KONFLIK BATIN TOKOH-TOKOH DALAM KUMPULAN CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI (PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA)

DALAM KUMPULAN CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI (PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA) SKRIPSI OLEH: JATMIKO

K1208028

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

DALAM KUMPULAN CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI (PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA)

Oleh: JATMIKO K1208028

Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

commit to user

commit to user

commit to user

Jatmiko. KONFLIK BATIN TOKOH-TOKOH DALAM KUMPULAN

CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI (PENDEKATAN PSIKOLOGI

SASTRA). Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juni 2012.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan kepribadian tokoh-tokoh dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang; (2) mendeskripsikan konflik batin yang dialami tokoh-tokoh di dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang- layang berdasarkan teori psikoanalisis Sigmund Freud; (3) mendeskripsikan bagaimana persepsi pembaca terhadap cerpen Madre dan Menunggu Layang- layang .

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi sastra karena penelitian ini berfokus pada konflik batin yang dialami oleh tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Penelitian ini mengambil sampel dua buah cerpen, yaitu Madre dan Menunggu Layang-layang karena dua cerpen tersebut merupakan cerpen yang sama-sama memiliki konflik batin mengingat kumpulan cerita Madre ini terdiri dari cerpen, puisi, dan lagu. Sumber data berasal dari dokumen dan informan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pustaka dan wawancara. Validitas data menggunakan teknik triangulasi teori dan sumber. Analisis data di dalam penelitian ini menggunakan analisis data interaktif.

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan tiga hal berikut ini. Pertama , tokoh Tansen sebagai sosok pria yang bertanggung jawab dan pekerja keras; Pak Hadi sebagai sosok pria yang memegang teguh prinsip; Mei sebagai wanita pekerja keras meskipun dibayangi rasa bersalah; Bu Cory dan Bu Sum sebagai pekerja yang memiliki loyalitas tinggi kepada pemimpinnya; Christian sebagai pria pekerja keras dan memiliki kehidupan teratur; Starla sebagai wanita pekerja keras yang tidak diimbangi dengan kepribadian yang baik; dan Rako sebagai pria yang takut dengan komitmen. Kedua, konflik batin yang dialami tokoh: Tansen karena ketidakjelasan silsilah keluarga dan pemerolehan warisan dari orang yang tidak dikenal; Pak Hadi sebagai orang yang mengetahui sejarah kehidupan Tansen; Mei terhadap kesalahan masa kecil; Christian yang takut perubahan dan ketidakpastian; Starla yang takut dengan komitmen; keinginan Rako untuk memiliki Starla tidak tercapai. Ketiga, konflik batin yang terjadi di dalam cerpen tersebut dapat terjadi di dunia nyata dan Madre lebih memiliki nilai perjuangan daripada Menunggu Layang-layang.

Kata kunci: cerita, tokoh, konflik batin, psikologi sastra.

commit to user

Sekali dalam hidup orang harus menentukan sikap Kalau tidak, dia takkan menjadi apa-apa. (Pramoedya Ananta Toer)

commit to user

Dengan rasa syukur kepada Allah, kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Bapak dan Ibu, yang selalu mendukung dan menyemangatiku untuk dapat memberikan yang terbaik dalam hidup;

2. Mbak Sirih Purwanti, Mas Maryanto, Mas Joko Nofianto yang selalu memberikan semangat di setiap langkahku untuk menggapai impian;

3. Kawan-kawanku di Lembaga Pers Mahasiswa Motivasi FKIP UNS;

4. Bastind’08; terima kasih telah memberikan warna hidupku untuk menempuh jalan ini.

commit to user

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof.Dr.H.M.Furqon Hidayatullah,M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin penulisan skripsi;

2. Dr.Muh.Rohmadi,M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang telah memberikan persetujuan skripsi;

3. Dr.Kundharu Saddhono,S.S.,M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang telah memberikan izin penulisan skripsi;

4. Dra.Sumarwati,M.Pd. selaku Pembimbing I dan Dra. Raheni Suhita, M.Hum. selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar;

5. Dr.Andayani,M.Pd., Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa di Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS;

6. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membantu penulis selama menimba ilmu di FKIP UNS;

7. Dewi Lestari, Dra.Murtini,M.S., Amiliya S.H., Christin C., Aprilia P.S., Nurul R., Retno P.L., Arnellis M. yang telah bersedia menjadi narasumber penelitian skripsi ini;

8. Bapak, Ibu, Mas Maryanto, Mas Joko, Mbak Sirih, dan saudara di rumah yang selalu memberikan semangat untukku;

9. Helmi, Cini, Rina, Ellysa, Norma, Alfira, Erma, Santi, Fitri, dan teman-teman Bastind 2008 yang telah memberikan warna di perjalanan ini;

10. Mbak Nisa, Mbak Tutut, Mbak Septi, Mas Hanif, Mas Tisna, Mas Anjar, Mas Djoko, Mbak Duwi, Ahmad, Farra, Yui, Fitria, Qodri, Imron, Lutfi, dan

commit to user

yang kuat. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pembaca.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

commit to user

BAB IV PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ...................................................................................... 25

B. Kepribadian Tokoh-tokoh dalam Cerpen ............................................. 26

C. Konflik Batin yang Dialami oleh Tokoh ............................................. 41

D. Persepsi Pembaca terhadap Konflik ..................................................... 68 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan .............................................................................................. 72

B. Implikasi .............................................................................................. 74

C. Saran .................................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76 LAMPIRAN ....................................................................................................... 78

commit to user

Bagan 1. Kerangka Berpikir ............................................................................

