ANTOLOGI PUISI O AMUK KAPAK KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRIE (Sebuah Kajian Stilistika)

KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRIE

(Sebuah Kajian Stilistika)

SKRIPSI

Oleh: WAHYUNINGTYAS DEWI INTANSARI

K1208051

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Agustus 2012

commit to user

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama

: Wahyuningtyas Dewi Intansari

NIM

: K1208051

Jurusan/Program Studi :

PBS/Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul ”ANTOLOGI PUISI O AMUK

KAPAK KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRIE (SEBUAH KAJIAN

STILISTIKA) ” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Agustus 2012

Wahyuningtyas Dewi Intansari

commit to user

KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRIE

(Sebuah Kajian Stilistika)

Oleh: WAHYUNINGTYAS DEWI INTANSARI

K1208051

Skripsi

diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Agustus 2012

commit to user

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Agustus 2012

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Budhi Setiawan, M. Pd. Dr. Nugraheni Eko Wardhani, M.Hum. NIP 196105241989011001

NIP 197007162002122001

commit to user

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang

Tanda Tangan Ketua :

Dr.

Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum.

_______________ Sekretaris

Drs. Swandono., M. Hum.

_______________ Anggota I

Dr. Budhi Setiawan, M. Pd.

_______________ Anggota II

Dr. Nugraheni Eko W., M. Hum.

_______________

Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret a.n. Dekan,

Prof. Dr. rer.nat. Sajidan, M. Si. NIP 19660415 199103 1 002

commit to user

Introspeksi diri merupakan cara yang tepat untuk memaksimalkan kelebihan dan meminimalkan kelemahan.

Sahabat sejati tidak seperti bayangan. Ketika kita berada di tempat yang terang dia berdiri tegak di belakang kita, akan tetapi ketika kita berada dalam kegelapan dia hilang entah kemana.

Menangis mungkin tidak akan pernah menyelesaikan sebuah

permasalahan, tetapi itu lebih baik daripada kita mengeluarkan kemarahan yang justru akan memperburuk keadaan.

Kadang-kadang sesuatu yang membuat kita tidak dihargai oleh orang lain

adalah karena kita kurang atau tidak bisa menghargai diri sendiri.

Keberhasilan berawal dari kepercayaan kita terhadap rahmat dan

kebesaran Tuhan serta usaha yang kita lakukan.

commit to user

Teriring syukurku pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk :

”Bapak Sutidjab, Ibu Sri Lestari serta Almarhumah Uti” Untuk doa yang tiada putus dalam setiap langkahku, kasih sayang serta

pengorbanan yang tidak terbatas. Semuanya tidak akan pernah terganti bahkan jika seluruh hidupku ku abdikan pada kalian. Semoga karya ini mampu menjadi

kebanggaan dan pengganti peluh serta cucuran air mata yang tertumpah untukku.

“Mas Yudo, Mas Wawan, Mas Andung dan Mas Didit” Keempat kakak laki-laki yang selalu mendukung dan memberikan

semangat sehingga aku mampu menyelesaikan setiap tantangan dalam hidupku.

”Mbak Naning, Mbak Dian, Mbak Loly dan Mbak Yuyun” Untuk nasihat dan pengalaman hidup yang telah dibagi. Terimakasih pula

telah menjadi bagian dari Keluarga Sutidjab.

”Arya, Raya dan Raka”

Untuk keceriaan dan celoteh riang yang mampu memberikan inspirasi

untuk Bulik dalam menulis.:)

”seseorang yang mengisi salah satu sudut hati” Untuk kesabaran yang tidak pernah habis dan untuk hari-hari yang telah

dilewati bersama. Selalu berharap kebahagiaan yang akan menjemput kita.

commit to user

Wahyuningtyas Dewi Intansari. ANTOLOGI PUISI O AMUK KAPAK

KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRIE (SEBUAH KAJIAN

STILISTIKA). Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.Juli 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) gaya bunyi, 2) gaya kata, 3) gaya kalimat dan 4) citraan dalam antologi puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachrie.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu metode yang memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data, menganalisis dan menginterpretasikan hubungan kausal fenomena yang diteliti. Data yang diperoleh berupa dokumen yang terurai dalam bentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka. Objek penelitian adalah tujuh puisi yang terdapat dalam Antologi Puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachrie. Teknik pengumpulan data adalah dengan simak, catat dan studi pustaka. Validitas data menggunakan teknik triangulasi teori. Analisis data menggunakan teknik analisis mengalir.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam puisi-puisi Sutardji: (1) gaya bunyi mendominasi, hal ini ditunjukkan dengan adanya aliterasi dan asonansi dalam setiap puisi; (2) gaya kata sederhana mendominasi keseluruhan puisi, majas yang digunakan adalah majas hiperbola, sinekdoke, personifikasi; (3) gaya kalimat yyang sederhana tampak dalam masing-masing puisi, sarana retorika yang terdapat dalam baris-baris puisi adalah repetisi atau pengulangan, erotesis atau pertanyaan retorika, gaya bahasa klimaks dan polisindeton; (4) citraan yang digunakan dalam puisi bervariasi, semua jenis citraan muncul dalam puisi tersebut.

Simpulan penelitian ini adalah gaya bunyi yang terdapat dalam puisi-puisi tersebut meliputi asonansi, aliterasi, dan kakafoni. Gaya kata didominasi oleh kata sederhana yang bermakna denotatif. Bahasa figuratif yang digunakan antara lain sinekdoke, personifikasi, hiperbola dan metafora. Gaya kalimat yang muncul dalam puisi didominasi dengan kalimat sederhana. Gaya retorika yang terdapat dalam puisi adalah repetisi, erotesis, polisindeton, dan klimaks. Citraan merupakan aspek yang sangat mendominasi dalam puisi-puisi tersebut. Citraan yang tampak meliputi citraan perabaan, citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan gerak, citraan pencecapan dan citraan intelektual.

