PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA :Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

(1)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika

Oleh Wulandari

0700319

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2014

Problem-Based Learning untuk

Meningkatkan Kemampuan Koneksi

Matematis Siswa SMA

Oleh Wulandari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Wulandari 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


(3)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(4)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Wulandari (0700319)

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa sekolah menengah. Problem-Based Learning (PBL) yaitu pembelajaran yang dimulai dari penyajian masalah atau soal matematika. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan siswa pada proses menemukan solusi dari masalah yang diberikan dapat menstimulasi proses berpikir dan bernalar siswa, diantaranya merecall konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Secara logis, peningkatan kemampuan koneksi matematis dapat terjadi. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan Problem-Based Learning dibandingkan dengan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen desain kelompok kontrol non-ekuivalen dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 6 Bandung tahun ajaran 2012/2013 dengan sampel penelitiannya siswa kelas XI IPA 4 dan kelas XI IPA 5. Data penelitian diperoleh dari hasil tes kemampuan koneksi matematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan Problem-Based Learning secara signifikan lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori.


(5)

ii

ABSTRACT

Problem-Based Learning in order to Increase Mathematical Connection of Senior High Student

(Quasi-Experimental Research in second class student of SMAN 6 Bandung year 2012/2013)

Wulandari (0700319)

This research is motivated by the lack’s of student mathematical connection ability. Problem-Based Learning (PBL) is focused, experiential learning (minds-on, hands-on) organized around the investigation and resolution of messy, real-world problem. Student’s activities in resolution investigating process stimulate their thinking and reasoning, such as recalling previous concepts. Since logically that occurs mathematical connection, the purpose of this research is to examine the increasing of mathematical connection ability between students who learn by Problem-Based Learning and students who learn by expository method. This research used quasi-experimental methods with design non-equivalen control group and purposive sampling. The population is second class students of SMAN 6 Bandung year 2012/2013, while class XI IPA 4 and XI IPA 5 as sample. This research used mathematical connection test as instrument and the result tell that the increasing mathematical connection ability of students who learn by Problem-Based Learning better than the increasing mathematical connection ability of students who learn by expository method.


(6)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Definisi Operasional ... 6

BAB I KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Kemampuan Koneksi Matematis ... 7

B. Teori Konstruktivis ... 8

C. Problem Based Learning ... 9


(7)

vii


(8)

viii

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

A. Metode dan Desain Penelitian ... 17

B. Populasi dan Sampel ... 18

C. Variabel Penelitian ... 18

D. Instrumen Penelitian ... 19

1. Instrumen Pembelajaran ... 19

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 19

b. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 19

2. Instrumen Pengumpul Data (Tes) ... 19

a. Validitas ... 20

b. Reliabilitas ... 21

c. Daya Pembeda ... 22

d. Indeks Kesukaran ... 23

E. Prosedur Penelitian ... 24

F. Teknik Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Analisis Data ... 33

1. Analisis Data Hasil Tes Awal Kemampuan Koneksi Matematis Siswa (Pretes) ... 33

2. Analisis Data Hasil Tes Akhir Kemampuan Koneksi Matematis Siswa (Postes) ... 36

3. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa (Gain) ... 39


(9)

ix

B. Deskripsi Pembelajaran ... 44

1. Problem Based Learning ... 44

2. Metode Ekspositori ... 46

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 46

BAB V PENUTUP ... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 54


(10)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Validitas Tiap Butir Soal ... 21

Tabel 3.2 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 23

Tabel 3.3 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 24

Tabel 3.4 Analytic Scoring Scale ... 27

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Data Tes Awal Kemampuan Koneksi Matematis Siswa ... 33

Tabel 4.2 Data Uji Normalitas Skor Tes Awal ... 34

Tabel 4.3 Data Uji Perbedaan Ranking Rata-rata Tes Awal ... 35

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Data Tes Akhir Kemampuan Koneksi Matematis Siswa ... 36

Tabel 4.5 Data Uji Normalitas Skor Tes Akhir ... 37

Tabel 4.6 Data Uji Homogenitas dan Uji t Skor Tes Akhir ... 38

Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Data Indeks Gain ... 40

Tabel 4.8 Data Uji Normalitas Indeks Gain ... 41


(11)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-1 ... 54

RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-2 ... 62

RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-3 ... 68

RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-4 ... 76

RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke-1 ... 84

RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke-2 ... 86

RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke-3 ... 88

RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke-4 ... 90

LAMPIRAN B (Instrumen Penelitian) Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 92

Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 94

Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 95

Lembar Kerja Siswa 1 ... 97

Lembar Kerja Siswa 2 ... 103

Lembar Kerja Siswa 3 ... 106


(12)

vii

LAMPIRAN C (Data Hasil Uji Coba Tes)

Data Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 114

Data Hasil Uji Coba Instrumen Tes dengan Urutan Skor ... 115

Kelas Unggul dan Kelas Bawah ... 116

Validitas Butir Soal ... 117

Reliabilatas Tes ... 118

Daya Pembeda ... 119

Indeks Kesukaran ... 119

Rekap Analisis Butir Soal ... 119

LAMPIRAN D (Hasil Penelitian) Lembar Observasi ... 120

Data Hasil Pretes, Postes, dan Indeks Gain Kelas Eksperimen ... 124

Data Hasil Pretes, Postes, dan Indeks Gain Kelas Kontrol ... 127

LAMPIRAN E (Hasil Uji Statistik) Hasil Uji Statistik Data Tes Awal Kemampuan Koneksi Matematis ... 130

