Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar T2 942015009 BAB II

(1)

13 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Deskripsi Teoretik

2.1.1 Modul

Modul adalah materi pelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis, sehingga pembaca dapat menggunakannya secara mandiri (Daryanto, 2013). Menurut Dikmenjur (2004) Penyusunan modul memiliki tujuan sebagai berikut: (a) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan pembelajaran; (b) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, baik peserta pelatihan maupun instruktur; (c) Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi; (d) Dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi dan gairah belajar peserta pelatihan; (e) Dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan peserta pelatihan dalam interaksinya dengan lingkungan; (f) Dapat digunakan untuk belajar mandiri sesuai kemampuan dan minat peserta pelatihan; (g) Dapat digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri. Dari beberapa tujuan penyusunan modul tersebut, diharapkan modul dapat menjadi media yang tepat dalam pelatihan, sehingga kebutuhan pembelajar dapat terpenuhi sesuai minat dan kemampuan. Penyusunan modul bertujuan agar dapat mengembangkan kemampuan peserta pelatihan.


(2)

14

Menurut Daryanto (2013), modul memiliki beberapa karakteristik antara lain: a) Self instruction: yaitu peserta dimungkinkan dapat belajar secara mandiri melalui modul; b) Self contained: apabila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan tertuang dalam modul tersebut; c) Stand alone: modul tidak tergantung dengan media lain, atau tidak digunakan bersama-sama dengan media lain; d) Adaptif: modul memiliki penyesuaian yang tinggi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; e) User friendly: modul dirancang untuk dapat membantu pengguna, sehingga pengguna dapat merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan dalam kemudahan. Karakter-karakter modul inilah yang nantinya menjadi perhatian penulis dalam menyusun modul sehingga dapat menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi dalam pelatihan. Sebuah modul setidaknya berisi tiga hal utama, Pendahuluan, Isi dari modul, dan Penutup. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam mengembangkan sebuah modul adalah membuat rancangan modul. Rancangan ini berfungsi sebagai petunjuk yang menjadi dasar dalam memulai pembuatan modul.

2.1.1.1 Prosedur Pengembangan Modul

Dalam bukunya, Daryanto (2013) mengatakan bahwa modul disusun dalam satu kerangka yang utuh


(3)

15

dan sistematis, dimana modul harus berdasarkan prinsip-prinsip pengambangan suatu modul antara lain; analisis kebutuhan, pengembangan modul, desain modul, implementasi, penilaian, evaluasi dan validasi, serta jaminan kualitas. Selain prinsip, ada tahapan yang harus dilalui dalam penyusunan modul, yaitu menetapkan strategi pembelajaran dan media, memproduksi modul, dan juga mengembangkan peringkat penilaian. Dalam penelitian ini, modul akan dikemas menggunakan sistematika seperti yang diungkapkan menurut Daryanto (2013). Kerangka modul tersebut disusun sebagai berikut:

Kata Pengantar

Berisi tentang fungsi modul dalam proses pembelajaran.

Daftar Isi

Berisi tentang outline modul dan dilengkapi dengan nomor halaman.

Peta Kompetensi

Berisi diagram pencapaian kompetensi bagi pengguna modul.

Glosarium

Berisi tentang arti dari setiap istilah, kata-kata sulit maupun kata-kata asing, dan disusun menurut abjad.

I. PENDAHULUAN


(4)

16

Berisi tentang kompetensi dasar yang akan digunakan sebagai standard dalam keseluruhan pembelajaran.

B. Deskripsi

Berisi penjelasan singkat tentang nama dan ruang lingkup isi modul. Hasil belajar yang akan dicapai setelah menyelesaikan pembelajaran menggunakan modul serta manfaat kompetensi dalam pembelajaran juga dipaparkan dalam deskripsi singkat ini.

C. Petunjuk Penggunaan Modul

Memuat panduan tata cara menggunakan modul, yaitu:

a. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mempelajari modul secara benar b. Perlengkapan, seperti sarana dan

prasarana, serta fasilitas yang harus dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran modul.

D. Tujuan Akhir

Pernyataan tujuan akhir yang hendak dicapai peserta setelah menyelesaikan pembelajaran suatu modul. Tujuan akhir ini harus memuat:

1. Kinerja yang diharapkan 2. Kriteria keberhasilan


(5)

17 II. PEMBELAJARAN

A. Pembelajaran 1: 1. Tujuan

Berisi tentang kemampuan yang harus dikuasai pengguna modul untuk satu kesatuan kegiatan pembelajaran modul.

