwave pada berbagai variasi

suhu dan waktu. Pada penelitian ini, sintesis dengan microwave yang dilakukan

pada suhu rendah dapat menghasilkan kristal zeolit sintetis setelah 60 menit, pada kondisi med low kristal zeolit diperoleh setelah proses 20 menit, dan pada suhu

sedang kristal zeolit sudah terbentuk meskipun proses baru berjalan 5 menit. Kesimpulan yang diperoleh yaitu suhu dan waktu reaksi berpengaruh pada proses pembuatan zeolit sintetis. Semakin besar suhu yang digunakan, maka akan semakin cepat kristal zeolit sintetis tersebut terbentuk sehingga lebih efisien waktu.

C. Kerangka Berpikir

Padi merupakan produk utama pertanian di berbagai negara agraris, seperti Indonesia. Sekam padi merupakan salah satu hasil samping dari proses penggilingan padi yang selama ini hanya dianggap sebagai limbah. Pada proses pembakaran sekam padi, semua komponen organik diubah menjadi gas karbondioksida (CO2) dan air (H2O) dan menyisakan abu yang memiliki


(24)

kandungan silika (SiO2) yang cukup besar, yaitu berkisar antara 86,9-97,3%.

Kandugan silika yang tinggi tersebut memungkinkan dimanfaatkan sebagai sumber silika untuk menggantikan sumber lain yang lebih mahal.

Penelitian ini mencoba memanfaatkan abu sekam padi sebagai sumber silika pada pembuatan zeolit sintesis dengan menerapkan prinsip Green Chemistry

yang memperhitungkan sumber daya yang digunakan serta penggunaan energi yang diminimalkan. Penelitian ini menggunakan temperatur kamar (T= 25 ± 2°C) sebagai temperatur sintesis dengan berbagai variasi waktu aging.

Sintesis zeolit dimulai dengan peleburan abu sekam padi menggunakan larutan natrium hidroksida (NaOH) akan membentuk larutan natrium silikat (Na2SiO3) yang larut dalam air. Kemudian membuat larutan natrium aluminat

dengan mencampurkan larutan NaOH dengan Al2O3. Proses sintesis dilakukan

dengan menambahkan larutan natrium aluminat secara perlahan-lahan ke dalam larutan natrium silikat disertai pengadukan hingga homogen. Pengadukan dilanjutkan dengan periode aging pada suhu kamar (T= 25 ± 2ºC) dengan

berbagai variasi waktu aging, yaitu 24, 48, dan 72 jam.

Serbuk yang dihasilkan dari proses sintesis selanjutnya dikarakterisasi secara kualitatif. Karakterisasi serbuk dilakukan dengan menggunakan difraksi sinar-X untuk mengetahui struktur kristal (kristalinitas) zeolit yang dihasilkan dan spektroskopi inframerah untuk mengetahui perubahan gugus fungsi. Hasil karakterisasi tersebut diharapkan sama dengan standar difraksi sinar-X (JCPDS) No. 01-073-9586 Quality: B.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah karakter zeolit dari abu sekam padi.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi waktu aging yaitu 24; 48;

dan 72 jam.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah suhu reaksi, massa abu sekam padi, dan waktu kalsinasi.

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Spektrofotometer FTIR Shimadzu 8201 PC

b. Difraktometer Sinar-X (XRD) merkRigaku MiniFlex 600 c. Oven pemanas

d. Muffle Furnace

e. Desikator


(26)

g. Timbangan analitik merk Ohaus Explorer h. Magnetic stirrer merk Cimarec 2 thermolyne

i. Labu Erlenmeyer j. Pipet tetes

k. Kaca arloji l. Cawan porselin m. Kertas saring n. pH meter

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sekam padi yang diperoleh dari tempat pembuatan batu bata di dusun

Ngampon, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta b. NaOH (p.a. Merck), kadar 97 %

c. Al2O3 (p.a. Merck), kadar 97 %

d. Akuades

D. Prosedur Penelitian

1. Proses Pengabuan Sekam Padi

Sampel sekam padi diperoleh dari tempat pembuatan batu bata di dusun Ngampon, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Sekam padi dibersihkan dari batu, tanah, kerikil, daun, batang, dan kotoran lainnya. Sekam padi yang sudah bersih dicuci dengan air bersih, kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Sekam padi yang telah kering dan bersih dibakar dengan menggunakan nyala api sehingga diperoleh arang sekam padi. Kemudian arang sekam padi


(27)

diabukan dalam tungku pembakar (muffle furnace) pada temperatur 600ºC selama

8 jam. Setelah didinginkan, abu sekam padi yang diperoleh digerus dan diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 200 mesh.

2. Pembuatan Larutan Natrium Silikat

Sebanyak 1,26 gram abu sekam padi hasil ayakan dicampur dengan NaOH sebanyak 3,895 gram dan 24,93 gram akuades di dalam labu erlenmeyer. Pencampuran tersebut disertai pengadukan dengan magnetic stirrer pada skala 6-8

selama 1 jam. Hasil pengadukan ini merupakan larutan yang akan digunakan sebagai bahan sintesis zeolit pada temperatur kamar.

