Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar T2 942015009 BAB IV

(1)

43 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 1.1 Hasil Penelitian

SD Negeri Kroyo 1 terletak di jantung kecamatan Karangmalang, berjarak sekitar tiga kilometer dari alun-alun kabupaten Sragen. Sekolah ini memiliki letak yang sangat strategis, karena berada di samping kantor Kecamatan Karangmalang, serta dikelilingi oleh lapangan, BKK Karangmalang, Koramil, Polsek, serta sebuah Sekolah Menengah Pertama Negeri. SD Negeri Kroyo 1 memiliki jumlah siswa sebanyak 220 anak, dimana jumlah siswa laki-laki sebanyak 120 anak, dan perempuan 100 anak. SD Negeri Kroyo 1 termasuk salah satu sekolah yang tidak dapat dipandang sebelah mata karena SD Negeri Kroyo 1 banyak mencetak prestasi baik dalam bidang akademik maupun non akademik.

Prestasi tersebut tidak hanya diraih oleh para siswa saja, akan tetapi tidak sedikit guru yang memiliki prestasi yang patut dibanggakan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya lomba-lomba yang diikuti baik siswa dan guru yang membawa harum nama sekolah. Lomba-lomba yang diikuti tidak hanya akademik, tetapi juga non akademik seperti olah raga, seni, ekstrakurikukler, maupun keagamaan, yang tidak jarang mendapatkan juara mulai dari juara 1 sampai


(2)

44

harapan. Tidak hanya mengikuti lomba tingkat kecamatan, akan tetapi dari beberapa lomba sampai pada tingkat karesidenan. Pada tahun ajaran 2016/2017 SD Negeri Kroyo 1 meraih peringkat ke-9 dari total 38 sekolah dasar pada tryout tingkat kecamatan. Sarana pendidikan berupa multimedia yang tersedia untuk mendukung proses belajar mengajar di SD Negeri Kroyo 1 tergolong memadai, diantaranya yaitu 3 buah LCD proyektor, 14 unit komputer, 2 buah laptop, dan jaringan internet. SD Negeri Kroyo 1 Karangmalang memiliki guru sebanyak 12 orang, satu diantaranya diberikan tugas tambahan sebagai seorang Kepala Sekolah, serta dibantu oleh 1 staff administrasi sekolah.

SD Negeri Kroyo 1 memiliki Visi yaitu “Unggul Dalam Ilmu, Santun Dalam Perilaku”. SD Negeri Kroyo 1 merumuskan beberapa misi untuk dijadikan arah dalam pencapaian visi, yaitu sebagai berikut: (a) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, sehingga siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki; (b) Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga sekolah; (c) Mendorong dan membantu siswa untuk mengenali potensi dirinya sehingga dapat berkembang optimal; (d) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga budi pekerti yang luhur; (e) Menerapkan


(3)

45

manajemen dan partisipasi dengan melibatkan seluruh warga sekolah.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kompetensi ICT di kalangan guru SD Negeri Kroyo 1 masih tergolong rendah. Hal ini terbukti dari minimnya penggunaan multimedia sebagai media pembelajaran. Yang terjadi di lapangan adalah, para guru menggunakan metode konvensional sebagai metode pengajaran yang selama ini diterapkan. Metode pengajaran konvensional ini dirasa belum optimal dilakukan, karena kegiatan belajar mengajar hanya sekedar proses memindahkan ilmu pengetahuan yang dimiliki kepada siswa. Penggunaan media lain sebagai media pembelajaran belum dilakukan secara maksimal. Sebagian besar guru hanya terpaku pada buku yang disediakan oleh pemerintah sebagai bahan ajar di kelas. Multimedia yang tersedia di sekolah belum digunakan secara maksimal. Para guru masih merasa enggan untuk memanfaatkan multimedia yang ada sebagai media pembelajaran. Hal itu disebabkan karena sebagian besar guru merasa kesulitan untuk mempelajarinya.

Sarana pendidikan yang berupa multimedia di SD Negeri Kroyo 1 tergolong memadai, diantaranya yaitu 3 buah LCD proyektor, 14 unit komputer, 2 buah laptop, dan jaringan internet. Sarana prasarana yang tersedia dikelola oleh administrator, dimana alat-alat


(4)

46

multimedia disimpan di laboratorium komputer yang tersedia. Menurut guru-guru, multimedia dianggap terlalu sulit untuk dipelajari karena teknologi yang dirasa sudah sangat maju dan mereka tidak mampu untuk mengikuti perkembangan teknologi. Langkah-langkah yang digunakan untuk mengoperasikan multimedia juga dianggap terlalu rumit. Para guru mengaku belum pernah mengikuti pelatihan, sehingga tidak adanya modul untuk berlatih mandiri. Alasan-alasan itulah yang menyebabkan mengapa sebagian besar guru belum sepenuhnya memanfaatkan multimedia yang tersedia. Fakta yang terjadi di lapangan senada dengan yang diutarakan oleh Irwantoro & Suryana (2016) mengenai alasan-alasan masih rendahnya pemanfaatan multimedia yang telah diuraikan sebelumnya.