18

Bagan 2. Analisis Interaktif (Miles & Huberman) ..........................................

23

commit to user

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ..........................................................

19

commit to user

Lampiran 1. Profil Dewi Lestari ................................................................

76 Lampiran 2. Sinopsis Madre .....................................................................

78 Lampiran 3. Sinopsis Menunggu Layang-layang .........................................

82 Lampiran 4. Transkrip Wawancara Dewi Lestari ........................................

84 Lampiran 5. Daftar Pertanyaan untuk Dra.Murtini,M.S. ..............................

87 Lampiran 6. Transkrip Wawancara Dra.Murtini,M.S. ..................................

89 Lampiran 7. Daftar Pertanyaan untuk April dkk ..........................................

93 Lampiran 8. Transkrip Wawancara Aprilia ................................................

94 Lampiran 9. Transkrip Wawancara Nurul ..................................................

97 Lampiran 10. Transkrip Wawancara Retno ................................................

99 Lampiran 11. Transkrip Wawancara Christin .............................................

102 Lampiran 12. Transkrip Wawancara Amiliya .............................................

105

Lampiran 13. Transkrip Wawancara Arnellis .............................................. 110

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Novel atau cerpen sebagai bagian bentuk sastra merupakan jagad realita yang di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat oleh manusia (tokoh) (Siswantoro, 2005:29). Sebagai bagian dari karya sastra, novel atau cerpen yang muncul tak hanya digunakan sebagai hiburan, tetapi novel atau cerpen tersebut dapat juga digunakan sebagai media pendidikan. Kehadiran novel atau cerpen sebagai bagian karya sastra tak terlepas dari unsur intrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2009:23). Unsur tersebut, misalnya plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa.

Sastra adalah hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Sebagai seni kreatif yang mengungkapkan kehidupan manusia, karya sastra tidak hanya merupakan media untuk menyampaikan ide, teori, atau sistem berpikir, tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori serta sistem berpikir manusia. Oleh karena itu, sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia. Di samping itu, sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia (Semi, 1993:8).

Sebuah karya sastra akan menjadi lebih hidup ketika didukung dengan kehadiran tokoh-tokoh di dalamnya. Setiap tokoh dilengkapi dengan jiwa dan raga untuk mendukung cerita, meskipun cerita tersebut fiktif. Hal ini terlihat dari sifat atau karakter yang melekat pada tokoh tersebut. Meskipun masing-masing tokoh memiliki karakter pribadi, dalam kehidupannya tokoh-tokoh tersebut senantiasa berhubungan dengan tokoh yang lain. Tak jarang hubungan tersebut dapat menimbulkan sebuah konflik, baik konflik antarindividu, konflik antarkelompok, bahkan konflik pribadi yang sering disebut sebagai konflik batin. Seperti disebutkan oleh Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (2009:122) bahwa

commit to user

kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Dengan kata lain, manusia selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan hidup. Di dalam menghadapi persoalan tersebut, manusia tidak akan terlepas dari jiwa manusia itu sendiri.

Tokoh-tokoh sebagai pemegang alur akan menghidupkan peristiwa atau kejadian di dalam cerita tersebut. Seperti disebutkan oleh Nurgiyantoro (2009:167) bahwa tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Melalui tokoh-tokoh inilah pengarang akan melukiskan kehidupan manusia dengan segala problematikanya dan konflik-konfliknya. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2009:165), tokoh cerita merupakan orang- orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas nilai moral dan kecenderungan tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter sehingga karya sastra tersebut menggambarkan tentang kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya menampilkan tokoh itu secara fiktif. Dengan kenyataan tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek kehidupan, tidak terkecuali ilmu jiwa atau psikologi. Hal ini tidak terlepas dari pandangan dualisme yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atas jiwa dan raga.

Penelitian yang menggunakan pendekatan psikologi terhadap karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi. Alasan ini didorong karena tokoh-tokoh dalam karya sastra dimanusiakan, mereka semua diberi jiwa, mempunyai raga bahkan untuk manusia yang disebut pengarang mungkin memiliki penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama dalam hal penghayatan mengenai hidup dan kehidupan (Hardjana, 1985:60).

Hartoko dalam Endraswara (2008:70) menyebutkan bahwa psikologi sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi. Dasar konsep

commit to user

karya sastra, sedangkan pemahaman dari sisi lain dianggap belum bisa mewadahi tuntutan psikis. Oleh karena itu, muncullah psikologi sastra yang berfungsi sebagai jembatan dalam interpretasi. Penelitian psikologi sastra memfokuskan pada aspek-aspek kejiwaan. Artinya, dengan memusatkan perhatian pada tokoh- tokoh penelitian dapat mengungkap gejala-gejala psikologis tokoh, baik yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan pengarang (Ratna, 2009:350).