3. Pembuatan Larutan Natrium Aluminat

Larutan natrium aluminat dibuat dengan melarutkan 3,895 gram NaOH dalam 24,93 gram akuades. Ke dalam larutan tersebut dimasukkan 2,04 gram Al2O3 sambil dipanaskan pada suhu 50oC selama 1 jam disertai pengadukan

dengan magnetic stirrer pada skala 6-8. Larutan hasil pencampuran ini akan

digunakan sebagai bahan sintesis zeolit pada temperatur kamar.

4. Sintesis Zeolit

Proses sintesis zeolit dilakukan dengan menambahkan larutan natrium aluminat secara perlahan-lahan ke dalam larutan natrium silikat dari abu sekam padi disertai dengan pengadukan dengan kecepatan skala 2 selama 1 jam. Kemudian pengadukan dilanjutkan dengan periode aging pada suhu kamar (T= 25

± 2oC) dengan variasi waktu aging 24, 48, dan 72 jam. Serbuk yang diperoleh

dicuci dengan akuades hingga mencapai pH 8, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC. Serbuk yang dihasilkan selanjutnya diuji secara kualitatif dengan


(28)

5. Karakterisasi Serbuk Hasil Sintesis a. Difraksi Sinar-X (XRD)

Serbuk ditempatkan pada plat kaca yang kemudian dimasukkan dalam tempat sampel. Sampel disinari sinar-X pada pola daerah sudut difraksi 2θ(2-80º), interval 0,02 dan laju 10 dengan menggunakan Difraktometer Sinar-X merk Rigaku MiniFlex 600.

b. Spektroskopi Inframerah (FTIR)

Serbuk yang dihasilkan dari proses sintesis sebanyak ujung spatula dicampur dengan KBr, selanjutnya dibuat pelet kemudian dimasukkan dalam tempat sampel. Perekaman dilakukan menggunakan Spektrofotometer FTIR Shimadzu 8201 PCpada daerah bilangan gelombang 300-4000 cm-1.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data yang diuji menggunakan alat Difraktometer Sinar-X merk Rigaku MiniFlex 600 dan Spektrofotometer FTIR Shimadzu 8201 PC untuk mengetahui struktur kristal (kristalinitas) zeolit yang dihasilkan dan mengetahui perubahan gugus fungsional.

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Analisis struktur kristal (kristalinitas) zeolit yang terbentuk dilakukan dengan menggunakan Difraktometer Sinar-X merk Rigaku MiniFlex 600 pada pola

daerah sudut difraksi 2θ antara 2-80º. Selanjutnya nilai 2θ dalam difraktogram

hasil sintesis dibandingkan dengan standar difraksi sinar-X (JCPDS) No. 01-073-9586 Quality: B, yang merupakan standar dari senyawa zeolit X (Na). Sedangkan


(29)

analisis gugus fungsional dari kristal zeolit hasil sintesis dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer FTIR Shimadzu 8201 PC pada bilangan gelombang 300-4000cm-1.


(30)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar dan mengetahui pengaruh waktu aging terhadap karakter zeolit hasil sintesis dari abu

sekam padi.

Penelitian ini terdiri atas beberapa proses, yakni proses pengabuan sekam padi, sintesis zeolit dan karakterisasi serbuk hasil sintesis. Hasil dari masing-masing proses dan data yang dihasilkan dijabarkan sebagai berikut.

1. Pengabuan Sekam Padi

Sekam padi yang digunakan berasal dari tempat pembuatan batu bata di dusun Ngampon, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Hasil yang diperoleh dalam proses pengabuan sekam padi adalah abu sekam yang berwarna putih dan bercampur sedikit warna hitam. Selanjutnya abu sekam yang berwarna putih dipisahkan secara manual, kemudian digerus dan diayak dengan ayakan 200 mesh,

sehingga diperoleh abu sekam padi berwarna putih dan halus.

Hasil analisa silika dari abu sekam padi menggunakan XRD ditunjukkan pada Gambar 4.


(31)

Gambar 4. Difraktogram Abu Sekam Padi

Pola difraktogram pada Gambar 4 menunjukkan bahwa abu sekam padi yang dihasilkan bersifat amorf dengan satu puncak tajam pada sudut 2θ: 21,16°.

2. Sintesis Zeolit

Sintesis zeolit dilakukan dengan mereaksikan larutan natrium silikat dari abu sekam padi dan larutan natrium aluminat. Hasil dari sintesis tersebut berupa serbuk berwarna putih. Reaksi pembentukan larutan natrium silikat dan larutan natrium aluminat menurut Widi Astuti dan Indah Nurul Izzati (2015) adalah sebagai berikut.

SiO2 (abu sekam padi) + 2 NaOH (aq) Na2SiO3 (aq)

Al2O3 (s) + 2 NaOH (aq) 2 NaAl(OH)4 (aq)

Reaksi kimia proses pembentukan zeolit adalah sebagai berikut.

