Pengaruh Faktor Pengetahuan dan Kepemimpinan Subak Terhadap Pemeliharaan Bangunan Air Pada Jaringan Irigasi Tersier di Kecamatan Denpasar Selatan.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan subak sebagai lembaga irigasi tradisional yang bercorak sosio religius dengan dilandasi oleh jiwa dan semangat gotong royong yang tinggi, rupanya telah menarik minat banyak peneliti asing untuk mempelajarinya secara lebih mendalam. Peranan subak sebagai mitra pemerintah dalam ikut mensukseskan program–program pembangunan dibidang pertanian, khususnya dalam produksi beras, tidak dapat diabaikan. Oleh sebab itu subak sebagai warisan budaya yang bernilai luhur, kiranya perlu dilestarikan eksistensinya. Dilestarikan dalam arti bukan sekedar mempertahankan nilai–nilai lama, tetapi sekaligus membina dan mengembangkannya, agar subak menjadi lebih kuat dan mandiri sehingga tangguh menghadapi segala tantangan modernisasi. Tantangan yang menghambat laju pembangunan pertanian saat ini antara lain menurunnya kuantitas dan kualitas air, alih fungsi lahan yang terus meningkat dan peningkatan produksi pangan yang tidak sebanding dengan pesatnya pertumbuhan penduduk (Sutawan, dalam subak 1993) Pernyataan ini sesuai dengan uraian yang tertuang dalam Kebijakan Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Bali 2007, tentang permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan sub sektor tanaman pangan antara lain : 1) Rata-rata kepemilikan lahan sempit, kebanyakan petani di Bali (54,81%) mengusahakan lahan sawah dibawah 0,50 Ha dan lahan tersebut cenderung mengecil karena adanya proses fragmentasi lahan sebagai akibat dari sitem/pola warisan, 2) Alih fungsi lahan


(7)

pertanian produktif khususnya lahan sawah cenderung berkurang setiap tahun karena beralih fungsi ke non pertanian, 3) belum adanya jalinan kemitraan yang mantap antar petani/kelompok tani dengan pengusaha. Sebagai suatu konskuensi dari pembangunan daerah baik untuk sektor pertanian maupun non pertanian, maka permasalahan tersebut perlu diatasi sedini mungkin dan sekaligus merupakan suatu tantangan didalam program–program pembangunan dimasa depan. Untuk itu perlu adanya pemikiran guna mengantisipasi terjadinya alih fungsi profesi maupun alih fungsi lahan pertanian yang dapat mengancam kelestarian lahan sawah di kota Denpasar. Pernyataan ini didukung dengan direncanakannya Kebijakan Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Bali Tahun 2007, yaitu tentang program pembangunan pertanian tanaman pangan melalui : 1) pengembangan SDM petani melalui penyuluhan maupun pelatihan, 2) pemantapan kelembagaan melalui pembinaan dan fasilitasi kelompok tani/subak.

Seiring dengan laju pembangunan di berbagai sektor di kota Denpasar, khususnya industri dan prasarana phisik lainnya, ternyata telah memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap pembangunan pertanian, terutama adanya penyusutan lahan sawah.

Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius bagi semua pihak karena keadaan ini dapat memberikan konskuensi pada keterjaminan ketahanan pangan dan juga keberlanjutan sistem irigasi subak, sebagai salah satu sumberdaya budaya Bali umumnya, dan kota Denpasar khususnya. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1993 tercatat 45 subak yang ada di kota Denpasar, sedangkan pada tahun 2006 tercatat 41


(8)

subak yang tersebar Empat kecamatan di kota Denpasar. Terdapat beberapa penyebab terhadap ketidak berlanjutan empat subak tersebut antara lain : 1) beralih fungsinya seluruh lahan sawah menjadi lahan non pertanian, 2) beralihnya mata pencaharian petani dari sektor pertanian ke non pertanian, 3) terganggunya jaringan irigasi subak sebagai akibat pembangunan untuk pengembangan pemukiman. Sejalan dengan berbagai permasalahan yang terkait antara yang satu dengan yang lainnya akan menempatkan petani pada posisi yang sulit karena berpengaruh terhadap hasil produksi dan kelangsungan usaha tani jangka panjang.

Atas dasar kenyataan tersebut maka sangat diperlukan konsep pemikiran tentang usaha pembinaan, pelestarian, pengembangan dan perlindungan terhadap anggota subak/para petani agar tetap dapat berdaya guna dalam pengembangan pembangunan pertanian khususnya dalam pemeliharaan semua fasilitas bangunan irigasi yang ada di setiap wilayah subak.. Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan fungsi dan efektivitas irigasi, peningkatan SDM, memfasilitasi berbagai kepentingan petani dengan tujuan dapat meningkatkan peran serta petani dalam menjaga kelangsungan pembangunan pertanian. Menurut pandangan N. Sutawan (1993:193) perlu adanya pemikiran tentang strategi pelestarian dan pengembangan subak, dengan langkah– langkah kebijakan yang kiranya perlu ditempuh antara lain :

1) Meningkatkan partisipasi petani dalam proyek–proyek peningkatan/ pembangunan jaringan irigasi.

2) Memberikan peranan yang lebih besar kepada subak dalam pengelolaan jaringan irigasi.


(9)

3) Memfasilitasi pembentukan wadah koordinasi antar subak

4) Memberikan bantuan perbaikan/penyempurnaan jaringan irigasi sebelum diserahkan pengelolaannya kepada subak

5) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam bidang yang berkaitan dengan pengelolaan jaringan irigasi dan usaha tani.

Penekanan dari uraian tentang strategi pelestarian dan pengembangan subak tersebut diatas adalah dengan melibatkan para petani (anggota subak) dalam pengambilan keputusan karena telah terbukti dapat memberikan dampak positif terhadap keterpaduan sistem operasional pemeliharaan bangunan irigasi dan pengelolaan air dalam pemberdayaan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Disamping itu dengan adanya pendekatan partisipatif (action research), juga bertujuan untuk mendapatkan pemecahan persoalan berdasarkan kebutuhan nyata para petani (anggota subak) secara langsung di wilayah irigasi mereka.Kondisi ini sesuai dengan yang termuat dalam Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air antara lain menyatakan :

1) Masyarakat ikut berperan dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air

2) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem jaringan ditetapkan sebagai berikut:

- Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya.


(10)

- Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab Petani Pemakai Air (P3A) yang di Bali dikenal dengan Subak.

Pelaksanaan dari Undang–Undang ini diharapkan dapat menunjang pencapaian hasil produksi pangan seoptimal mungkin sesuai kemampuan sumber air, serta menjaga/ mempertahankan kelestarian prasarana irigasi agar dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh para petani subak.

Dalam pembangunan pertanian yang berbasis subak salah satu langkah strategis pelestarian dan pengembangan subak yang perlu diperhatikan adalah meningkatkan pengetahuan dan kepemimpinan subak dalam bidang yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemeliharaan bangunan penunjang jaringan irigasi yang menjadi tanggung jawab dari petani khususnya di jaringan tersier.


(11)

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut 1) Adakah pengaruh faktor pengetahuan dan kepemimpinan subak secara

dominan terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier di Kecamatan Denpasar Selatan

2) Manakah diantara faktor pengetahuan dan kepemimpinan subak yang berpengaruh secara dominan terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier di Kecamatan Denpasar Selatan

1.3 Tujuan Penelitian

2) Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh faktor pengetahuan dan kepemimpinan subak secara dominan terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier di Kecamatan Denpasar Selatan.

3) Untuk mengetahui manakah diantara faktor pengetahuan dan kepemimpinan subak yang berpengaruh secara dominan terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier di Kecamatan Denpasar Selatan

1.4 Manfaat Penelitian

1) Manfaat teoritis

- Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu Teknik Sipil (hidro) dalam pembangunan pertanian berbasis subak, khususnya mengenai konsep pemberdayaan petani dalam usaha pelestarian subak


(12)

- Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi bagi para pihak yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dan sebagai sarana untuk membuktikan teori tentang faktor pengetahuan dan kepemimpinan subak, yang dapat mempengaruhi partisipasi petani dalam pembangunan pertanian. 2) Manfaat praktis

- Dapat digunakan untuk mengidentifikasi setiap variabel tersebut diatas dalam keterkaitannya untuk evaluasi dan mengaplikasikannya lebih lanjut dalam praktek dilapangan.

- Dapat memberikan masukan kepada instansi terkait, kelompok petani/ subak tentang faktor–faktor dominan yang terkait dengan usaha pembangunan pertanian.