Berkaitan dengan penguasaan kompetensi ICT yang masuk dalam ranah pedagogik, pemenuhan akan kebutuhan pelatihan menjadi hal penting dalam permasalahan yang ada di lapangan. Seperti yang diungkapkan oleh Nawawi (1983), strategi yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan sehingga dapat meningkatkan

produktivitasnya yaitu dengan melakukan pelatihan. Dalam hal ini, In-House Training menjadi pilihan sebagai strategi meningkatkan kompetensi ICT bagi guru di SD Negeri Kroyo 1. Pelatihan ini memiliki


(5)

47

manfaat antara lain membantu guru dalam peningkatan dan pengembangan kompetensi ICT.

Selain itu, pemenuhan kebutuhan perencanaan sumber daya manusia di SD Negeri Kroyo 1 dapat dilakukan, sehingga kualitas sumber daya manusia dapat meningkat khususnya kompetensi ICT. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Simamora (2004).

Pelaksanaan pelatihan diselenggarakan di sekolah, karena dirasa lebih efektif dan efisien. Strategi ini dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa untuk meningkatkan kompetensi ICT tidak harus dilakukan di luar lingkungan sekolah, sehingga banyak menghemat waktu dan biaya seperti yang diungkapkan oleh Danim (2010).

Dalam pelatihan, perlu adanya modul yang dapat digunakan sebagai media pelatihan. Berdasarkan hasil penelitian, di SD Negeri Kroyo 1 belum pernah ada modul yang dapat digunakan sebagai media pelatihan maupun belajar mandiri. Pengembangan modul yang dapat digunakan sebagai media In-House Training dapat dijadikan salah satu solusi untuk meningkatkan kompetensi ICT. Seperti yang diutarakan oleh Daryanto (2013), modul yang dikembangkan disajikan secara tertulis sehingga peserta dapat memanfaatkan modul sebagai media belajar mandiri. Dalam Dikmenjur (2004), manfaat modul yang dapat mengembangkan kemampuan peserta pelatihan juga


(6)

48

sesuai dengan yang terjadi selama pelatihan, dimana setelah diadakan pelatihan dapat dilihat bahwa kompetensi ICT guru meningkat. Pelatihan yang

diselenggarakan di sekolah dapat mengatasi

keterbatasan waktu dan meminimalisir biaya. Modul yang disusun dapat digunakan sebagai media belajar mandiri, sehingga memudahkan peserta untuk terus berlatih meskipun pelatihan sudah usai.

1.2 Hasil Pengembangan

Berdasarkan desain penelitian dan

pengembangan yang dikembangkan oleh Borg and Gall (2003) seperti dikutip oleh Sugiyono (2016, p: 37) meliputi Penelitian dan pengumpulan informasi, Perencanaan, Desain produk awal, Validasi desain (uji pakar), Revisi Produk, Uji Coba Terbatas, dan yang terakhir yakni Revisi Produk. Tahapan pengembangan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.2.1 Penelitian dan Pengumpulan informasi

Menurut hasil wawancara, observasi di ruang kelas, penyebaran angket, serta studi dokumentasi terhadap semua subyek, diperoleh banyak sekali data yang akan dianalis menggunakan diagram tulang ikan (fish bone). Temuan di lapangan menunjukkan bahwa pada tahun ajaran 2016/2017 di SD Negeri Kroyo 1 sudah menerapkan kurikulum


(7)

49

2013, sesuai edaran dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Sragen. Berdasarkan wawancara dengan guru-guru, diketahui bahwa banyak yang masih menggunakan metode mengajar secara konvensional, sedangkan banyak sekali materi yang tidak terdapat di bahan ajar tetapi harus diajarkan kepada murid. Hal ini menyebabkan terlewatnya materi yang seharusnya diajarkan, akan tetapi mereka memilih mengajarkan hal-hal yang hanya ada di bahan ajar karena merasa kesulitan dalam mencari sumber.

Ketidaktahuan mereka dalam menggunakan teknologi membuat mereka merasa mengalami kemunduran dalam hal pengajaran. Hal lain yang menjadi penyebab enggannya guru memanfaatkan multimedia yang ada adalah ketidakmampuan mereka untuk mengoperasikan alat-alat tersebut. Hal dikarenakan banyaknya guru yang belum pernah mendapatkan pelatihan serupa, serta tidak adanya modul yang dapat digunakan untuk belajar secara mandiri. Beberapa guru mengaku pernah

mencoba untuk mengoperasikan multimedia

tersebut, akan tetapi mereka kesulitan untuk mengingat langkah-langkah yang telah diajarkan oleh sesama guru di SD Negeri Kroyo 1, karena hal itu dilakukan secara lisan dan dalam waktu yang


(8)

50

terbatas. Hal itu dilakukan untuk mendukung penerapan kurikulum 2013 di SD Negeri Kroyo 1.

Ada beberapa multimedia yang sesungguhnya dapat dimanfaatkan oleh guru dalam proses belajar mengajar, akan tetapi banyak dari mereka yang enggan untuk memanfaatkan dengan alasan memakan banyak waktu dalam mempersiapkannya. Banyak dari mereka yang merasa metode konvensional kurang optimal dalam proses belajar mengajar. Respon yang diberikan siswa cenderung pasif, maka dari itu proses belajar mengajar berpusat pada guru.