Hasil Uji Statistik Data Tes Akhir Kemampuan Koneksi Matematis ... 131

Hasil Uji Statistik Data Gain Koneksi Matematis ... 132

LAMPIRAN F (Hasil Pembelajaran) Beberapa Jawaban Lembar Kerja Siswa ... 133


(13)

viii

Beberapa Jawaban Tes Awal Kemampuan Koneksi Matematis ... 145 Beberapa Jawaban Tes Akhir Kemampuan Koneksi Matematis ... 151

LAMPIRAN G (Surat-Surat Penelitian)

Surat Tugas Pembimbing ... 160 Surat Ijin Uji Instrumen dan Penelitian ... 161 Surat Telah Melaksanakan Penelitian ... 162


(14)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan di semua jenjang pendidikan. Hal ini dikarenakan pola pikir matematika itu sangat penting untuk membangun karakter individu di dalam kehidupannya, pada bidang apapun kompetensinya. Karakter siswa sangat penting untuk dibangun, oleh karena itu pembelajaran matematika di sekolah haruslah bermakna agar tujuan pola pikir dan karakter yang baik dapat tercapai. Pola pikir matematis merupakan esensi dari matematika, bukan hanya menguasai materi, terampil mengerjakan soal prosedural, menghafal rumus, atau menghitung cepat. Hal ini didukung oleh pernyataan National Research Council (Shadiq, 2008: 1) bahwa “mathematics is the key to opportunity”. Matematika menunjang untuk mengambil keputusan yang tepat. Oleh karena itu, pembelajaran matematika seharusnya diarahkan pada proses bernalar, menelusuri proses berpikir seperti yang dilakukan para matematikawan dahulu.

Tuntutan kurikulum yang sangat padat dengan 4 sampai 5 bab per semester sehingga tugas guru tidak hanya fokus pada ketercapaian materi, tetapi juga memfasilitasi siswa untuk dapat belajar matematika secara bermakna. Guru merupakan sosok inspirator bagi siswa yang mampu membekali gaya belajar yang mengarahkan siswa untuk belajar matematika secara mandiri dan bermakna. Sebab, menurut Torp dan Sage dalam Problem as Possibillities (1946: 23) bahwa

“information is shared, but knowledge is a personal construction of the learner,

discussion and challenge expose and test thinking”.

Menurut Ruseffendi (Rosjanuardi, 1992: 3) dengan dihafalnya materi pelajaran tanpa didasari pengertian yang baik, hasil-hasil yang diperoleh tidak akan bertahan lama. Itu artinya dalam pembelajaran tersebut siswa bukan memahami tetapi hanya mengingat materi. Menurut Hadi Susanto (Basral, 2008:


(15)

2

1), kebiasaan siswa menghafal itu diakibatkan karena dalam pembelajaran matematika di Indonesia kebanyakan pesan dari matematika itu tidak sampai. Akhirnya, belajar matematika lebih banyak bersifat hafalan, dan jika diminta menyelesaikan soal cenderung mengikuti pola di contoh yang sudah ada, sehingga kreativitas siswa tidak terasah dan siswa tidak dapat memahami konsep dengan baik. Enstein (Basral, 2008: 1) mengungkapkan “pure mathematics is, in its way,

the poetry of logical ideas”.

Tantangan lain adalah siswa sering menghindari belajar matematika. Lebih banyak siswa yang tidak menyukai pelajaran matematika. Siswa tidak tertarik mendengar kata trigonometri, logaritma, eksponen, dan topik-topik matematika yang lain. Padahal, setiap materi matematika dapat ditelusuri sejarahnya. Misalnya sejarah adanya konsep trigonometri. Pada masa Mesir kuno, Raja ingin mengukur tinggi pyramid. Thales, matematikawan kala itu mengemban tugas tersebut. Setelah cukup lama berpikir, Thales meletakkan tongkat di sebelah piramid, kemudian membandingkan panjang bayangan tongkat dengan panjang bayangan piramid. Thales kemudian memikirkan tentang konsep tangen, agar perhitungannya hanya bergantung pada sudut.

Pembelajaran matematika dengan cara memberi tahu, bukan membangun pikiran siswa untuk belajar memahami materi yang mereka pelajari mengakibatkan siswa menyimpan materi matematika di memori pendek mereka. Selain memperhatikan ketercapaian materi sesuai tuntutan kurikulum, siswa juga harus memperhatikan sejauh mana siswa memahami apa yang telah mereka pelajari. Siswa ditantang untuk tidak menerima begitu saja konsep-konsep yang disampaikan guru tanpa mampu mengaitkan satu konsep dengan konsep lain yang telah mereka pelajari, sehingga pola pikir siswa dapat berkembang.

Linda Zakarian (Torp dan Sage, 1964: 7) mengatakan “I’m teaching them (2nd class primary students) basic skills, but I’m giving them a reason”. Ini menunjukkan bahwa belajar bermakna memang harus dimulai sejak sedini mungkin. Siswa harus diarahkan untuk lebih banyak menggunakan pola bertanya “mengapa”.


(16)

3

“Proses menghafal yang dilakukan siswa mengandaikan bahwa ilmu pengetahuan hanya sebagai produk yang bersifat tetap. Ilmu pengetahuan diterima sebagai barang jadi yang ‘harus’ selalu diingat siswa. Padahal Milan Kundera mengatakan bahwa perjuangan yang paling berat adalah melawan lupa. Aspek menghafal memang membantu siswa untuk mendapatkan skor yang bagus, tetapi tidak menjamin siswa memahami dan mengerti apa yang dipelajarinya selama puluhan tahun”.

