Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiko Kredit Pada Perbankan Di Indonesia (Studi Kasus: Sepuluh Peringkat Bank Terbaik Versi Bank Indonesia 2012)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Bank 2.1.1. Pengertian Bank

Menurut Dendawijaya (2005 : 14) bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lebaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berlebihan dana (idle fund surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan.

Undang-undang RI nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Menurut Kuncoro (2002 : 68) bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Oleh karena itu, dalam melakukan kegiatan usahanya sehari-hari bank harus mempunyai dana agar dapat memberikan kredit kepada masyarakat. Dana tersebut dapat diperoleh dari pemilik bank (pemegang saham), pemerintah, bank Indonesia, pihak-pihak di luar negeri, maupun masyarakat dalam negeri.


(2)

Dari beberapa pengertian berbagai sumber, dapat disimpulkan bahwa bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Bank menerima simpanan uang dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan. Kemudian uang tersebut dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk kredit guna meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2.1.2. Fungsi dan Tujuan Bank

Undang-undang RI nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 10 Tahun 1998, menjelaskan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Tujuan Perbankan Indonesia menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Fungsi bank secara umum adalah menghimpun dana dari masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agen of development, dan agen of service (Susilo, Triondani, dan Santoso, 2006).

1. Agent of trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau


(3)

Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan juga percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik lagi simpanan dananya di bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan juga bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.

2. Agen of development

Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian disektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa investasi, distribusi, konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran investasi-distribusi-konsumsi ini adalah kegiatan pembangunan perekonomian.

3. Agen of service

Disamping melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga melakukan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman


(4)

uang, penitipan barang berharga, bagian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.

2.2. Manajemen Perkreditan 2.2.1. Pengertian Kredit

Menurut Rivai, et al., (2007 : 438) istilah kredit berasal dari bahasa Latin, credo, yang berarti I believe, I trust, saya percaya atau saya menaruh kepercayaan. Perkataan credo berasal dari kombinasi perkataan sansekerta cred yang berarti kepercayaan (trust) dan perkataan latin do, yang berarti saya menaruh. Sesudah kombinasi tersebut menjadi bahasa latin, kata kerjanya dan kata bendanya masing-masing menjadi credere dan creditum, meskipun banyak penulis mengemukakan bahwa credit berasal dari credere.

Beberapa pengertian kredit antara lain: (1) penyerahan barang, jasa atau uang dari satu pihak (kreditor/atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (debitur atau pengutang/borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak; (2) kredit penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil; (3) penyerahan nilai ekonomi sekarang atas kepercayaan dengan harapan mendapatkan kembali suatu nilai eonomi yang sama di kemudian hari; (4) suatu tindakan atas dasar perjanjian


(5)

kontraprestasi) yang keduanya dipisahkan oleh unsure waktu; (5) suatu hak, yang dengan hak tersebut seorang dapat mempergunakannya untuk tujuan tertentu, dalam batas waktu tertentu, dan atas pertimbangan tertentu pula (Rivai, Veithzal, dan Idroes, 2007).

Berdasarkan UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

2.2.2. Fungsi dan Tujuan Kredit

Fungsi kredit menurut Kasmir (2007) adalah sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan daya guna uang

Jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit.

2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.


(6)

3. Untuk meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh bank dapat digunakan oleh debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. 4. Meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar.

5. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kredit dapat pula membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan devisa.

6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi penerima kredit akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bila nasabah memiliki modal yang pas - pasan.

7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan akan semakin baik terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk membangun pabrik maka tentunya membutuhkan tenaga kerja sehingga dapat pula mengurangi pengangguran. Disamping itu bagi masyarakat sekitar pabrik dapat juga meningkatkan pendapatannya.


(7)

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara penerima kredit dengan pemberi kredit. Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerjasama di bidang lainnya. Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu yang tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan (Kasmir,2007) antara lain:

1. Mencari keuntungan

Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

2. Membantu usaha nasabah

Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut pihak debitur akan dapat memperluas dan mengembangkan usahanya.

3. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.

2.2.3. Jenis-Jenis Kredit

Secara umum jenis-jenis kredit yang dissalurkan oleh bank dan dilihat dari berbagai segi adalah sebagai berikut (Kasmir, 2008: 76) :


(8)

1. Dilihat Dari Segi Kegunaan a. Kredit Modal Kerja (KMK)

KMK adalah kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai contoh, kredit untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

b. Kredit Investasi (KI)

Kredit investasi adalah kredit yang digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi.