Kata kunci: puisi kontemporer, gaya bahasa, pendekatan stilistika

commit to user

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu pengetahuan, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi de ngan judul ”ANTOLOGI PUISI O AMUK KAPAK KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRIE (SEBUAH KAJIAN STILISTIKA) ”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat uluran tangan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan penuh kerendahan dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.

3. Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

4. Dr. Budhi Setiawan, M. Pd., selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Nugraheni Eko W., S. S., M. Hum., selaku Pembimbing II, yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Drs. Swandono., M. Pd., selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah sudi membagi ilmu pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang dimiliki sehingga menjadi bekal berharga bagi penulis.

8. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan serta para petugas Perpustakaan Pusat UNS atas pelayanan yang telah diberikan.

9. Teman-teman P. Bastind khususnya angkatan 2008 atas kebersamaan, perhatian, dorongan dan kerjasamanya.

commit to user

berbagai pengorbanan serta kasih sayang di dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Akhirnya, penulis sepenuhnya menyadari bahwa di dalam penelitian ini masih ada kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk sempurnanya skripsi ini. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Surakarta, Agustus 2012

Penulis

commit to user

Tabel 1. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian ...................................... 56

Tabel 2. Hasil Analisis Stilistika ........................................................... 103

commit to user

Gambar 1. Kerangka Berpikir ............................................................... 55

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan hasil cipta, karya dan karsa manusia. Sastra sebagai hasil kreasi manusia dapat pula diartikan sebagai buah pemikiran yang menunjukkan keluhuran budi, kepekaan terhadap keadaan sosial dan merupakan sarana bagi manusia untuk mengungkapkan pemikiran yang dibingkai dengan keindahan. Sastra sebagai hasil pekerjaan seni manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Bahasa dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, kemudian dengan adanya imajinasi yang tinggi seorang pengarang menuangkan masalah-masalah yang ada di sekitarnya menjadi sebuah karya sastra. Sastra sebagai sarana komunikasi memiliki beberapa kelebihan, yaitu mampu menyampaikan makna secara lugas dan tersirat. Kelebihan inilah yang membuat sastra tidak hanya dinikmati keindahannya akan tetapi juga dipergunakan sebagai sarana komunikasi antara penyair dengan penikmat karya sastra tersebut.

Karya sastra merupakan sebuah fenomena dan produk sosial sehingga yang terlihat dalam karya sastra adalah sebuah entitas masyarakat yang bergerak, baik yang berkaitan dengan pola struktur, fungsi, maupun aktivitas dan kondisi sosial budaya sebagai latar belakang kehidupan masyarakat pada saat karya sastra itu diciptakan (Tarigan, 2011: 67). Selanjutnya Endraswara (2011: 6), mengatakan bahwa pada dasarnya antara sastra dan masyarakat terdapat hubungan yang hakiki. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: (a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, (b) pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat, (c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan (d) hasil karya itu dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.

Bahasa sebagai medium dalam karya sastra mempunyai peran sentral, selain sebagai sarana komunikasi juga harus memenuhi aspek estetika. Berbagai cara dilakukan agar aspek estetika dan juga efektifitas pengungkapan, yaitu

commit to user

dalam karya nonsastra. Meskipun demikian, bahasa sastra tidak secara mutlak menggunakan kalimat-kalimat konotatif. Kalimat denotatif tetap diperlukan selain juga didukung dengan adanya kalimat konotatif untuk mencapai aspek estetika.

Salah satu karya sastra yang mempunyai keunikan, baik dari bentuk fisik maupun pilihan katanya adalah puisi. Sebuah puisi mampu mengungkapkan isi atau makna dari sebuah prosa yang terdiri dari ribuan kata. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang terpenting, diekspresikan dan diubah dalam wujud yang berkesan (estetis). Kekuatan itulah yang menyebabkan sebuah puisi memiliki kekuatan komunikasi literer yaitu tindak komunikasi yang membutuhkan intensitas intelektual. Dengan demikian, akan dihasilkan puisi yang merupakan perwakilan perasaan penyair dan pendokumentasian peristiwa- peristiwa yang terjadi di sekitar penyair.

Puisi merupakan salah satu media dalam karya sastra yang menggambarkan kehidupan dengan mengangkat masalah sosial dalam masyarakat. Persoalan sosial tersebut merupakan tanggapan atau respon penulis terhadap fenomena permasalahan yang ada di sekelilingnya, sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penyair tidak bisa lepas dari pengaruh sosial budaya masyarakatnya. Latar sosial budaya itu terwujud dalam tokoh-tokoh yang dikemukakan, sistem kemasyarakatan, adat-istiadat, pandangan masyarakat, kesenian dan benda-benda kebudayaan yang terungkap dalam karya sastra.

Eksistensi puisi di nusantara merupakan bukti bahwa puisi adalah jenis karya sastra tertua. Perkembangan puisi dari masa ke masa menjadikan puisi berkembang menjadi beragam jenis dengan karakteristik yang menyertai dan membedakan masing-masing jenis. Jenis karya seni ini masing-masing mempunyai ciri untuk mengungkapkan tujuan. Puisi merupakan suatu karya sastra yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut di samping karya seni lain. Puisi sebagai karya sastra menggunakan bahasa sebagai medium untuk mengungkapkan makna. Makna tersebut diungkapkan melalui sistem tanda yakni tanda-tanda yang punya arti.

commit to user

peran yang sangat penting dalam tercapainya makna atau maksud dari penulisan puisi. Penulisan puisi bersifat khas yang membedakannya dengan bentuk prosa. Penyajian puisi umumnya lebih mengutamakan imajinasi yang ditimbulkan. Manipulasi bunyi dipergunakan untuk memperoleh keserasian bunyi dan irama sehingga aspek keindahan dapat terwujud dalam sebuah puisi.

Kecermatan pengarang dalam mendayagunakan dan memanipulasi bunyi akan menghasilkan suatu ciri khas dalam karyanya, yang disebut dengan gaya bahasa. Gaya bahasa pada masing-masing periode penyair berbeda sebagai cerminan kedalaman intuisi dan pengalaman. Penggunaan gaya bahasa yang berbeda dalam mengunggapkan sebuah tema yang sama akan menghasilkan karya yang berbeda.