- Selanjutnya dapat dijadikan dasar membuat kebijakan dalam rangka mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan yang akan dikerjakan


(13)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Pertanian Berbasis Subak

Dalam pembangunan pertanian, pembangunan irigasi merupakan salah satu komponen kegiatan yang sangat penting, karena keberhasilan pembangunan pertanian, khususnya pertanian lahan basah akan sangat ditentukan oleh ketersediaan air (kontinyuitas air). Pembangunan pertanian, khususnya dalam usaha meningkatkan produksi pertanian, secara umum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Untuk pertanian lahan sawah, baik intensifikasi maupun ekstensifikasi harus dibarengi dengan perbaikan serta perluasan irigasi (Wardoyo, 1982 ). Salah satu pemikiran dalam paradigma baru pembangunan pertanian adalah bagaimana kita dapat menciptakan kebijaksanaan pertanian yang menjamin agar para petani memperoleh hak mereka atas air dan bibit, yang mereka butuhkan untuk mengelola usaha tani secara lestari. Oleh karena itu, usaha pertama yang perlu dilakukan untuk menjamin hak petani atas air adalah memberdayakan organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Pemerintah negara–negara yang sedang berkembang perlu memberikan hak-hak politik bagi organisasi tersebut, untuk melindungi dan memperjuangkan hak petani atas air (Loekman Soetrisno, 1999: 62 ). Menurut pendapat Sumodiningrat (2000:7) menyebutkan bahwa pembangunan pertanian harus ditujukan untuk mempersiapkan masyarakat petani berkemampuan dalam memantapkan proses perubahan–perubahan struktur yang muncul dan kemampuan petani itu sendiri. Perubahan struktur masyarakat petani diawali dari


(14)

pengelolaan kegiatan sosial ekonomi produktif. Kegiatan produksi dilakukan untuk menghasilkan pendapatan yang dapat memberikan nilai tambah secara efektif dan efisien sehingga menimbulkan surplus yang dapat dimanfaatkan.

Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena visi dan misi pembangunan pertanian dirumuskan dalam kerangka dan mengacu pada pencapaian visi dan misi pembangunan nasional. Visi pembangunan pertanian nasional adalah terwujudnya pertanian modern, tangguh dan efisien menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera. Sedangkan misi pembangunan pertanian nasional adalah : 1) menggerakan berbagai upaya untuk memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal dan menerapkan teknologi tepat serta spesifik lokasi dalam rangka membangun pertanian yang berdaya saing tinggi dan berkelanjutan, 2) memberdayakan masyarakat pertanian menuju wiraswasta agribisnis yang mandiri, maju dan sejahtera.

Upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam agenda reformasi pembangunan pertanian adalah mengembangkan ketahanan pangan yang berbasis pada kemampuan produksi, keragaman sumberdaya pangan, serta kelembagaan dan budaya lokal (Departemen Pertanian, 2000). Hal ini bisa ditempuh dengan pemberdayaan petani melalui usaha kelompok agar mampu secara efektif mengartikulasikan aspirasi kepentingan petani. Adanya organisasi petani yang kuat merupakan faktor kunci agar kepentingan petani dapat lebih diperhatikan dalam kebijakan pembangunan dan kemampuan mereka dalam melaksanakan pembangunan pertanian agar dapat lebih diberdayakan. Pengmbangan lembaga tradisional dalam pembangunan pertanian


(15)

yang mengarah ke bidang ekonomi/komersial yang berpola agribisnis perlu mendapat perhatian yang serius.

Dewasa ini, pembangunan pertanian masih menjadi prioritas dalam pembangunan nasional kita mengingat sebagian terbesar masyarakat adalah petani baik yang mengusahakan lahan di lahan sawah maupun di lahan kering. Oleh karena itu jumlah petani sangat besar, maka setiap kebijakan yang terkait dengan pertanian haruslah berorientasi pada kesejahteraannya, peningkatan produksi, kualitas produksi dan memiliki daya saing sehingga pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani (Sedana, dalam Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi).

Pembangunan pertanian berbasis subak yang ada di Bali memiliki beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan seperti tercantum dalam Peraturan Daerah Tingkat I Bali, No.02/PD/DPRD/1972 yang menyebutkan bahwa : 1) Subak berkewajiban mengatur rumah tangganya sendiri baik dalam mengusahakan adanya air maupun mengatur air dengan tertib dan efektif untuk persawahan para anggota subak di dalam wilayahnya, 2) subak memelihara dan menjaga prasarana–prasarana irigasi dengan sebaik–baiknya yang diperlukan untuk menjamin kelancaran dan tertibnya di dalam wilayahnya, 3) Dalam melaksanakan urusan rumah tangganya, subak menjalankan peraturan–peraturan, awig–awig dan sima subak yang baru, 4) subak menyelesaikan perselisihan–perselisihan/sengketa yang timbul dalam rumah tangganya, 5) apabila ada pelanggaran dan tindak pidana diselesaikan menurut hukum yang berlaku.


(16)

Subak sebagai suatu sistem irigasi yang dikelola petani secara swadaya untuk tanaman semusim khususnya padi, memiliki beberapa elemen yang saling terkait yaitu : 1) organisasi petani pengelola air irigasi, 2) jaringan irigasi/sarana prasarana irigasi, 3) produksi pangan, 4) ekosistem lahan sawah berigasi, 5) ritual keagamaan terkait dengan budidaya petani. Kelestarian subak dalam pembangunan pertanian akan terwujud jika kelestarian organisasi subak (institutional Sustainability), kelestarian jaringan irigasi (technical sustainability), kelestrian produksi pangan (economic sustainability), kelestarian ekosistem lahan sawah (ecological Sustainability), kelestarian nilai–nilai sosial budaya/ritual keagamaan (socio cultural sustainability) dan kelestarian DAS dan sumber air bagian hulu (environmental sustainability) dapat dijaga.

2.2 Pemberdayaan Petani Dalam Pembangunan Pertanian Berbasis Subak

Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai proses yang mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk terus terlibat dalam proses pembangunan yang berlangsung secara dinamis dan masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan mengambil keputusan secara bebas (independent) dan mandiri. Pemberdayaan P3A seperti dimaksud dalam inpres No.3/1999 adalah untuk mewujudkan kelembagaan P3A yang otonom, mandiri, mengakar di masyarakat, bersifat sosial, ekonomi, budaya dan berwawasan lingkungan serta memberikan kemudahan dan peluangnya kepada anggota untuk secara demokratis membentuk organisasi/unit usaha ekonomi ditingkat usaha tani sesuai dengan pilihannya. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi, melindungi harus dilihat sebagai


(17)

upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi terhadap yang lemah (Syamsul, Dewi 2007). Salah satu misi yang ditetapkan dalam Rencana pembangunan Jangka panjang Tahun 1999–2004 yaitu pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan berbasis pada sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Subak sebagai lembaga tradisional yang bergerak dibidang pertanian dikenal sebagai organisasi agraris, religius yang ada di Bali sejak dahulu dipertahankan keberadaannya sampai sekarang merupakan salah satu kekayaan budaya nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nama subak yang kita warisi ini sudah terkenal di seluruh dunia dan khususnya untuk tingkat nasional telah banyak mempelajari sistem subak ini untuk diterapkan di beberapa daerah di Indonesia (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali 2007). John. S. Ambler (1990) menyatakan bahwa “ subak dengan alat keirigasiannya yang nampaknya sederhana saja merupakan salah satu organisasi petani pemakai air yang paling canggih di seluruh dunia “. Dari pernyataan diatas mengandung makna bahwa keberadaan subak di Bali hendaknya tetap dipertahankan dan perlu lebih ditingkatkan peranannya di bidang pertanian dalam arti yang seluas–luasnya. Pemberdayaan adalah rangkaian upaya aktif yang dilakukan dalam rangka menjaga agar kondisi dan keberadaan lembaga subak dapat lestari dan makin kokoh, sehingga dapat berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan. Kata


(18)

pemberdayaan mengandung arti bahwa upaya yang dilakukan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia baik secara pribadi maupun secara organisatoris dalam rangka memajukan usaha tani khususnya dan usaha–usaha lainnya yang erat kaitannya dengan sektor pertanian (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali 2007 ).