Pada beberapa guru yang pernah

menggunakan multimedia dalam proses belajar mengajar, mereka mengamati bahwa siswa cenderung lebih aktif dan meminta untuk lebih sering menggunakan multimedia di dalam kelas. Akan tetapi, dengan alasan banyak kewajiban yang harus dikerjakan, mereka hanya beberapa kali

menggunakan multimedia sebagai media

pembelajaran. Multimedia di SD Negeri Kroyo 1 justru lebih banyak digunakan untuk mengerjakan administrasi kependidikan, yang lebih banyak dikelola oleh satu orang staff administrasi.

Adanya jaringan internet di SD Negeri Kroyo 1 juga belum dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses belajar mengajar. Beberapa


(9)

51

guru memanfaatkan jaringan internet untuk membuka social media dengan menggunakan telepon seluler mereka, akan tetapi tidak memanfaatkan untuk mencari materi pendukung proses belajar mengajar. Beberapa komputer yang ada terlihat kurang terawat, karena banyak komputer yang terserang virus. Hal ini hanya dibiarkan begitu saja karena minimnya pengelola yang dapat menyelesaikan masalah tersebut. Selain itu, minimnya dana operasional multimedia menjadikan alasan untuk merawat seadanya.

Dari observasi yang telah dilakukan penulis di dalam ruang kelas, terlihat beberapa media pembelajaran yang ditempel di dinding seperti:

perkalian, pembagian, pertambahan, dan

pengurangan; empat sehat lima sempurna; model huruf abjad dan angka; model tulang kerangka; peta Negara Indonesia; serta jenis tarian daerah. Proses belajar mengajar di dalam kelas juga terkesan monoton, karena beberapa siswa di kelas satu dan dua terlihat bermain-main ketika guru mengajar di depan kelas. Pada observasi di kelas tiga, lima, dan enam, penulis mengamati para guru lebih banyak menggunakan metode konvensional.

Siswa yang duduk di barisan depan terlihat memperhatikan, tetapi siswa yang duduk di bangku belakang cenderung berbicara dengan temannya,


(10)

52

bahkan dari mereka ada yang bermain-main. Perbedaan respon siswa terlihat pada proses belajar

mengajar di kelas empat, dimana guru

menggunakan film pendek yang disajikan dengan menggunakan laptop dan LCD Proyektor. Hampir semua siswa memperhatikan film tersebut dengan antusias yang tinggi.

Dari semua data yang ada, penulis akan melakukan analisis masalah untuk mencari apa saja yang dibutuhkan kalangan guru SD Negeri Kroyo 1 dengan menggunakan diagram Fish Bone (Tulang ikan) seperti berikut ini:

1.2.2 Perencanaan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan melalui wawancara, observasi, penyebaran angket, dan studi dokumentasi, didapati temuan bahwa


(11)

53

kompetensi ICT guru-guru SD Negeri Kroyo 1 sangat rendah, sehingga dibutuhkan In-House Training dalam pemanfaatan multimedia, serta modul sebagai media IHT untuk meningkatkan kompetensi ICT di kalangan guru SD Negeri Kroyo 1.

1.2.3 Desain Produk Awal

Hasil pengembangan yang telah dilakukan adalah disusunnya modul IHT dengan judul “Mengenal Power Point 2007” yang memuat materi tentang pengenalan aplikasi Microsoft Powerpoint yang sering digunakan sebagai media presentasi, serta memuat langkah-langkah dalam pemanfaatan internet untuk mencari informasi, sehingga modul ini dapat digunakan sebagai media IHT maupun untuk belajar mandiri bagi guru-guru SD Negeri Kroyo 1. Penyusunan modul ini terlebih dahulu diawali dengan pengumpulan informasi sebagai pondasi dalam menganalisa kebutuhan. Analisis kebutuhan dilakukan sebagai pedoman dalam penyusunan modul.

Penyusunan modul ini dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan guru. Tahap pertama penyusunan, disusun materi tentang pengenalan aplikasi Microsoft Power Point, dimulai dari membuka aplikasi serta pengenalan dasar-dasar Power Point. Setelah peserta mampu memulai


(12)

54

membuka aplikasi, mereka mulai membuat presentasi, serta mengubah dan menyunting teks. Materi selanjutnya adalah bagaimana membuat format presentasi menjadi lebih menarik. Hal ini bertujuan agar tampilan presentasi mampu menarik perhatian siswa. Dengan begitu, materi pembelajaran yang dianggap rumit akan dapat tersampaikan dengan lebih baik.