2. Uraian Materi

Berisi tentang uraian pengetahuan/ konsep/ prinsip tentang Pembelajaran 1.

3. Tugas

Berisi instruksi tugas yang bertujuan untuk penguatan pemahaman terhadap pengetahuan/ konsep/ prinsip tentang Pembelajaran 1. Bentuk tugasnya berupa latihan-latihan.

4. Evaluasi

Berisi tugas-tugas yang dapat dipraktekkan sebagai bahan evaluasi, untuk mengetahui sejauh mana penguasaan pembelajaran yang telah dicapai. Hal ini akan digunakan sebagai dasar untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran berikutnya.


(6)

18 III. EVALUASI

Teknik dan metode evaluasi serta tugas-tugas yang diberikan harus disesuaikan dengan indikator keberhasilan yang diacu.

Daftar Pustaka

Berisi daftar referensi yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan modul.

Berdasarkan analisis kebutuhan guru di SD Negeri Kroyo 1 Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen, maka dalam penyusunan modul ini, penulis akan memasukkan dua jenis materi pembelajaran, yaitu pengenalan aplikasi Microsoft Power Point dan pemanfaatan internet.

2.1.1.2 Pemanfaatan Internet

Menurut Budi Sutedjo Dharma Oetomo, Ester Wibowo (2007:117) yang dikutip oleh Rivai & Sukadi (2013), Internet merupakan sekumpulan jaringan yang terhubung satu dengan lainya, dimana jaringan menjadikan sambungan menuju global informasi. Darmawan (2012:267) mengatakan bahwa Internet merupakan jaringan komunikasi secara elektronik yang mampu membawa informasi dari satu tempat ke tempat yang lain melalui perantara relay satelit yang mampu mengitari dunia. Jika dilihat dari manfaatnya, internet memiliki kemampuan mengirim dan menerima


(7)

19

informasi dengan sangat cepat, bahkan mampu mengelilingi dunia dalam waktu yang singkat. Dengan internet, siapapun dapat mengakses informasi untuk setiap jenis kebutuhan, karena internet menawarkan kecepatan dan kemudahan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, yang memungkinkan untuk mengakses informasi kapanpun dan dimanapun. Maka dengan adanya internet ini diharapkan dapat membantu dalam pencarian informasi yang dibutuhkan oleh tenaga pendidik di SD Negeri Kroyo 1 Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen.

2.1.1.3 Presentasi Power Point

Menurut Sanaky (2009:127), Microsoft Power Point adalah program aplikasi presentasi yang berada dibawah naungan Microsoft Office, yang dapat menampilkan pesan ke layar dengan bantuan LCD Proyektor. Sedangkan Power Point menurut Nurseto (2011) adalah salah satu perangkat lunak (software) yang dirancang khusus untuk mampu menampilkan presentasi dengan menarik, mudah dalam pembuatan maupun penggunaan dan memiliki harga yang murah dan dapat dijangkau, karena hanya membutuhkan alat untuk menyimpan data yang biasa disebut data storage. Dengan adanya sarana dan prasarana yang mendukung penggunaan Power Point seperti komputer, laptop, dan LCD Proyektor, maka diharapkan


(8)

20

penggunaan media presentasi Power Point ini dapat membantu merancang pembelajaran dan menampilkan dalam bentuk presentasi dihadapan peserta didik dengan lebih menarik.

Menurut Jonnes (2003), ada beberapa alasan menggunakan Power Point diantaranya adalah: (1) penggunaan Power Point yang tepat dapat meningkatkan pengalaman belajar mengajar baik bagi tenaga pendidik maupun peserta didik; (2) menggunakan Power Point dapat menjadi gaya mengajar tenaga pendidik yang pada akhirnya dapat memberi stimulus bagi peserta didik untuk belajar menggunakan media audiovisual; dan (3) materi pembelajaran dari Power Point berupa format file, sehingga materi dapat didistribusikan dan dimodifikasi dengan mudah. Dari beberapa manfaat penggunaan Power Point, dapat disimpulkan bahwa Power Point memberikan banyak keuntungan bagi guru dan siswa, yaitu dapat meningkatkan pengalaman belajar mengajar. Bagi guru yang kreatif, penggunaan Power Point dalam penyampaian materi pembelajaran menjadi gaya yang khas dalam proses pengajaran, sehingga hal ini dapat menjadi daya tarik yang dapat menangkap perhatian siswa dalam proses belajar mengajar. Bagi guru, penggunaan media presentasi Power Point dalam penyampaian materi pembelajaran memberikan kemudahan dalam penyusunan materi, sehingga dapat


(9)

21

dengan mudah dilakukan modifikasi maupun pemindahan file karena materi pembelajaran disimpan dalam bentuk file.