Beberapa langkah strategis dalam upaya pelestarian dan pemberdayaan subak adalah memperkuat/memperdayakan kelembagaan subak mulai pendekatan– pendekatan berikut : 1) peningkatan penyediaan pelayanan pendukung (support services) seperti kredit usaha tani yang mudah diakses tanpa prosedur yang berbelit– belit, informasi pasar, penyuluhan pertanian, 2) pelatihan dan pendidikan khususnya bagi para pimpinan subak dalam berbagai bidang seperti operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, pembukuan/manajemen keuangan, kepemimpinan, kewiraswastaan/ entrepeneurship, perkoperasian, 3) memfasilitasi pengembangan subak menjadi lembaga irigasi berorientasi agribisnis, agrowisata, dan ekowisata guna meningkatkan kemampuan finansialnya tanpa melalaikan tugas–tugas pokoknya sebagai pengelola air irigasi yang bercorak sosio–religius, 4) memfasilitasi kemitraan subak dengan desa adat/desa pekraman, koperasi, asosiasi perhotelan, asosiasi restoran dan lembaga–lembaga lain baik pemerintah maupun swasta sesuai kebutuhan, 5) bantuan pemerintah bagi subak yang benar-benar membutuhkan perbaikan jaringan irigasi yang rusak berat karena tidak dapat ditangani sendiri berdasarkan pendekatan partisipatoris, 6) pengakuan subak sebagai badan hukum agar bisa melakukan transaksi ekonomi dan mencari kredit di bank, melalui peraturan daerah (Perda) tanpa


(19)

harus melalui prosedur yang kini masih dianggap memberatkan petani karena harus diproses melalui Pengadilan Negeri setempat. Langkah lainnya dalam pemberdayaan subak adalah dengan membatasi alih fungsi lahan, dapat dilakukan dengan :1) perencanaan tata ruang dan penggunaan tanah yang cermat dengan mempertimbangkan ketersediaan air, 2) pembuatan perangkat hukum atau peraturan yang melarang penggunaan sawah untuk usaha non pertanianpada tempat–tempat yang sudah jelas ditetapkan sebagai tempat konservasi sawah dengan penegakan hukum yang ketat, 3) bebas/keringanan pajak bagi petani anggota subak dan insentif lainnya untuk mendorong para petani tidak mengalih fungsikan sawahnya, untuk mewujudkan semua itu, maka tidak kalah pentingnya adalah melakukan penelitian mengenai subak dari berbagai aspeknya termasuk penelitian–penelitian mengenai kearifan lokal agar mendapat pemahaman yang lebih holistik (Sutawan dalam Revitalisasi Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi 2007)

Melihat bahwa tantangan petani ke depan menuntut adanya berbagai usaha pemberdayaan terhadap petani anggota subak, yang harus dilakukan dengan pendekatan partisipatif. Pemberdayaan subak diharapkan mampu menimbulkan sikap petani yang semakin loyal terhadap profesinya, mandiri dalam pengambilan keputusan dan memiliki wawasan ekonomis/agribisnis. Pemberdayaan ini merupakan prasyarat dalam usaha pelestarian subak (Gede Sedana, dalam Revitalisasi Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi 2007).


(20)

2.3 Pengetahuan Petani Dalam Pembangunan Pertanian

Perbedaan tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya, akan menimbulkan perbedaan pandangan dan kesadaran akan kebutuhan teknologi sebagai sarana menuju perbaikan kehidupan dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada ditengah–tengah masyarakat tersebut. Suatu masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang tinggi biasanya dibarengi dengan kesadaran akan kebutuhan hidup yang tinggi pula. Dengan adanya kesadaran akan kebutuhan tuntutan hidup yang tinggi (lebih baik), timbul kesadaran akan pentingnya suatu teknologi yang dapat menciptakan perbaikan–perbaikan dalam kehidupan. Dengan demikian, suatu masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang tinggi akan lebih mudah menyerap suatu teknologi yang diperkenalkan dan atau ditengah–tengah lingkungannya (Dikti 1990: 23). Pandangan umum lainnya tentang pengetahuan adalah hasil belajar baik formal maupun non formal yang diperoleh dari hasil interaksi dengan masyarakat. Disebutkan pula luasnya cakrawala pengetahuan seseorang tidak terlepas dari pengetahuannya dalam hidup masyarakat. Akibatnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tidaklah berbeda jauh dengan warga lainnya apabila pengetahuan yang didapat semata–mata berasal dari interaksi sosial sesama warga tempat ia hidup (Depdibud 2000:9). Kemiskinan dalam ilmu pengetahuan akan menjadi salah satu penyebab mundurnya tingkat keberlanjutan proses pembangunan. Dampaknya adalah penduduk yang relatif miskin ilmu pengetahuan akan menjadi kurang peduli dan memiliki kesadaran rendah terhadap lingkungannya serta semakin tertutup akan adanya inovasi–inovasi teknologi. Untuk


(21)

itu, dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia anggota petani yang tercermin dari tingkat pengetahuan yang dimiliki, ada beberapa aspek yang perlu ditumbuhkan : 1) adanya pengetahuan teknis, 2) penciptaan peluang–peluang beragribisnis, 3) juga aspek-aspek administrasi (Sedana 2003, dalam Revitalisasi Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi ). Program pendidikan dan pelatihan bagi para petani, khususnya pengurus subak perlu dilakukan terutama pada hal–hal yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang seperti operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi, manajemen agribisnis, pembukuan dan kewirausahaan. Pelaksanaan Sekolah Lapangan (SL) yang merupakan salah satu metode pembelajaran orang dewasa untuk memberikan keterampilan kepada petani sangat cocok dilakukan sehingga petani mampu menemukenali permasalahan yang dihadapinya, selanjutnya mencari alternatif pemecahannya (Sutawan 1998, dalam Revitalisasi Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi). Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang didapat baik formal maupun non formal yang diperoleh secara mandiri atau dari hasil interaksi dapat meningkatkan wawasan dan kepekaan mereka terhadap tuntutan perubahan termasuk kepedulian mereka akan inovasi, dalam hal ini adalah pembangunan pertanian.

2.4 Kepemimpinan Subak Dalam Pembangunan Pertanian

Kepemimpinan telah menjadi topik yang sangat menarik dari para ahli sejarah dan filsafat sejak masa dahulu, dan menawarkan 350 definisi tentang kepemimpinan. Salah seorang ahli menyimpulkan bahwa ” kepemimpinan merupakan salah satu


(22)

fenomena yang paling mudah diobservasi”, tetapi menjadi salah satu hal yang paling sulit untuk dipahami (Triantoro Safaria, 2004).

Untuk lebih mempermudah pemahaman, maka akan diacu satu definisi yang kiranya mampu menjadi landasan untuk membahas konsep kepemimpinan itu sendiri. Menurut (Joseph C. Rost, 1993 dalam kepemimpinan 2004) kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersama. Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam, yang terjadi diantara orang–orang yang menginginkanperubahan signifikan, dan perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya. Pengaruh (influence) dalam hal ini berarti hubungan diantara pemimpin dan pengikut sehingga bukan sesuatu yang pasif, tetapi merupakan suatu hubungan timbal balik dan tanpa paksaan. Dengan demikian, kepemimpinan itu sendiri merupakan proses yang saling mempengaruhi.

Kepemimpinan lebih menekankan bagaimana mengkomunikasikan visi dan mengembangkan budaya yang dimiliki bersama dan menyusun seperangkat nilai– nilai pokok di dalam organisasi yang menjadi pedoman utama untuk mencapai tujuan tertinggi organisasi. Penekanan ini melibatkan bawahan sebagai pemikir, pelaksana dan pemimpin mendorong rasa kebersamaan akan komitmen dan kepemilikan organisasi.Menurut (Robert J House, 1971 dalam Kepemimpinan 2004), teori Path– goal memberikan empat klasifikasi perilaku pemimpin yang dapat di adopsi oleh seorang pemimpin, salah satu diantaranya adalah : Kepemimpinan Partisipatif


(23)

(Participative Leadership) digambarkan sebagai pemimpin yang lebih banyak mengkonsultasikan dan mendiskusikan masalah pada bawahan sebelum membuat keputusan. Perilaku pemimpin yang muncul termasuk menanyakan opini dan saran dari bawahan, mendorong partisipasi dalam pembuatan keputusan, dan banyak berdiskusi dengan bawahan di lokasi kerja.

Sedangkan pada sistem pertanian tradisional atau subak, dalam pelaksanaannya pada pengelolaan lahan pertanian dipimpin oleh seorang Pekaseh. Kepemimpinan seorang Pekaseh dalam organisasi subak memiliki lima tugas utama yang harus dilaksanakan yaitu : 1) pencarian dan distribusi air, 2) operasi dan pemeliharaan air irigasi, 3) mobilisasi sumberdaya, 4) penanganan persengketaan, 5) kegiatan upacara/ritual (Subak, 1993 :10)

Dari uraian tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa kepemimpinan dalam organisasi menekankan kepada komunikasi, menampung aspirasi, memberikan solusi, menciptakan budaya dan iklim organisasi, memberi motivasi dan mendorong prestasi anggotanya.