Ciri-ciri kredit investasi adalah :

a) Untuk pengadaan barang-barang modal

b) Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah c) Berjangka waktu menengah dan panjang

2. Dilihat dari Segi Tujuan Kredit a. Kredit Konsumtif

Merupakan kredit yang digunakan dalam rangka pengadaan barang atau jasa untuk tujuan konsumsi, dan bukan sebagai barang modal dalam kegiatan usaha debitur. Penggunaan kredit ini misalnya untuk pembelian mobil, rumah, dan barang-barang konsumsi yang lain. b. Kredit Produktif


(9)

barang atau jasa. Artinya, kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan sesuatu baik berupa barang maupun jasa. c. Kredit Perdagangan

Merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu.

3. Dilihat dari Segi Jaminan a. Kredit dengan Jaminan

Yaitu kredit yang diberikan karena adanya jaminan dari debitur, baik berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak.

b. Kredit tanpa Jaminan

Yaitu pemberian kredit dengan tidak berdasarkan barang jaminan. Kredit tanpa jaminan biasanya diberikan kepada nasabah lama yang oleh pihak telah diketahui benar-benar memiliki reputasi baik dalam membayar angsuran pinjaman.

4. Dilihat dari Jangka Waktu

Kredit jika dibedakan menurut jangka waktu pengembaliannya, dapat dibedakan menjadi:

a. Kredit jangka Pendek

Yaitu kredit yang memiliki jangka waktu maksimum satu tahun, misalnya kredit untuk modal kerja.


(10)

b. Kredit jangka Menengah

Yaitu kredit yang memiliki jangka waktu diatas satu tahun sampai dengan tiga tahun, misalnya kredit untuk investasi.

c. Kredit jangka Panjang

Yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. 5. Dilihat dari Segi Sektor Usaha

a. Kredit Pertanian

Merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat. Dapat berupa jangka pendek maupun jangka panjang.

b. Kredit Peternakan

Dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek misalnya peternakan ayam dan untuk kredit jangka panjang seperti kambing atau sapi.

c. Kredit Industri

Yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah atau besar.

d. Kredit Pertambangan

Yaitu jenis kredit untuk usaha tambang yang dibiayainya, biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak atau tambang timah.


(11)

e. Kredit Pendidikan

Merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang belajar.

f. Kredit Profesi

Diberikan kepada kalangan para profesional seperti dosen,doktor atau pengacara.

g. Kredit Perumahan

Kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan.

2.2.4. Kualitas Kredit

Kredit bank menurut kualitasnya didasarkan atas resiko kemungkinan menurut bank terhadap kondisi dan keputusan debitur dalam memenuhi kewajiban untuk membayar bunga, mengangsur, serta melunasi pinjamannya keada bank. Jadi, unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut adalah waktu pembayaran bunga, pembayaran angsuran, maupun pelunasan pokok pinjaman. Perinciannya sebagai berikut (Rivai, et al., 2007 : 451) :

a. Kredit Lancar (Pass)

Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria seperti dibawah ini: 1. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu

2. Memiliki mutasi rekening yang aktif

3. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral), Indikatornya adalah sebagai berikut:


(12)

1) Industri: (1) diterima umum, (2) permintaan cukup, (3) profitabilitas cukup, dan (4) persaingan minimal.

2) Perusahaan: (1) di atas rata-rata sektor, (2) daya saing kuat, dan (30 produk dan pasar yang baik.

3) Keuangan: (1) menguntungkan, (2) likuid, (3) cash flow memadai, (4) rasio utang rendah, (5) dua sumber pembayaran kembali, dan (6) sedikit ketergantungan terhadap foreign exchange dan stabilitas suku bunga. 4) Manajemen; (1) memiiki kemampuan, (2)memiliki integritas, (3) memiliki

visi strategis yang jelas, (4) kontrol yang baik, dan (5) eksternal audit yang baik.

5) Viability: tidak ada resiko yang signifikan. b. Perhatian Khusus (Special Mention)

Kredit digolongkan ke dalam kredit dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria:

1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari;

2. Kadang-kadang terjadi cerukan; 3. Mutasi rekening relatif aktif;

4. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; 5. Didukung oleh pinjaman baru.