Perjuangan dalam berpikir itulah yang sangat berharga, pengalaman berpikir, sehingga dalam menjawab soal atau berargumen siswa mempunyai gaya sendiri, tidak terpaku pada contoh dari buku teks atau dari guru. Ketika pengalaman berpikir siswa kurang, itu akan membuat siswa sulit untuk memilah apa dan mana yang harus diingat, sedangkan ilmu pengetahuan itu berkembang, tidak stagnan.

Pembelajaran matematika yang tidak mengasah kemampuan berpikir siswa juga berakibat pada terhambatnya siswa untuk dapat belajar matematika secara utuh. Siswa mempelajari konsep-konsep matematika secara terpisah, tidak dapat memahami keterkaitan antarkonsep matematika. Seperti yang dinyatakan NCTM (2000: 64) bahwa ketika siswa mampu mengkoneksikan ide matematik, pemahamannya terhadap matematika menjadi lebih mendalam dan tahan lama. Itulah mengapa Cuoco (Sugiman, 2008: 6) mengatakan keindahan matematika terletak pada adanya keterkaitan dalam matematika itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Ruspiani (Yusmanita, 2012: 5) mengungkapkan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi matematis siswa sekolah menengah masih rendah, yaitu: sekitar 22,2% untuk koneksi matematis dengan pokok bahasan, 44,9% untuk koneksi matematis dengan bidang studi lain, dan 67,5% untuk koneksi matematis dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian yang dilakukan oleh Programme for International Student Assesment (Nimpuna, 2013: 4) juga menyebutkan bahwa 69% siswa Indonesia hanya mampu mengenali tema masalah tetapi tidak mampu menemukan keterkaitan antara tema masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Oleh karena itu, desain pembelajaran yang dapat menunjang pengembangan kompetensi koneksi diperlukan.

Desain pembelajaran yang menunjang pengembangan kompetensi koneksi adalah pembelajaran yang bergaya konstruktivis, karena dapat membangun


(17)

4

pikiran siswa. Seperti yang ditekankan David Perkins (Torp dan Sage, 1964: 31) bahwa “if students do not learn to think with the knowledge they are stockpiling, they might as well not have it”. Artinya, agar konsep-konsep yang telah dipelajari tertanam kuat di benak siswa, maka harus ada aktivitas yang membuat siswa berpikir dengan menggunakan konsep yang telah dipalajarinya itu.

Salah satu pembelajaran yang diharapkan dapat menunjang kemampuan koneksi matematis siswa yaitu dengan pembelajaran yang diawali penyajian masalah, yaitu Problem-Based Learning (PBL). Melalui PBL, dalam setiap pembelajaran matematika siswa diberikan masalah yang berkaitan dengan konsep matematika yang akan dipelajari, bertujuan untuk memberikan ruang gerak berpikir yang bebas kepada siswa untuk mencari konsep dan penyelesaian masalah yang terkait dengan materi yang diajarkan guru di sekolah. Hal ini akan melatih berpikir siswa dan memaksa siswa untuk me-recall dan menggunakan lagi materi-materi yang telah mereka pelajari. Torp dan Sage (1964: 30) mengungkapkan bahwa “PBL increases the probability that the learner will recall and apply what is stored in memory”.

Langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah matematika, diantaranya yaitu: mengindentifikasi informasi apa saja yang tersedia di soal, permasalahan apa yang harus diselesaikan, bagaimana strategi menyelesaikan masalah tersebut dengan mempertimbangkan informasi-informasi yang tersedia. Dalam proses inilah pola berpikir siswa diasah, siswa dituntut untuk dapat memilah milah informasi apa saja yang diperlukan dan konsep lain apa yang harus dikaitkan, yang akan membantu menyelesaikan masalah itu. Bagaimana mengaitkan satu informasi dengan informasi yang lain dan mengolahnya untuk sampai ke tujuan yang diinginkan. Selain itu, dalam menyelesaikan masalah, ketika siswa berpikir masalah tersebut merupakan masalah yang kompleks, guru membimbing untuk mengerjakan permasalahan serupa yang lebih sederhana. Akibatnya, secara logis dapat diprediksikan kemampuan koneksi siswa menjadi terasah. Filosofinya, pengalaman adalah guru yang paling baik. Seperti dalam kehidupan nyata, di balik masalah yang harus dihadapi terdapat banyak hikmah yang bisa dipetik.


(18)

5

Berdasarkan argumen-argumen tersebut di atas, apakah PBL dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa? Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang pembelajaran matematikanya menggunakan Problem-Based Learning (PBL) lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori?”

C. Batasan Masalah

Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers, untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang pembelajaran matematikanya menggunakan Problem-Based Learning (PBL) lebih baik dibandingkan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa yang akan meningkatkan pemahaman secara utuh konsep-konsep matematika.

2. Memberikan pengalaman baru bagi siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.


(19)

6

3. Menjadi masukan bagi pengembang kurikulum di sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika yang berfokus pada pengembangan pola pikir siswa.

F. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan di dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:

1. Kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan yang menjadi tujuan pembelajaran matematika. Koneksi matematis terjadi antar topik matematika sendiri atau antara matematika dengan disiplin ilmu lain maupun dengan kehidupan sehari-hari.

2. Problem-Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) merupakan pembelajaran yang diawali dengan penyajian masalah, dan pembelajaran berlangsung selama proses investigasi untuk menemukan jawaban.