Dalam modul juga disusun materi bagaimana menyisipkan objek dan tabel pada presentasi. Hal ini memiliki tujuan agar presentasi yang disajikan

nanti dapat memuat konten-konten yang

dibutuhkan oleh guru, misalnya pada mata pelajaran matematika guru dapat memasukkan data dalam bentuk tabel pada presentasi. Bagi guru kelas satu maupun kelas dua dapat membuat proses belajar mengajar lebih menarik dengan memasukkan animasi ke dalam presentasi. Di dalam modul tersebut juga tersedia materi untuk menjalankan presentasi yang sudah dibuat dalam bentuk slide show. Materi terakhir yang dimasukkan adalah pemanfaatan internet. Materi ini bertujuan untuk memberikan pilihan lain kepada guru dalam mencari bahan ajar melalui internet. Didukung dengan sudah tersedianya jaringan internet di SD Negeri Kroyo 1, maka guru-guru ingin memanfaatkan internet dengan lebih optimal.


(13)

55

Sistematika desain produk awal dapat dilihat dalam lampiran 3.1 seperti yang telah diuraikan pada BAB sebelumnya.

1.2.4 Validasi Design (Uji Pakar)

Validasi design modul pelatihan dilakukan oleh Dr. Bambang Suteng Sulasmono, M.Si, dosen Magister Manajemen Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, selaku pakar pelatihan, pakar modul, dan pakar ICT. Validasi design dilakukan untuk mendapatkan penilaian mengenai kualitas modul, sehingga dapat digunakan untuk merevisi materi dan meningkatkan kualitas modul. Hasil validasi design diperoleh melalui penilaian dengan menggunakan lembar validasi. Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan oleh ahli pakar, terdapat komentar dan saran secara umum tentang modul, yaitu:

1. Penambahan hal-hal yang bisa menjadi pembeda modul pelatihan dengan buku-buku Power Point yang selama ini sudah beredar. Hal ini bertujuan agar produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah yang menjadikan modu ini berbeda dengan yang modul yang banyak beredar. Penggunaan bahasa yang sederhana diharapkan membuat modul ini menjadi lebih dapat diterima di kalangan guru Sekolah


(14)

56

Dasar. Hal ini didukung oleh banyaknya dari mereka yang berusia menjelang purna tugas, dimana mereka mengalami kesulitan apabila mempelajari modul dan menemukan banyak istilah menggunakan bahasa teknologi.

2. Penambahan kata pengantar pada setiap bab. Kata pengantar ditambahkan agar pembaca mengerti materi apa saja yang dimuat dalam satu pembelajaran.

3. Penambahan kunci jawaban pada setiap latihan yang ada. Hal ini bertujuan agar peserta dapat mengetahui materi apa saja yang harus dikerjakan untuk mengukur kemampuan peserta dalam mempelajari satu materi pembelajaran.

4. Penambahan kriteria penilaian. Hal ini dapat digunakan peserta untuk mengukur seberapa jauh kemampuannya dalam memahami materi pembelajaran, sehingga dalam belajar mandiri, peserta dapat menghitung sendiri nilai yang dihasilkan sesuai kriteria penilaian. 5. Penambahan glosarium. Meskipun modul

sudah disusun menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin, akan tetapi masih banyak istilah yang tidak dapat diuraikan dengan menggunakan istilah sederhana. Untuk itulah istilah-istilah tersebut disusun


(15)

57

dalam glosarium agar peserta mampu memahami maksud dari istilah tersebut.

Berdasarkan lembar penilaian modul, terdapat komentar bahwa dari segi struktur modul belum sesuai dengan standar modul baku. Dari segi isi, tidak berbeda dengan buku-buku tentang Power Point. Berdasarkan penilaian ahli pakar, dapat ditarik kesimpulan bahwa modul pelatihan dinyatakan layak untuk diuji coba di lapangan dengan revisi sesuai saran. Semua masukan dari ahli pakar akan digunakan untuk merevisi modul sehingga layak diuji cobakan. Hasil uji validitas dari ahli pakar dapat dilihat pada lampiran 4.1

1.2.5 Revisi Produk

Berdasarkan hasil penilaian dari ahli pakar, dilakukan perbaikan sesuai saran ahli pakar. Penulis melakukan perbaikan modul dengan menambahkan kata pengantar pada setiap bab. Hal ini dilakukan agar terdapat kejelasan petunjuk dalam setiap bab tentang materi yang diajarkan. Penulis juga melakukan penambahan kunci jawaban pada setiap latihan yang ada. Hal ini diharapkan dapat membantu peserta memahami setiap latihan dan mengetahui pemecahannya. Selain kunci jawaban, ditambahkan kriteria penilaian dengan maksud agar peserta pelatihan dapat mengukur kemampuan dalam pemahaman


(16)

58

materi. Di dalam modul terdapat banyak istilah sukar. Oleh karena itu penulis menambahkan glosarium, sehingga peserta dapat mengetahui makna dari istilah yang terdapat dalam materi pelatihan, sehingga memudahkan peserta untuk memahami materi.