(13)

1) Industri: (dipertanyakan, pendapatan menurun, kompetisi meningkat, kompetisi harga meningkat, biaya operasi meningkat dan dalam real setate: tingkat hunia dan/atau daya serap menurun).

2) Perusahaan: (di dalam rata-rata sektor dan beberapa kelemahan dalam persaingan)

3) Keungan: (keuntungan rendah, likuiditas dapat diterima, rasio utang moderat, dua sumber pembayaran kembali, aliran kas lebih rendah daripada pembayaran pokok dan bunga pinjaman, dan dapat menopang perubahan kecil foreign exchange dan suku bunga).

4) Manajemen: (mampu memenuhi syarat, memiliki integritas, beberapa permasalahan strategis, perbaikan dalam control, komite pemilik dan manajemen, dan eksternal audit dapat diterima)

5) Viability: (kemauan melepaskan diri dari masalah, kekuatan untuk menanggulangi, pemilik dapat mendukung, modal baru dimungkinkan jika perlu, dan tidak terdapat masalah ketenagakerjaan yang berarti).

c. Kurang Lancar (Substandard)

Kredit yang digolongkan ke dalam kredit kurang lancer apabila memenuhi kriteria:

1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah melampaui 90 hari

2. Sering terjadi cerukan

3. Frekuensi mutasi rekening relative rendah


(14)

5. Terdapat indikasi masalah keuangan yang di hadapi debitur 6. Dokumentasi pinjaman yang lemah.

Indikatornya adalah sebagai berikut :

1) Industri: (bergejolak, pendapatan menurun, permintaan menurun, risiko liberalisasi, risiko bahan mentah, risiko devaluasi, regulasi harga, dan weak co under preasure).

2) Perusahaan: (di bawah rata-rata sector, tingkat kompetisi tinggi, dan aspek teknologi lemah).

3) Keuangan: (pendapatan rendah mendekati 0 (nol), likuiditas rendah, rasio utang tinggi, satu sumber pembayaran kembali, aliran kas lebih rendah daripada pembayaran pokok dan bunga pinjaman, asset rentan terhadap perubahan kurs foreign exchange dan bunga, mengkatnya masalah modal kerja).

4) Manajemen: (kepastian rendah, kurang pengalaman, integritas diragukan, tidak ada visi strategis, kontrol yang lemah, konflik kepemimpinan, dan eksternal audit dapat lemah)

5) Viability: (dukungan pemilik diragukan, memerlukan pemasaran yang baru, risiko masa depan yang potensial, terdapat masalah ketenagakerjaan, dan produk serta pasar tidak dapat ditingkatkan).

d. Diragukan (Doubtful)

Kredit yang digolongkan ke dalam kredit diragukan apabila memenuhi kriteria:


(15)

1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari.

2. Terjadi cerukan yang bersifat permanen. 3. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari. 4. Terjadi kapitalisasi bunga.

5. Dokumentasi hokum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.

Indikatornya adalah sebagai berikut:

1) Industri: (tidak baik, pendapatan 0 (nol) atau negative, kompetisi harga sangat tajam, harga menurun, memerlukan restrukturisasi operasional, dan harga politis).

2) Perusahaan: ( jauh di bawah rata-rata sector, tingkat kompetisi yang sangat tinggi, masalah teknologi yang parah, membutuhkan medernisasi yang mendesak, kehilangan pasar, masalah produk, dan eksapansi yang terlalu cepat).

3) Keungan: (kerugian operasional, tidak likuid, menjual asset untuk mempertahankan usaha, aliran kas lebih rendah disbanding pembayaran bunga, rasio utang sangat tinggi, sumber pembayaran tidak cukup, dan meningkatnya modal kerja menyembunyikan kerugian operasional).

4) Manajemen: (parah, tidak kompeten, tidak bisa bekerja sama, control sangat lemah, masalah kepemilikan, tidak ada sumber pemodalan baru, dan eksternal audit yang parah).


(16)

5) Viability: (masalah operasional, kelebihan tenaga kerja yang banyak, membutuhkan penghapusan utang, restrukturisasi produk, restrukturisasi proses, dan pengembalian biaya tidak penuh).

e. Macet (Loss)

Kredit digolongkan ke dalam kredit macet apabila memenuhi kriteria:

1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari.

2. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru.