Di dalam ilmu psikologi, terdapat teori yang mengusulkan bagaimana mempelajari tentang aspek kejiwaan maupun penokohan dalam karya sastra. Teori ini digunakan untuk mempelajari tentang kesadaran dan ketidaksadaran pada manusia. Teori psikologi tersebut diperkenalkan oleh Sigmund Freud. Menurutnya, semua gejala mental bersifat tak sadar yang tertutup oleh alam kesadaran (Schellenberg dalam Ratna, 2009:62). Freud membagi teori kepribadian menjadi tiga, yaitu id atau es; ego atau ich; dan superego atau uber ich. Selain itu, psikologi Freud juga memanfaatkan mimpi, fantasi, dan mite. Hal tersebut merupakan masalah pokok dalam sastra. Ratna (2009:342) juga menyebutkan bahwa secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung di dalam sebuah karya sastra.

Kumpulan cerita Madre adalah sebuah kumpulan cerita yang ditulis oleh Dewi Lestari. Sebagai seorang penulis dan penyanyi, Dee, sapaan akrab Dewi Lestari dapat dikatakan sebagai seorang penyanyi yang sukses di bidang kepenulisan. Novel pertamanya Supernova mampu menembus angka penjualan 75.000 eksemplar yang pada akhirnya mengantarkan novel ini untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Supernova pun masuk dalam nominasi Katulistiwa Literary Award (KLA) yang diadakan oleh QB World Books. Bersaing dengan sastrawan kenamaan, seperti Goenawan Mohamad, Danarto, Sutardji Calzoum Bachri, dan Hamsad Rangkuti. Tahun 2009, Dee menerbitkan novel Perahu Kertas. Tahun 2011, kumpulan cerita Madre pun terbit.

Kumpulan cerita Madre ini menyampaikan cerita yang lebih detil dan ringkas, tidak seperti sebuah novel yang panjang. Konflik batin yang dihadirkan

commit to user

tidak terlalu banyak. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti terdorong untuk meneliti tentang konflik batin yang dialami tokoh dari sisi psikologi sebagai bagian dari sastra. Judul pen elitian ini, yaitu “Konflik Batin Tokoh-tokoh dalam Kumpulan Cerita Madre Karya Dewi Lestari (Pendekatan Psikologi Sastra)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimana penggambaran kepribadian tokoh-tokoh dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang ?

2. Bagaimana konflik batin yang dialami oleh tokoh-tokoh di dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang berdasarkan teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud?

3. Bagaimana persepsi pembaca terhadap konflik batin yang digambarkan dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Menggambarkan kepribadian tokoh-tokoh dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang .

2. Menggambarkan konflik batin yang dialami oleh tokoh-tokoh di dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang berdasarkan teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud.

3. Menggambarkan persepsi pembaca terhadap konflik batin dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang.

commit to user

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun praktis.

1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai studi sastra Indonesia khususnya dengan pendekatan psikologi sastra. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai pemacu di bidang pendidikan untuk mulai menggunakan cerpen sebagai media pendidikan di sekolah. Selain itu juga untuk memberikan sumbangan dalam teori sastra dan teori psikologi dalam mengungkap konflik batin tokoh-tokoh dalam kumpulan cerita Madre.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Penelitian ini diharapkan mampu digunakan untuk menggambarkan bagaimana contoh penganalisisan sebuah karya sastra sehingga dapat mendorong peserta didik untuk meningkatkan pemahaman terhadap karya sastra.

b. Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan contoh oleh siswa bagaimana cara menganalisis konflik yang dialami oleh tokoh di dalam karya sastra. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa menjadi produktif untuk menghasilkan karya.

c. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang penelitian dalam multidisiplin ilmu. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian-penelitian selanjutnya.

commit to user

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

1. Hakikat Cerpen

Munculnya berbagai karya sastra saat ini menunjukkan bahwa perkembangan dunia sastra Indonesia kian membaik. Karya sastra yang banyak bermunculan merupakan karya-karya fiksi. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan (Nurgiyantoro, 2009:3). Tarigan (1991:120) juga menyebutkan bahwa fiksi adalah sesuatu yang dibentuk; sesuatu yang dibuat; sesuatu yang diciptakan; sesuatu yang diimajinasikan. Karya fiksi sering disebut sebagai karya rekaan yang digunakan oleh pengarang untuk menghidupkan tokoh- tokoh yang ada di dalamnya. Cerita rekaan tersebut menyaran pada sesuatu yang tidak nyata dan tidak terjadi sungguh-sungguh. Namun, sebagai sebuah cerita, fiksi tetap memiliki tujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca di samping tujuan estetik. Contoh cerita fiksi, yaitu novel dan cerpen. Namun, cerpen dan novel memiliki berbagai perbedaan. Menurut Nurgiyantoro (2009:10) perbedaan antara novel dengan cerpen yang pertama (dan yang terutama) dapat dilihat dari segi formalitas bentuk dan segi panjang cerita. Stanton pun menyatakan hal yang sama bahwa perbedaan yang paling jelas adalah dari segi panjang (1965:37).