Sebaliknya, penggunaan Power Point juga memiliki beberapa kelemahan seperti yang diungkapkan oleh (Alfian, 2010:6) yaitu: (1) jika presentasi terdiri dari banyak animasi, grafik, dan suara-suara yang terlalu banyak dapat mengalihkan perhatian siswa terhadap materi pembelajaran; (2) dibutuhkan waktu yang relatif lama dalam pembuatannya untuk mendapatkan slide presentasi yang menarik; (3) jika tidak pandai dalam mengkombinasikan warna, akan mengganggu penglihatan; (4) pengguna Power Point yang tidak kreatif, ditakutkan hanya akan membacakan isi slide saja tanpa menjelaskan isi pembelajaran; dan (5) penggunaan Power Point dan perangkat penyajiannya sangat tergantung pada aliran listrik. Jika terjadi pemadaman aliran listrik, maka penggunaan Power Point tidak dapat dilaksanakan pada saat itu juga.

Jika melihat dari kelemahan penggunaan Power Point, beberapa hal tersebut dapat dicarikan solusi, sehingga dapat meminimalisir kelemahan Power Point. Apabila membuat materi presentasi, sebisa mungkin diperhatikan keseimbangan antara design dengan kebutuhan. Apabila akan menambahkan materi dalam bentuk audio visual, pastikan komposisinya seimbang.


(10)

22

Suara yang dihasilkan disarankan tidak terlalu keras, sehingga dapat mengganggu pendengaran saat proses belajar mengajar. hal ini dapat menyebabkan materi pembelajaran tidak dapat tersampaikan dengan baik. Apabila hendak menyisipkan gambar, hendaknya dipilih gambar yang warnanya tidak terlalu mencolok, sehingga cahaya yang dipancarkan oleh LCD Proyektor tidak mengganggu pandangan. Pada dasarnya pembuatan materi dengan menggunakan Power Point membutuhkan waktu yang relatif lama, terutama jika pengguna belum terbiasa. Hal ini akan berangsur menghilang jika pengguna berlatih terus menerus sehingga menjadi terbiasa. Hal ini akan mengakibatkan menjadi mudahnya penggunaan Power Point.

Dalam membuat materi pembelajaran menggunakan Power Point, hendaknya membuat dengan sekreatif mungkin, sehingga siswa dapat menikmati proses belajar dan yang terpenting adalah materi dapat tersampaikan dengan baik. Yang perlu diperhatikan adalah, materi yang dibuat hanya terdiri dari poin-poin atau kata kunci. Jadi diharapkan guru mampu menjelaskan isi poin-poin tersebut. Apabila menyisipkan materi yang terlalu banyak hanya akan membuat guru show and tell (memperlihatkan dan menyampaikan) semua isi slide tanpa menjelaskan isi materi. Ketergantungan Power Poiint terhadap arus


(11)

23

listrik juga menjadi kelemahan yang utama. Apabila terjadi pemadaman listrik, materi pembelajaran menggunakan Power Point hanya akan sia-sia saja. Akan tetapi, jika sekolah memiliki mesin Generator akan lebih baik lagi, karena adanya pemadaman listrik tidak akan menjadi hambatan dalam proses belajar mengajar. sebaliknya, jika sekolah tidak memiliki mesin Generator, maka hal ini adalah kelemahan Power Point yang paling utama, dan guru pun tidak dapat berbuat apa-apa selain kembali melakukan metode pengajaran konvensional.