3. Dari segi hokum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

Indikatornya adalah sebagai berikut :

1) Industri: ( hampir mati, struktur industry lemah, dan bersifat anakronis). 2) Perusahaan: (tidak dapat berkompetisi, ketinggalan teknologi, produk yang

lemah, risiko Negara, peran yang sangat terbatas, dan lower quartile). 3) Keungan: ( kerugian yang besar, penjualan asset saat merugi, masalah kas

dan utang yang parah, aliran kas lebih rendah disbanding biaya produksi, dan tidak ada sumber pembayaran (kecuali likuidasi).

4) Manajemen: (sangat parah, tidak dapat dipercaya, sangat tidak kompeten, kemungkinan terjadi fraud, dan tidak ada kepemimpinan).

5) Viability: (sangat dipertanyakan, harus dilikuidasi, harus dipecah-pecah, likuidasi pada nilai dasar, dan pembeli sedikit).


(17)

2.2.5. Resiko Kredit

Risiko Kredit adalah risiko kerugian akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko Kredit mencakup Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) dan Risiko Kredit akibat kegagalan setelmen (settlement risk).

Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) timbul dari jenis transaksi yang secara umum memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Transaksi dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar.

b. Nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variabel pasar tertentu.

c. Transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrument keuangan. d. Karakteristik risiko bersifat bilateral yaitu (i) apabila nilai wajar kontrak

bernilai positif maka Bank terekspos risiko kredit dari pihak lawan, sedangkan (ii) apabila nilai wajar kontrak bernilai negatif maka pihak lawan terekspos risiko kredit dari Bank.

Risiko Kredit akibat kegagalan setelmen (settlement risk) timbul akibat kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari transaksi penjualan dan/atau pembelian instrumen keuangan. Dalam setiap bentuk usaha selalu dihadapkan pada resiko, hal ini sudah merupakan suatu hal yang biasa selalu terdapat adanya resiko, walaupun satu sama lainnya mempunyai bobot yang


(18)

berbeda-beda. Begitu juga dalam pemebrian kredit, dimana dalam pemberian kredit oleh Bank kepada nasabah juga terdapat resiko yang disebut resiko kredit.

Faktor resiko kredit mencakup berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan peminjam untuk membayar kembali pinjaman secara penuh serta sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi Bank untuk menyelesaikan kredit bermasalah (Non Performance Loan / NPL). Dimana sebagai hasil dari faktor-faktor ini, sebenarnya kerugian menuju akhir proses pemulihan masalah utang juga dapat memepengaruhi kecukupan modala Bank.

Dalam menelaah faktor-faktor yang memepengaruhi resiko kredit pada suatu bank dapat dilihat yaitu:

a. Lingkungan Kredit

Lingkungan kredit yang kurang memadai akan mengakibatkan semakin tingginya resiko kredit yang ditanggung oleh bank tersebut, misalnya semakin tinggi suku bunga yang diterapkan suatu bank terhadap kredit yang diberikan maka akan semakin tinggi tingkat resiko yang dihadapi dengan kata lain akan semakin tinggi tingkat counterparty dari nasabah bank tersebut.

Dalam lingkungan kredit ini, itikad baik serta kemampuan pegawai/pejabat bank sangat mempengaruhi resiko kredit yang dihadapi oleh suatu bank dimana jika pegawai/pejabat suatu bank tidak memiliki itikad baik atau tidak memiliki kemampuan dalam menanggulangi permasalah perkreditan maka tingkat resiko kredit yang dihadapi bank tersebut akan semakin besar dan begitu pula sebaliknya.


(19)

b. Kebijakan dan Prosedur Pemberian Kredit

Dalam hal kebijakan dan prosedur pemberian kredit terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi resiko kredit yaitu:

1. Perencanaan kredit, jika suatu kredit yang akan diberikan telah direncanakan dengan baik, maka resiko kredit yang akan dihadapi bank akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya.

2. Persetujuan kredit, jika bank dalam memberikan persetujuan kredit telah mempertimbangkan unsur-unsur 6C, maka bank tersebut akan dapat ditekan.

3. Pengkajian ulang kredit, tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengetahui kredit-kredit yang bermasalah kemudian dicari permasalahannya untuk menemukan solusi atas kredit tersebut. Jika hal ini dilakukan secara berkala maka bank akan dapat menguragi tingkat kredit macet yang mungkin akan terjadi.