2.5 Operasional Dan Pemeliharaan Bangunan Air Pada Jaringan Irigasi

Keberlanjutan pertanian beririgasi berbasis subak sangat tergantung pada keberlanjutan dari sistem irigasi sebagai faktor pendukung penyelenggaraan sistem pertanian dalam suatu institusi subak. Kebijakan penyerahan pengelolaan irigasi (PPI) seperti tertuang dalam INPRES RI, nomor 3 tahun 1999, yang dalam UU RI nomor 7 tahun 2004 dikenal sebagai pengelolaan irigasi partisipatif (PIP) merupakan upaya pemerintah untuk memberikan peran yang lebih besar kepada masyarakat petani


(24)

termasuk subak dalam hal pengelolaan jaringan irigasi, sebagai akibat semakin terbatasnya kemampuan pemerintah dari segi personil maupun dana terutama untuk melaksanakan operasional dan pemeliharaan (O & P) jaringan irigasi. Ketentuan yang termuat dalam undang–undang tersebut adalah : 1) masyarakat ikut berperan dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air, 2) pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem jaringan ditetapkan sebagaiu berikut : a) pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai kewenangannya, b) pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab petani pemakai air/subak (Budiasa, dalam Revitalisasi subak dalam memasuki era globalisasi, 2005 ).

Pelaksanaan operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi bertujuan untuk dapat mempertahankan adanya kontinyuitas air yang diperlukaan oleh petani, pelaksanaan operasional dan pemeliharaan meliputi : pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi untuk menjamin kelestarian fungsi dari jaringan irigasi beserta bangunannya. Dalam hal perkumpulan petani pemakai air tidak mampu melaksanakan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang menjadi hak dan tanggung jawabnya, pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten kota, dapat memberikan bantuan dan/atau dukungan fasilitas berdasarkan permintaan dari perkumpulan petani pemakai air dengan memperhatikan prinsip kemandirian (UU RI No 7 tahun 2004).

Peran sektor pertanian sangat strategis dalam perekonomian nasional dan kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air. Oleh sebab itu, irigasi sebagai salah


(25)

satu komponen pendukung keberhasilan pembangunan pertanian mempunyai peran yang sangat penting. Berdasarkan atas uraian tersebut diatas maka dapat dijelaskan bahwa implimentasi dari operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi (O & P) pada daerah irigasi terhadap seluruh fasilitas irigasi akan berpengaruh pada kontinyuitas air ,penetapan pola tanam, intensitas tanam, efektifitas saluran dan bangunan fasilitas serta produksi hasil pertanian. Meskipun operasional dan pemeliharaan ditingkat tersier menjadi tanggung jawab petani namun kenyataannya tetap mendapat perhatian dari pemerintah untuk menjaga kontinyuitas air irigasi.


(26)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Paradigma baru dalam pembangunan pertanian yang sedang dikembangkan saat ini adalah pengembangan system agribisnis dan peningkatan ketahanan pangan ,serta mengedepankan pembangunan yang berkelanjutan dan memperhatikan kesejahteraan petani. Dalam upaya menghadapi tantangan di masa ke depan, sangat diperlukan langkah–langkah antisipatif bagi subak–subak, khususunya di dalam berusaha tani yang berorientasi ekonomis dan tetap mempertahankan nilai–nilai yang bersifat sosio–agraris–religius. Pemberdayaan masyarakat petani sejalan dengan paradigma baru pembangunan pertanian yang mengembangkan agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisir. (Revitalisasi subak dalam memasuki era globalisasi, 2005:78)

Faktor–faktor mendasar yang perlu diperhitungkan dalam mendukung operasional dan pemeliharaan terhadap jaringan irigasi subak yang berkelanjutan dan penguatan subak sebagai lembaga ekonomi antara lain, faktor non teknis meliputi : pengetahuan petani dan kepemimpinan subak sedangkan faktor yang bersifat teknis adalah pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi khususnya dalam wilayah pengelolaan 7 subak ( subak Panjer, subak Renon, subak Sanur, subak Sidakarya, subak Sesetan , subak Intaran Barat dan subak Intaran Timur) di Kecamatan Denpasar Selatan


(27)

Penggunaan variabel–variabel tersebut diatas diharapkan dapat digunakan untuk menilai keberhasilan dan memprediksi kelangsungan pembangunan pertanian, serta dapat dijadikan dasar untuk mendukung visi pembangunan pertanian yaitu terwujudnya masyarakat yang sejahtera khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis dan usaha–usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan desentralisasi merupakan visi pembangunan pertanian (Departemen Pertanian 2001) .

Pemberdayaan petani merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak terkait, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah untuk memberikan akses dan keberpihakkan kepada masyarakat guna dapat mengembangkan potensinya sehingga dapat meningkatkan kemandirian masyarakat. Pengetahuan petani terbentuk antara lain dari proses pembelajaran baik formal maupun non formal, berdasarkan pengalaman diri sendiri atau orang lain serta faktor lainnya. Akumulasi dari hasil proses ini akan membentuk pengetahuan petani untuk memahami suatu aspek atau suatu objek.

Pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi merupakan suatu rutinitas kegiatan yang dilakukan baik oleh petani maupun instansi terkait dalam pengoperasian dan pemeliharaan khususnya diwilayah jaringan irigasi pengelolaan perkumpulan petani pemakai air tersier dan jaringan sekunder, primer pada umumnya. Berdasarkan penerapan kedua komponen tersebut akan berpengaruh terhadap pembangunan pertanian berbasis subak yang ada khususnya di kecamatan Denpasar Selatan, selanjutnya dapat dipergunakan untuk memprediksi kondisi


(28)

maupun potensi pengembangannya kedepan salah satu diantaranya adalah kebijakan melestarikan dan melindungi subak itu sendiri.

Dari kajian teoritis, maka dapat disusun kerangka alur berpikir dan kerangka konsep penelitian seperti Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 sebagai berikut :


(29)

Kerangka Alur Berpikir

Ide

Latar Belakang Dan Permasalahan

Kajian Pustaka

Kerangka Konsep Penelitian

Data Skunder Data Primer

Pengumpulan Dan Tabulasi Data

Analisis Data Uji Validitas Data Uji Reliabilitas Data Uji Normalitas Data

Hasil Penelitian

Pembahasan

Hipotesis Penelitian

Analisis Kualitatif

Simpulan Dan Saran


(30)

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Keterangan:

Pengetahuan Petani (X1)

Kepemimpinan subak (X2)

Pemeliharaan Bangunan Air Pada

Jaringan Irigasi Tersier (Y)

Pengaruh Parsial Pengaruh Simultan


(31)

3.2 Hipotesis

Berdasarkan rurmusan masalah dan menggunakan dua variabel yaitu pengetahuan dan kepemimpinan subak terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier berdasarkan serta atas kajian kepustakaan maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1) Terdapat pengaruh yang dominan faktor pengetahuan dan kepemimpinan subak terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier

2) Faktor kepemimpinan subak berpengaruh dominan terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier


(32)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam wilayah pengelolaan 7 subak ( subak Panjer, subak Renon, subak Sanur, subak Sidakarya, subak Sesetan , subak Intaran Barat dan subak Intaran Timur) di Kecamatan Denpasar Selatan. Karakteristik kawasan wilayah subak merupakan sektor pertanian lahan basah dengan sistem irigasi semi teknis. Yang dimaksud dengan irigasi semi teknis adalah sistem pemanfaatan air irigasi untuk pertanian dimana salurannya masih berfungsi ganda yaitu untuk irigasi dan drainase serta bangunan fasilitas tidak sepenuhnya permanen

4.2 Identifikasi Variabel

Berdasarkan uraian hipotesis dan tujuan penelitian yang ingin dicapai , maka dapat dilakukan identifikasi baik terhadap variabel terikat (dependen variable) yaitu pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier maupun variabel bebas ( independen variable ) yaitu : 1) pengetahuan petani, 2) kepemimpinan subak, Identifikasi terhadap variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) Pengetahuan petani meliputi

a) Tingkat pendidikan petani b) Perolehan pengetahuan bertani c) Pengetahuan budidaya pertanian d) Perolehan pengetahuan kewirausahaan

e) Perolehan pengetahuan operasional dan pemeliharaan f) pengetahuan pemasaran dan peningkatan pendapatan petani


(33)

(2) Kepemimpinan subak meliputi :

a) Adanya petunjuk penjelasan teknis irigasi pertanian b) Pimpinan aktif memantau perkembangan organisasi subak c) Pimpinan subak dapat mengayomi anggotanya

d) Pimpinan mampu memotivasi anggotanya e). Adanya inovasi dari pimpinan

f) Adanya komunikasi yang baik dalam organisasi subak (3) Pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier meliputi

a) Adanya rutinitas monitoring jaringan irigasi b) Kontinyuitas kebutuhan air irigasi

c) Berfungsinya bangunan fasilitas irigasi dengan baik d) Adanya koordinasi yang baik antara subak dan pemerintah e) Kesiapan subak terhadap O & P

f) Adanya insentif dari pemerinta

4.3 Definisi Operasional Variabel

Untuk melihat dimensi variabel penelitian maka sebelumnya dibuat operasional konsep variabel menjadi definisi operasional, sehingga jelas dimensi yang diukur dari masing–masing variabel sebagai berikut :

1) Pengetahuan petani

Yang dimaksud dengan pengetahuan petani adalah pemahaman petani tentang organisasi subak, pemahaman tentang perkembangan teknologi, pemahaman tentang operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi dan pemahaman tentang produksi serta pemasarannnya.