2.1.2 Training

Training (pelatihan) adalah tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan kecakapan sumber daya dalam suatu organisasi untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu (Flipo, 1961) dalam Sujoko (2012). Widodo (2015:80) mengutip Instruksi Presiden No. 15 tahun 1974 yang merumuskan pengertian pelatihan sebagai bagian dari pendidikan yang berhubungan dengan proses belajar untuk meningkatkan ketrampilan dalam waktu yang singkat, dengan mengedepankan praktek daripada teori. Hal senada dengan Instruksi Presiden diungkapkan oleh Andrew E. Sikula dan dikutip oleh Murtoyo (2000:63), bahwa pelatihan merupakan proses pendidikan yang mempunyai tujuan untuk memperbaiki ketrampilan


(12)

24

dan pengetahuan secara teknis yang diadakan dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini biasanya dilakukan untuk menghadapi suatu pekerjaan tertentu pada saat itu.

Sikula mengatakan bahwa pelatihan merupakan proses pendidikan dalam jangka pendek yang memanfaatkan prosedur yang sistematis dan terorganisir (Sedarmayanti, 2016). Dari beberapa teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pelatiha atau Training merupakan suatu proses pendidikan atau latihan yang dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat, yang diselenggarakan untuk meningkatkan ketrampilan.

Menurut SK Menpan No. 01/Kep/M.Pan/2001, di lingkungan PNS, pelatihan lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelatihan untuk orang dewasa dan bertujuan untuk meningkatkan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu. Nawawi (1983:113) mengatakan bahwa Training adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tugasnya sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya. Menurut Simamora (2004:348 – 350) manfaat pelatihan antara lain :

1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.


(13)

25

2. Menciptakan sikap, loyalitas dan kerjasama yang lebih menguntungkan.

3. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan sumber daya manusia.

4. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.

Dari beberapa manfaat yang diutarakan oleh Simamora (2004:348-350) dapat ditarik kesimpulan bahwa pelatihan dapat meningkatkan kinerja karyawan sehingga produktivitas dan kerjasama antar karyawan akan lebih menguntungkan.

Menurut Danim (2010), ada beberapa strategi yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan dan pelatihan, yaitu: In-house training, program magang, kemitraaan sekolah, belajar jarak jauh, pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus, kursus singkat di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya, pembinaan internal oleh sekolah, dan pendidikan lanjut.

Dari beberapa strategi yang ada, penulis berfokus hanya pada In-House Training (IHT) sebagai strategi untuk meningkatkan kompetensi guru. Menurut Danim (2010), In-House Training adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal, dapat dilaksanakan di lingkungan sekolah maupun di tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pelatihan melalui In-House Training ini


(14)

26

dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru tidak harus dilakukan dalam lingkungan eksternal saja, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi yang belum dimiliki oleh guru yang lain. Dengan begitu, strategi In-House Training diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya.

IHT dipilih karena menurut Danim (2010) dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan dalam lingkungan internal. IHT dapat dilakukan di rumah sendiri, dalam hal ini IHT dilakukan di sekolah sehingga pelatihan menjadi lebih efektif dan efisien. Pelatihan melalui IHT ini dapat dipimpin oleh sesama guru yang memiliki keterampilan tertentu yang belum dimiliki oleh guru lain. Dengan demikian, In-House Training ini tidak membutuhkan biaya yang banyak. Pemilihan waktunya juga dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

2.1.3 Kompetensi ICT

Kompetensi adalah “behaviours that individuals demonstrate when undertaking job-relevant tasks effectively within a given organizational context”, yang artinya kompetensi merupakan perilaku yang dibuktikan oleh individu ketika mendapatkan tugas yang berhubungan dengan pekerjaan dalam konteks


(15)

27

organisasi tertentu (Whiddett & Hollyforde, 2003) dalam Sopiatin (2010:57). Sebagai pendidik yang professional, guru tentunya wajib menguasai empat kompetensi yang diperolehnya melalui pendidikan profesi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, social, dan professional, seperti yang tertera dalam UU RI No. 4 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan juga Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 mengenai Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi guru, untuk lebih lengkapnya, dapat dilihat pada lampiran 1. Dalam UU RI No. 4 tahun 2005, pasal 10 ayat 1 mengatakan bahwa ke-empat kompetensi tersebut adalah: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, Kompetensi Profesional.

Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru diharapkan mampu mengelola pembelajaran, tidak hanya sekedar memindahkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada murid, tetapi juga harus menguasai secara teoritis dan proses aplikasinya dalam pembelajaran. Diantara keempat kompetensi tersebut, kompetensi yang erat hubungannya dengan pengelolaan pembelajaran adalah kompetensi pedagogik.