Na2Al(OH)4(aq) + Na2SiO3(aq) Nax [(AlO2)x(SiO2)y] . wH2O Meas. data:545-XRD-2016/Data 1

BG data:545-XRD-2016/Data 1 Calc. data:545-XRD-2016/Data 1

2-theta (deg)

Intensity (cps)

20 40 60 80

0 1000 2000 3000

(T= 25±2 °C) periode aging


(32)

3. Karakterisasi Serbuk Hasil Sintesis

Karakterisasi serbuk hasil sintesis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan difraksi sinar-x (XRD) dan spektroskopi inframerah (FTIR). Hasil karakterisasi serbuk hasil sintesis dijabarkan sebagai berikut.

a. Difraksi Sinar-X (XRD)

Karakterisasi dengan difraksi sinar-x (XRD) digunakan untuk mengetahui struktur kristal (kristalinitas) serbuk hasil sintesis. Karakterisasi ini menggunakan alat Difraktometer Sinar-X (XRD) merk Rigaku miniFlex 600 dengan pola sudut

difraksi 2θ(2-80º). Data yang diperoleh dari karakterisasi ini disebut difraktogram. Pola difraktogram hasil sintesis dengan berbagai variasi waktu aging

ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Difraktogram Serbuk Hasil Sintesis dengan Variasi Waktu Aging

a) 24 Jam, b) 48 Jam, dan c) 72 Jam

Gambar 5a menunjukkan sintesis zeolit yang dilakukan pada temperatur kamar dengan variasi waktu aging 24 jam menghasilkan serbuk yang memiliki


(33)

struktur amorf. Gambar 5b menunjukkan sintesis zeolit yang dilakukan pada temperatur kamar dengan variasi waktu aging 48 jam menghasilkan serbuk yang

bersifat kristalin dan memiliki kristalinitas tinggi. Dalam difraktogram tersebut muncul puncak-puncak yang jelas dan memiliki intensitas ketajaman puncaknya

tinggi, diantaranya pada sudut 2θ: 6,133º; 10,011º; 11,741º; 15,435º; 23,279º; 26,638º; dan 30,917º. Gambar 5c menunjukkan sintesis zeolit yang dilakukan pada temperatur kamar dengan variasi waktu aging 72 jam menghasilkan serbuk

yang memiliki struktur amorf.

b. Spektroskopi Inframerah (FTIR)

Karakterisasi dengan spektroskopi inframerah (FTIR) digunakan untuk mengetahui gugus fungsi yang terkandung dalam serbuk hasil sintesis. Karakterisasi ini menggunakan alat Spektrofotometer FTIR Shimadzu 8201 PC pada daerah bilangan gelombang 300-4000 cm-1. Data yang diperoleh dari

karakterisasi ini disebut spektrum inframerah.

Spektrum inframerah serbuk yang dihasilkan dari sintesis pada temperatur kamar dengan lama waktu aging 24 jam ditunjukkan pada Gambar 6.


(34)

Gambar 6. Spektrum Inframerah Serbuk Hasil Sintesis pada Waktu Aging 24 Jam

Pada Gambar 6 dapat dilihat adanya beberapa serapan lemah yang muncul, diantaranya pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1; 1635,64 cm-1; 1103,28 cm-1;

786,96 cm-1; 570,93 cm-1; dan 470,63 cm-1.

Spektrum inframerah serbuk yang dihasilkan dari sintesis pada temperatur kamar dengan lama waktu aging 48 jam ditunjukkan pada Gambar 7.


(35)

Gambar 7. Spektrum Inframerah Serbuk Hasil Sintesis pada Waktu Aging 48 Jam

Pada Gambar 7 dapat dilihat adanya beberapa puncak tajam yang muncul, diantaranya pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1; 1635,64 cm-1; 972,12 cm-1;

740,12 cm-1; 563,21 cm-1; dan 462,92 cm-1.

Spektrum inframerah serbuk yang dihasilkan dari sintesis pada temperatur kamar dengan lama waktu aging 72 jam ditunjukkan pada Gambar 8.


(36)

Gambar 8. Spektrum Inframerah Serbuk Hasil Sintesis pada Waktu Aging 72 Jam

Pada Gambar 8 dapat dilihat adanya beberapa serapan lemah yang muncul, diantaranya pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1; 1635,64 cm-1; 1033,85 cm-1;

578,64 cm-1; dan 493,78 cm-1.

B. Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian ini terdiri atas beberapa proses, diantaranya pengabuan sekam padi, sintesis zeolit, dan karakterisasi zeolit hasil sintesis. Hasil dan uraian masing-masing proses dijabarkan sebagai berikut.

1. Pengabuan Sekam Padi

Proses pengabuan sekam padi dalam penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel sekam padi. Sekam padi dibersihkan dari pengotor padat dan dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Sekam padi yang telah kering dan bersih dibakar hingga menjadi arang berwarna hitam terlebih dahulu, dengan tujuan agar senyawa organik dan karbon terdekomposisi dan teroksidasi secara


(37)

sempurna sehingga diperoleh kemurnian abu yang tinggi. Kemudian arang diabukan dalam muffle furnace pada temperatur 600ºC selama 8 jam.

Hasil yang diperoleh dari proses pengabuan sekam padi adalah abu yang berwarna putih dan bercampur sedikit warna hitam. Abu yang berwarna putih menunjukkan bahwa abu tersebut mengandung silika sebagai komponen utamanya, sedangkan warna hitam masih mengandung senyawa karbon yang belum terdekomposisi dan teroksidasi secara sempurna. Abu yang berwarna putih dipisahkan secara manual, kemudian digerus dan diayak dengan ukuran 200 mesh.