3. Metode ekspositori adalah metode pembelajaran biasa yang berpusat pada guru sebagai pemberi informasi.


(20)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat. Perlakuan terhadap variabel bebas hasilnya dilihat pada variabel terikat. Perlakuan dalam penelitian ini adalah Problem-Based Learning, sedangkan aspek yang diukurnya adalah kemampuan koneksi matematis siswa SMA. Idealnya, penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik penelitian eksperimen. Akan tetapi, pengambilan sampel secara acak sulit dilakukan sebab siswa telah dikelompokkan di dalam kelas-kelas yang heterogen oleh pihak sekolah. Oleh karena itu, penelitian ini hanya dilakukan secara acak kelas, bukan secara acak siswa. Dengan demikian, metode yang digunakan adalah teknik kuasi eksperimen.

Penelitian kuasi eksperimen ini menggunakan desain kelompok kontrol non-ekuivalen. Menurut Russefendi (1994: 47), kelompok kontrol non-ekivalen tidak berbeda dengan kelompok kontrol pretes-postes, kecuali pada pengelompokkan subjek penelitian. Subjek penelitian pada kelompok kontrol ekuivalen tidak kelompokkan secara acak. Adapun desain kelompok kontrol non-ekuivalen pada penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Keterangan: 0 : Pretes/Postes

X1 : Pembelajaran menggunakan Problem-Based Learning

X2 : Pembelajaran menggunakan metode ekspositori

---- : Subjek tidak dikelompokkan secara acak

0 X1 0


(21)

18

Desain penelitian tersebut menunjukkan bahwa penelitian diawali dengan pemberian pretes (tes awal) terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol, kemudian setelah diberikan perlakuan pembelajaran yang berbeda di kedua kelas siswa diberikan postes (tes akhir). Perbedaan hasil pretes dan postes diasumsikan merupakan efek dari eksperimen.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 6 Bandung yang terdiri dari enam kelas, yaitu kelas XI-1 sampai dengan kelas XI-6 tahun ajaran 2012/2013 semester genap.

2. Sampel

Menurut Arikunto, sampel merupakan wakil dari populasi yang akan diteliti (Anen, 2012: 26). Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan cara purposive sampling, yaitu cara pengambilan subjek penelitian bukan berdasarkan strata, random atau daerah, tetapi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, pengambilan sampel tidak mungkin dapat dilakukan secara acak. Sekolah telah mengelompokkan siswa ke dalam 6 kelas sedemikian rupa sehingga setiap kelas memiliki karakteristik yang hampir sama. Peneliti diberikan dua kelas untuk dijadikan sampel yang dapat mewakili populasi, yaitu kelas XI-4 dan XI-5. Kelas XI-5 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI-4 sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapat perlakuan berupa pembelajaran Problem-Based Learning, sedangkan kelas kontrol pembelajarannya dengan metode ekspositori.

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran Problem-Based Learning, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan koneksi matematis siswa SMA.


(22)

19

D. Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen yang terdiri dari instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data.

1. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran adalah instrumen yang dipakai ketika pembelajaran berlangsung. Instrumen pembelajaran dalam penelitian ini terdiri atas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP merupakan langkah-langkah tertulis yang harus ditempuh guru dalam pembelajaran. Peneliti melaksanakan pembelajaran di dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penyusunan RPP untuk kelas eksperimen disesuaikan dengan pembelajaran Problem-Based Learning, sementara untuk kelas kontrol disesuaikan dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori. b. Lembar kerja siswa (LKS)

Lembar kerja siswa (LKS) hanya diberikan kepada kelas eksperimen. LKS dibuat berdasarkan pembelajaran Problem-Based Learning. LKS ini berisi langkah-langkah yang harus dilakukan siswa untuk memahami suatu konsep matematika dan hubungan antar konsep matematika pada materi fungsi komposisi dan fungsi invers.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari instrumen tes. Instrumen tes dalam penelitian ini berupa tes tertulis kemampuan koneksi matematis. Tes tertulis ini berupa soal-soal berbentuk uraian yang berkaitan dengan materi pelajaran. Tes tertulis yang digunakan adalah tes awal dan tes akhir. Tes awal diberikan untuk mengetahui kemampuan awal koneksi matematis


(23)

20

siswa sebelum perlakuan diterapkan. Tes akhir diberikan untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis siswa setelah dilakukan perlakuan pembelajaran.

Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe uraian. Peneliti menggunakan tes tipe uraian dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut: 1) Proses berpikir siswa dapat dilihat.

2) Letak kesalahan dan kesulitan siswa dapat dilihat

3) Tidak terjadi bias hasil tes, karena tidak ada sistem tebak-tebakan atau untung-untungan yang sering terjadi pada soal tipe pilihan ganda.

Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu instrumen tersebut dikonsultasikan pada dosen pembimbing, kemudian instrumen tes diuji cobakan dan dianalisis setiap butir soalnya untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukarannya. Untuk analisis butir soal dilakukan dengan bantuan software AnatesV4 tipe uraian.

1) Validitas

Validitas tes merupakan ukuran yang menyatakan kesahihan suatu instrumen sehingga mampu mengukur apa yang hendak diukur. Uji validitas tes yang digunakan adalah uji validitas logis dan validitas empiris. Uji validitas logis, untuk mengetahui kesesuaian soal dengan indikator dilakukan penelaahan (judgement) terhadap butir-butir soal yang dipertimbangkan oleh dua orang dosen dan satu orang guru bidang studi. Sedangkan untuk validitas empiris soal ditentukan berdasarkan koefisien validitas dengan menggunakan uji statistik, yakni dengan teknik korelasi product-moment raw score, yaitu:

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑ Keterangan:

: Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y X : Skor tiap butir soal.

Y : Skor total tiap butir soal.