Pada lingkupnya puisi diciptakan oleh seseorang dengan melukiskan dan mengekspresikan watak-watak yang penting si pengarang, bukan hanya menciptakan keindahan. Aminuddin (1997: 65) menyatakan dalam puisi misalnya membutuhkan efek-efek emotif yang mempengaruhi karya sastra. Efek-efek tersebut dapat diperoleh melalui aspek kebahasaan, paduan bunyi, penggunaan tanda baca, cara penulisan dan lain sebagainya. Kriteria tersebut membantu dalam menganalisis sebuah puisi.

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia puisi juga mengalami perkembangan, sehingga muncullah jenis puisi kontemporer. Puisi kontemporer merupakan puisi modern yang lepas dari aturan-aturan puisi lama dan mengembalikan puisi kepada bentuk asalnya yaitu sebagai mantra. Salah satu penyair yang terkenal melalui puisi kontemporer adalah Sutardji Calzoum Bachrie dengan antologi puisinya yang berjudul O Amuk Kapak.

O Amuk Kapak merupakan antologi puisi kontemporer karya Sutardji dalam kurun tahun 1966-1979. Puisi-puisi yang terdapat didalamnya sebenarnya diterbitkan dalam tiga buku, yaitu O, Amuk, dan Kapak. Ketiga buku yang kemudian dijadikan sebuah antologi puisi ini berisikan 67 puisi yang sangat menarik dikaji karena susunan dan kata yang dipergunakan berbeda dengan karya penyair pada umumnya.

commit to user

jenis puisi kontemporer ketika para penyair lain memfokuskan puisinya pada kedalaman makna. Sajak-sajaknya memperlihatkan seorang Sutardji sebagai pembaharu perpuisian Indonesia. Terutama karena konsepsinya tentang kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan pengertian dan dikembalikannya pada fungsi kata seperti dalam mantra.

Pemilihan kata, frasa, dan bunyi memegang peranan penting bagi puisi kontemporer. Selain itu tipografi juga mendapat perhatian yang besar dari penyair karena tata letak tiap kata menjadi penting dan mempengaruhi makna yang akan dicapai. Ciri yang khas dari puisi modern pada umumnya inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji puisi kontemporer pada antologi Puisi O Amuk Kapak menggunakan sudut pandang stilistika yang mencoba menganalisis gaya yang ditimbulkan dari penggunaan bahasa yang khas oleh pengarang.

Endraswara mengemukakan bahwa penelitian stilistika atau gaya bahasa memang masih jarang dilakukan. Kalaupun ada yang pernah melakukan, biasanya masih sepotong-potong dan kurang memadai (2011: 72). Bertolak dari pendapat tersebut peneliti berkeinginan untuk berusaha mengkaji puisi kontemporer menggunakan kajian stilistika. Puisi-puisi yang terdapat dalam antologi puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachrie mencerminkan gaya yang khas dari puisi kontemporer dan sesuai apabila dikaji menggunakan stilistika. Penelitian ini dimulai dengan pendeskripsian gaya bunyi, gaya kata, gaya kalimat, dan citraan sebagai wujud unsur kajian stilistika. Pengkajian terhadap empat aspek tersebut diharapkan mampu memberikan sebuah kajian stilistika yang memadai dan mampu mencapai tujuan penelitian stilistika, yaitu penilaian terhadap karya sastra secara objektif dan ilmiah.Berdasarkan latar belakang di atas peneliti melakukan penelitian yang dinyatakan dengan judul “Antologi Puisi O Amuk Kapak Karya Sutardji Calzoum Bachrie (Sebuah Kajian Stilistika) ”.

commit to user

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dalam penelitian ini dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:

1. bagaimana gaya bunyi dalam Antologi Puisi O Amuk Kapak?

2. bagaimana gaya kata dalam Antologi Puisi O Amuk Kapak?

3. bagaimana gaya kalimat dalam Antologi Puisi O Amuk Kapak?

4. bagaimana citraan dalam Antologi Puisi O Amuk Kapak?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah di atas adalah:

1. mendeskripsikan gaya bunyi dalam Antologi Puisi O Amuk Kapak.

2. mendeskripsikan gaya kata dalam Antologi Puisi O Amuk Kapak.

3. mendeskripsikan gaya kalimat dalam Antologi Puisi O Amuk Kapak.

4. mendeskripsikan citraan dalam Antologi Puisi O Amuk Kapak.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai Antologi Puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachrie ditinjau dari sudut pandang stilistika diharapkan dapat memberikan manfaat, baik teoretis maupun praktis.

a. Manfaat Teoretis Meletakkan dasar bagi penelitian stilistika karya sastra yang lain. Hasil kajian stilistika ini memberikan kontribusi bagi pengembangan linguistik studi maupun terapan sekaligus dalam analisis karya sastra.

b. Manfaat Praktis

a. Bagi Pembaca Memberikan informasi kepada pembaca mengenai bentuk gaya bahasa yang digunakan dalam Antologi Puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachrie.

b. Bagi Penulis Menambah pengetahuan mengenai pemakaian gaya bahasa dalam kata maupun kalimat.

commit to user

Menambah pengetahuan pendidik mengenai stilistika dan implikasinya terhadap materi pembelajaran bahasa Indonesia.

d. Bagi Peserta Didik Menambah wawasan peserta didik tentang stilistika dan pemanfaatan gaya bahasa dalam penulisan sebuah puisi.

commit to user

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Puisi

a. Hakikat Puisi

Istilah puisi berasal dari Bahasa Yunani poeites, yang juga terdapat dalam Bahasa Latin poeta yang artinya pembangun, pembentuk, pembuat. Pengertian ini kemudian berkembang menjadi orang yang mencipta melalui imajinasinya, yang bisa menebak kebenaran yang tersembunyi (Situmorang, 1980: 10).