Marsli (2008) menyebutkan bahwa cerpen adalah sebuah dunia baru yang dibangunkan dari himpunan realita yang dibaur dan dicernakan di dalam imajinasi pengarang. Beach (Tarigan, 1991:176) menyatakan bahwa mengingat batas-batasnya maka cerita pendek termasuk bentuk yang sederhana dari fiction. Namun, berbeda dengan buku roman, cerita pendek kurang tepat untuk memecahkan suatu keadaan yang ruwet. Dari pengertian tersebut jelas bahwa cerpen merupakan hasil olahan ide yang didapatkan dari kehidupan nyata yang dipadukan dengan imajinasi pengarang sehingga menghasilkan cerita yang menarik dan tidak terlalu panjang. Cerita yang

commit to user

Namun, berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tak ada satu kesepakatan di antara pengarang dan para ahli (Nurgiyantoro, 2009:10).

Poe dalam Nurgiyantoro (2009:10) menyebutkan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang dibaca selesai dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Sementara itu, Camby (Tarigan, 1991:176) mengatakan bahwa kesan yang satu dan hidup, itulah seharusnya hasil dari cerita pendek. Pengertian tersebut menyiratkan bahwa sebuah cerita pendek haruslah singkat, padat, dan jelas. Konflik yang disajikan pun tidak melebar dan fokus pada sebuah permasalahan sehingga penyelesaian cerita yang hendak disampaikan penulis tidak berbelit-belit. Secara tidak langsung, hal tersebut akan menyebabkan singkatnya membaca cerita.

Cerita pendek sebagai bagian dari fiksi tidak hanya memiliki satu bentuk. Namun, cerita pendek juga memiliki berbagai macam bentuk. Bentuk cerita pendek tersebut dapat dibagi menjadi beberapa, yaitu (a) short short story (Berkisar 500 kata); (b) midle short story; (c) long short story (Nurgiyantoro, 2009:10). Berbeda dengan Nurgiyantoro yang menyatakan short short story berkisar 500 kata, pendapat lain muncul dari Tarigan. Menurut Tarigan (1991:178), short short story adalah cerita pendek yang jumlah kata-katanya pada umumnya di bawah 5000 kata, maksimum 5000 kata, atau kira-kira 16 halaman kuarto spasi rangkap yang dapat dibaca kira- kira seperempat jam. Namun, meskipun kedua pendapat tersebut berbeda, dinyatakan bahwa maksimal 5000 kata dan 500 berada di bawah 5000. Setidaknya, pengertian yang dimaksud oleh Nurgiyantoro dapat dimasukkan ke dalam pengertian cerita pendek menurut Tarigan. Selain itu, sebuah cerita pendek tidak hanya dilihat dari panjang pendeknya cerita maupun jumlah suku kata. Lebih dari itu, cerita pendek juga tetap memiliki unsur-unsur pembangun cerita yang padu. Unsur-unsur tersebut sering disebut struktur di dalam karya sastra. Unsur-unsur pembangun dari dalam (intrinsik) yang dimaksud, yaitu tema, plot, tokoh dan penokohan, amanat, dan latar. Menurut

commit to user

digunakan sebagai landasan untuk memahami secara sistematis semua pengalaman manusia, termasuk tingkah lakunya. Secara tersirat pendapat tersebut menggambarkan tentang penokohan yang ada di dalam karya sastra. Penokohan sebagai bagian dari karya sastra merupakan bagian dari cipta pengarang termasuk tingkah laku dan pengalaman yang ada di dalam cerita.

2. Unsur Tokoh dan Penokohan

Kehadiran tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra sangat penting terutama untuk menghidupkan cerita yang ada di dalamnya. Tokoh-tokoh dalam karya sastra memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga membentuk sebuah jalinan cerita dan konflik yang padu.

Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Tokoh dalam suatu cerita rekaan merupakan unsur penting yang menghidupkan cerita. Di dalam sebuah karya sastra biasanya terdapat beberapa tokoh. Namun, di antara beberapa tokoh tersebut, salah satu tokoh akan berperan menjadi tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan di dalam karya sastra. Kehadiran tokoh dalam cerita berkaitan dengan terciptanya konflik, dalam hal ini tokoh berperan membuat konflik dalam sebuah cerita rekaan (Nurgiyantoro, 2009:164).

Pembicaraan mengenai penokohan dalam cerita rekaan tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan toko h. Istilah ‘tokoh’ menunjuk pada pelaku dalam cerita, sedangkan ‘penokohan’ menunjukkan pada sifat, watak atau karakter yang melingkupi diri tokoh yang ada. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 2009:165). Penokohan dapat juga dikatakan sebagai proses penampilan tokoh sebagai pembawa peran watak tokoh dalam suatu cerita. Stanton (1965:17) juga menyebutkan bahwa di dalam fiksi yang baik, setiap perkataan, setiap tindakan tidak hanya mendukung plot, tetapi juga penjelmaan dari penokohan atau karakter. Tihenea (2011:59) juga menyebutkan bahwa mental, kelas sosial, jenis kelamin, dan bangsa dapat memengaruhi tingkah laku sosial setiap individu.

commit to user

merupakan cara pengarang untuk menggambarkan dan mengembangkan watak tokoh yang mendukung cerita. Watak yang ditampilkan merupakan keinginan pengarang yang disesuaikan dengan jalan cerita yang diinginkan. Watak yang dimiliki setiap tokoh akan memacu timbulnya perilaku tokoh di dalam cerita karena watak dan tokoh dapat berjalan secara beriringan.