Dalam kompetensi pedagogik, kompetensi tersebut berhubungan dengan: (1) menguasai karakteristik peserta didik, (2) menguasai teori dan


(16)

28

prinsip-prinsip pembelajaran, (3) mengembangkan kurikulum dan merancang pembelajaran, (4) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication Technology (ICT) untuk kepentingan pembelajaran, (5) memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik, (6) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik, (7) menyelenggarakan evaluasi dan penilaian proses dan hasil belajar, (8) memanfaatkan hasil evaluasi dan penilaian untuk kepentingan pembelajaran, (9) melakukan tindakan reflektif untuk untuk peningkatan kualitas pembelajaran (Irwantoro & Suryana, 2016: -4).

Kompetensi pedagogik dinilai sangat penting bagi guru, karena berhubungan dengan pengelolaan pembelajaran. Irwantoro & Suryana (2016:292) menyebutkan beberapa alasan mengapa masih banyak guru belum sepenuhnya memanfaatkan internet dan multimedia , yaitu (a) banyak guru yang berusia lanjut dan menghadapi kesulitan dalam belajar internet dan multimedia, (b) rendahnya motivasi guru untuk belajar mengoperasikan internet dan multimedia, (c) belum adanya instruksi yang kuat untuk mewajibkan guru untuk memiliki kompetensi ICT bagi pelaksanaan pembelajaran, (d) minimnya sarana jaringan internet dan multimedia, serta (e) belum adanya pelaksanaan


(17)

29

program pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan untuk menguasai kompetensi ICT berbantuan internet bagi kepentingan proses pembelajaran.

Di era global ini, dalam dunia pendidikan, internet dan multimedia seperti sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi penggunaannya, apalagi mulai diterapkan kembali kurikulum 2013. Hal itu akan sangat diperlukan untuk mendukung pembelajaran, dimana materi yang diperoleh tidak hanya dari textbook yang tersedia. Penggunaan ICT diharapkan mampu mendukung proses pembelajaran, sehingga pelaksanaan kurikulum 2013 di SD Negeri Kroyo 1 Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen dapat berjalan sesuai harapan. Pembelajaran dalam kurikulum 2013 tanpa menggunakan ICT sebenarnya dapat ditoleransi, tetapi untuk jangka waktu yang lama, ditakutkan akan berdampak pada proses belajar mengajar yang semakin melambat. Hal ini terjadi karena kemajuan teknologi yang begitu cepat tetapi tidak diimbangi dengan kompetensi guru yang masih rendah.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Sujoko (2012:36) dalam jurnalnya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Guru Mata Pelajaran melalui In-House


(18)

30

Training” menyebutkan bahwa meningkatkan kemampuan guru mata pelajaran berhasil dilakukan dengan cara pemberian In-House Training kepada guru di SMPK BPK Penabur Cimahi dan mendapatkan hasil yang signifikan. Pada siklus tahap pertama, diperoleh hasil 50% guru mempunyai kemampuan sama dengan kategori baik. Setelah dilakukan siklus tahap kedua, kemampuan guru setelah melakukan IHT meningkat menjadi 80%. Melihat temuan yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengimplementasikan RPP bermuatan PBKB di SMPK BPK PENABUR Cimahi meningkat secara signifikan.

Selain itu, Turere (2013) mendapatkan temuan bahwa Pendidikan dan pelatihan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan. Pendidikan dan pelatihan secara bersama berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hal ini banyak memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap naik-turunnya kinerja karyawan, meskipun masih banyak diakibatkan oleh faktor-faktor lain. Dalam hal ini terdapat hubungan yang sangat erat antara pendidikan dan pelatihan dengan efektivitas kerja pegawai. Penelitian lain yang relevan dengan model In House Training berjudul “In House Training (IHT) Model to Improve the Abilities of English Teachers in Developing Teaching Materials” yang ditulis oleh Lengkanawati, dkk (2015). Dalam penelitian ini didapatkan temuan bahwa Model


(19)

31

In House Training dapat menjadi alternatif yang efektif untuk meningkatkan kemampuan guru Bahasa Inggris dalam mengembangkan materi belajar mengajar Bahasa Inggris.