Penggerusan dan pengayakan dilakukan untuk menghomogenkan ukuran dan memperluas permukaan abu sekam padi sehingga mempercepat adanya interaksi antarmolekul saat pembentukan natrium silikat.

Pada pola difraktogram Gambar 4 dapat dilihat bahwa abu sekam padi yang dihasilkan memiliki kristalinitas rendah (bersifat amorf) dengan satu puncak tajam pada sudut = 21,16º. Menurut Kalapathy, Proctor, dan Shultz (2002), puncak tersebut merupakan puncak khas dari silika. Data hasil perbandingan antara abu sekam padi yang dihasilkan dengan data difraktogram silika dapat ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Perbandingan Data Difraktogram Abu Sekam Padi yang

Dihasilkan dengan Data Difraktogram Silika

No. Abu Sekam Padi Silika Standar *

2θ (deg) d 2θ (deg) d

1. 21,16 4,194 22,00 4,041

*(Sumber: Kalapathy, Proctor, dan Shultz, 2002)

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa abu sekam padi yang dihasilkan mengandung silika dengan struktur amorf. Menurut Kirk dan Othmer


(38)

dalam Sholeh Nura Aditama (2015), silika amorf memiliki susunan atom dan molekul berbentuk pola acak dan tidak beraturan, sehingga dalam berbagai kondisi silika ini lebih reaktif daripada silika kristalin. Maka dari itu, abu sekam tersebut efektif digunakan untuk pembuatan natrium silikat.

2. Sintesis Zeolit

Pada penelitian ini, sintesis zeolit dilakukan dengan mereaksikan larutan natrium silikat dengan larutan natrium aluminat. Larutan natrium silikat dibuat dengan melarutkan NaOH dengan akuades, kemudian ditambahkan dengan abu sekam padi yang telah diayak. Pencampuran disertai dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam pada skala 6-8. Hal tersebut

dimaksudkan untuk mempercepat reaksi antara larutan NaOH dengan silika yang terkandung dalam abu sekam padi sehingga diperkirakan silika dapat terlarut secara sempurna membentuk larutan natrium silikat. Sedangkan larutan natrium aluminat dibuat dengan melarutkan NaOH ke dalam akuades, ditambahkan Al2O3

dan dilarutkan dengan pemanasan disertai pengadukan pada skala 6-8 selama 1 jam. Pemanasan dan pengadukan dilakukan agar kristal Al2O3 dapat melarut

sempurna dalam larutan NaOHmembentuk larutan natrium aluminat.

Proses sintesis zeolit dilakukan dengan mencampurkan larutan natrium silikat dan larutan natrium aluminat disertai dengan pengadukan pada skala 2 selama 1 jam dan dilakukan pada keadaan basa. Keadaan basa tersebut dapat menyebabkan silikat dan aluminat berinteraksi sehingga terjadi polimerisasi ion-ion pembentuk zeolit. Pengadukan dilanjutkan pada periode aging yang dilakukan


(39)

dengan variasi waktu aging 24, 48, dan 72 jam pada suhu kamar (T= 25±2oC)

membentuk serbuk berwarna putih.

Pada proses pencampuran natrium silikat dan natrium aluminat terbentuk dua fasa, yaitu fasa padat sebagai gel amorf dan fasa larutan sebagai larutan lewat jenuh. Pembentukan zeolit terjadi pada saat kedua fasa tersebut berada pada keadaan setimbang (Sriyatun, 2004). Serbuk yang dihasilkan selanjutnya dicuci menggunakan akuades hingga filtrat mencapai pH 8. Proses pencucian ini bertujuan untuk mengurangi kandungan NaOH serta mineral-mineral sisa dari sintesis yang bukan menjadi bagian dari struktur zeolit. Kemudian serbuk dikeringkan dan selanjutnya dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar-X (XRD)

dan spektroskopi inframerah (FTIR).

3. Karakterisasi Serbuk Hasil Sintesis

Serbuk yang diperoleh dari hasil sintesis selanjutnya dikarakterisasi secara kualitatif. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan difraksi sinar-X (XRD) dan spektrofotometer inframerah (FTIR). Hasil analisis dari masing-masing karakterisasi dijabarkan sebagai berikut.

a. Analisis Difraktogram Hasil Sintesis

Difraksi sinar-X (XRD) merupakan metode analisis kualitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal (kristalinitas) hasil sintesis. Struktur zeolit merupakan salah satu karakteristik penting dari zeolit (A.M. Fuadi dkk, 2012). Hasil yang diperoleh dari karakterisasi menggunakan difraksi sinar-X disebut difraktogram. Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan

puncak-puncak difraksi dengan intensitas yang bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu. Tiap puncak yang muncul mewakili satu bidang sampel yang memiliki orientasi


(40)

tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang diperoleh dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X, yaitu JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction Standards).

Gambar 5a menunjukkan bahwa sintesis zeolit pada temperatur kamar dengan lama waktu aging 24 jam belum menghasilkan zeolit. Hal tersebut

nampak pada pola difraktogram dimana serbuk tersebut memiliki struktur amorf dan kristalinitas rendah. Tidak terbentuknya zeolit terjadi karena waktu aging yang terlalu singkat menyebabkan proses pembentukan inti kristal dan penataan strukturnya menjadi belum sempurna.