1.2.6 Uji Coba Terbatas

Setelah modul mendapatkan revisi oleh para pakar dan dilakukan perbaikan sesuai saran ahli pakar, maka modul siap diujicobakan dalam IHT di kalangan guru SD Negeri Kroyo 1. Uji coba terbatas dilakukan untuk menguji seberapa layak modul yang dikembangkan sebagai media pelatihan. IHT berlangsung sebanyak 10 kali pertemuan, dimana masing-masing pertemuan membahas materi satu bab. Dari sepuluh pertemuan, lima pertemuan dihadiri oleh semua guru dan kepala sekolah. Akan tetapi pada pertemuan 1, 2, 3, 8, dan 9 ada guru yang tidak mengikuti IHT dikarenakan sedang melaksanakan tugas dinas. Kehadiran guru dalam IHT dicatat dalam daftar hadir IHT. Daftar hadir pelatihan dapat dilihat pada lampiran 4.2. Pada pertemuan kedelapan, penulis mengarahkan peserta untuk menyajikan hasil pembuatan presentasi sesuai dengan perintah pada soal latihan dengan


(17)

59

mengoperasikan LCD Proyektor, penulis

memberikan informasi tambahan tentang cara pengoperasian LCD proyektor secara lisan. Akan tetapi para peserta menyarankan agar langkah-langkah pengoperasian LCD Proyektor juga dimasukkan ke dalam materi modul, sehingga suatu saat mereka mampu mengoperasikan LCD Proyektor secara mandiri dengan berpedoman pada materi dalam modul.

Pada akhir pertemuan, penulis dibantu oleh satu orang guru yang berlatar belakang pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mengulang materi dari awal sampai akhir modul, dengan tujuan agar suatu saat para guru dapat berlatih secara mandiri, dan apabila menemui kesulitan dapat mencari informasi melalui rekan mereka. Hasil masukan dari tahap uji coba terbatas adalah menambahkan materi tentang langkah-langkah pengoperasian LCD proyektor ke dalam materi pembelajaran dalam modul IHT. Hal ini dimaksudkan agar peserta pelatihan mampu mengoperasikan LCD proyektor secara mandiri dengan berpedoman pada modul IHT.

Pada akhir pelatihan, penulis melakukan wawancara dengan peserta pelatihan mengenai hasil uji coba produk. Wawancara pasca IHT menggunakan kisi-kisi seperti yang terdapat dalam


(18)

60

lampiran 4.3. Dalam wawancara diperoleh hasil bahwa kata pengantar dalam modul sudah menjelaskan fungsi modul. Daftar isi modul sudah berisi tentang outline dan disertai nomor halaman dengan sangat jelas. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sudah mencakup pencapaian kompetensi bagi peserta pelatihan. Petunjuk penggunaan modul dapat dimengerti oleh peserta. Setiap materi dalam pembelajaran dapat dimengerti dan dilaksanakan dengan mudah. Tugas evaluasi mudah dimengerti dan dikerjakan karena disertai dengan kunci jawaban dan kriteria penilaian, sehingga peserta dapat mengukur kemampuan masing-masing secara mandiri.

Glosarium sudah memuat kata-kata yang belum dipahami, sehingga peserta tidak mengalami kesulitan dalam memahami kata-kata yang dianggap sukar. Dari hasil wawancara, modul yg diuji cobakan sudah dapat diterima dan digunakan dalam In-House Training untuk meningkatkan kompetensi ICT di kalangan guru Sekolah Dasar. Kelayakan modul ini diukur dari hasil evaluasi yang terdapat dalam modul. Modul dinyatakan layak untuk diterima dan digunakan menjadi media IHT apabila peserta pelatihan dapat menjawab setiap evaluasi yang ada tanpa melihat materi di dalam modul. Dan bilamana pelatihan telah selesai, guru


(19)

61

dapat menerapkan materi yang telah didapat selama IHT ke dalam proses belajar mengajar.

1.2.7 Revisi Produk

Setelah dilakukan uji coba terbatas terhadap modul IHT, terdapat usulan materi tambahan dari para guru agar langkah-langkah pengoperasian LCD

Proyektor dimasukkan ke dalam materi

pembelajaran modul IHT. Hal ini memiliki maksud agar para guru dapat berlatih mandiri dalam

mengoperasikan LCD Proyektor selepas

diadakannya IHT. Setelah dilakukan revisi produk, desain produk mengalami perubahan. Terdapat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ditambahkan untuk mengukur kompetensi apa yang harus dicapai setelah mempelajari modul tersebut. Pada setiap materi pembelajaran ditambahkan kata pengantar yang bertujuan agar peserta mengetahui apa saja yang akan dipelajari dalam satu pembelajaran.

Di akhir pembelajaran, diberikan evaluasi yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan peserta pelatihan, sehingga peserta dapat menilai kemampuannya masing-masing. Setiap tugas yang diberikan, disertai dengan kunci jawaban dan kriteria penilaian agar peserta dapat mengukur sendiri seberapa jauh pemahaman


(20)

62

terhadap materi dan dapat menilai diri sendiri menggunakan indicator yang telah tersedia. Pada

akhir modul ditambahkan materi tentang

Pengoperasian LCD Proyektor yang bertujuan agar para peserta dapat mempresentasikan slide yang telah dibuat dengan menggunakan LCD Proyektor. Untuk mengukur kemampuan peserta dalam

memahami materi secara keseluruhan,

ditambahkan evaluasi yang memuat materi pembelajaran 1 sampai 8. Hal ini bertujuan agar standar kompetensi dapat tercapai. Penambahan glosarium bertujuan untuk membantu peserta memahami beberapa istilah yang tidak dapat dijelaskan dalam materi pembelajaran.