4. Pengadministrasian file kredit, buruknya pengadministrasian file kredit pada suatu bank akan menyebabkan bank kesulitan untuk mengetahui secara dini terhadap kredit-kredit yang bermasalah, sehingga tingkat juga sebaliknya.

c. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi suatu negara akan sangat berpengaruh terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi suatu negara akan mengakibatkan penurunan


(20)

pendapatan perusahaan yang menjadi nasabah debitur. Dengan menurunnya tingkat pendapatan tersebut akan menyebabkan nasabah tidak akan mampu mengembalikan pinjaman yang diberikan bank.

Menurut Hempel, et. al (1994 : 89), cara mengelola risiko kredit perbankan sebagai berikut:

a. Melakukan analisis kredit secara baik dan benar b. Dokumentasi kredit

c. Pengendalian dan pengawasan kredit d. Penilaian terhadap risiko khusus

2.2.6 Analisis Kredit

Menurut Rivai, et al., (2007 : 457) analisis kredit adalah penelitian yang dilakukan oleh Account Officer terhadap kelayakan perusahaan, kelayakan usaha nasabah, kebutuhan kredit, kemampuan menghasilkan laba; sumber pelunasan kredit serta jaminan yang tersedia untuk meng-cover permohonan kredit.

Fahmi dan Lavianti (2010) menyatakan bahwa pada saat pengerjaan suatu usaha dilaksanakan dan membutuhkan dana yang sifatnya eksternal maka pengajuan kepada pihak perbankan adalah salah satu alternatif pembiayaan yang dapat ditempuh. Analisa kredit dapat dianggap feasible dan infeasible (layak atau tidak layak) untuk realisasi pinjaman yang diajukan oleh calon debitur.

Pengertian feasible dari segi perspektif kredit adalah suatu analisa yang mencoba mengkaji secara serius pengajuan atau permohonan kredit dari lembaga


(21)

rinci tentang kemampuannya untuk mengembalikan pinjaman tersebut secara tepat waktu dan siap menanggung segala resiko yang akan terjadi dan semua itu dilindungi oleh jaminan yang dimilikinya.

Menurut Fahmi dan Lavianti (2010) bank dan non bank dalam memberikan kredit harus berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai, agar kredit yang diberikan tidak menjadi kredit macet. Apabila kredit yang diberikan mengalami kemacetan, maka kemampuan bank dan non bank untuk memenuhi kewajiban terhadap para penyimpan dananya akan menurun.

Adapun tujuan utama analisis kredit adalah untuk memperoleh meyakinkan apakah usaha nasabah layak, nasabah mempunyai kemauan dan kemampuan memenuhi kewajibannya kepada bank secara baik, baik pembayaran pokok pinjaman maupun bunganya sesuai dengan kesepakatan dengan bank. Hal ini terjadi karena dalam pemberian kredit bank menghadapi resiko, yaitu tidak kembalinya uang yang dipinjamkan. Hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis kredit adalah kemauan dan kemampuan dari nasabah itu untuk memenuhi kewajibannya.

Tujuan yang ingin dicapai bank dalam melakukan analisis kredit adalah untuk melihat (Idroes dan Sugiarto, 2006 : 87):

1. Kemampuan perusahaan dalam membayar deviden secara teratur dan dalam periode yang berkesinambungan. Hal ini untuk memastikan labaperusahaan dapat diperoleh secara berkesinambungan. Artinya dalam jangka panjang pengelolaan perusahaan berjalan dengan baik dan lancar. 2. Rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio) yang tidak terlalu tinggi.


(22)

3. Kriteria lainnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mencetak aliran dana bersih (net cash flow).

Pemberian kredit kepada nasabah harus memenuhi persyaratan yang dikenal dengan prinsip 6C’s berikut:

a. Character

Character adalah keadaan watak/sifat debitur, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana iktikad/kemauan debitur untuk memenuhi kewajibanny (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.

Alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah dapat diperoleh melalui upaya :

1) Meneliti riwayat hidup calon nasabah.

2) Meneliti reputasi calon nasabah tersebut dilingkungan usahanya. 3) Melakukan bank to bank information.

4) Mencari informasi kepada asosiasi asosiasi usaha dimana calon debitur berada.

5) Mencari informasi apakah calon debitur suka berjudi. 6) Mencari informasi apakah calon debitur suka berfoya-foya.