Gambar 5b menunjukkan puncak-puncak yang jelas dengan intensitas ketajaman puncaknya tinggi dan tajam pada beberapa nilai sudut 2θ. Puncak-puncak dari difraktogram hasil sintesis memiliki kemiripan dengan difraktogram standar difraksi sinar-X (JCPDS), yaitu PDF card No. 01-073-9586 Quality: B seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Perbandingan Data Difraktogram Hasil Sintesis dan Zeolit Standar No. Hasil Sintesis Zeolit Standar

2θ (deg) d 2θ (deg) d

1. 6,133 14,400 6,11 14,452

2. 10,011 8,829 9,99 8,850

3. 11,741 7,531 11,72 7,547

4. 15,435 5,736 15,42 5,743

5. 23,279 3,818 23,28 3,817

6. 26,638 3,343 26,63 3,345

7. 30,917 2,890 30,91 2,890

Berdasarkan hasil di atas menunjukkan bahwa puncak-puncak pada difraktogram hasil sintesis tersebut merupakan puncak spesifik untuk senyawa zeolit X (Na). Oleh karena itu, maka sintesis yang dilakukandari abu sekam padi


(41)

pada temperatur kamar dengan waktu aging 48 jam telah berhasil membentuk

senyawa zeolit X (Na). Hal tersebut terjadi karena dua fasa, yaitu fasa padat sebagai gel amorf dan fasa larutan sebagai larutan lewat jenuh yang terbentuk pada proses pencampuran natrium silikat dan natrium aluminat telah berada pada keadaan setimbang.

Gambar 5c menunjukkan bahwa sintesis zeolit pada temperatur kamar dengan lama waktu aging 72 jam memiliki struktur amorf dan kristalinitas rendah.

Dalam penelitian ini, sintesis dilakukan secara paralel dengan sampel yang berbeda untuk masing-masing variasi waktu aging. Data yang diperoleh dari

sintesis ini hanya terdapat satu data, sehingga data tersebut tidak dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan pada waktu aging 72 jam.

Dari hasil analisis difraktogram di atas dapat dilihat bahwa waktu optimal yang diperlukan dalam sintesis zeolit pada temperatur kamar terjadi pada sintesis dengan lama waktu aging 48 jam. Hal ini terjadi karena pada hasil sintesis

tersebut telah membentuk zeolit dengan tipe zeolit X (Na) dan memiliki kristalinitas yang paling tinggi dibandingkan dengan hasil sintesis yang lain.

b. Analisis Spektrum Inframerah Hasil Sintesis

Karakterisasi susunan gugus fungsional dilakukan dengan menggunakan spektroskopi inframerah (FTIR). Pola serapan inframerah yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan pada daerah bilangan gelombang 300-4000 cm-1.

Spektrum inframerah serbuk yang dihasilkan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 6 untuk variasi waktu aging 24 jam, Gambar 7 untuk variasi waktu aging


(42)

Spektrum masing-masing variasi waktu aging diinterpretasikan dengan

membandingkan antara spektrum hasil sintesis dan hasil interpretasi kerangka struktur zeolit X pada penelitian yang dilakukan oleh Sholeh Nura Aditama (2015). Interpretasi masing-masing spektrum inframerah hasil sintesis dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Interpretasi Spektrum Inframerah Hasil Sintesis No.

Bilangan Gelombang (cm-1)

Interpretasi Variasi

24 jam

Variasi 48 jam

Variasi

72 jam Zeolit X*

1. 3448,72 3448,72 3448,72 3448 Gugus –OH

2. 1635,64 1635,64 1635,64 1637 Tekukan H-O-H

3. 1103,28 972,12 1033,85 1017 Regangan asimetri T-O internal (T = Si atau Al) 4. 786,96 740,67 - 773 Regangan simetri T-O internal (T = Si atau Al)

5. 570,93 563,21 578,64 570 Cincin ganda

6. 470,63 462,92 493,78 463 Tekukan O-T-O (T= Si atau Al) *(Sumber: Sholeh Nura Aditama, 2015)

Berdasarkan hasil analisis spektroskopi inframerah tersebut dapat dilihat bahwa hasil sintesis pada temperatur kamar dengan variasi waktu aging 48 jam

memiliki kemiripan susunan gugus fungsi yang dimiliki oleh zeolit X. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil sintesis dengan variasi waktu aging 48 jam

mengandung gugus fungsi penyusun zeolit X. Perbedaan intensitas serapan puncak-puncak menunjukkan adanya perbedaan dari pembentukan zeolit. Semakin tajam intensitas serapan menunjukkan semakin tinggi struktur atau gugus fungsi yang terbentuk (Purbaningtias dan Prasetyoko dalam Sholeh Nura Aditama, 2015). Sedangkan pada hasil sintesis dengan variasi waktu aging 24 dan


(43)

48 jam memiliki puncak-puncak yang lemah karena pada hasil sintesis tersebut belum menghasilkan zeolit.


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Bedasarkan penelitian yang telah dilakukan dan uraian pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Senyawa zeolit X (Na) berhasil disintesis dari abu sekam padi pada temperatur kamar dengan waktu aging optimal 48 jam sesuai dengan JCPDS No.

01-073-9586 Quality: B.