1.3 Pembahasan Produk Akhir

Selama pelatihan, guru-guru terlihat sangat

bersemangat dan antusias untuk dapat

mengoperasikan multimedia yang tersedia di SD Negeri Kroyo 1. Beberapa dari guru sudah mulai mencoba menyajikan materi di kelas, meskipun hanya sederhana tetapi sudah mampu menarik perhatian siswa dalam proses belajar mengajar. Selain itu, para guru juga sudah mulai memanfaatkan multimedia yang ada untuk menyajikan selayang pandang SD Negeri Kroyo 1 dalam rangka penilaian lomba sekolah sehat pada bulan April tahun 2017 lalu. Hal ini menjadi batu


(21)

63

loncatan bagi para guru untuk menjadi pengajar yang kreatif dalam memanfaatkan teknologi yang ada, sehingga kompetensi ICT dapat meningkat serta mampu menghadapi kemajuan teknologi. Dengan tersusunnya modul IHT tersebut, maka guru-guru SD Negeri Kroyo 1 memiliki bekal mandiri untuk menghadapi proses belajar mengajar menggunakan kurikulum 2013 yang dianggap kompleks tersebut. Modul IHT yang telah tersusun dan divalidasi tersebut menjadi produk akhir dalam penelitian ini. Produk akhir ini memuat kata pengantar modul, Daftar isi, Standar kompetensi dan kompetensi dasar, petunjuk penggunaan modul, 8 materi pembelajaran yang meliputi Dasar-Dasar Power Point; Mengubah dan Menyunting Teks; Format Presentasi, Menyisipkan Objek Pada Presentasi; Mengelola Objek Tabel Pada Presentasi; Mengelola Animasi dan Menjalankan Presentasi; Pemanfaatan Internet; serta Pengoperasian LCD Proyektor. Pada masing-masing materi pembelajaran diberikan soal evaluasi, kunci jawaban, dan criteria penilaian, dan di akhir pembelajaran terdapat evaluasi secara menyeluruh dan ditutup dengan susunan kata-kata sukar yang termuat dalam glosarium. Sistematika produk akhir dalam penelitian ini tersusun dalam lampiran 4.4.

Modul IHT tersebut disusun untuk digunakan sebagai media In-House Training, yang apabila


(22)

64

digunakan dengan tepat dapat meningkatkan kompetensi ICT di kalangan guru Sekolah Dasar. Di samping itu, modul tersebut juga dapat digunakan sebagai media belajar mandiri dalam penggunaan aplikasi presentasi Power Point beserta pemanfaatan internet dan pengoperasian LCD Proyektor. Modul IHT ini dinyatakan layak digunakan sebagai modul

In-House Training dalam memanfaatkan media presentasi

Microsoft Power Point.

Hal ini sesuai dengan pendapat Daryanto (2004) yang mengatakan bahwa modul yang baik memiliki karakteristik antara lain Self instruction dimana peserta dapat belajar secara mandiri dengan menggunakan modul. Hal ini memiliki tujuan, agar selepas diselenggarakan IHT, modul tetap dapat digunakan sebagai media belajar mandiri. Dengan demikian, penggunaan modul dapat digunakan setiap waktu untuk meningkatkan kompetensi ICT pengguna. Modul juga memiliki karakter Self contained dimana seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan peserta tertuang dalam modul tersebut. Materi pembelajaran yang dibutuhkan oleh peserta disusun setelah melewati proses analisis kebutuhan. Sehingga materi yang benar-benar dibutuhkan dapat diakses dengan mudah melalui modul tersebut. Modul ini juga tidak memuat materi pembelajaran yang saat ini belum dibutuhkan oleh peserta, dikarenakan apabila memuat materi lain


(23)

65

akan dipastikan peserta pelatihan menjadi bingung dan malah untuk berlatih.

Stand alone yaitu karakter dimana modul tidak tergantung dengan media lain, atau tidak digunakan bersama-sama dengan media lain. Modul ini dapat digunakan untuk mendukung semua materi yang hendak dipelajari oleh peserta sehingga tidak diperlukan media lain yang digunakan secara bersama-sama. Selain itu, karakter modul harus Adaptif yaitu modul memiliki penyesuaian yang tinggi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini memiliki maksud apabila terdapat pembaharuan seri dalam aplikasi Microsoft Office Power Point, maka modul dapat dilakukan penyesuaian sesuai dengan kebutuhan. Karakter terakhir dalam modul, yaitu modul harus User friendly, dimana modul yang disusun dapat membantu peserta, sehingga peserta dapat menggunakan modul sesuai dengan keinginan dalam kemudahan.

Meskipun dinyatakan layak digunakan dalam pelatihan dan belajar mandiri, modul ini juga memiliki kelemahan yaitu modul hanya terdiri dari materi dasar pengenalan Power Point. Hal ini hanya dapat memberikan fasilitas kepada guru-guru yang berusia menjelang purna tugas, sedangkan bagi para guru yang berusia muda, materi dalam modul dianggap terlalu mudah.