Puisi adalah salah satu karya seni yang tua. Puisi hidup sejak manusia menemukan kesenangan dalam bahasa. Kesenangan inilah yang menciptakan keindahan dalam puisi baik melalui susunan kata maupun pada pilihan kata (diksi) yang digunakan. Puisi merupakan bahasa yang multidimensional, yang mampu menembus pikiran, perasaan dan imaji manusia yang memiliki sifat dan ciri tersendiri. Hal inilah yang membedakan puisi dengan karya sastra lainnya.

Waluyo (1995: 22) mengemukakan bahwa dibanding karya sastra yang lain, puisi lebih bersifat konotatif. Hal inilah yang menyebabkan bahasa dalam puisi menjadi multitafsir (poliinterpretable). Sifat multitafsir yang terdapat dalam puisi ini justru menjadi kekuatan akibat pemadatan dan pengkonsentrasian kekuatan bahasa dalam puisi.

Menurut Situmorang (1980: 7) puisi merupakan penghayatan kehidupan manusia yang dipantulkan oleh penciptanya dengan segala pribadinya, pikirannya, perasaannya, kemauannya dan lain-lain. Dengan demikian, puisi tidak hanya menjadi salah satu jenis karya sastra akan tetapi lebih dari itu melalui puisi kita bisa melihat pemikiran dan sudut pandang pengarang dalam menyikapi sebuah permasalahan.

Richards (dalam Sumardjo dan Saini, 1986: 124-125) mengemukakan bahwa ada empat arti puisi. Pertama arti lugas, yaitu pendapat menyair mengenai pokok pembicarannya (tema puisi). Kedua arti yang berhubungan dengan perasaan penyair terhadap pokok permasalahan yang dihadapinya. Ketiga arti

commit to user

perasaannya, dalam hal ini ada dua faktor yang sangat mempengaruhi yaitu, pokok pembicaraan dan orang yang diajak bicara. Arti yang keempat berhubungan dengan apa yang diinginkan penyair terhadap pembaca, namun dalam hal ini tidak selalu penyair menginginkan agar ia dapat mempengaruhi pembaca. Seringkali penyair hanya ingin menuangkan pikiran dan perasaan pribadinya melalui karyanya.

Berbeda dengan pendapat di atas, Blake dan Shelley (dalam Aminuddin, 1997: 13) mengemukakan bahwa puisi bukan dianggap sebagai imitasi kehidupan melainkan sebagai simbolisasi nilai yang terkandung dalam kehidupan. Makna yang terkandung dalam puisi bukan apa yang dilihat melainkan esensi dari apa yang terlihat.

Kekuatan puisi tidak hanya diperoleh melalui pilihan kata yang dianggap mewakili pesan atau arti puisi, tipografi atau bentuk puisi ternyata juga mampu menyampaikan maksud yang ingin dicapai oleh penyair. Sehubungan dengan hal tersebut, Semi (1993: 137) mengemukakan bahwa puisi adalah penjelmaan pikiran dan perasaan serta pengalaman jiwa penyair dalam bentuk tertentu. Bentuk itu adalah lambang yang mewakili angan-angannya. Meskipun demikian, menurut Pradopo (1987: 3) orang tidak akan dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan jenis karya sastra yang memiliki ciri khas, antara lain: bahasanya padat tetapi kaya makna, dibangun oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik yang merupakan seni menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan melalui medium kata yang terbatas. Tantangan dalam menghasilkan puisi yang indah bukan hanya terletak pada kecermatan merangkai kata akan tetapi juga ketercapaian irama musikal yang merdu, padu dan harmonis, sehingga hal yang diungkapkan melalui puisi tersebut tersaji dengan nuansa yang berbeda dan perspektif baru yang segar.

commit to user

Puisi merupakan sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun yang bersifat padu, saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Unsur pembangun ini selanjutnya dibagi menjadi dua, yaitu struktur fisik dan struktur batin puisi.

Struktur fisik puisi terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi, dan tipografi puisi. Sedangkan unsur batin puisi terdiri atas tema, nada, perasaan dan amanat (Waluyo, 1995: 28).

Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Richards. Berbeda dengan Waluyo, istilah yang digunakan adalah hakikat puisi yang terdiri atas tema, nada, perasaan dan amanat dan metode puisi yang terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, rima dan ritma.

Menurut Semi (1993: 107-108) bahwa bentuk fisik dan mental sebuah puisi pada dasarnya dapat pula dilihat sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari tiga lapisan. Pertama lapisan bunyi, yaitu lapisan lambang-lambang bahasa sastra yang sering juga kita sebut sebagai bentuk fisik puisi. Kedua, lapisan arti, yaitu sejumlah arti yang dilambangkan oleh struktur atau lapisan permukaan yang terdiri dari lapisan bunyi bahasa. Lapisan ketiga yaitu lapisan tema yang

merupakan suatu “dunia” pengucapan karya sastra, sesuatu yang menjadi tujuan penyair, atau sesuatu efek tertentu yang didambakan penyair. Lapisan arti dan

tema inilah yang dapat dianggap sebagai bentuk mental atau struktur batin sebuah puisi.

Ada juga yang menyatakan bahwa unsur-unsur puisi secara bersamaan tanpa ada pemisahan antara struktur batin dan struktur fisik. Badrun (1989: 6) mengemukakan bahwa unsur puisi terdiri dari diksi, imajeri, sarana retorika, bunyi, irama, tipografi, dan tema atau makna. Senada dengan pendapat Badrun, Situmorang (1983: 27-36) juga menggabungkan unsur-unsur puisi menjadi judul, arti kata, imajeri, simbol, bahasa figuratif, bunyi, rima, ritme (irama) dan tema. Walaupun digabungkan antara struktur batin dan fisik sebenarnya apa yang disampaikan mempunyai banyak persamaan.

commit to user

Struktur fisik puisi membahas bagaimana kreatifitas penyair dalam menciptakan puisi. Oleh karena itu, Richards mengemukakan bahwa struktur fisik ini sebagai metode puisi. Hal ini dapat dilihat pada pilihan kata penyair (diksi), pengimajian, bagaimana kata-kata diperkonkret, penciptaan lambang dan kiasan (majas), bagaimana versifikasi, serta bagaimana penyair menyusun tata wajah puisi (tipografi) (Waluyo, 1995: 147). Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

a) Diksi Pemilihan kata sangat erat kaitannya dengan hakikat puisi yang penuh

pemadatan. Oleh karena itu, penyair harus pandai memilih kata-kata. Penyair harus cermat agar komposisi bunyi rima dan irama memiliki kedudukan yang sesuai dan indah.