2. Sintesis dengan waktu aging 24 menghasilkan senyawa amorf, waktu aging

48 jam kristalin, dan waktu aging 72 jam belum dapat digunakan untuk

mengambil kesimpulan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan sebagai pengembangan penelitian yang akan datang adalah:

1. Perlu dilakukan modifikasi lanjut mengenai sintesis zeolit dari subjek dan objek serta sumber yang lain.

2. Perlu dilakukan analisis uji karakter yang lain agar diperoleh informasi yang lebih lengkap.

3. Perlu dibuat rancangan percobaan dengan ulangan yang cukup untuk dapat mengambil kesimpulan.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. (1990). Budidaya Tanaman Padi. Yogyakarta: Kanisius.

A.M. Fuadi, Malik Musthofa, Kun Harismah, Haryanto, dan Nur Hidayati. (2012). Pembuatan Zeolit Sintetis dari Abu Sekam Padi. Simposium Nasional RAPI XI FT UMS-2K012. ISSN : 1412-9612. 55-62.

Amaria. (2012). Adsorpsi Ion Sianida dalam Larutan Menggunakan Adsorben Hibrida Aminopropil Silika Gel dari Sekam Padi Terimpregnasi Aluminium (Adsorption of Cyanide Ions in Solution Using a Hybrid Adsorbent Aminopropyl Silica Gel from Rice Husks of Impregnated With Aluminum). Jurnal Manusia dan Lingkungan. 19, 1. 56-65.

Andhi Laksono Putro dan Didik Prasetyoko. (2007). Abu Sekam Padi Sebagai Sumber Silika pada Sintesis Zeolit ZSM-5 Tanpa Menggunakan Templat Organik ‡. Jurnal Akta Kimindo. 3, 1. 33-36.

Badan Pusat Statistik. (2015). Produksi Padi Tahun 2015 Diperkirakan Naik 6,64%. Diakses dari http://www.bps.go.id/brs/view/id/1157 pada tanggal 27

Januari 2016, Jam 19.22 WIB.

Barrer, R.M. (1982). Hydrothermal Chemistry of Zeolites. London: Academic

Press.

Chang, Raymond. (1998). Chemistry sixth edition. Boston: McGraw-Hill.

Chorkendroff, I dan Niemantsverdiet, J. W. (2003). Concepts of Modern Catalysis and Kinetics. New York: Wliey-VCH GmbH&Co. 145-147.

Dania Kurniawati. (2010). Sintesis Zeolit dari Abu Layang Batubara secara Hidrotermal Melalui Proses Peleburan dan Aplikasinya untuk Penurunan Logam Cr dalamLimbah Industri Penyamakan Kulit. Skripsi. Semarang:

Universitas Negeri Semarang.

Dardjo Sumaatmadja. (1985). Sekam Gabah Sebagai Bahan Industri. Makasar:

Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Banjar Baru.

Didi Dwi Anggoro, Muhamad Amri Fauzan, dan Nanda Dharmaparayana. (2007). Pengaruh Kandungan Silikat dan Aluminat dalam Pembuatan Zeolit Sintesis Y dari Abu Sekam Padi. Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”,

UPN Veteran, Yogyakarta. 1-6.

Edi Soenarjo, Djoko S. Damardjati, dan Mahyuddin Syam. (1991). Padi Buku 3.


(46)

Flanigen, Edith M., dan Khatami, Hasan. (1974). Infrared Structural Studies of Zeolite Frameworks. In Molecular Sieve Zeolites-I. American Chemical

Society: Washington.

Gates, Bruce C. (1992). Catalytic Chemistry. Singapore: John Wiley and Sons

Inc.

Georgiev, Dimitar; Bogdanov, Bogdan; Angelova, Krasimira; Markovska, Irena; dan Hristov, Yancho. (2009). Synthetic Zeolites - Structure, Clasification, Current Trends in Zeolite Synthesis. International Science conference.VII.

1-5.

Ghasemi, Zahra dan Younesi, Habibollah. (2011). Preparation and Characterization of Nanozeolite NaA from Rice Husk at Room Temperature without Organic Additives. Journal of Nanomaterials, 2011, Article ID

858961. 1-8.

Hardjono Sastrohamidjojo. (1992). Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta:

Liberty.

Houston, D. F. (1972). Rice Chemistry and Technology. American Association of

Cereal Chemist, Inc., St. Paul, Minnesota, USA, IV.

Islam, M. N. dan Ani, F. N. (2000). Techno-Economics of Rice Husk Pyrolysis, Conversion with Catalytic Treatment to Produce Liquid Fuel. Journal Bioresource Technology 75. 67-75.

Joddy Arya Laksmono dan Nova Ardiyanto. (1999). Pengambilan SiO2 dari Abu

Sekam Padi dengan Proses Leaching. Semarang: Laporan Penelitian,

Jurusan Kimia UNDIP.

Jumaeri, Widi Astuti, dan Wahyu Tutik Puji Lestari. (2007). Preparasi dan Karakterisasi Zeolit dari Abu Layang Batubara Secara Alkali Hidrotermal.

Jurnal Reaktor, 11, 1, Juni. 38-44.

Kalapathy, U., Proctor, A., dan Shultz, J. (2000). A Simple Method for Production of Pure Silica from Rice Hull Ash. Journal Bioresource Technology, 73.