(34)

a) Tingkat pendidikan petani, diukur dari latar belakang pendidikan yang mempengaruhi pengetahuannya dalam bertani.

b) Pengetahuan petani yang diperoleh, dan diukur dari tingkat pemahamannya terhadap proses bertani.

c) Pengetahuan petani tentang budidaya pengolahan pertanian diukur dari pengetahuannya tentang pembangunan pertanian

d) Pengetahuan petani tentang kewirausahaan dapat diukur dari pengalaman petani dalam bekerjasama dengan mitra usaha lainnya. e) pengetahuan petani tentang operasional dan pemeliharaan bangunan air

jaringan irigasi diukur dari kemampuan petani dapat memanfaat secara optimal fasilitas irigasi.

f) Pengetahuan petani tentang sistem pemasaran, diukur dari pendapatan petani.

2) Kepemimpinan subak

Yang dimaksud dengan kepemimpinan subak adalah kemampuan pemimpin dalam melakukan kegiatan pengelolaan sistem pertanian dan organisasi subak sesuai dengan aturan yang telah disepakati

Definisi operasional dari kepemimpinan subak dapat dilihat dari dimensi : a) Penjelasan teknis pertanian dari pimpinan mudah dipahami dapat diukur dari kemampauan anggota petani dapat lebih mengerti tentang fungsi bangunan irigasi dan usaha tani.

b) Pimpinan aktif memantau perkembangan organisasi subak dapat diukur dari berjalannya organisasi seperti yang diharapkan.


(35)

pernah terjadi persengketaan sesama anggota subak atau dengan anggota subak lainnya.

d) Pimpinan mampu memotifasi anggota petani dapat diukur dari

semangat yang ditunjukan oleh petani dalam memajukan usaha taninya. e) Adanya inovasi dari pimpinan diukur dari hal-hal baru yang diterapkan

dalam pertanian.

f) Komunikasi pimpinan dengan anngota berjalan baik dapat diukur dari pimpinan selalu mendengarkan dan menampung aspirasi anggotanya. 3) Pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier

Yang dimaksud dengan pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier adalah aktifitas yang terkait dengan pengoperasian bangunan fasilitas dan pemeliharaan terhadap bangunan air agar efektifitasnya dapat dipertahankan. Definisi operasional pemeliharaan bangunan air jaringan irigasi tersier dapat dilihat dari dimensi :

a) Rutinitas monitoring jaringan irigasi dapat diukur dari jaringan irigasi dapat mengalirkan air sesuai pola aliran yang direncanakan.

b) Terpenuhinya kontinyuitas air irigasi dapat diukur dari tercapainya ketinggian air minimum di lahan pertanian.

c) Berfungsinya bangunan fasilitas irigasi dengan baik dapat diukur dari tidak pernah terjadi keluhan dari anggota petani.

d) Adanya koordinasi yang baik antara subak dan pemerintah dapat diukur dari sering dilakukan peninjauan langsung ke lahan pertanian oleh pemerintah.


(36)

untuk mengelola secara mandiri jaringan irigasinya tanpa campur tangan pemerintah.

f) Adanya intensif dari pemerintah dapat diukur dari jumlah bantuan yang telah disalurkan oleh pemerintah dalam penanganan O & P jaringan irigasi.

4.4 Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 1999:72). Populasi petani yang tersebar pada 7 wilayah subak di Kecamatan Denpasar Selatan

4.4.1 Metode Penentuan Sampel

Menurut Sugiyono (1999: 76) teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Teknik sampling daerah ini digunakan melalui dua tahapan, tahapan pertama menentukan sampel daerah dilakukan dengan purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Tahapan kedua menentukan jumlah sampel yang ada pada daerah itu dengan cara proportionate stratified random sampling, penentuan jumlah sampel dilakukan dari jumlah populasi di 7 subak di Denpasar Selatan yang ada di Daerah Irigasi Oongan dengan taraf kesalahan 10 % menurut rumus yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael dalam (Sugiyono : 81)


(37)

n = 2

Ne 1

N

 Dimana :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

e = Taraf kekurang telitian

Nama subak di Daerah Irigasi Oongan yang terdapat di Kecamatan Denpasar Selatan ditunjukkan pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Nama Subak

No Nama Subak

1 Panjer

2 Renon

3 Sanur

4 Sidakarya

5 Sesetan

6 Intaran Barat

7 Intaran Timur

Sumber : Dinas Pertanian Dan Kelautan Kota Denpasar, (2006)

4.4.2 Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Data kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka seperti jumlah penduduk, jumlah subak, jumlah anggota subak, luas sawah, luas wilayah kota Denpasar.


(38)

2) Data kualitatf yaitu data yang berupa pernyataan responden dan pertanyaan yang diberikan dalam bentuk kuisioner.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Data primer adalah data yang bersumber dari hasil wawancara terhadap responden dengan menggunakan kuisioner penelitian yang telah disiapkan, yaitu anggota pada subak yang telah dipilih.

2) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari beberapa instansi pemerintah terkait yang terlibat dalam program pembangunan pertanian berbasis subak antara lain Kantor Dinas Pertanian Pertanian Dan Kelautan, Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Kantor Dinas Pendapatan, Kantor Biro Pusat Statistik di lingkungan kota Denpasar.

4.4.3 Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Kuisioner/angket

Dalam pengumpulan data dipergunakan daftar kuisioner yang disebarkan kepada seluruh responden dengan tujuan memperoleh data tentang pemberdayaan, tingkat pengetahuan, sikap, kepemimpinan subak, operasional dan pemeliharaan, dan partisipasi petani dalam pembangunan pertanian berbasis subak di kota Denpasar.

2) Observasi

Pengumpulan data melalui observasi dilakukan di Dinas Pertanian dan Kelautan kota Denpasar, Dinas Pekerjaan Umum kota Denpasar dan Dinas Pendapatan kota Denpasar.


(39)

4.4.4 Skala Pengukuran

Skala pengukuran yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Skala Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan skala Likert, maka dimensi dijabarkan menjadi variabel kemudian variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap dalam kategori skala pengukuran sebagai berikut:

a. Sangat Setuju (SS) = 4 b. Setuju (S) = 3 c. Tidak Setuju = 2 d. Sangat Tidak Setuju = 1

4.4.5 Teknik Analisis Data

Uji validitas dan reliabilitas

Untuk mengetahui kelayakan dari instrumen penelitian (questionair) yang akan dipakai dalam penelitian ini, sebelumnya dilakukan uji coba instrumen pada 40 responden di kawasan Denpasar.

Menutur Lerbin R (2005) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.


(40)

Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah setiap skor butir, dengan rumus Pearson Product Moment adalah :

 

 

2 2

2

 

2

. . . .

    Y Y n X X n Y X XY n rhitung Dimana :

rhitung = Koefisien korelasi ∑Xi = Jumlah skor item

∑Yi = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah responden

Selanjutnya, dihitung dengan Uji-t dengan rumus :

2 1 2 r n r thitung    Dimana :

t = Nilai t hitung

r = Koefisien korelasi hasil rhitung n = Jumlah responden

Distribusi (Tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n-2) Kaidah keputusan : Jika thitung > ttabel berarti valid, sebaliknya jika thitung < ttabel berarti tidak valid

Untuk menghitung tingkat validitasnya dilakukan dengan menggunakan alat bantu program SPSS for window sehingga dapat diketahui nilai dari kuesioner pada setiap variabel bebas.


(41)

Selanjutnya terhadap skor jawaban tiap item dilakukan uji reliabilitas dengan tujuan menunjukkan sejauh mana pengukuran itu memberikan hasil yang relative tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama mengenai kemantapan, keandalan/stabilitas dan keadaan tidak berubah dalam waktu pengamatan pertama dan selanjutnya. Menurut Sugiyono (2007), instrument yang reliable adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.