Menurut Waluyo (1995: 73) diksi dalam puisi memiliki peran yang sangat penting. Pemilihan kata mempertimbangkan berbagai aspek estetis sehingga bersifat absolut dan tidak bisa diganti dengan padan katanya sekalipun maknanya sama.

Selain itu, Tarigan (2011: 29) mengemukakan diksi adalah pilihan kata yang digunakan oleh penyair. Pilihan kata yang tepat dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanat, efek, dan nada dalam suatu puisi. Pemilihan kata yang tepat dapat menjelmakan pengalaman jiwa dengan setepat-tepatnya. Diksi juga merupakan kode budaya asal penyair, yang menjadi sebagian kunci untuk memahami puisi.

b) Citraan Citraan atau pengimajian (imagery) merupakan penggunaan bahasa untuk

menggambarkan objek-objek, tindakan, perasaan, pikiran, ide, pernyataan, pikiran dan setiap pengalaman indera atau pengalaman indera yang istimewa. Dalam hal ini yang dimaksud adalah citraan yang meliputi gambaran angan-angan dan pengguna bahasa yang menggambarkan angan-angan tersebut, sedangkan setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji.

commit to user

1995: 79). Secara spesifik menurut Tarigan (2011: 31) dalam menciptakan karya penyair berusaha membangkitkan pikiran dan perasaan para penikmat sehingga merekalah yang benar-benar mengalami peristiwa dan perasaan tersebut. Penyair berusaha agar penikmat dapat melihat, merasakan mendengar, dan menyentuh apa yang ia alami dan rasakan. Kajian citraan dalam rangka studi stilistika perlu dilakukan karena studi stilistika mengkhususkan pada pemakaian bahasa secara khusus (pemakaian gaya bahasa).

Pradopo (1987: 81-87) membagi citraan menjadi beberapa jenis yaitu (1) visual imagery adalah citraan yang ditimbulkan oleh penglihatan, (2) auditory imagery adalah citraan yang ditimbulkan oleh pendengaran, (3) citraan gerak (movement imagery) yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yang secara nyata tidak bergerak tetapi digambarkan mampu bergerak, (4) citraan yang ditimbulkan oleh warna lokal (local colour). Imaji merupakan salah satu alat kepuitisan yang digunakan oleh penyair untuk menarik perhatian pembaca bahkan meyakinkannya terhadap realitas yang didendangkan melalui syairnya (Situmorang, 1980: 20).

c) Kata-kata Konkret Kata konkret merupakan kata yang dapat melukiskan dengan tepat,

membayangkan dengan jitu apa yang hendak dikemukakan oleh pengarang. Penggunaan kata yang diperkonkret erat kaitannya dengan penggunaan bahasa kiasan dan lambang. Kata konkret menurut Waluyo (1995: 81) merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian atau citraan.

Kepiawaian penyair dalam memperkonkret kata-kata maka pembaca seolah dapat melihat, mendengar atau merasakan seperti apa yang dilukiskan oleh penyair. Tarigan (2011: 32) mengungkapkan salah satu cara membangkitkan daya bayang imajinasi para penikmat puisi adalah menggunakan kata-kata yang tepat, kata yang dapat menyarankan suatu pengertian secara menyeluruh sehingga pembaca dapat memahami arti sebuah puisi.

commit to user

Menurut Abrams (dalam Supriyanto, 2009: 55) bahasa figuratif adalah penyimpangan penggunaan bahasa oleh penutur dari pemahaman bahasa yang dipakai sehari-hari, penyimpangan dari bahasa standar, atau penyimpangan makna kata atau rangkaian kata untuk memperoleh beberapa arti khusus atau efek khusus. Adanya bahasa kiasan menurut Pradopo (1987: 62) menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambar angan. Waluyo (1995: 83) mengemukakan bahwa bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna. Bahasa figuratif merupakan sarana bagi penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Bahasa figuratif ialah cara yang dipergunakan penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imagery dengan mempergunakan gaya bahasa, gaya perbandingan, gaya kiasan, gaya perlambang sehingga makin jelas makna atau lukisan yang hendak dikemukakannya (Situmorang, 1983: 22).

Menurut Endraswara (2011: 73) terdapat dua macam bahasa kiasan atau stilistik kiasan, yaitu gaya retorik dan gaya kiasan. Gaya retorik meliputi eufemisme, paradoks, tautologi, pleonasme, sarkasme dan sebagainya. Gaya retorik menurut Kridalaksana (dalam Supriyanto, 2009: 55) merupakan alat untuk memperluas makna kata atau kelompok kata untuk memperoleh efek tertentu dengan membandingkan atau mengasosiasikan dua hal. Gaya kiasan menurut Abrams (dalam Supriyanto, 2009: 56) terdiri dari simile (perbandingan), metafora, metonimi, sinekdoke dan personifikasi. Sementara itu, Pradopo (1987: 62) membagi bahasa kias menjadi tujuh jenis yaitu perbandingan, metafora, perumpamaan, epos, personifikasi, metonimi, dan alegori. Menurut Ratna (2009: 164) majas (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan.

e) Verifikasi Rima, ritme dan metrum mempunyai makna yang berkaitan yang kemudian

disebut dengan verifikasi. Rima merupakan pengulangan bunyi dalam puisi yang bertujuan untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi (Waluyo, 1995: 90).

commit to user

dibaca. Rima memegang peranan penting dalam menciptakan keindahan sebuah puisi. Menurut Semi (1993: 121) pengaruh rima dalam puisi sangatlah besar, ia menyebabkan terjadinya rasa keindahan, timbulnya imajinasi, munculnya daya pukau, dan lebih dari itu ia dapat memperkuat pengertian. Bentuk-bentuk rima yang paling sering muncul adalah aliterasi, asonansi, dan rima akhir.