N : Jumlah siswa. (Suherman, 2003: 119)

rxy diartikan sebagai koefisien validitas. Menurut Guilford (Anen, 2012: 32) interpretasi nilai koefisien validitas dikategorikan sebagai berikut:


(24)

21

0,90  rxy  1,00 Validitas sangat tinggi 0,70  rxy < 0,90 Validitas tinggi 0,40  rxy < 0,70 Validitas cukup 0,20  rxy < 0,40 Validitas rendah

rxy < 0,20 Validitas sangat rendah

Setelah instrumen diuji cobakan dan dilakukan analisis data menggunakan software AnatesV4, diperoleh nilai koefisien validitas (rxy) sebesar 0,74 yang artinya keseluruhan butir soal memiliki validitas tinggi. Untuk validitas tiap butir soal disajikan pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1

Data Hasil Validitas Tiap Butir Soal No

Soal

Koefisien Validitas

Signifikansi Interpretasi

1 0,647 Signifikan Validitas Cukup

2 0,639 Signifikan Validitas Cukup

3 0,710 Sangat Signifikan Validitas Tinggi

4 0,775 Sangat Signifikan Validitas Tinggi

Hasil perhitungan validitas instrumen tes menggunakan software AnatesV4 dapat dilihat pada lampiran C (halaman 117).

2) Reliabilitas

Suherman (2003: 131) menyatakan bahwa reliabilitas suatu alat evaluasi dimaksudkan sebagai alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten). Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel apabila hasil evaluasi tersebut tidak berubah ketika digunakan untuk subjek yang berbeda. Alat evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes uraian, maka menurut Suherman (2003: 153) untuk mencari koefisien reliabilitas digunakan rumus Alpha.


(25)

22

Keterangan:

: Koefisien reliabilitas n : Banyaknya butir soal

: Jumlah varians skor tiap soal : Varians skor total

Menurut Guilford (Suherman, 2003: 139) interpretasi nilai koefisien reliabilitas dikategorikan sebagai berikut:

r 11  0,20 derajat reliabilitas sangat rendah 0,20  r 11 < 0,40 derajat reliabilitas rendah

0,40  r 11 < 0,70 derajat reliabilitas sedang 0,70  r 11 < 0,90 derajat reliabilitas tinggi 0,90  r 11  1,00 derajat reliabilitas sangat tinggi

Hasil perhitungan menggunakan Software AnatesV4, diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,66 yang artinya reliabilitas instrumen termasuk kategori sedang. Hasil perhitungan reliabilitas instrumen tes menggunakan software AnatesV4 dapat dilihat pada lampiran C (halaman 118).

3) Daya Pembeda

Galton (Suherman, 2003: 159) berasumsi bahwa suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata, dan bodoh karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari ketiga kelompok tersebut. Daya pembeda dari sebuah soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan siswa yang tidak dapat menjawab soal tersebut. Dengan kata lain daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara siswa berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Dalam panduan analisis butir soal yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional


(26)

23

(Anen, 2012: 32), untuk menentukan daya pembeda soal bentuk uraian digunakan rumus sebagai berikut:

Adapun klasifikasinya menurut Crocker dan Algina (Anen, 2012: 32) adalah sebagai berikut:

0,40 ‐ 1,00 soal diterima baik

0,30 ‐ 0,39 soal diterima tetapi perlu diperbaiki 0,20 ‐ 0,29 soal diperbaiki

0,19 ‐ 0,00 soal tidak dipakai/dibuang

Hasil perhitungan daya pembeda menggunakan software AnatesV4 beserta kategorinya disajikan dalam Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2

Data Hasil Daya Pembeda Tiap Butir Soal

No Soal Nilai Daya Pembeda (%) Interpretasi

1 31,11 Soal diperbaiki

2 21,11 Soal diperbaiki

3 66,67 Soal diterima baik

4 60,00 Soal diterima baik

Hasil perhitungan menggunakan software AnatesV4 dapat dilihat pada lampiran C (halaman 119).

4) Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran menyatakan derajat kesukaran sebuah soal. Untuk mencari indeks kesukaran berdasarkan panduan analisis soal dari Departemen Pendidikan Nasional (Anen, 2012: 33) menggunakan rumus sebagai berikut:

Klasifikasi Indeks Kesukaran soal sebagai berikut: 0,00 ‐ 0,30 soal tergolong sukar

0,31 ‐ 0,70 soal tergolong sedang 0,71 ‐ 1,00 soal tergolong mudah


(27)

24

Hasil perhitungan indeks kesukaran menggunakan software AnatesV4 beserta kategorinya disajikan dalam Tabel 3.3 berikut.


(28)

25

Tabel 3.3

Data Hasil Uji Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal

No Soal

Nilai Indeks Kesukaran (%)

Interpretasi

1 84,44 Mudah

2 52,78 Sedang

3 51,11 Sedang

4 30,00 Sukar

Hasil perhitungan menggunakan software AnatesV4 dapat dilihat pada lampiran C (halaman 119).

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan arahan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian dari awal sampai akhir. Peneliti membagi prosedur penelitian menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Ketiga tahap tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Beberapa langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah:

a. Melakukan kajian literatur untuk mengidentifikasi masalah yang akan diteliti

b. Hasil identifikasi dikonsultasikan dengan dosen pembimbing yang dituangkan dalam bentuk proposal penelitian

c. Proposal penelitian diseminarkan dan direvisi d. Menyusun instrumen penelitian

e. Uji coba instrumen tes dan dilakukan analisis butir soal f. Revisi instrumen tes apabila ada kekurangan

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah:

a. Penentuan sampel penelitian. Pemilihan sampel disesuaikan dengan materi penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian

b. Pemberian tes awal kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis awal siswa


(29)

26

c. Pelaksanaan pembelajaran problem based learning pada kelas eksperimen dan menggunakan metode ekspositori pada kelas kontrol d. Pemberian tes akhir kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk

mengetahui kemampuan koneksi matematis siswa setelah dilakukan pembelajaran

3. Tahap Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah: a. Pengolahan data hasil penelitian

Data yang diperoleh yaitu data kuantitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan bantuan software IBM SPSS Statistics 17.

b. Analisis data hasil penelitian

Data yang telah diolah kemudian dianalisis. Analisis dilakukan dengan melihat apakah hipotesis awal diterima atau ditolak

c. Penyimpulan hasil penelitian d. Penulisan laporan hasil penelitian.