Uji reliabilitas dilakukan secara eksternal dengan test-retest yaitu dengan cara mencobakan instrumen yang sama dua kali pada responden yang sama dalam waktu yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan significant maka instrument tersebut dinyatakan reliable.

4.4.6 Uji Signifikansi Koefisien Regresi

Untuk mengetahui diterima atau tidaknya hipotesis yang diajukan, dapat dilakukan dengan uji signifikansi koefisien regresi

4.4.6.1 Uji Signifikansi Koefisien Regresi secara simultan

Untuk melihat signifikan tidaknya pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat, langkah-langkahpengujiannya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Nata Wirawan,2002): (1) Merumuskan hipotesis

0

: 1 2 3 4 5 6

0      

      

Artinya, tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Hi : Minimal salah satu dari i 0 dimana i = (1,2,...,5,6)

Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat.


(42)

(2) Menentukan taraf nyata yaitu α = 0.05

(3) Statistik uji dan daerah kritis seperti gambar 4.1

Gambar 4.1

Pengujian Hipotesis Pengaruh Simultan

Sumber: Nata Wirawan, 2002

4) Menghitung statistik uji berdasarkan initial -2 log Likehood rasio (χ2) (Imam Ghozali,2005)

5). Menarik kesimpulan/keputusan pengujian

4.4.6.2 Uji signifikansi koefisien regresi secara parsial

Untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikatnya, digunakan uji t.

Dengan langkah- langkah pengujian berikut ini (Nata Wirawan,2002)).

(1) Merumuskan hipotesis H0 : βi = 0

Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dimana (i=1,2,3,4,5,6)

Hi : βi > 0

2 tabel f(2)


(43)

Artinya ada pengaruh positif yang signifikan secara parsial dari masing-masing variabel bebas terhadapvariabel terikat.

(2) Menentukan nilai t tabel tingkat signifikan α = 0.05 dengan derajat kebebasan dk = n-k dimana n adalah jumlah observasi, k adalah

jumlah variabel (Sugiyono, 2004). (3) Statistik Uji dan Daerah Kritis

Statistik uji dan daerah kritis disesuikan dengan arah pengujian hipotesis yang dipergunakan (uji satu sisi kiri atau uji sisi kanan). Bila pengujiannya menggunakan uji satu sisi kanan maka dapat dgambarkan seperti Gambar 4.2

Gambar 4.2

Pengujian Hipotesis Pengaruh Parsial Sumber: Nata Wirawan,2002 (4) Menghitung statistik uji

Nilai statistik yang digunakan untuk menguji pengaruh parsial variabel bebas terhadap variabel terikat adalah Wald statistik. Nilai statistik Wald koefisien regresi sebuah variabel bebas dihitung dengan rumus sebagai berikut (Imam Ghozali,2005). Wald = (/s.e )2 ... 9)

Nilai statitik Wald adalah nilai kuadrat dari statistik t hitung Selanjutnya nilai t hitung dapat dicari dengan rumus berikut.

tic Waldstatis t

(5) Menarik kesimpulan / mengambil keputusan pengujian t tabel

0

Daerah Penerimaan H0

Daerah Penolakan H0


(44)

a) Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak, artinya variabel bebas yang diuji secara parsial mempunyai pengaruh yang bermakna atau signifikan terhadap variabel terikat.

b) Jika thitung < ttabel maka H0 diterima, artinya variabel bebas yang diuji secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang bermakna atau signifikan terhadap variabel terikat.


(45)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Suatu instrumen dalam penelitian dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin diukur dan dikatakan reliabel jika dapat mengukur gejala yang sama secara tetap atau konsisten. Suatu instrumen dikatakan valid apabila memiliki koefisien korelasi antara butir dengan skor total dalam instrumen tersebut lebih besar dari 0,300 dengan tingkat kesalahan Alpha 0,05. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki koefisien Alpha Cronbach minimal 0,60. Untuk .Pengolahan data terhadap instrumen penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 4 sampai dengan lampiran 6, sedangkan hasil rangkuman olah data uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian baik variabel terikat maupun variabel bebas seperti terlihat dalam Tabel 5.1 dan tabel 5.2 sebagai berikut :

No Variabel Terikat Pemeliharaan Bangunan Air Pada Jaringan Irigasi Tersier (Y)

Koefisien Korelasi Keterangan

1 Adanya rutinitas dalam memonitoring jaringan irigasi sehingga dapat mengalirkan air sesuai dengan pola yang direncanakan

0.701 Valid

2 Terpenuhinya kebutuhan air yang digunakan untuk irigasi secara kontinuitas

0.589 Valid

3 Bangunan fasilitas irigasi yang ada semuanya dapat berfungsi dengan baik

0.617 Valid

4 Terdapat koordinasi yang baik antara pemerintah dengan subak dilihat dari seringnya pemerintah secara langsung melakukan peninjauan ke lahan pertanian


(46)

5 Organisasi subak sudah memiliki kesiapan terhadap O&P tanpa campur tangan pemerintah

0.738 Valid

6 Pemerintah telah memberikan insentif dalam penanganan O&P jaringan irigasi

0.517 Valid

Variabel Bebas Pengetahuan Petani (X1) 7 Tingkatan pendidikan atau latar belakang

pendidikan yang dimiliki oleh petani

0.449 Valid

8 Kemampuan bertani yang diperoleh para petani berdasarkan tingkat pemahaman dalam proses pertanian

0.597 Valid

9 Pengetahuan yang dimiliki oleh petani tentang budidaya pengolahan dan pembangunan pertanian

0.704 Valid

10 Petani memiliki pengetahuan tentang kewirausahaan yang digunakan dalam kegiatan bertani sehari-hari

0.620 Valid

11 Petani memiliki pengetahuan tentang cara mengoperasikan dan memelihara bangunan air untuk jaringan irigasi

0.688 Valid

12 Pengetahuan yang dimiliki petani tentang cara memasarkan hasil panen serta peningkatan pendapatan dalam bertani

0.472 Valid

Variabel Bebas Kepemimpinan Subak (X2)

13 Pimpinan subak dapat memberikan penjelasan teknis tentang pertanian serta irigasi yang mudah dipahami dan sesuai dengan kemampuan petani

0.340 Valid

14 Pimpinan subak secara aktif memantau perkembangan organisasi subak


(47)

15 Pimpinan subak dapat mengayomi anggotanya sehingga tidak terjadi persengketaan atau perselisihan dalam organisasi

0.728 Valid

16 Anggota subak dapat bersemangat dalam memajukan usaha taninya karena dimotivasi oleh pimpinan subak

0.703 Valid

17 Pimpinan subak dapat memberikan inovasi-inovasi baru dalam pertanian yang dapat membantu meningkatkan kinerja petani

0.606 Valid

18 Pimpinan subak mampu menampung berbagai aspirasi dari anggota serta mau mendengarkan berbagai pendapat sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik

0.707 Valid

No Variabel Koefisien Alpha Keterangan

1 Pemeliharaan Bangunan Air Pada Jaringan Irigasi

Tersier (Y)

0.729 Reliabel

2 Pengetahuan Petani (X1) 0.619 Reliabel

3 Kepemimpinan Subak (X2)


(48)

Dari hasil analisis frekuensi jawaban responden terhadap beberapa indikator instrumen penelitian dapat seperti pada lampiran 6.

5.2. Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda

Dari persamaan regresi linier berganda yang diperoleh dari hasil olah data seperti pada lampiran 5 didapat bentuk persamaan regresi sebagai berikut , Y = 0.824 + 0.656X1 + 0.283X2 maka dapat diinterpretasikan bahwa semua variabel bebas yaitu pengetahuan petani dan kepemimpinan subak mempunyai pengaruh terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier dengan besarnya pengaruh yang berbeda-beda. Besarnya koefisien dari variabel pengetahuan petani dalam mempengaruhi Pemeliharaan Bangunan Air Pada Jaringan Irigasi Tersier adalah 0.656 sedangkan besarnya koefisien dari variabel kepemimpinan subak dalam mempengaruhi Pemeliharaan Bangunan Air Pada Jaringan Irigasi Tersier adalah 0.283. Dapat disimpulkan bahwa faktor pengetahuan petani mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap Pemeliharaan Bangunan Air Pada Jaringan Irigasi Tersier daripada faktor kepemimpinan subak

5.3. Uji Ketepatan Model Secara Simultan

Pengujian secara simultan menggunakan uji - f. Analisis uji - f pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Hipotesis awal yang digunakan adalah H0 :  0 yang artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat serta Hi :  0 yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan f hitung dengan f tabel. Apabila f hitung > f tabel maka H0 ditolak dan Hi diterima demikian sebaliknya.