Selain itu, perlu diperhatikan nilai-nilai yang terdapat dalam dirinya. Adapun nilai yang perlu diamati adalah:


(23)

b) Theoretical value c) Esthetical value d) Economical value e) Religious value f) Political value b. Capital

Capital adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon debitur menjalankan usahanya dan bank akan merasa lebih yakin memberikan kredit. Dalam prektik, kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self-financing, yang sebaiknya jumlahnya lebih besar daripada kredit yang dimintakan kepada bank. Bentuk self-financing ini tidak selalu harus berupa uang tunai, namun juga dalam bentuk barang modal seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin.

c. Capacity

Capacity adalah kemampuan calon debitur dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Penilaian ini berfungsi untuk mengetahui / mengukur kemampuan calon debitur dalam mengembalikan atau melunasi utang-utangnya (ability to pay) secara tepat waktu. Dari usaha yang diperolehnya.

Pengukuan capacity tersebut dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan sebagai berikut:


(24)

1. Pendekatan historis, yaitu menilai past performance, apakah menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu.

2. Pendekatan financial, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus. Hal ini sangat penting untuk perusahaan-perusahaan yang menghendaki keahlian teknologi tinggi atau perusahaan yang memerlukan profesionalisme tinggi seperti rumah sakit, biro konsultan, dan lain-lain. 3. Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon debitur mempunyai

kepastian untuk mewakili badan usaha yang diwakilinya untuk mengadakan perjanjian kredit dengan bank.

4. Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan keterampilan nasabah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan.

5. Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon debitur mengelola factor-faktor produksi.

d. Collateral

Collateral adalah barang-barang yang diserahkan debitur sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Penilaian terhadap agunan ini meliputi jenis jaminan, lokasi, bukti kepemilikan dan status hukumnya. Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk kebendaan, tetapi juga yang tidak berwujud seperti jaminan pribad, letter of guarantee, letter of comfort, rekomendasi, dan avalis.


(25)

e. Condition of Economy

Condition of Economy, yaitu situasi dan kondisi politik, social, ekonomi, budaya yang memengaruhi usaha calon debitur di kemudian hari. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut perlu diadakan penelitian mengenai hal-hal seperti:

1. Keadaan kongjungtur

2. Peraturan-peraturan pemerintah

3. Situasi, politik dan perekonomian dunia 4. Keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran f. Constraint

Constraint adalah adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksanakan pada tempat tertentu.

Dari keenam prinsif di atas yang paling perlu mendapatkan perhatian Account Officer adalah character. Apabila prinsif ini tidak terpenuhi, prinsif lainnya tidak berarti. Dengan perkataan lain, permohonannya harus ditolak.

Beberapa cara pendekatan yang dapat dipertimbangkan dalam upaya penyelamatan kredit bermasalah sebagai berikut: (Siamat, 2005 : 363)

a. Rescheduling (penjadwalan ulang)

Yaitu perubahan persyaratan kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu kredit.

b. Recinditioning (persyaratan ulang)

Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan atau


(26)

persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit.

c. Restructuring (penataan ulang)

Yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank, konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi kredit baru atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan, yang dapat disertai dengan penjadwalan kembali dana atau persyaratan kembali.

d. Eksekusi barang jaminan

Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank, usaha debitur sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan.

Sedangkan aspek-aspek yang perlu dinilai dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah (Dendawijaya, 2005: 92):

a. Aspek hukum, bertujuan untuk menilai legalitas usaha, dan keaslian serta keabsahan dokumen-dokumen dan barang jaminan kredit yang diajukan oleh calon nasabah.

b. Aspek keuangan, bertujuan untuk menilai keadaan keuangan dan kebutuhan dana calon debitur.


(27)

c. Aspek manajemen, untuk mengetahui identitas pemohon, pendidikan, pekerjaan, kemampuan mengelola usahanya, kekuatan modal, dan lain-lain.

d. Aspek pemasaran, dalam aspek ini yang akan dinilai adalah prospek usaha calon debitur baik sekarang dan dimasa yang akan datang.

e. Aspek teknis, bertujuan untuk menilai gambaran usaha, proses produksi, serta kelengkapan sarana dan prasarana usaha yang dimiliki.