Pengarang memiliki beberapa teknik atau cara-cara untuk menampilkan tokoh, yaitu teknik ekspositori (teknik analitis) dan teknik dramatik (Nurgiyantoro, 2009:195). Pertama, teknik analitis, yaitu cara menampilkan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Pengarang memberikan komentar tentang kedirian tokoh cerita berupa lukisan sikap, sifat, watak, tingkah laku, bahkan ciri fisiknya. Kedua, cara dramatik, yaitu cara menampilkan tokoh tidak secara langsung, tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita. Metode tidak langsung (dramatik) adalah teknik pengarang mendeskripsikan tokoh dengan membiarkan tokoh-tokoh tersebut saling menunjukkan kediriannya masing- masing, melalui berbagai aktivitas yang dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal, seperti tingkah laku, sikap, dan peristiwa yang terjadi.

Setiap tokoh mempunyai wataknya sendiri-sendiri. Satoto dalam Parwanti (2006:12) menyatakan, Tokoh adalah bahan yang paling aktif menjadi penggerak jalan cerita

karena tokoh ini berpribadi, berwatak, dan memiliki sifat-sifat karakteristik tiga dimensional, yaitu :

1) Dimensi fisiologis ialah ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat kedewasaan), jenis kelamin, keadaan tubuhnya, ciri-ciri muka dan ciri- ciri badani yang lain.

2) Dimensi sosiologis ialah ciri-ciri kehidupan masyarakat, misalnya status sosial, pekerjaan, jabatan atau peran dalam masyarakat, tingkat pendidikan, pandangan hidup, agama, aktivitas sosial, suku bangsa, dan keturunan.

3) Dimensi psikologis ialah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas, ukuran moral, temperamen, keinginan, perasaan pribadi, IQ, dan tingkat kecerdasan keahlian khusus.

commit to user

penggambaran yang jelas mengenai posisi tokoh tersebut. Jenis-jenis tokoh menurut Nurgiyantoro (2009:176-190) dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya; berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh; berdasarkan segi perwatakan; berdasarkan segi berkembang atau tidaknya perwatakan; berdasarkan segi kemungkinan pencerminan tokoh.

Berdasarkan segi peranannya, tokoh dibagi menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan. Sedangkan tokoh tambahan, yaitu tokoh yang permunculannya lebih sedikit dan kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung atau tidak langsung.

Berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh, tokoh dibagi menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis, yaitu tokoh utama yang merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang ideal bagi pembaca. Sedangkan tokoh antagonis, yaitu tokoh penyebab terjadinya konflik. Antara tokoh protagonis dan antagonis ini saling mengimbangi dan biasanya memiliki watak yang berbeda sehingga mengimbangi jalannya cerita.

Berdasarkan segi perwatakan, tokoh dibagi menjadi tokoh sederhana dan tokoh bulat atau kompleks. Tokoh sederhana (simple atau flat character), yaitu tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat- watak tertentu saja. Tokoh bulat (complex atau round character), yaitu tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.

Berdasarkan segi berkembang atau tidaknya perwatakan, penokohan dapat dibagi menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis (static character ), yaitu tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh berkembang, yaitu tokoh cerita yang

commit to user

perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan.

Berdasarkan segi pencerminan tokoh, tokoh dibagi menjadi tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal, yaitu tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya atau sesuatu yang lain yang bersifat mewakili. Sedangkan tokoh netral, yaitu tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri.

Tokoh-tokoh yang disebutkan di atas memainkan perannya sendiri- sendiri untuk mendukung jalannya cerita. Setiap tokoh akan dilengkapi dengan watak, jiwa, dan raga yang berbeda-beda tiap individunya oleh pengarang. Seperti disebutkan oleh Banda (1999:49) bahwa pengarang merupakan suatu respon terhadap berbagai persoalan dalam kehidupan. Kondisi sosial sebagai bagian dari dimensi sosiologis pun diberikan oleh pengarang untuk mendukung berbagai karakter yang muncul. Hal ini bertujuan untuk melahirkan sebuah karya yang baik dengan adanya pengimbangan berbagai unsur dan karakter.

3. Pendekatan Psikologi Sastra

a. Pengertian Psikologi

Psikologi berasal dari bahasa Yunani psyche yang artinya jiwa dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, secara etimologis (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya (Ahmadi, 1979:1).

Walgito mengatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang membicarakan tentang jiwa. Ia merupakan suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tingkah laku serta aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan (1997:9). Siswantoro (2005:26) menyebutkan bahwa psikologi sebagai ilmu jiwa yang menekankan perhatian studinya pada manusia, terutama pada perilaku manusia (human behaviour or action). Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa pengertian psikologi adalah

commit to user

maupun abnormal yang pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa (2008:1109).