Bunyi-bunyi yang berulang, kemudian menimbulkan suatu gerak yang teratur. Gerak yang teratur tersebut disebut ritme atau rhythm. Situmorang (1983:

22) mengemukakan bahwa irama atau ritme merupakan totalitas dari tinggi rendah suara, panjang pendek suara, cepat lambatnya suara waktu membaca atau mendeklamasikan sanjak. Masing-masing angkatan mempunyai perbedaan cara mengulang hal-hal yang dipandang membentuk ritme.

Tarigan (2011: 35) mengatakan rima dan ritme memiliki pengaruh untuk memperjelas makna puisi. Dalam kepustakaan Indonesia, ritme atau irama adalah turun naiknya suara secara teratur. Sedangkan metrum adalah irama yang tetap, pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu (Pradopo, 1987: 40). Selanjutnya Short (1997: 127) mengemukakan bahwa metrum (metre) adalah lapisan ekstra dari struktur irama pada puisi sebagai ciri khas. Poetry has more marked, and more complex, rhythmic effecs than ordinary

language because it has an extra layer of rhythmic structuring, which is usually called metre.

Selanjutnya Short (1997: 131) menambahkan jenis-jenis metrum yang meliputi iamb (X/= „di dum‟), trochee (/X= „dum di‟), anapest (XX/= „di di dum‟), dactyl (/XX= „dum di di‟).

f) Tata Wajah (tipografi) Tata wajah atau tipografi merupakan salah satu ciri yang membedakan puisi

dengan karya sastra lain. Bentuk-bentuk puisi ini kemudian semakin berkembang tidak hanya berbentuk konvensional yaitu bait namun mengikuti pemikiran penyair yang semakin kreatif.

Istilah tipografi secara harfiah berasal dari seni mencetak dengan desain khusus, susunan atau rupa (penampilan) barang cetak. Tipografi berhubungan

commit to user

menarik perhatian pembaca. Selain itu tipografi dapat juga membantu pembaca memahami makna atau situasi yang tergambar dalam puisi (1989: 87).

Menurut Waluyo (1995: 97) cara penulisan sebuah teks sebagai larik-larik yang khas menciptakan makna tambahan. Makna tambahan itu diperkuat oleh penyajian tipografi puisi. Dalam puisi-puisi Sutardji C. B. tipografi dipandang begitu penting sehingga menggeser kedudukan makna kata-kata.

2) Struktur Batin Puisi

Struktur batin berperan untuk menjiwai sebuah puisi. Dalam hal ini menurut Nurhayati (2008: 40-43) hakikat puisi terdiri atas beberapa komponen yang membangun sebuah puisi. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

a) Tema (sense) Tema merupakan gagasan atau ide pokok dalam suatu kajian puisi. Hal

yang menjadi pokok persoalan dalam puisi tersebut. Setiap puisi memiliki pokok persoalan yang hendak disampaikan kepada pembacanya. Pokok permasalahan dalam sebuah puisi mengacu pada penyair.

Menurut Tarigan (2011: 10-11) dalam puisi memiliki subject matter yang hendak dikemukakan atau ditonjolkan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman penyair. Makna yang terkandung dalam subject matter adalah sense atau tema dalam puisi tersebut.Waluyo (1995: 107) mengemukakan bahwa tema puisi bersifat lugas, obyektif dan khusus.

Puisi sebagai hasil cipta penyair merupakan media yang digunakan oleh penyair untuk berkomunikasi dengan pembacanya. Berbagai pengalaman, baik yang dialami langsung maupun yang disaksikan oleh penyair dituangkan dalam larik-larik puisi.

b) Perasaan (feeling) Perasaan merupakan sikap penyair terhadap pokok persoalan yang terdapat

dalam puisinya. Dalam hal ini pada umumnya setiap penyair tentunya akan memiliki pandangan yang berbeda terhadap suatu karya. Menurut Tarigan (2011:

commit to user

yang ada pada puisinya. Pada kenyataanya setiap manusia mempunyai sikap dan pandangan tertentu terhadap suatu permasalahan. Perasaan itulah yang kemudian dituangkan oleh penyair dalam puisinya dengan menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu.

Perasaan (feeling) adalah gambaran perasaan yang dialami oleh penyair dalam proses penciptaan puisinya. Perasaan yang diungkapkan penyair berpengaruh terhadap pemilihan bentuk fisik (metode) puisi (Waluyo, 1995: 124).

c) Nada (tone) Tarigan (2011: 13) mengemukakan bahwa nada adalah sikap penyair

terhadap pembaca puisi yang berkenaan dengan pokok permasalahan yang dikemukakan dalam puisinya. Nada merupakan refleksi sikap penyair terhadap pembacanya, baik suasana hati, dan pandangan moral, dan terkadang muncul pula karakter kepribadian pengarangnya tercemin dalam puisi.

Penyair menunjukkan pula sikapnya kepada pembacanya, misalnya dengan sikap menggurui, menyindir atau bersifat lugas. Dengan adanya nada pada puisi, menurut Waluyo (1995: 130) menjadikan puisi bukan hanya ungkapan yang bersifat teknis, namun suatu ungkapan yang bersifat total karena seluruh aspek psikologis penyair turut terlibat.

d) Amanat (intention) Amanat adalah hal yang dapat dipahami oleh pembaca setelah pembaca

memahami tema dan nada dari puisi tersebut. Amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya (Waluyo, 1995: 130). Dalam hal ini penyair menciptakan puisinya dan amanat secara tidak langsung muncul melalui tema yang diungkapkan. Amanat berhubungan dengan makna karya sastra dan bersifat interpretatif, yaitu setiap orang bisa mempunyai penafsiran yang berbeda terhadap karya sastra yang sama.

commit to user

Periodisasi puisi terbagi manjadi beberapa angkatan. Pada masing-masing angkatan terdapat karakteristik yang menjadi pembeda dan menjadi ciri khas. Pada angkatan 1966, ciri yang dominan adalah puisi yang menggunakan kata-kata sebagai mantra. Bentuk fisik puisi ditempatkan dalam kedudukan terpenting. Untuk tujuan-tujuan tersebut, ada beberapa cara yang dilakukan oleh Sutardji dalam puisinya yang kemudian disebut dengan puisi kontemporer.