(30)

27

Bagan 3.1 Prosedur Penelitian

Studi Pendahuluan Identifikasi masalah, rumusan, tujuan penelitian, studi literatur.

Penyusunan Instrumen Bahan ajar dan lembar tes

Analisis Hasil Uji Coba instrumen

Pemilihan Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Pretes

Pembelajaran Ekspositori

Problem Based Learning

Kesimpulan Analisis Data Pengumpulan Data

Postes


(31)

28

F. Teknik Analisis Data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan tes tertulis berupa tes kemampuan koneksi matematis. Data kuantitatif diperoleh dari tes kemampuan koneksi matematis yang sebelumnya dilakukan penskoran menggunakan Analytic Scoring Scale (Anen, 2012: 37) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4

Analytic Scoring Scale

Aspek Skor Uraian

Pemahaman Soal

0 Tidak ada usaha memahami soal

1 Salah interpretasi soal secara keseluruhan 2 Salah interpretasi soal pada sebagain besar soal 3 Salah interpretasi soal pada sebagain kecil soal 4 Interpretasi soal benar seluruhnya

Penyelesaian Soal

0 Tidak ada usaha

1 Perencanaan penyelesaian yang tidak sesuai

2 Sebagian prosedur benar, tetapi kebanyakan salah

3 Prosedur subtansial benar, tetapi masih terdapat

kesalahan

4 Prosedur penyelesaian tepat, tanpa ada kesalahan

aritmetika Menjawab

Soal

0 Tanpa jawaban atau jawaban salah akibat prosedur

penyelesaian yang tidak tepat

1 Salah komputasi, tidak ada pernyataan jawaban,

pelabelan salah

2 Penyelesaian benar

Analisis data menggunakan uji statistik perbedaan dua rata-rata. Analisis data tes dilakukan terhadap skor pretes, skor postes, dan indeks gain. Analisis data-data tersebut dilakukan untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis siswa awal, kemampuan koneksi matematis siswa setelah perlakukan pembelajaran, dan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kedua kelas. Kemudian, data analisis diperlukan untuk menentukan apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan Problem-Based Learning lebih baik atau tidak daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang menggunakan metode ekspositori.


(32)

29

Analisis data hasil tes kemampuan koneksi matematis siswa dilakukan secara kuantitatif dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 17. Langkah-langkah uji perbedaan dua rata-rata adalah sebagai berikut:

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang diperoleh berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Normalitas data diperlukan sebagai syarat uji-uji statistik berikutnya, dalam hal ini untuk menentukan pengujian perbedaan dua rata-rata yang akan diselidiki. Uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5% jika sampel lebih dari 30 siswa. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Data berdistribusi normal

H1 : Data berdistribusi tidak normal

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak artinya bahwa data berdistribusi tidak normal, sebaliknya jika

nilai signifikansi lebih besar atau sama dengan 0,05, maka H0 diterima artinya

data berdistribusi normal.

Apabila data berdistribusi normal, maka selanjutnya akan dilakukan uji homogenitas, sedangkan apabila salah satu atau keduanya berdistribusi tidak normal, maka dilakukan uji ranking rata-rata menggunakan uji statistik non-parametrik, yaitu dengan uji Mann-whitney.

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan jika data berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah varians data homogen atau tidak. Untuk uji homogenitas, digunakan uji Levene dengan taraf signifikansi 5%. Uji homogenitas dilakukan terhadap skor kelas eksperimen ( ) dan skor kelas kontrol ( ). Hipotesis ujinya sebagai berikut:

H0 : Varians data kedua kelompok homogen ( )

H1 : Varians data kedua kelompok tidak homogen ( )

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak artinya bahwa data tidak homogen, sebaliknya jika nilai


(33)

30

signifikansi lebih besar atau sama dengan 0,05, maka H0 diterima artinya data

homogen.

Apabila data berdistribusi normal dan homogen, uji perbedaan dua rata-rata akan dilakukan dengan uji t (equal variances assumed), sedangkan apabila data berdistribusi normal, tetapi tidak homogen, uji perbedaan dua rata-rata akan dilakukan dengan uji t’ (equal variances not assumed)

c. Uji perbedaan dua rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata untuk data pretes, postes, atau indeks gain yang normal dan homogen dilakukan dengan menggunakan uji t dengan taraf signifikansi 5%. Uji perbedaan dua rata-rata untuk data pretes, postes, atau indeks gain yang normal dan tidak homogen dilakukan dengan menggunakan uji dengan taraf signifikansi 5%. Sementara, untuk data pretes, postes, atau indeks gain yang tidak normal dilakukan uji ranking rata-rata menggunakan uji Mann-Whitney dengan taraf signifikansi 5%.