Jadi, berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia baik gejala, proses, maupun latar belakang yang berpengaruh pada perilaku manusia tersebut.

b. Pengertian Psikologi Sastra

Psikologi sastra

merupakan

suatu

pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan menyangkut batiniah manusia di dalam sebuah karya sastra. Hadirnya psikologi sastra dapat digunakan untuk memahami karakter-karakter tokoh di dalam sebuah karya sastra. Lewat tinjauan psikologi akan nampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk menghidangkan citra manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya atau paling sedikit untuk memancarkan bahwa karya sastra pada hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia (Hardjana, 1985:66). Psikologi sastra sebagai cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologi. Psikologi mencoba memahami karya sastra dari sudut yang berbeda, mulai dari karakter sampai dengan konflik yang dialami tokoh karena ilmu psikologi sangat erat dengan kondisi kejiwaan. Perhatiannya dapat diarahkan kepada pengarang dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri (Hartoko & Rahmanto, 1986:126). Apabila seorang pengarang mencipta- kan karya sastra, karya tersebut merupakan monumentalisasi verbal dari aktivitas budaya pengarang (Banda, 1999:46). Jadi, baik secara langsung ataupun tidak, kondisi pengarang dapat memengaruhi karya sastra yang akan ditulisnya.

Psikologi sastra bertujuan untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa psikologi sastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan masyarakat. Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, masyarakat dapat

commit to user

yang terjadi dalam masyarakat, khususnya yang terkait dengan kejiwaan (Ratna, 2009:342-343).

Terdapat tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dan sastra, yaitu (1) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, (2) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh- tokoh fiksional dalam karya sastra, dan (3) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Pembicaraan pertama berhubungan dengan peranan pengarang sebagai pencipta. Jadi, karya sastra dibicarakan sebagai hal yang berhubungan dengan proses kreatif. Oleh karena itu, Wellek dan Warren membedakan analisis psikologis yang pertama ini menjadi dua macam, yaitu studi psikologi yang semata-mata berkaitan dengan pengarang dan studi yang berhubungan dengan inspirasi, ilham, dan kekuatan supernatural lainnya.

Psikologi sastra sebenarnya lebih memberikan perhatiannya pada masalah yang kedua, yaitu pembicaraan yang berhubungan dengan unsur- unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra. Sebagai dunia dalam kata, karya sastra memasukkan berbagai aspek kehidupan ke dalamnya, khususnya manusia. Pada umumnya, aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh, aspek kejiwaan diinvestasikan dan dicangkokkan. Di dalam analisis, pada umumnya yang menjadi tujuan adalah tokoh utama, tokoh kedua, tokoh ketiga, dan seterusnya (Ratna, 2009:343).

Psikologi sastra adalah model penelitian interdisiplin dengan menetapkan karya sastra dengan posisi yang lebih dominan. Cerpen tidak melukiskan tokoh-tokoh dari semestaan yang sama. Cerpen juga tidak menampilkan tokoh sebagai manusia secara individual. Sebagai sistem simbol, dalam cerpen terkandung keberagaman tokoh sebagai representasi mutikultural dan tokoh-tokoh sebagai spesies. Pada gilirannya,

commit to user

multikultural dan spesies. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis. Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh maka akan dapat dianalisis konflik batin yang mungkin saja bertentangan dengan teori psikologis.

Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian, yaitu (1) Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pembeda, (2) Studi proses kreatif, (3) Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan (4) Studi yang mempelajari dampak sastra pada pembaca atau psikologi pembaca (Wellek & Warren, 1990:90).

Berdasarkan pendapat Wellek dan Warren di atas, penelitian pada kumpulan cerita Madre ini mengarah pada pengertian ketiga, yaitu pendekatan psikologi sebagai studi tipe dan hukum-hukum yang diterapkan pada karya sastra. Secara spesifik dapat dijelaskan, bahwa analisis yang akan dilakukan terutama diarahkan pada kondisi kejiwaan tokoh-tokoh yang berperan dalam cerita untuk mengungkap kepribadiannya secara menyeluruh.

4. Teori Kepribadian

Teori kepribadian merupakan sebuah teori yang digunakan untuk memahami kondisi kejiwaan seseorang. Di dalam psikologi banyak teori yang memberikan pemahaman terhadap teori kepribadian. Teori psikologi yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori psikologi yang disampaikan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Freud adalah psikolog pertama yang menyelidiki aspek ketidaksadaran dalam jiwa manusia. Freud mengibaratkan kesadaran manusia sebagai gunung es, sedikit yang terlihat di permukaan adalah menunjukkan kesadaran, sedangkan bagian tidak terlihat yang lebih besar menunjukkan aspek ketidaksadaran. Dalam daerah ketidaksadaran yang sangat luas ini ditemukan dorongan-dorongan, nafsu- nafsu, ide-ide dan perasaan-perasan yang ditekan, suatu dunia dalam yang besar dan berisi empat belas kekuatan vital yang melaksanakan kontrol

commit to user

1993:60). Ajaran-ajaran Freud di atas, dalam dunia psikologi lazim disebut sebagai psikoanalisis yang menekankan penyelidikannya pada proses kejiwaan dalam ketidaksadaran manusia. Di dalam ketidaksadaran inilah menurut Freud berkembang insting hidup yang paling berperan dalam diri manusia, yaitu insting seks dan selama tahun-tahun pertama perkembangan psikoanalisis, segala sesuatu yang dilakukan manusia dianggap berasal dari dorongan ini. Seks dan insting-insting hidup yang lain, mempunyai bentuk energi yang menopangnya, yaitu libido (Hall & Gardner, 1993:73).