Dalam hal teknologi, penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2012) menunjukan temuan bahwa prestasi belajar siswa dengan media pembelajaran berbasis ICT lebih efektif dibandingkan media pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukan dengan peningkatan besarnya capaian dan rata-rata post-test kelas yang menggunakan media pembelajaran berbasis ICT terhadap prestasi belajar siswa. Maka dari itu, penggunaan media pembelajaran berbasis ICT (dalam penelitian tersebut menggunakan Ms.PowerPoint) baik digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

Heitinka, dkk (2016) dalam jurnalnya “Teachers’ Professional Reasoning About Their Pedagogical Use of Technology” menunjukkan temuan bahwa kebanyakan teknologi yang digunakan bertujuan untuk menguatkan kedua pedagogi dan subjek, atau hanya pedagogi saja. Alasan ini ditujukan untuk membuat pembelajaran menjadi menarik bagi siswa, dengan memfasilitasi proses belajar mengajar dalam pendidikan.

Dari beberapa jurnal penelitian yang ada, penulis menemukan beberapa persamaan, yaitu dalam pemberian pelatihan melalui In-House Training dapat


(20)

32

memberi dampak yang positif dan signifikan dalam peningkatan kinerja karyawan. Selain itu, pemanfaatan ICT dalam pendidikan memberikan dampak positif bagi siswa, yaitu membuat pelajaran menjadi menarik dan memfasilitasi proses belajar mengajar di sekolah. Perbedaan yang mendasar terdapat pada ruang lingkup penelitian. Melihat hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa pelatihan melalui In-House Training dan pemanfaatan ICT dalam pendidikan memberi dampak positif. Berkaca dari beberapa penelitian terdahulu, dalam penelitian ini penulis akan memotret penerapan IHT dan penggunaan ICT dalam pembelajaran

Dalam beberapa penelitian terdahulu, peneliti tidak menemukan adanya pengembangan modul yang dapat digunakan sebagai media pelatihan. Yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah, penelitian ini menghasilkan modul, yang dapat dimanfaatkan dalam IHT. Pengembangan modul ini menjadi hal yang mendasar, karena pelatihan ini memuat banyak materi pembelajaran. Jika tanpa modul, maka pelatihan akan dirasa sulit untuk dilakukan. Hal ini didukung fakta bahwa peserta pelatihan terdiri dari beberapa guru yang sudah berusia menjelang purna tugas, dimana beberapa dari mereka akan kesulitan dalam menghafal


(21)

33

materi. Dalam penelitian ini, pembuatan modul IHT untuk meningkatkan kompetensi ICT dinilai perlu agar dapat dimanfaatkan sebagai pedoman pelaksanaan IHT di kalangan guru SD Negeri Kroyo 1 Karangmalang. 2.3 Kerangka Berpikir

Alur pemikiran dalam pengembangan ini menggunakan kerangka berpikir yang dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

Kerangka berpikir di atas menjelaskan bahwa pada kondisi awal, ditemukan situasi bahwa di Kabupaten Sragen mulai diterapkan kembali Kurikulum 2013 mulai tahun ajaran 2016/2017. Fakta yang terjadi di lapangan adalah, bahwa guru-guru masih menggunakan metode konvensional dalam proses pengajaran. Pengajaran dilakukan dengan metode

Pengajaran Konvensional

Reimplementasi Kurikulum 2013

Kompetensi ICT rendah

IHT Peningkatan Kompetensi ICT

Kebutuhan Peningkatan Kompetensi ICT

Modul IHT Peningkatan Kompetensi ICT

Rancangan Modul IHT Peningkatan

Kompetensi ICT

Uji coba Modul


(22)

34

ceramah, yakni guru menjelaskan materi pembelajaran dengan mengacu pada textbook yang tersedia. Penerapan Kurikulum 2013 dihadapi dengan materi yang disediakan oleh pemerintah, tetapi tidak didukung dengan materi-materi yang penting untuk dijelaskan kepada murid tetapi tidak tersedia di textbook. Karena rendahnya kompetensi ICT yang dimiliki oleh guru-guru, maka hal itu menyebabkan terjadinya kendala dalam reimplementasi kurikulum 2013.

Setelah dilakukan analisis kebutuhan, maka diketahui bahwa kebutuhan guru adalah peningkatan kompetensi ICT yang dilaksanakan melalui IHT, yang mana materi peningkatan kompetensi ICT memuat tentang pengenalan aplikasi Microsoft Power Point dan pemanfaatan internet yang disajikan dalam bentuk Modul. Berangkat dari analisis kebutuhan itulah maka penulis membuat rancangan modul IHT peningkatan kompetensi ICT. Sebelum modul digunakan sebagai media peningkatan kompetensi ICT, rancangan modul terlebih dahulu dilakukan uji coba. Modul yang telah layak diuji cobakan tersebut, apabila digunakan dengan tepat, maka diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kompetensi ICT di kalangan guru Sekolah Dasar.