Hipotesis uji untuk uji perbedaan rata-rata skor pretes kelas eksperimen

( ) dan rata-rata skor pretes kelas kontrol ( ) sebagai berikut: H0 : Tidak terdapat perbedaan antara rata-rata skor pretes kelas

eksperimen dan kelas kontrol

H1 : Terdapat perbedaan antara rata-rata skor pretes kelas

eksperimen dan kelas kontrol

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak artinya bahwa terdapat perbedaan signifikan

antara rata-rata skor pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol, sebaliknya jika nilai signifikansi lebih besar atau sama dengan 0,05, maka H0

diterima artinya bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata skor pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(34)

31

Hipotesis uji untuk uji perbedaan rata-rata skor postes kelas eksperimen

( ) dan rata-rata skor postes kelas kontrol ( ) sebagai berikut: H0 : Kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan Problem-Based Learning sama dengan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori

.

H1 : Kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan Problem-Based Learning lebih baik daripada kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori .

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika , maka H0 ditolak

artinya kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan Problem-Based Learning lebih baik daripada kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori. Sebaliknya, jika , maka H0 diterima artinya kemampuan koneksi

matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan Problem-Based Learning sama dengan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori.

Hipotesis uji untuk uji perbedaan rata-rata indeks gain kelas eksperimen

( ) dan rata-rata indeks gain kelas kontrol ( ) sebagai berikut:

H0 : Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan Problem-Based Learning sama dengan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori .

H1 : Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan Problem-Based Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori .


(35)

32

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika , maka H0 ditolak

artinya peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan Problem-Based Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori, sebaliknya jika , maka H0 diterima artinya

peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya melalui Problem-Based Learning sama dengan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori.

Adapun skor peningkatan kemampuan koneksi matematis (indeks gain) diperoleh dengan rumusan menurut Meltzer (Anen, 2012: 41) sebagai berikut:

Kategori menurut Hake (Anen, 2012 : 42) sebagai berikut:

g < 0,3 Rendah 0,30  g < 0,7 Sedang g  0,7 Tinggi

Visualisasi resume pengolahan data pretes, postes, dan juga indeks gain disajikan dalam bagan 3.2.


(36)

33

Bagan 3.2 Alur Analisis Data

Homogen DATA

Tidak homogen Tidak normal

Normal

Uji Normalitas

Uji Mann Whitney

Uji Homogenitas

Uji

Uji t

Terdapat perbedaan rata-rata.

Tidak terdapat perbedaan rata-rata.

Nilai signifikansi


(37)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada BAB IV, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

“Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajaran

matematikanya menggunakan Problem-Based Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori”.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka penulis merekomendasikan hal-hal berikut:

1. Apabila akan menerapkan Problem-Based Learning, perlu diperhatikan pembuatan soal-soal yang sesuai dengan jenjang kognitif siswa.

2. Apabila akan menerapkan Problem-Based Learning, perlu diperhatikan juga dalam pembuatan LKS, bahasa yang digunakan harus yang mudah dipahami dan dicerna siswa.


(38)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Abqary, Q. (2011). Belajar atau Menghafal? [online]. Tersedia: http://blog.abqary.net/. [5 September 2012]

Anen. (2012). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Superitem. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Basral, A. N. (2008, 18 Mei). Kebangkitan Nasional Harus Dilakukan Setiap Hari. Koran Tempo [Online], halaman 8. Tersedia: http://koran.tempo.co. [5 Januari 2014]

National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM.

Nimpuna, A.S. (2013). Pembelajaran Menggunakan Teknik Solo/ Superitem untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Oktafiana, S. (2011). Pendekatan Konstruktivis dalam Belajar-Mengajar [online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/ [12 Agustus 2013]

Purniati, T. (___).Evaluasi Pembelajaran Matematika [online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ [15 Agustus 2012]

Purwanto, E. (2010). Komparasi Teori Belajar Behaviouristik dan Konstruktivistik. Tersedia: http://smansatase.sch.id/ [15 Februari 2014] Rosjanurdi, R. (1992). Kaitan Pendekatan Mengajar, Tahap Kognitif Siswa, dan

Hasil Belajar Matematika Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Ruseffendi. (1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Yogyakarta: Widyaiswara PPPG Matematika Yogyakarta.

_________. (2008). Untuk Apa Belajar Matematika?. Yogyakarta: P4TK Matematika.


(39)

53

Subagio. (2010). Implementasi Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Tersedia: www.pustaka.ut.ac.id. [15 Februari 2014]

Sugiman. (2008). Koneksi Matematik dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/. [5Januari 2014]

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-UPI Suryadi, D. (2006). Model Bahan Ajar dan Kerangka-Kerja Pedagogis

Matematika untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi.Tersedia: http://jurnal.upi.edu/[3 Mei 2013] ___________. (2009). Model Antisipasi dan Situasi Didaktis dalam Pembelajaran

Matematika Kombinatorik Berbasis Pendekatan Tidak Langsung. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/ [5 Januari 2014]

__________. (2010). Menciptakan Proses Belajar Aktif: Kajian dari Sudut Pandang Teori Belajar dan Teori Didaktik. Tersedia: http://didi-suryadi.staf.upi.edu/. [5Januari 2014]

Torp, L. dan Sage, S. (1964). Problem as Possibilities. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Trihadiyanti. (2003). Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia: a-research.upi.edu. [5Januari 2014]

Yulianti, K. (_).Menghubungkan Ide-ide Matematik melalui Kegiatan Pemecahan Masalah [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ [15 Februari 2014]

Yusmanita. (2012). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMA dengan Menggunakan Pendekatan Metakognitif. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(1)

31

Hipotesis uji untuk uji perbedaan rata-rata skor postes kelas eksperimen

( ) dan rata-rata skor postes kelas kontrol ( ) sebagai berikut: H0 : Kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan Problem-Based Learning sama dengan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori

.