Freud mendeskripsikan kepribadian menjadi tiga, yaitu struktur kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian. Selanjutnya, Freud membagi struktur kepribadian menjadi tiga sistem, yaitu id, (das es), ego (das ich) , dan superego (das ueber ich). Perilaku manusia pada hakikatnya merupakan hasil interaksi substansi dalam kepribadian manusia id, ego, dan superego yang ketiganya selalu bekerja, jarang salah satu di antaranya terlepas atau bekerja sendiri. Penjelasan dari tiga sistem tersebut adalah sebagai berikut.

a. Id adalah sistem kepribadian yang asli yang dibawa sejak lahir (Alwisol, 2011:14). Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi yang diturunkan, seperti insting, impuls, dan drives. Dari sini aspek kepribadian yang lain tumbuh yang kemudian muncul ego dan superego. Id berfungsi untuk menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar kenikmatan. Untuk mengejar kenikmatan itu id mempunyai dua cara, yaitu tindakan refleks dan proses primer, tindakan refleks seperti bersin atau berkedip, sedangkan proses primer seperti saat orang lapar membayangkan makanan. Alwisol (2011:15) juga menyebutkan bahwa id hanya mampu membayangkan sesuatu tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan.

b. Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle) (Alwisol, 2011:15).

commit to user

kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian karena ego mengontrol jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi serta cara-cara memenuhinya. Dalam fungsinya seringkali ego harus mempersatukan pertentangan-pertentangan antara id dan superego. Peran ego ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan instingtif dan keadaan lingkungan.

c. Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) (Alwisol, 2011:16). Aspek kepribadian ini, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Superego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Fungsi pokok superego adalah merintangi dorongan id terutama dorongan seksual dan agresif yang ditentang oleh masyarakat. Mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis dari pada realistis dan mengejar kesempurnaan. Jadi, superego cenderung untuk menentang id maupun ego dan membuat konsepsi yang ideal.

Demikianlah struktur kepribadian menurut Freud, yang terdiri dari tiga aspek, yaitu id, ego, dan superego yang ketiganya tidak dapat dipisahkan. Secara umum, id bisa dipandang sebagai komponen biologis kepribadian, ego sebagai komponen psikologisnya, sedangkan superego adalah komponen sosialnya.

5. Penelitian yang Relevan

Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian dengan judul Konflik Tokoh Utama dalam Kumpulan Novelet Tulalit Karya Putu Wijaya: Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra oleh Rosid Wuryanto tahun 2007 (UNS). Hasil penelitian menyebutkan bahwa antara tema dan

commit to user

tokoh utama dipojokkan oleh pikiran dalam lamunan. Tokoh mempunyai naluri dan kecemasan. Kecemasan yang terjadi pada tokoh meliputi kecemasan realitas, neurotik, dan moral.

Penelitian yang lain, yaitu Religiositas dalam Novel Fatimah Chen Chen Karya Motinggo Busye (Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra) oleh Indah Kusumaningtyas tahun 2002 (UNS). Hasil penelitian menyebutkan bahwa melalui pendekatan struktural dapat diperoleh kesimpulan adanya unsur-unsur pembangun novel FCC, yaitu penokohan, alur, latar, tema, dan amanat. Dalam analisis psikologi sastra dapat disimpulkan bahwa tokoh- tokohnya mengalami fase perkembangan yang berbeda-beda, dimulai fase pubertas sampai dengan mengalami kedewasaan. Dengan demikian, watak dasar yang dimiliki juga berbeda.

Penelitian dengan judul Aspek Penokohan dalam Cerbung Tembang Katresnan Karya Atas S. Danusubroto (Tinjauan Psikologi Sastra) oleh Syamsul Huda tahun 2010 juga menjadi bagian dari penelitian yang relevan. Menurut penelitian ini, unsur-unsur yang terdiri dari tema, alur, penokohan, latar, dan amanat tersebut bersama-sama membentuk totalitas makna. Selain itu, penelitian ini mengungkapkan tentang dinamika dan proses kejiwaan tokoh-tokoh yang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial kehidupan seseorang yang berlatar belakang masyarakat desa.

B. Kerangka Berpikir

Kumpulan cerita Madre merupakan kumpulan cerita yang terdiri dari puisi, lagu, dan cerpen. Penelitian ini akan membahas cerpen Madre dan Menunggu Layang-Layang yang merupakan bagian dari kumpulan cerita terbaru Dewi Lestari tersebut. Cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang merupakan totalitas yang dibangun secara koherensif.

Pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra merupakan sebuah pendekatan yang memandang karya sastra dari sisi-sisi kemanusian dan kejiwaan yang dimiliki tokoh-tokohnya.

commit to user

dalam suatu karya (Ratna, 2009:342). Analisis yang dilakukan berada pada tiga aspek, yakni (1) kepribadian tokoh-tokoh dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang , (2) konflik batin yang dialami tokoh-tokoh tersebut, dan (3) persepsi pembaca terhadap konflik yang muncul.

Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut.

Bagan 1. Kerangka Berpikir

Cerpen Madre

Konflik batin yang dialami

tokoh.

Persepsi pembaca terhadap konflik.

Kepribadian tokoh- tokoh cerpen.

Cerpen Menunggu

Layang-layang

Kumpulan Cerita

Madre

commit to user

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan karya sastra sebagai objek kajiannya sehingga penelitian ini tidak ada pembatasan khusus terhadap tempat dan waktu. Peneliti menggunakan kajian pustaka dan interpretasi atau penafsiran sehingga penelitian dapat dilakukan kapan saja tanpa harus terikat dengan tempat penelitian.

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama empat bulan dengan menggunakan analisis dokumen kumpulan cerita Madre pada bulan Maret-Juni 2012 sebagai data utama. Selain itu, untuk mendukung data yang diperoleh dan penguatan analisis, peneliti juga melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber.

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Mar

April

Mei Juni

A. Persiapan

1. Penyusunan proposal dan revisi.

B. Pelaksanaan penelitian

1. Analisis dokumen

2. Wawancara

C. Penyusunan laporan

D. Pelaksanaan ujian skripsi dan revisi

commit to user

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Hardjana (1985:60) mengatakan bahwa dalam sastra, psikologi merupakan ilmu bantu dan memasuki sastra di dalam bahasan tentang ajaran dan kaidah yang dapat ditimba dari karya sastra. Pendekatan psikologi dilakukan untuk mengetahui psikologi tokoh-tokoh dalam kumpulan cerita Madre yang berkaitan dengan kepribadian, konflik yang dihadapi, serta persepsi pembaca terhadap konflik tersebut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang digunakannya pun metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati. Hal tersebut seperti pendapat dari Moleong (2005:6) berikut ini.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Data deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, frasa, klausa, kalimat atau paragraf dan bukan angka-angka. Dengan demikian, hasil penelitian ini berisi analisis data yang sifatnya menuturkan, memaparkan, memerikan, menganalisis, dan menafsirkan.

C. Data dan Sumber Data

Kumpulan cerita yang menjadi sumber data, yaitu kumpulan cerita Madre karya Dewi Lestari yang merupakan cetakan pertama bulan Juni 2011. Kumpulan cerita Madre ini diterbitkan oleh Penerbit Bentang Yogyakarta. Objek penelitian ini lebih menitikberatkan pada kepribadian tokoh-tokoh dalam cerita Madre dan Menunggu Layang-layang, konflik yang dihadapi, serta persepsi pembaca terhadap konflik di dalam cerita tersebut.

Dokumen utama yang menjadi kajian adalah cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang . Selain itu, data juga diperoleh dari wawancara terhadap beberapa

commit to user

berupa buku-buku penunjang materi dan tulisan atau artikel ilmiah yang didapat dari studi pustaka maupun internet pun digunakan untuk melengkapi penelitian ini.

D. Teknik Sampling

Kumpulan cerita Madre adalah kumpulan cerita yang memiliki beberapa genre, yaitu puisi, lagu, dan cerpen. Untuk menganalisis tentang konflik batin yang dialami oleh tokoh maka peneliti memfokuskan penelitiannya pada genre cerpen. Teknik pengambilan sampel yang digunakan di dalam penelitian ini, yaitu purposive sampling . Purposive sampling, yaitu pengambilan cuplikan yang didasarkan atas berbagai pertimbangan tertentu (Sutopo, 2002:64). Dengan menggunakan teknik purposive sampling maka cerpen yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu Madre dan Menunggu Layang-layang.

E. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka, yaitu pengumpulan data yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode analisis dokumen. Metode ini diambil peneliti karena data utama yang dikumpulkan berupa teks-teks yang terdapat dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang.

Selain itu, teknik pengumpulan data yang lain, yaitu dengan menggunakan wawancara terhadap informan. Informan-informan tersebut, yaitu Dewi Lestari (Penulis Madre), Dra.Murtini,M.S. (Dosen Psikologi Sastra pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS), Amiliya Setiya Rina H. (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), dan Christin Cahyoningrum (Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia), Aprilia Puspita S. (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), Nurul Rismayanti (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), Retno Puji L. (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), dan Arnellis Mellema (Penulis novel Now and Then). Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan penguatan dan keabsahan analisis yang dilakukan. Wawancara terhadap penulis dan dosen digunakan untuk memperkuat hasil analisis rumusan masalah kedua, sedangkan

commit to user

masalah pertama dan ketiga.

F. Uji Validitas Data

Uji validitas data dilakukan dengan mengumpulkan data di lapangan yang kemudian dilanjutkan dengan melihat teori-teori yang telah berkembang. Untuk menentukan keabsahan sebuah data digunakan teknik triangulasi. Menurut Moleong (2005:330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.