257-262.

Kristian Handoyo. (1996). Kimia Anorganik. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Kristian H. Sugiyarto. (2004). Kimia Anorganik I. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Linda Trivana, Sri Sugiarti, dan Eti Rohaeti. (2015). Sintesis dan Karakterisasi Natrium Silikat (Na2SiO3) dari Sekam Padi. Jurnal Sains dan Teknologi


(47)

M. Arifin dan Uun Bisri. (1995). Bahan Galian Industri Zeolit. Bandung: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral.

Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati. (1994). Zeolit Tinjauan Literatur. Jakarta:

Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI.

Ngatijo, Faizar Faried, dan Intan Lestari. (2011). Pemanfaatan Abu Sekam Padi (ASP) Payo dari Kerinci Sebagai Sumber Silika dan Aplikasinya dalam Ekstraksi Fasa Padat Ion Tembaga (II). Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. ISSN 0852-8349, 13, 2. 47-52.

Nur, Hadi. (2001). Direct Synthesis of NaA Zeolite from Rice Husk and Carbonaceous Rice Husk Ash. Indonesian Journal of Agricultural Sciences,

1, 40-45.

Sholeh Nura Aditama. (2015). Sintesis dan Karakterisasi Zeolit X dari Abu Vulkanik Gunung Kelud dengan Variasi Suhu Hidrotermal Menggunakan Metode Sol-Gel. Skripsi. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim.

Sinung Kurny Hadi. (1993). Pembuatan dan Karakterisasi Zeolit A dari Sekam Padi. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UGM.

Siti Sulastri dan Susila Kristianingrum. (2010). Berbagai Macam Senyawa Silika: Sintesis, Karakterisasi dan Pemanfaatan. Prosiding seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. 211-216.

Sriyatun. (2004). Sintesis Zeolit A dan Kemungkinan Penggunaannya Sebagai Penukar Kation. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. VII. 3. Desember. 66-72.

Suharno. (1994). Sintesis, Karakterisasi dan Substitusi Isomorfis Atom Fosfor ke Dalam Struktur Zeolit A yang Dihasilkan dari Limbah Sekam Padi. Skripsi.

Yogyakarta: FMIPA UGM.

Warren, Bertram Eugene, (1990). XRay Diffraction. New York: Dover

Publications.

Weller, Mark T. (2006). Inorganic Materials Chemistry. New York: Oxford

University Press.

Widi Astuti dan Indah Nurul Izzati. (2015). Granulasi Abu Layang Batubara Menggunakan Karagenan dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Pb(II). Jurnal Bahan Alam Terbarukan. 4 (2). 55-60.

Yudhi Mahmud dan Sulistyo Sidik Purnomo. (2014). Keragaman Agronomis Beberapa Varietas Unggul Baru Tanaman Padi (Oryza sativa L.) pada Model Pengelolaan Tanaman Terpadu. Jurnal Ilmiah Solusi. 1 (1). 1-10.


(48)

Lampiran 1.

Diagram Kerja

Limbah sekam padi hasil penggilingan

Sekam padi bersih dan kering

Dibakar dan diabukan pada temperatur 600°C selama 8 jam

Abu sekam padi putih

Abu sekam padi halus dan putih

- Dibersihkan - Dicuci dan

dijemur

Digerus dan diayak (200 mesh)

Pembuatan Larutan Natrium Silikat

Pembuatan Larutan Natrium Aluminat

1,26 g abu sekam padi + 3, 895 g NaOH + 24,93 g akuades

2,04 g Al2O3

+ 3,895 g NaOH + 24,93 g akuades disertai pengadukan dengan

magnetic stirrer (skala 6-8)

selama 1 jam

Dipanaskan pada suhu 50°C selama 1 jam disertai pengadukan dengan magnetic stirrer (skala 6-8)

Pengadukan dengan skala 2 selama 1 jam

Sintesis pada suhu kamar (T=25±2°C) disertai pengadukan, dilanjutkan periode aging 24, 48, dan 72 jam

dicuci hingga pH8, dikeringkan dengan

Oven (T=110°C)

Hasil Sintesis karakterisasi


(49)

Lampiran 2.

Difraktogram Abu Sekam Padi

No. 2-theta

(deg) d (ang.) Height (cps) FWHM (deg) Int. I (cps deg) Int. W (deg) Asym. factor

1 21.16(6) 4.194(12

) 1587(115) 8.69(13) 26511(386) 16.7(15) 0.75(3)

Meas. data:545-XRD-2016/Data 1 BG data:545-XRD-2016/Data 1 Calc. data:545-XRD-2016/Data 1

2-theta (deg)

Intensity (cps)

20 40 60 80

0 1000 2000 3000


(50)

Lampiran 3.

Difraktogram Serbuk Hasil Sintesis dengan Waktu Aging 24 Jam

No. 2-theta(deg) d(ang.) Height (cps)

FWHM(deg) Int. I (cps deg)

Int. W(deg) Asym. factor

1 45.84(15) 1.978(6) 224(43) 2.06(17) 622(39) 2.8(7) 0.7(2)

2 67.23(7) 1.3913(13

) 426(60) 3.71(12) 2912(50) 6.8(11) 2.8(3)

Meas. data:Zeolit 24 Jam/Data 1

2-theta (deg)

Intensity (cps)

20 40 60

0.0e+000 5.0e+003 1.0e+004 1.5e+004 2.0e+004 2.5e+004


(51)

Lampiran 4.