H1 : Kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan Problem-Based Learning lebih baik daripada kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori .

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika , maka H0 ditolak

artinya kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan Problem-Based Learning lebih baik daripada kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori. Sebaliknya, jika , maka H0 diterima artinya kemampuan koneksi

matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan Problem-Based Learning sama dengan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori.

Hipotesis uji untuk uji perbedaan rata-rata indeks gain kelas eksperimen

( ) dan rata-rata indeks gain kelas kontrol ( ) sebagai berikut:

H0 : Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan Problem-Based Learning sama dengan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori .

H1 : Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan Problem-Based Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori .


(2)

32

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika , maka H0 ditolak

artinya peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan Problem-Based Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori, sebaliknya jika , maka H0 diterima artinya

peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya melalui Problem-Based Learning sama dengan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori.

Adapun skor peningkatan kemampuan koneksi matematis (indeks gain) diperoleh dengan rumusan menurut Meltzer (Anen, 2012: 41) sebagai berikut:

Kategori menurut Hake (Anen, 2012 : 42) sebagai berikut:

g < 0,3 Rendah 0,30  g < 0,7 Sedang g  0,7 Tinggi

Visualisasi resume pengolahan data pretes, postes, dan juga indeks gain disajikan dalam bagan 3.2.


(3)

33

Bagan 3.2 Alur Analisis Data Homogen

DATA

Tidak homogen Tidak normal

Normal Uji Normalitas

Uji Mann Whitney

Uji

Homogenitas Uji

Uji t

Terdapat perbedaan rata-rata.

Tidak terdapat perbedaan rata-rata. Nilai signifikansi


(4)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada BAB IV, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

“Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajaran

matematikanya menggunakan Problem-Based Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori”.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka penulis merekomendasikan hal-hal berikut:

1. Apabila akan menerapkan Problem-Based Learning, perlu diperhatikan pembuatan soal-soal yang sesuai dengan jenjang kognitif siswa.

2. Apabila akan menerapkan Problem-Based Learning, perlu diperhatikan juga dalam pembuatan LKS, bahasa yang digunakan harus yang mudah dipahami dan dicerna siswa.


(5)

Wulandari. 2014

PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Abqary, Q. (2011). Belajar atau Menghafal? [online]. Tersedia: http://blog.abqary.net/. [5 September 2012]

Anen. (2012). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Superitem. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Basral, A. N. (2008, 18 Mei). Kebangkitan Nasional Harus Dilakukan Setiap Hari. Koran Tempo [Online], halaman 8. Tersedia: http://koran.tempo.co. [5 Januari 2014]

National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM.

Nimpuna, A.S. (2013). Pembelajaran Menggunakan Teknik Solo/ Superitem untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Oktafiana, S. (2011). Pendekatan Konstruktivis dalam Belajar-Mengajar [online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/ [12 Agustus 2013]

Purniati, T. (___).Evaluasi Pembelajaran Matematika [online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ [15 Agustus 2012]

Purwanto, E. (2010). Komparasi Teori Belajar Behaviouristik dan Konstruktivistik. Tersedia: http://smansatase.sch.id/ [15 Februari 2014] Rosjanurdi, R. (1992). Kaitan Pendekatan Mengajar, Tahap Kognitif Siswa, dan

Hasil Belajar Matematika Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Ruseffendi. (1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Yogyakarta: Widyaiswara PPPG Matematika Yogyakarta.

_________. (2008). Untuk Apa Belajar Matematika?. Yogyakarta: P4TK Matematika.


(6)

53

Subagio. (2010). Implementasi Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Tersedia: www.pustaka.ut.ac.id. [15 Februari 2014]

Sugiman. (2008). Koneksi Matematik dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/. [5Januari 2014]

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-UPI Suryadi, D. (2006). Model Bahan Ajar dan Kerangka-Kerja Pedagogis

Matematika untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi.Tersedia: http://jurnal.upi.edu/[3 Mei 2013] ___________. (2009). Model Antisipasi dan Situasi Didaktis dalam Pembelajaran

Matematika Kombinatorik Berbasis Pendekatan Tidak Langsung. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/ [5 Januari 2014]

__________. (2010). Menciptakan Proses Belajar Aktif: Kajian dari Sudut Pandang Teori Belajar dan Teori Didaktik. Tersedia: http://didi-suryadi.staf.upi.edu/. [5Januari 2014]

Torp, L. dan Sage, S. (1964). Problem as Possibilities. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Trihadiyanti. (2003). Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia: a-research.upi.edu. [5Januari 2014]

Yulianti, K. (_).Menghubungkan Ide-ide Matematik melalui Kegiatan Pemecahan Masalah [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ [15 Februari 2014]

Yusmanita. (2012). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMA dengan Menggunakan Pendekatan Metakognitif. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DAN PENGUASAAN KONSEPSISTEM KOLOID (PTK Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Bandar Lampung 2010-2011)

0 5 49

PENGARUH PENGGUNAAN TEHNIK PENCATATAN MIND MAPPING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 2 Metro Semester Genap Tahun Ajaran 2012/2013)

0 13 61

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM PEREDARAN DARAH (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMA Negeri 7 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 56

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1Sekampung Udik Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 9 56

ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMA Negeri 2 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2014/2015)

1 11 61

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

1 14 60

PENGARUH ACTIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGELOLAAN LINGKUGAN (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Talangpadang Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 8 56

PENGARUH ACTIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL (Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 1 Pagelaran Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 3 53

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI SISTEM PERTAHANAN TUBUH (Kuasi Eksperimen pada Siswa SMA Negeri 1 Kalianda Kelas XI Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 23 68

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA

0 0 11