(49)

Diperoleh : f hitung = 50.126

f tabel = df untuk pembilang : 3 (jumlah variabel) ; df untuk penyebut = 70 (jumlah sampel), diperoleh f tabel = 2.74

f hitung > f tabel (berpengaruh signifikan secara simultan

Gambar 1. Pengujian pengaruh simultan variabel pengetahuan petani dan kepemimpinan subak terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier

5.4 Uji Ketepatan Model Secara Parsial

Pengujian secara parsial menggunakan uji - t. Analisis uji - t menunjukkan apakah variabel bebas secara parsial atau individual memberikan pengaruh terhadap variabel terikat. Dengan dilakukan uji - t ini akan dapat diketahui apakah variabel pengetahuan petani dan variabel kepemimpinan subak berpengaruh terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier. Hipotesis awal yang digunakan adalah H0 : 1,20 yang artinya tidak ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat serta Hi : 1,20 yang artinya ada pengaruh positif yang signifikan secara parsial dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat.

Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel. Apabila t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan Hi diterima, dan sebaliknya.

t tabel diperoleh : α = 0.05 ; df = 70-2 =68 t tabel = 1.66757

fhitung =50.126


(50)

No Variabel Bebas t - hitung t - tabel Probabilitas 1 Pengetahuan

Petani

7.96300 1.66757 0.000

2 Kepemimpinan Subak

3.32600 1.66757 0.001

Berdasarkan hasil uji - t dinyatakan bahwa faktor pengetahuan petani dan faktor kepemimpinan subak masing-masing berpengaruh signifikan terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier. Hal ini dibuktikan dengan nilai t hitung > t tabel sehingga H0 ditolak.

Gambar 2. Pengujian pengaruh parsial variabel pengetahuan petani terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier

Gambar 3. Pengujian pengaruh parsial variabel kepemimpinan subak terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier

Daerah Penerimaan H0

t tabel = 1.66757

t hitung = 7.96300

Daerah Penolakan H0

Daerah Penerimaan H0

t tabel = 1.66757

Daerah Penolakan H0


(51)

5.5. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari tabel pengujian regresi linier berganda dapat diketahui bahwa koefisien determinasi sebesar 0.686. Hal ini menunjukkan bahwa 68.6% dari variasi yang terjadi didalam variabel pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier secara bersama-sama dipengaruhi oleh variabel pengetahuan petani dan variabel kepemimpinan subak. Sedangkan sisanya sebesar 31.4% dipengaruhi oleh faktor diluar faktor-faktor tersebut.


(52)

BAB VI PENUTUP

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengujian pengaruh simultan variabel pengetahuan petani dan kepemimpinan subak terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier, diperoleh hasil nilai F hitung (50,126) > dari F tabel (2,74) berarti baik pengetahuan petani maupun kepemimpinan subak secara bersamaan sangat berpengaruh terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier.

2. Berdasarkan hasil uji parsial (hasil uji – t) dinyatakan bahwa faktor pengetahuan petani berpengaruh secara signifikan terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier, seperti hasil yang diperoleh nilai t hitung 7,96300 > nilai t tabel (1,66757)

3. Berdasarkan hasil uji parsial (hasil uji – t) dinyatakan bahwa faktor kepemimpinan subak berpengaruh secara signifikan terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier, seperti hasil yang diperoleh nilai t hitung 3,32600 > nilai t tabel (1,66757)

6.2Saran

1. Dari hasil analisis yang diperoleh perlu dilakukan analisis berupa penelitian lanjutan dengan menambahkan beberapa faktor lainya seperti Pengetahuan petani tentang pemahaman sistim irigasi teknis, sikap petani terhadap alih fungsi lahan dll. Hal ini dimaksudkan untuk dapat menjaga kelestarian sistim irigasi tradisional (Subak) di masa yang akan datang. 2. Perlu dipertimbangkan bagi instansi terkait untuk memberikan perhatian

yang lebih khususnya dalam pemberdayaan terhadap petani hal ini dimaksudkan untuk dapat menjaga kelestarian sistim irigasi tradisional (Subak) di masa yang akan datang.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Kota Denpasar, Rencana Induk (Master Plan) Jaringan Irigasi Dan Drainase Kota Denpasar 2002-2007-08-21

Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Tahun 2007, Pedoman Dan Kriteria Penelitian Subak Provinsi Bali.

Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Pengairan.1997. Pedoman Umum Operasi Dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi .

Dinas Pertanian Dan Kelautan Kota Denpasar. 2006. Laporan Statistik Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura .

Dinas Pertanian Dan Kelautan Kota Denpasar. 2006. Laporan Inventarisasi Lahan Sawah di Kota Denpasar

Karwan. A. Salikin. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan, Kanisius, Yogyakarta. Lerbin. R. Aritonang.R. 2005. Kepuasan Pelanggan, Pengukuran Dan

Penganalisaan Dengan SPSS, Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Mudrajat Kuncoro. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi.

Pitana I Gede Dan Setiawan I Gede. 2005. Revitalisasi Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi, Andi Yogyakarta

Pitana I Gede.1993. Sistem Irigasi Tradisional Di Bali, Upada Sastra Denpasar. Robert. J. Kodoatie dan Roestam Sjarief. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air

Terpadu, Andi Yogyakarta.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta Bandung.

Sumarta I Ketut.1992. Subak Inspirasi Manajemen Pembangunan Pertanian, Cita Budaya.

Triantoro Safaria. 2004. Kepemimpinan, Graha Ilmu Yogyakarta.

Trie M Sunaryo. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air, Bayumedia Publishing, Malang

Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air.


(54)

LAMPIRAN:

1. Jadwal Penelitian

No Uraian Waktu Pelaksaksanaan Penelitian Tahun 2014

Juni Juli Agustus September

1 Persiapan

2 Survai Lapangan 3 Analisis Data 4 Pembuatan Laporan 5 Penyerahan Laporan

Bukit Jimbaran, Mei 2014

Ketua Tim Peneliti

( Ir. I Ketut Suputra, MT ) NIP: 195408171986011001


(55)

2. Personalia Penelitian

Tim Peneliti : Dosen :

Ketua Tim Peneliti

Nama : Ir.I Ketut Suputra, MT.

Golongan Pangkat dan NIP : IV/a, NIP.195408171986011001 Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

Jabatan Struktural : -

Bidang Keahlian : Hidro(Hidrologi dan Hidrolika)

Anggota Tim Peneliti

1. Nama : Prof. Ir. I Nyoman Norken, SU, Ph.D Golongan Pangkat dan NIP : IV.d/195308191980031004

Jabatan Fungsional : Guru Besar Madya Jabatan Struktural : -

Bidang Keahlian : Hidro (Sumber Daya Air) 2. Nama : Ir. IBN Purbawijaya, MSi

Golongan Pangkat dan NIP : IV/a, NIP.196004171986011001 Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

Jabatan Struktural : -

Bidang Keahlian : Hidro (Irigasi)

3. Nama Mahasiswa : Kadek Dedy Sudiatmika NIM :

4. Nama Mahasiswa : Nanda Angga Parahita NIM :


(56)

3. Rencana Biaya Penelitian

Biaya Penelitian Terdiri Dari :

a Honorarium Tim Peneliti (max 30% dari total biaya Rp 10.000.000,00)

Nilai (Rp)

Ketua Tim Peneliti 800.000,00

Anggota Tim Peneliti 600.000,00

Anggota Tim Peneliti 600.000,00

Mahasiswa 1 400.000,00

Mahasiswa 2 400.000,00

Jumlah 2.800.000,00

b Biaya Operasional

Usulan Penelitian 600.000,00

Pembuatan Dan Penyebaran Kuesioner 3.500.000,00

Transportasi 1.500.000,00

Pengolahan Dan Analisa Data 800.000,00

c Laporan Penelitian 800.000,00

Jumlah 7.200.000,00 Total 10.000.000,00

Bukit Jimbaran, Mei 2014

Ketua Tim Peneliti

( Ir. I Ketut Suputra,MT ) NIP : 195408171986011001


(57)

Lampiran 4

Correlations

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y

Y1 Pearson Correlation 1 .290* .270* .508** .413** .270* .701**

Sig. (2-tailed) .015 .024 .000 .000 .024 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y2 Pearson Correlation .290* 1 .360** .382** .324** -.005 .589**

Sig. (2-tailed) .015 .002 .001 .006 .969 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y3 Pearson Correlation .270* .360** 1 .303* .454** .088 .617**

Sig. (2-tailed) .024 .002 .011 .000 .468 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y4 Pearson Correlation .508** .382** .303* 1 .441** .315** .757**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .011 .000 .008 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y5 Pearson Correlation .413** .324** .454** .441** 1 .268* .738**