(1)

29

program pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan untuk menguasai kompetensi ICT berbantuan internet bagi kepentingan proses pembelajaran.

Di era global ini, dalam dunia pendidikan, internet dan multimedia seperti sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi penggunaannya, apalagi mulai diterapkan kembali kurikulum 2013. Hal itu akan sangat diperlukan untuk mendukung pembelajaran, dimana materi yang diperoleh tidak hanya dari textbook

yang tersedia. Penggunaan ICT diharapkan mampu mendukung proses pembelajaran, sehingga pelaksanaan kurikulum 2013 di SD Negeri Kroyo 1 Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen dapat berjalan sesuai harapan. Pembelajaran dalam kurikulum 2013 tanpa menggunakan ICT sebenarnya dapat ditoleransi, tetapi untuk jangka waktu yang lama, ditakutkan akan berdampak pada proses belajar mengajar yang semakin melambat. Hal ini terjadi karena kemajuan teknologi yang begitu cepat tetapi tidak diimbangi dengan kompetensi guru yang masih rendah.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Sujoko (2012:36) dalam jurnalnya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Guru Mata Pelajaran melalui In-House


(2)

30

Training” menyebutkan bahwa meningkatkan kemampuan guru mata pelajaran berhasil dilakukan dengan cara pemberian In-House Training kepada guru di SMPK BPK Penabur Cimahi dan mendapatkan hasil yang signifikan. Pada siklus tahap pertama, diperoleh hasil 50% guru mempunyai kemampuan sama dengan kategori baik. Setelah dilakukan siklus tahap kedua, kemampuan guru setelah melakukan IHT meningkat menjadi 80%. Melihat temuan yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengimplementasikan RPP bermuatan PBKB di SMPK BPK PENABUR Cimahi meningkat secara signifikan.

Selain itu, Turere (2013) mendapatkan temuan bahwa Pendidikan dan pelatihan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan. Pendidikan dan pelatihan secara bersama berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hal ini banyak memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap naik-turunnya kinerja karyawan, meskipun masih banyak diakibatkan oleh faktor-faktor lain. Dalam hal ini terdapat hubungan yang sangat erat antara pendidikan dan pelatihan dengan efektivitas kerja pegawai. Penelitian lain yang relevan dengan model In House Training

berjudul “In House Training (IHT) Model to Improve the Abilities of English Teachers in Developing Teaching Materials” yang ditulis oleh Lengkanawati, dkk (2015). Dalam penelitian ini didapatkan temuan bahwa Model


(3)

31

In House Training dapat menjadi alternatif yang efektif untuk meningkatkan kemampuan guru Bahasa Inggris dalam mengembangkan materi belajar mengajar Bahasa Inggris.

Dalam hal teknologi, penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2012) menunjukan temuan bahwa prestasi belajar siswa dengan media pembelajaran berbasis ICT lebih efektif dibandingkan media pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukan dengan peningkatan besarnya capaian dan rata-rata post-test kelas yang menggunakan media pembelajaran berbasis ICT terhadap prestasi belajar siswa. Maka dari itu, penggunaan media pembelajaran berbasis ICT (dalam penelitian tersebut menggunakan Ms.PowerPoint) baik digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

Heitinka, dkk (2016) dalam jurnalnya “Teachers’ Professional Reasoning About Their Pedagogical Use of Technology” menunjukkan temuan bahwa kebanyakan teknologi yang digunakan bertujuan untuk menguatkan kedua pedagogi dan subjek, atau hanya pedagogi saja. Alasan ini ditujukan untuk membuat pembelajaran menjadi menarik bagi siswa, dengan memfasilitasi proses belajar mengajar dalam pendidikan.