(24)

66

Apabila melihat pada sistematika modul menurut Daryanto (2013), ada beberapa perbedaan isi modul jika dibandingkan dengan modul dalam penelitian ini. Menurut Daryanto (2013) sistematika modul tidak memuat kunci jawaban dan kriteria penilaian, sehingga dalam pelatihan, penilaian evaluasi hanya dapat dilakukan oleh fasilitator. Sebaliknya, modul “Mengenal Power Point 2007” dalam penelitian ini Modul ini memuat kunci jawaban dan kriteria penilaian dengan maksud agar peserta dapat mengukur seberapa jauh kemampuan mereka dalam memahami materi pembelajaran baik oleh fasilitator maupun diukur secara mandiri. Kedua hal tersebut tidak ditemukan di dalam sistematika modul yang dikembangkan oleh Daryanto (2013).

Penelitian ini lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu. Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang manfaat pelatihan dalam peningkatan kompetensi ICT dan juga peningkatan kemampuan guru mata pelajaran melalui IHT, para peneliti tersebut menggunakan modul yang sudah ada sebelumnya. Sebaliknya, penelitian ini

melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan

kompetensi ICT dengan menggunakan modul yang disusun sendiri oleh peneliti. Dengan demikian, penelitian ini memiliki daya tarik yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.


(1)

61

dapat menerapkan materi yang telah didapat selama IHT ke dalam proses belajar mengajar.

1.2.7 Revisi Produk

Setelah dilakukan uji coba terbatas terhadap modul IHT, terdapat usulan materi tambahan dari para guru agar langkah-langkah pengoperasian LCD Proyektor dimasukkan ke dalam materi pembelajaran modul IHT. Hal ini memiliki maksud agar para guru dapat berlatih mandiri dalam mengoperasikan LCD Proyektor selepas diadakannya IHT. Setelah dilakukan revisi produk, desain produk mengalami perubahan. Terdapat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ditambahkan untuk mengukur kompetensi apa yang harus dicapai setelah mempelajari modul tersebut. Pada setiap materi pembelajaran ditambahkan kata pengantar yang bertujuan agar peserta mengetahui apa saja yang akan dipelajari dalam satu pembelajaran.

Di akhir pembelajaran, diberikan evaluasi yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan peserta pelatihan, sehingga peserta dapat menilai kemampuannya masing-masing. Setiap tugas yang diberikan, disertai dengan kunci jawaban dan kriteria penilaian agar peserta dapat mengukur sendiri seberapa jauh pemahaman


(2)

62

terhadap materi dan dapat menilai diri sendiri menggunakan indicator yang telah tersedia. Pada akhir modul ditambahkan materi tentang Pengoperasian LCD Proyektor yang bertujuan agar para peserta dapat mempresentasikan slide yang telah dibuat dengan menggunakan LCD Proyektor. Untuk mengukur kemampuan peserta dalam memahami materi secara keseluruhan, ditambahkan evaluasi yang memuat materi pembelajaran 1 sampai 8. Hal ini bertujuan agar standar kompetensi dapat tercapai. Penambahan glosarium bertujuan untuk membantu peserta memahami beberapa istilah yang tidak dapat dijelaskan dalam materi pembelajaran.

1.3 Pembahasan Produk Akhir

Selama pelatihan, guru-guru terlihat sangat bersemangat dan antusias untuk dapat mengoperasikan multimedia yang tersedia di SD Negeri Kroyo 1. Beberapa dari guru sudah mulai mencoba menyajikan materi di kelas, meskipun hanya sederhana tetapi sudah mampu menarik perhatian siswa dalam proses belajar mengajar. Selain itu, para guru juga sudah mulai memanfaatkan multimedia yang ada untuk menyajikan selayang pandang SD Negeri Kroyo 1 dalam rangka penilaian lomba sekolah sehat pada bulan April tahun 2017 lalu. Hal ini menjadi batu


(3)

63

loncatan bagi para guru untuk menjadi pengajar yang kreatif dalam memanfaatkan teknologi yang ada, sehingga kompetensi ICT dapat meningkat serta mampu menghadapi kemajuan teknologi. Dengan tersusunnya modul IHT tersebut, maka guru-guru SD Negeri Kroyo 1 memiliki bekal mandiri untuk menghadapi proses belajar mengajar menggunakan kurikulum 2013 yang dianggap kompleks tersebut. Modul IHT yang telah tersusun dan divalidasi tersebut menjadi produk akhir dalam penelitian ini. Produk akhir ini memuat kata pengantar modul, Daftar isi, Standar kompetensi dan kompetensi dasar, petunjuk penggunaan modul, 8 materi pembelajaran yang meliputi Dasar-Dasar Power Point; Mengubah dan Menyunting Teks; Format Presentasi, Menyisipkan Objek Pada Presentasi; Mengelola Objek Tabel Pada Presentasi; Mengelola Animasi dan Menjalankan Presentasi; Pemanfaatan Internet; serta Pengoperasian LCD Proyektor. Pada masing-masing materi pembelajaran diberikan soal evaluasi, kunci jawaban, dan criteria penilaian, dan di akhir pembelajaran terdapat evaluasi secara menyeluruh dan ditutup dengan susunan kata-kata sukar yang termuat dalam glosarium. Sistematika produk akhir dalam penelitian ini tersusun dalam lampiran 4.4.