Sig. (2-tailed) .000 .006 .000 .000 .025 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y6 Pearson Correlation .270* -.005 .088 .315** .268* 1 .517**

Sig. (2-tailed) .024 .969 .468 .008 .025 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y Pearson Correlation .701** .589** .617** .757** .738** .517** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70


(58)

Correlations

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y

Y1 Pearson Correlation 1 .290* .270* .508** .413** .270* .701**

Sig. (2-tailed) .015 .024 .000 .000 .024 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y2 Pearson Correlation .290* 1 .360** .382** .324** -.005 .589**

Sig. (2-tailed) .015 .002 .001 .006 .969 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y3 Pearson Correlation .270* .360** 1 .303* .454** .088 .617**

Sig. (2-tailed) .024 .002 .011 .000 .468 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y4 Pearson Correlation .508** .382** .303* 1 .441** .315** .757**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .011 .000 .008 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y5 Pearson Correlation .413** .324** .454** .441** 1 .268* .738**

Sig. (2-tailed) .000 .006 .000 .000 .025 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y6 Pearson Correlation .270* -.005 .088 .315** .268* 1 .517**

Sig. (2-tailed) .024 .969 .468 .008 .025 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

Y Pearson Correlation .701** .589** .617** .757** .738** .517** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(59)

b) Variabel Bebas X1

Correlations

X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1

X1.1 Pearson Correlation 1 .108 .051 .181 .110 .120 .449**

Sig. (2-tailed) .374 .678 .134 .365 .324 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X1.2 Pearson Correlation .108 1 .358** .280* .312** .066 .597**

Sig. (2-tailed) .374 .002 .019 .009 .589 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X1.3 Pearson Correlation .051 .358** 1 .427** .532** .135 .704**

Sig. (2-tailed) .678 .002 .000 .000 .266 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X1.4 Pearson Correlation .181 .280* .427** 1 .246* .067 .620**

Sig. (2-tailed) .134 .019 .000 .040 .579 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X1.5 Pearson Correlation .110 .312** .532** .246* 1 .238* .688**

Sig. (2-tailed) .365 .009 .000 .040 .047 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X1.6 Pearson Correlation .120 .066 .135 .067 .238* 1 .472**

Sig. (2-tailed) .324 .589 .266 .579 .047 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X1 Pearson Correlation .449** .597** .704** .620** .688** .472** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(60)

c) Variabel Bebas X2

Correlations

X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2

X2.1 Pearson Correlation 1 .089 .042 .053 -.074 .016 .340**

Sig. (2-tailed) .464 .730 .664 .544 .896 .004

N 70 70 70 70 70 70 70

X2.2 Pearson Correlation .089 1 .258* .144 .144 .231 .538**

Sig. (2-tailed) .464 .031 .235 .233 .055 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X2.3 Pearson Correlation .042 .258* 1 .559** .383** .457** .728**

Sig. (2-tailed) .730 .031 .000 .001 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X2.4 Pearson Correlation .053 .144 .559** 1 .366** .485** .703**

Sig. (2-tailed) .664 .235 .000 .002 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X2.5 Pearson Correlation -.074 .144 .383** .366** 1 .425** .606**

Sig. (2-tailed) .544 .233 .001 .002 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X2.6 Pearson Correlation .016 .231 .457** .485** .425** 1 .707**

Sig. (2-tailed) .896 .055 .000 .000 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X2 Pearson Correlation .340** .538** .728** .703** .606** .707** 1

Sig. (2-tailed) .004 .000 .000 .000 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(61)

Lampiran 5

Variables Entered/Removed

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 Kepemimpinan Subak, Pengetahuan

Petania

. Enter

a. All requested variables entered.

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) .824 .260 3.167 .002

PengetahuanPetani .656 .082 .647 7.963 .000

KepemimpinanSubak .283 .085 .270 3.326 .001

a. Dependent Variable: PemeliharaanBangunanAirPadaJaringanIrigasiTersier

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .774a .686 .587 .343001

a. Predictors: (Constant), KepemimpinanSubak, PengetahuanPetani

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 11.795 2 5.897 50.126 .000a

Residual 7.883 67 .118

Total 19.677 69

a. Predictors: (Constant), KepemimpinanSubak, PengetahuanPetani


(62)

Lampiran 6

Pimpinan subak dapat memberikan penjelasan teknis tentang pertanian serta irigasi yang mudah dipahami dan sesuai dengan kemampuan petani

No Jawaban Responden Jumlah

1 1 (sangat tidak

setuju) 8

2 2 ( tidak setuju) 17

3 3 (setuju) 22

4 4 (sangat setuju) 23

Total 70

Pimpinan subak secara aktif memantau perkembangan organisasi subak

No Jawaban Responden Jumlah

1 1 (sangat tidak

setuju) 16

2 2 ( tidak setuju) 21

3 3 (setuju) 16

4 4 (sangat setuju) 17


(63)

Pimpinan subak dapat mengayomi anggotanya sehingga tidak terjadi persengketaan atau perselisihan dalam organisasi

No Jawaban Responden Jumlah

1 1 (sangat tidak

setuju) 0

2 2 ( tidak setuju) 20

3 3 (setuju) 49

4 4 (sangat setuju) 1


(64)

Anggota subak dapat bersemangat dalam memajukan usaha taninya karena dimotivasi oleh pimpinan subak

No Jawaban Responden Jumlah

1 1 (sangat tidak

setuju) 2

2 2 ( tidak setuju) 16

3 3 (setuju) 50

4 4 (sangat setuju) 2


(65)

(1)

c) Variabel Bebas X2

Correlations

X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2

X2.1 Pearson Correlation 1 .089 .042 .053 -.074 .016 .340**

Sig. (2-tailed) .464 .730 .664 .544 .896 .004

N 70 70 70 70 70 70 70

X2.2 Pearson Correlation .089 1 .258* .144 .144 .231 .538**

Sig. (2-tailed) .464 .031 .235 .233 .055 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X2.3 Pearson Correlation .042 .258* 1 .559** .383** .457** .728**

Sig. (2-tailed) .730 .031 .000 .001 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X2.4 Pearson Correlation .053 .144 .559** 1 .366** .485** .703**

Sig. (2-tailed) .664 .235 .000 .002 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X2.5 Pearson Correlation -.074 .144 .383** .366** 1 .425** .606**

Sig. (2-tailed) .544 .233 .001 .002 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X2.6 Pearson Correlation .016 .231 .457** .485** .425** 1 .707**

Sig. (2-tailed) .896 .055 .000 .000 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

X2 Pearson Correlation .340** .538** .728** .703** .606** .707** 1

Sig. (2-tailed) .004 .000 .000 .000 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(2)

Lampiran 5

Variables Entered/Removed

Model Variables Entered Variables Removed Method 1 Kepemimpinan Subak, Pengetahuan

Petania

. Enter

a. All requested variables entered.

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) .824 .260 3.167 .002

PengetahuanPetani .656 .082 .647 7.963 .000

KepemimpinanSubak .283 .085 .270 3.326 .001

a. Dependent Variable: PemeliharaanBangunanAirPadaJaringanIrigasiTersier

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .774a .686 .587 .343001

a. Predictors: (Constant), KepemimpinanSubak, PengetahuanPetani

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 11.795 2 5.897 50.126 .000a

Residual 7.883 67 .118

Total 19.677 69

a. Predictors: (Constant), KepemimpinanSubak, PengetahuanPetani


(3)

Lampiran 6

Pimpinan subak dapat memberikan penjelasan teknis tentang pertanian serta

irigasi yang mudah dipahami dan sesuai dengan kemampuan petani

No

Jawaban Responden

Jumlah

1

1 (sangat tidak

setuju)

8

2

2 ( tidak setuju)

17

3

3 (setuju)

22

4

4 (sangat setuju)

23

Total

70

Pimpinan subak secara aktif memantau perkembangan organisasi subak

No

Jawaban Responden

Jumlah

1

1 (sangat tidak

setuju)

16

2

2 ( tidak setuju)

21

3

3 (setuju)

16

4

4 (sangat setuju)

17


(4)

Pimpinan subak dapat mengayomi anggotanya sehingga tidak terjadi

persengketaan atau perselisihan dalam organisasi

No

Jawaban Responden

Jumlah

1

1 (sangat tidak

setuju)

0

2

2 ( tidak setuju)

20

3

3 (setuju)

49

4

4 (sangat setuju)

1


(5)

Anggota subak dapat bersemangat dalam memajukan usaha taninya karena

dimotivasi oleh pimpinan subak

No

Jawaban Responden

Jumlah

1

1 (sangat tidak

setuju)

2

2

2 ( tidak setuju)

16

3

3 (setuju)

50

4

4 (sangat setuju)

2


(6)