Dari beberapa jurnal penelitian yang ada, penulis menemukan beberapa persamaan, yaitu dalam pemberian pelatihan melalui In-House Training dapat


(4)

32

memberi dampak yang positif dan signifikan dalam peningkatan kinerja karyawan. Selain itu, pemanfaatan ICT dalam pendidikan memberikan dampak positif bagi siswa, yaitu membuat pelajaran menjadi menarik dan memfasilitasi proses belajar mengajar di sekolah. Perbedaan yang mendasar terdapat pada ruang lingkup penelitian. Melihat hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa pelatihan melalui In-House Training dan pemanfaatan ICT dalam pendidikan memberi dampak positif. Berkaca dari beberapa penelitian terdahulu, dalam penelitian ini penulis akan memotret penerapan IHT dan penggunaan ICT dalam pembelajaran

Dalam beberapa penelitian terdahulu, peneliti tidak menemukan adanya pengembangan modul yang dapat digunakan sebagai media pelatihan. Yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah, penelitian ini menghasilkan modul, yang dapat dimanfaatkan dalam IHT. Pengembangan modul ini menjadi hal yang mendasar, karena pelatihan ini memuat banyak materi pembelajaran. Jika tanpa modul, maka pelatihan akan dirasa sulit untuk dilakukan. Hal ini didukung fakta bahwa peserta pelatihan terdiri dari beberapa guru yang sudah berusia menjelang purna tugas, dimana beberapa dari mereka akan kesulitan dalam menghafal


(5)

33

materi. Dalam penelitian ini, pembuatan modul IHT untuk meningkatkan kompetensi ICT dinilai perlu agar dapat dimanfaatkan sebagai pedoman pelaksanaan IHT di kalangan guru SD Negeri Kroyo 1 Karangmalang. 2.3 Kerangka Berpikir

Alur pemikiran dalam pengembangan ini menggunakan kerangka berpikir yang dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

Kerangka berpikir di atas menjelaskan bahwa pada kondisi awal, ditemukan situasi bahwa di Kabupaten Sragen mulai diterapkan kembali Kurikulum 2013 mulai tahun ajaran 2016/2017. Fakta yang terjadi di lapangan adalah, bahwa guru-guru masih menggunakan metode konvensional dalam proses pengajaran. Pengajaran dilakukan dengan metode

Pengajaran Konvensional

Reimplementasi Kurikulum 2013

Kompetensi ICT rendah

IHT Peningkatan Kompetensi ICT

Kebutuhan Peningkatan Kompetensi ICT

Modul IHT Peningkatan Kompetensi ICT

Rancangan Modul IHT Peningkatan

Kompetensi ICT

Uji coba Modul


(6)

34

ceramah, yakni guru menjelaskan materi pembelajaran dengan mengacu pada textbook yang tersedia. Penerapan Kurikulum 2013 dihadapi dengan materi yang disediakan oleh pemerintah, tetapi tidak didukung dengan materi-materi yang penting untuk dijelaskan kepada murid tetapi tidak tersedia di textbook. Karena rendahnya kompetensi ICT yang dimiliki oleh guru-guru, maka hal itu menyebabkan terjadinya kendala dalam reimplementasi kurikulum 2013.

Setelah dilakukan analisis kebutuhan, maka diketahui bahwa kebutuhan guru adalah peningkatan kompetensi ICT yang dilaksanakan melalui IHT, yang mana materi peningkatan kompetensi ICT memuat tentang pengenalan aplikasi Microsoft Power Point dan pemanfaatan internet yang disajikan dalam bentuk Modul. Berangkat dari analisis kebutuhan itulah maka penulis membuat rancangan modul IHT peningkatan kompetensi ICT. Sebelum modul digunakan sebagai media peningkatan kompetensi ICT, rancangan modul terlebih dahulu dilakukan uji coba. Modul yang telah layak diuji cobakan tersebut, apabila digunakan dengan tepat, maka diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kompetensi ICT di kalangan guru Sekolah Dasar.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar

0 0 70

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar T2 942015009 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar T2 942015009 BAB IV

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar T2 942015009 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: In House Training untuk Meningkatkan Kemampuan Guru SD dalam Penyusunan Instrumen Penilaian Ranah Sikap T2 942015016 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: In House Training untuk Meningkatkan Kemampuan Guru SD dalam Penyusunan Instrumen Penilaian Ranah Sikap T2 942015016 BAB IV

2 52 56

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: In House Training untuk Meningkatkan Kemampuan Guru SD dalam Penyusunan Instrumen Penilaian Ranah Sikap T2 942015016 BAB I

0 0 12

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan pada Sekolah Dasar T2 BAB II

0 0 28

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru Sekolah Dasar Kabupaten Wonosobo T2 BAB II

0 1 27