Pada setiap puisi Sutardji terdapat penyimpangan-penyimpangan bahasa yang sengaja dilakukan untuk menciptakan “keanehan” yang pada masa itu belum

pernah secara intensif dilakukan oleh penyair lain. Penyimpangan itu antara lain berupa penghapusan tanda baca, pemutusan kata, pembalikan kata, penggandengan dua kata atau lebih, penghilangan imbuhan, pembentukan jenis kata dari jenis kata lain tanpa mengubah bentuk morfologinya. Penyimpangan ini dapat ditemukan pada semua puisi ciptaan Sutardji (Pradopo, 1987: 106).

Penghapusan tanda baca menciptakan efek kegandaan tafsir dan mengakibatkan bait-bait puisi sebagai mantra yang terdiri dari kata yang berulang, berderet tanpa koma. Puisi yang tidak menggunakan tanda baca ini menarik perhatian pembaca atau penikmatnya atas ucapan yang berturut-turut tersebut. Contoh puisi yang menggunakan sedikit tanda baca adalah puisi Mantera.

MANTERA

lima percik mawar tujuh sayap merpatu sesayat langit perih dicabik puncak gunung sebelas duri sepi dalam dupa rupa tiga menyan luka mengasapi duka

puah! kau jadi Kau! Kasihku

commit to user

menambah efek puitis. Puisi-puisi Sutardji juga mempunyai ciri kata yang digabungkan, sehingga seolah-olah kata-kata tersebut menjadi satu kata dan mempunyai satu pengertian yang tak terpisahkan. Penggabungan kata belum pernah dilakukan dalam dunia puisi Indonesia. Efek yang ditimbulkan dari penggabungan kata adalah penyangatan dan melebih-lebihkan.

Penghilangan imbuhan merupakan salah satu ciri Sutardji dalam menciptakan puisinya. Tanpa imbuhan kata yang tersusun menjadi lebih berirama dan mendapatkan daya ekspresi yang penuh karena kepadatannya.

Hal lain yang dilakukan Sutardji dalam puisinya yang kemudian menjadi ciri pembeda dengan penyair lain adalah pemutusan kata. Kata-kata diputus-putus menjadi suku kata atau dibalik suku katanya sehingga menarik perhatian dan memberikan makna baru atau malah sebaliknya, kata-kata tersebut menjadi kehilangan makna yang kemudian memunculkan sugesti kesia-siaan atau arti yang tidak sempurna lagi. Sajak yang sangat terkenal dan menggunakan pemenggalan kata adalah Tragedi Winka & Sihka . Dalam sajak tersebut kata “kawin” dan “kasih” dipenggal-penggal sedemikian rupa dan disusun secara zigzag.

Kepiawaian Sutardji dalam membentuk kata-kata benda atau kata kerja langsung menjadi kata keadaan atau sifat juga menjadikan puisi-puisi kontemporer menjadi berbeda pada umumnya. Pada puisi yang berjudul Solitude dapat dilihat kreatifitas Sutardji mengubah kata kerja menjadi kata sifat.

Solitude

yang paling mawar yang paling duri yang paling sayap yang paling bumi yang paling pisau yang paling risau yang paling nancap yang paling dekap

commit to user

Kau!

Dengan ucapan seperti di atas semua kata menjadi baru, segar dan ekspresif. Selain itu bentuk yang berbeda dengan karya sastra, terutama puisi pada umumnya menjadi sebuah ciri khas bagi karya Sutardji Calzoum Bachrie.

2. Stilistika

a. Hakikat Stilistika

Stilistika (stylistic) dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Secara etimologis stylistic berhubungan dengan kata style yang berarti gaya. Aminuddin (1997: 13) mengemukakan style dapat diartikan sebagai bentuk pengungkapan ekspresi kebahasaan sesuai dengan kedalaman emosi dan sesuatu yang ingin direfleksikan pengarang secara tidak langsung. Menurut Keraf (2000: 112) istilah style yang berasal dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat tulis yang berkembang maknanya menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah.

Dengan demikian stilistika adalah ilmu pemanfaatan gaya bahasa dalam karya sastra, penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya sastra, gaya bahasa yang muncul ketika pengarang mengungkapkan idenya. Gaya bahasa ini merupakan efek seni dan dipengaruhi oleh hati nurani. Melalui gaya bahasa itu seorang penyair mengungkapkan idenya. Pengungkapan ide yang diciptakan melalui keindahan dengan gaya bahasa pengarangnya (Endraswara, 2011: 72-73).

Atmazaki (1990: 93) mengemukakan stilistika sebagai ilmu mengenai penggunaan bahasa dalam karya sastra yang berpusat kepada pemakaian bahasa. Obyek kajiannya adalah karya sastra, karya yang sudah ada. Jadi kajian terhadap suatu karya sastra dari sudut pandang stilistika tidak menyangkut bagaimana proses penciptaan karya sastra tersebut.

Chvatik (dalam Aminuddin, 1997: 21) mengemukakan bahwa stilistik sebagai studi bahasa dalam teks sastra merujuk pada bentuk penggunaan bahasa sebagai kode estetik, sebagai hasil kreasi seni yang memiliki ciri semantis dan isi tertentu.

commit to user

work which is realized in the aesthetic object throught the receptive activity of the receiver. Whithout an understanding of the style of a work its specific artistic semantic system, its over all artistic meaning, cannot be adequately interpreted.

Melalui ide dan pemikirannya pengarang membentuk konsep gagasannya untuk menghasilkan karya sastra. Namun yang menjadi perhatian adalah kompleksitas dari kekayaan unsur pembentuk karya sastra yang dijadikan sasaran kajian adalah wujud penggunaan sistem tandanya.