Difraktogram Serbuk Hasil Sintesis dengan Waktu Aging 48 Jam

No. 2-theta

(deg) D (ang.) Height (cps) FWHM(deg) Int. I (cps deg) Int. W(deg) Asym. factor

1 6.133(7) 14.400(17) 11359(308

)

0.261(11) 5054(69) 0.445(18) 2.0(3) 2 10.011(13) 8.829(11) 1806(123) 0.303(11) 605(26) 0.34(4) 2.2(4)

3 11.741(13) 7.531(8) 1534(113) 0.253(11) 443(21) 0.29(3) 3.2(8)

4 15.435(13) 5.736(5) 1811(123) 0.280(12) 702(18) 0.39(4) 2.5(7)

5 20.06(3) 4.424(6) 814(82) 0.24(2) 215(23) 0.26(5) 2.4(14)

6 20.95(2) 4.237(4) 326(52) 0.16(3) 77(11) 0.23(7) 0.6(3)

7 22.49(3) 3.950(6) 465(62) 0.26(4) 145(16) 0.31(8) 4(5)

8 23.279(9) 3.8180(15) 2640(148) 0.249(13) 934(22) 0.35(3) 2.0(5) 9 26.638(11) 3.3437(13) 3096(161) 0.228(9) 913(18) 0.29(2) 2.5(6)

10 29.16(4) 3.060(4) 490(64) 0.24(3) 127(16) 0.26(7) 1.4(8)

11 30.270(14) 2.9503(13) 1162(98) 0.267(15) 392(15) 0.34(4) 2.1(5)

12 30.917(7) 2.8900(7) 3383(168) 0.226(8) 946(23) 0.28(2) 2.9(6)

13 31.928(18) 2.8008(16) 1384(107) 0.224(14) 344(19) 0.25(3) 1.8(6) 14 33.534(17) 2.6702(13) 1411(108) 0.242(14) 387(15) 0.27(3) 1.6(4)

15 34.117(12) 2.6259(9) 402(58) 0.26(4) 119(12) 0.30(7) 2.2(16)

16 37.28(3) 2.410(2) 649(74) 0.33(3) 256(16) 0.39(7) 2.1(11)

17 40.71(5) 2.215(3) 525(66) 0.24(4) 141(15) 0.27(6) 1.2(9)

18 41.16(5) 2.191(2) 491(64) 0.27(4) 148(16) 0.30(7) 0.6(5)

19 46.18(9) 1.964(4) 195(40) 0.92(13) 220(27) 1.1(4) 0.2(2)

20 51.58(6) 1.770(2) 302(50) 0.44(9) 251(20) 0.8(2) 3(2)

21 53.025(18) 1.7256(6) 600(71) 0.21(3) 188(9) 0.31(5) 1.0(4)

22 57.23(4) 1.6084(11) 471(63) 0.27(3) 137(14) 0.29(7) 0.8(5)

Meas. data:Zeolit 48 Jam/Data 1

2-theta (deg)

Intensity (cps)

20 40 60

0.0e+000 5.0e+003 1.0e+004 1.5e+004


(52)

Lampiran 5.

Difraktogram Serbuk Hasil Sintesis dengan Waktu Aging 72 Jam

No. 2-theta(deg) d(ang.) Height(cps) FWHM(deg) Int.I(cps deg) Int. W(deg) Asym. factor

1 20.5(6) 4.32(12) 45(7) 8.9(5) 448(39) 10(2) 1.2(3)

2 46.01(18) 1.971(7) 20(4) 2.03(16) 43(5) 2.2(7) 0.9(3)

3 67.12(8) 1.3934(15) 48(7) 3.33(13) 282(6) 5.9(10) 2.1(3)

Meas. data:Zeoki72j/Data 1 BG data:Zeoki72j/Data 1 Calc. data:Zeoki72j/Data 1

2-theta (deg)

Intensity (counts)

20 40 60

0 500 1000 1500


(53)

Lampiran 6.


(54)

(55)

Lampiran 7.


(56)

Lampiran 8.


(57)

Lampiran 9.


(1)

52

Difraktogram Serbuk Hasil Sintesis dengan Waktu Aging 72 Jam

No. 2-theta(deg) d(ang.) Height(cps) FWHM(deg) Int.I(cps deg) Int. W(deg) Asym. factor

1 20.5(6) 4.32(12) 45(7) 8.9(5) 448(39) 10(2) 1.2(3)

2 46.01(18) 1.971(7) 20(4) 2.03(16) 43(5) 2.2(7) 0.9(3)

3 67.12(8) 1.3934(15) 48(7) 3.33(13) 282(6) 5.9(10) 2.1(3)

Meas. data:Zeoki72j/Data 1 BG data:Zeoki72j/Data 1 Calc. data:Zeoki72j/Data 1

2-theta (deg)

Intensity (counts)

20 40 60

0 500 1000 1500


(2)

53

Lampiran 6.


(3)

(4)

55

Lampiran 7.


(5)

56


(6)

57

Lampiran 9.