Modul IHT tersebut disusun untuk digunakan sebagai media In-House Training, yang apabila


(4)

64

digunakan dengan tepat dapat meningkatkan kompetensi ICT di kalangan guru Sekolah Dasar. Di samping itu, modul tersebut juga dapat digunakan sebagai media belajar mandiri dalam penggunaan aplikasi presentasi Power Point beserta pemanfaatan internet dan pengoperasian LCD Proyektor. Modul IHT ini dinyatakan layak digunakan sebagai modul

In-House Training dalam memanfaatkan media presentasi

Microsoft Power Point.

Hal ini sesuai dengan pendapat Daryanto (2004) yang mengatakan bahwa modul yang baik memiliki karakteristik antara lain Self instruction dimana peserta dapat belajar secara mandiri dengan menggunakan modul. Hal ini memiliki tujuan, agar selepas diselenggarakan IHT, modul tetap dapat digunakan sebagai media belajar mandiri. Dengan demikian, penggunaan modul dapat digunakan setiap waktu untuk meningkatkan kompetensi ICT pengguna. Modul juga memiliki karakter Self contained dimana seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan peserta tertuang dalam modul tersebut. Materi pembelajaran yang dibutuhkan oleh peserta disusun setelah melewati proses analisis kebutuhan. Sehingga materi yang benar-benar dibutuhkan dapat diakses dengan mudah melalui modul tersebut. Modul ini juga tidak memuat materi pembelajaran yang saat ini belum dibutuhkan oleh peserta, dikarenakan apabila memuat materi lain


(5)

65

akan dipastikan peserta pelatihan menjadi bingung dan malah untuk berlatih.

Stand alone yaitu karakter dimana modul tidak tergantung dengan media lain, atau tidak digunakan bersama-sama dengan media lain. Modul ini dapat digunakan untuk mendukung semua materi yang hendak dipelajari oleh peserta sehingga tidak diperlukan media lain yang digunakan secara bersama-sama. Selain itu, karakter modul harus Adaptif yaitu modul memiliki penyesuaian yang tinggi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini memiliki maksud apabila terdapat pembaharuan seri dalam aplikasi Microsoft Office Power Point, maka modul dapat dilakukan penyesuaian sesuai dengan kebutuhan. Karakter terakhir dalam modul, yaitu modul harus User friendly, dimana modul yang disusun dapat membantu peserta, sehingga peserta dapat menggunakan modul sesuai dengan keinginan dalam kemudahan.

Meskipun dinyatakan layak digunakan dalam pelatihan dan belajar mandiri, modul ini juga memiliki kelemahan yaitu modul hanya terdiri dari materi dasar pengenalan Power Point. Hal ini hanya dapat memberikan fasilitas kepada guru-guru yang berusia menjelang purna tugas, sedangkan bagi para guru yang berusia muda, materi dalam modul dianggap terlalu mudah.


(6)

66

Apabila melihat pada sistematika modul menurut Daryanto (2013), ada beberapa perbedaan isi modul jika dibandingkan dengan modul dalam penelitian ini. Menurut Daryanto (2013) sistematika modul tidak memuat kunci jawaban dan kriteria penilaian, sehingga dalam pelatihan, penilaian evaluasi hanya dapat dilakukan oleh fasilitator. Sebaliknya, modul “Mengenal Power Point 2007” dalam penelitian ini Modul ini memuat kunci jawaban dan kriteria penilaian dengan maksud agar peserta dapat mengukur seberapa jauh kemampuan mereka dalam memahami materi pembelajaran baik oleh fasilitator maupun diukur secara mandiri. Kedua hal tersebut tidak ditemukan di dalam sistematika modul yang dikembangkan oleh Daryanto (2013).

Penelitian ini lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu. Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang manfaat pelatihan dalam peningkatan kompetensi ICT dan juga peningkatan kemampuan guru mata pelajaran melalui IHT, para peneliti tersebut menggunakan modul yang sudah ada sebelumnya. Sebaliknya, penelitian ini melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi ICT dengan menggunakan modul yang disusun sendiri oleh peneliti. Dengan demikian, penelitian ini memiliki daya tarik yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar

0 0 70

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar T2 942015009 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar T2 942015009 BAB II

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul In-House Training untuk Meningkatkan Kompetensi ICT di Kalangan Guru Sekolah Dasar T2 942015009 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: In House Training untuk Meningkatkan Kemampuan Guru SD dalam Penyusunan Instrumen Penilaian Ranah Sikap T2 942015016 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: In House Training untuk Meningkatkan Kemampuan Guru SD dalam Penyusunan Instrumen Penilaian Ranah Sikap T2 942015016 BAB IV

2 52 56

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: In House Training untuk Meningkatkan Kemampuan Guru SD dalam Penyusunan Instrumen Penilaian Ranah Sikap T2 942015016 BAB I

0 0 12

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan pada Sekolah Dasar T2 BAB IV

0 0 49

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru Sekolah Dasar Kabupaten Wonosobo T2 BAB IV

0 0 23