Secara sederhana menurut Sudiman dikutip Nurhayati (2008: 8) “Stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra”. Konsep utamanya adalah penggunaan bahasa dan gaya bahasa. Bagaimana seorang pengarang mengungkapkan karyanya dengan dasar dan pemikirannya sendiri.

Dalam hal ini untuk memahami konsep stilistik secara seksama Nurhayati (2008: 7) mengemukakan pada dasarnya stilistika memiliki dua pemahaman dan jalan pemikiran yang berbeda. Pemikiran tersebut menekankan pada aspek gramatikal dengan memberikan contoh-contoh analisis linguistik terhadap karya sastra yang diamati. Selain itu pula stilistika mempunyai pertalian juga dengan aspek-aspek sastra yang menjadi objek penelitiannya adalah wacana sastra.

Stilistika secara definitif adalah ilmu yang berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa. Tetapi pada umumnya lebih banyak mengacu pada gaya bahasa. Dalam pengertiannya secara luas stilistika merupakan ilmu tentang gaya, meliputi berbagai cara yang dilakukan dalam kegiatan manusia (Ratna, 2009: 167).

Menurut Situmorang (1980: 11) analisis stilistis berusaha memahami dan menjelaskan lapis arti dengan kemungkinan gaya yang ditimbulkannya. Ketatabahasaan memegang peranan penting dalam menimbulkan gaya.

Karya sastra pada analisis stilistika memiliki kaitan erat dengan bahasa yang menjadi medium utamanya. Ratna (2009: 330) menyatakan bahwa analisis yang baik adalah kajian yang memelihara keseimbangan antara prinsip linguistik dan sastra kebudayaan atau yang mendasar pada pencapaian aspek estetis.

Dalam kajian stilistika hendaknya sampai pada dua hal yaitu makna dan fungsi. Makna dicari melalui penafsiran yang dikaitkan melalui totalitas karya,

commit to user

(Endraswara, 2011: 76). Bradford (1997: 35) mengemukakan bahwa kritik baru dari stilistika tidak hanya berkaitan dengan identifikasi fitur linguistik yang membuat puisi berbeda dengan wacana lain, tapi dengan puisi sebagai bentuk signifikasi yang misterius yang mengubah hubungan akrab antara bahasa dan makna. New Critical stylistics is concerned not only with the identification of linguistic

feature that make poetry different from other discourses, but with poetry as a form of signification which mysteriously transforms the familiar relationship between language and meaning.

Studi stilistika hanya terfokus pada aspek gaya, bahwa aspek gaya secara esensial berkaitan dengan wujud pemaparan karya sastra sebagai bentuk penyampaian gagasan pengarangnya. Penggunaan stilistika sebagai metode analisis sastra adalah untuk menghindari kritik sastra yang bersifat impresionistis dan subjektif (Aminuddin, 1997: 42).

Sejalan dengan pernyataan di atas dalam kajian stilistik dipengaruhi oleh karya sastra dan bentuk pendekatan yang digunakan. Nurhayati (2008: 13-20) mengemukakan lima pendekatan yang dapat digunakan yaitu, sebagai berikut:  Pendekatan Halliday

Dalam pendekatan ini Halliday mengilustrasikan bagaimana kategori-kategori dan metode-metode linguistik deskriptif dapat diaplikasikan ke dalam analisis teks-teks sastra seperti dalam materi analisis teks yang lainnya. Melalui hal ini analisis bukan hanya kepada interprestasi atau evaluasi estetika terhadap pesan-pesan sastra yang dianalisisnya tetapi hanya kepada deskripsi unsur- unsur bahasa. Dalam kajiannya ia tidak mengungkapkan bagaimana bentuk- bentuk verbal tersebut disusun sehingga berhubungan dengan bentuk lainnya pada hubungan intratekstual.

commit to user

Pendekatan ini searah dengan teori pendekatan Halliday. Ia menerapkan kategori-kategori deskripsi linguistik Halliday. Sinclair mengemukakan terdapat dua aspek yang berperan penting dalam pengungkapan pola-pola intratekstual karya sastra.

 Pendekatan Goeffrey Leech Leech mengemukakan bahwa karya sastra mengandung dimensi-dimensi makna tambahan yang beroperasi pula di dalam wacana lainnya. Leech mengungkapkan tiga gejala ekspresi sastra, yaitu cohesion, foregrounding, dan cohesion of foregrounding. Ketiga gejala ekspresi ini menghadirkan dimensi-dimensi makna yang berbeda yang tidak tercakup oleh deskripsi linguistik dengan kategori-kategori normalnya. Cohesion merupakan hubungan interatekstual antara unsur gramatikal dengan unsur leksikal yang jalin-menjalin dalam sebuah teks sehingga menjadi sebuah unit wacana yang lengkap. Foregrounding merupakan gejala khas yang hanya terdapat dalam karya sastra. Sedangkan cohesion of foregrounding adalah penyimpangan- penyimpangan dalam teks yang dihubungkan dengan bentuk lain untuk membentuk pola-pola intratekstual.

 Pendekatan Roman Jakobson Pendekatan ini menggolongkan fungsi puitik bahasa sebagai sebuah penggunaan bahasa yang berpusat kepada bentuk aktual dari pesan itu sendiri. Tulisan sastra tidak seperti bentuk-bentuk lainnya. Dalam tulisan sastra ditemukan pesan yang berpusat pada pesan itu sendiri.

 Pendekatan Samuel R. Levin Pendekatan Levin dalam analisis stilistika serupa dengan pendekatan Halliday dan Sinclair yang berpusat pada analisis butir-butir linguistik. Levin juga mengembangkan gagasan kesejajaran yang juga dikemukakan oleh Jakobson. Dalam hal ini kesejajaran tersebut berlaku pada level fonologi, sintaksis, dan semantik yang untuk menghasilkan ciri-ciri struktural.

commit to user

tidak ada dua pendekatan yang dapat dipergunakan dalam mendekati dan menganalisis stilistika. Pertama, diawali dengan analisis sistematis tentang sistem linguistik karya sastra, dilanjutkan dengan interpretasi tentang ciri-cirinya dilihat

dari tujuan estetis karya tersebut sebagai “makna total”.