Menurut Puspopranoto (2004 : 141) prosedur perkreditan yang sehat harus meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

a. Penetapan pasar sasaran b. Penetapan kriteria

c. Prosedur prekreditan yang sehat d. Proses pemberian kredit yaitu:

1) Prakarsa kredit dan permohonan kredit 2) Analisis dan evaluasi kredit

3) Negosiasi kredit

4) Penetapan stuktur dan tipe kredit 5) Pemberian kredit

e. Perjanjian kredit


(28)

2.3 Rasio Profitabilitas

Menurut Sutrisno (2009 : 222) Profitabilitas adalah hasil dari kebijaksanaan yang diambil oleh manajemen. Rasio keuntungan untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan. Menurut Munawir (2007 : 240) menjelaskan pula bahwa Profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa profitabilitas suatu perusahaan merupakan pencerminan kemampuan modal perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, profitabilitas merupakan pencerminan efisiensi suatu perusahaan di dalam menggunakan modal kerja, maka cara menggunakan tingkat profitabilitas untuk ukuran efisiensi suatu perusahaan merupakan cara yang baik. Rasio profitabilitas yang digunakan adalah sebagai berikut:

2.3.1 Return On Asset (ROA)

Laba adalah pendapatan bersih atau kinerja hasil pasti yang menunjukkan efek bersih kebijakan dari kegiatan bank dalam satu tahun anggaran. Tujuan utama perbankan tentu saja berorientasi pada laba. Laba yang tinggi membuat bank mendapat kepercayaan dari masyarakat yang memungkinkan bank untuk menghimpun modal yang lebih banyak sehingga bank memperoleh kesempatan meminjamkan dengan lebih luas (Simorangkir, 2004). Tingkat laba atau profitability yang diperoleh bank biasanya diproksikan dengan Return On Asset


(29)

memperoleh keuntungan atau laba keseluruhan. Semakin besar nilai ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset.

Berdasarkan laporan-laporan keuangan dari bank dan juga literatur-literatur, bunga merupakan unsur atau komponen pendapatan yang paling besar. Hasil yang diperoleh yaitu 75% dari bunga, sedangkan yang 25% berasal dari pendapatan jasa lainnya (Simorangkir, 2004), berarti pendapatan terbesar bank diperoleh dari usaha bank dalam menyalurkan kreditnya. Selain itu, jika kita melihat struktur aset bank, pinjaman merupakan earning asset yang paling besar jika dibandingkan dengan golongan aset lainnya. Rasio ini diperoleh dengan cara membagi laba bersih dengan total aktiva. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia ROA diformulasikan sebagai berikut berikut:

ROA = ����������� �����

����� ���� �100%

Menurut Dendawijaya (2003) alasan penggunaan ROA ini dikarenakan Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang mana sebagian besar dananya berasal dari masyarakat dan nantinya, oleh bank, juga harus disalurkan kembali kepada masyarakat. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menetapkan angka Return On Assets (ROA) 2%, agar bank tersebut dapat dikatakan dalam kondisi sehat (Marnov, 2009).

2.3.2 Return On Equity (ROE)

Rasio Profitabilitas merupakan indikator untuk mengukur efektivitas manajemen perusahaan berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari


(30)

penjualan dan investasi. Rasio Profitabilitas yang digunakan adalah Return on Equity (ROE) yaitu perbandingan antara laba setelah pajak (laba bersih) dengan modal sendiri. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :

��� =Laba Setelah Pajak

Equity x 100%

Kenaikkan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikkan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Selanjutnya, kenaikkan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank.

2.4 Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank (Ali, 2004). Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk keperluan pengembangan usaha dan mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh kredit.

Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Menurut Dendawijaya (2000 : 122), rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan , surat berharga, tagihan


(31)

memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank , seperti dana dari masyarakat, pinjaman, dan lain – lain.

Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 besarnya CAR yang harus dicapai oleh suatu bank minimal 8% sejak akhir tahun 1995, dan sejak akhir tahun 1997 CAR yang harus dicapai minimal 9%. Tetapi karena kondisi perbankan nasional sejak akhir 1997 terpuruk yang ditandai dengan banyaknya bank yang dilikuidasi, maka sejak Oktober tahun 1998 besarnya CAR diklasifikasikan dalam 3 kelompok. Klasifikasi bank sejak 1998 dikelompokkan sebagai berikut (Siamat, 1999):

1. Bank sehat dengan klasifikasi A, jika memiliki CAR 4% atau lebih.

2. Bank take over atau dalam penyehatan oleh BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dengan klasifikasi B, jika bank tersebut memiliki CAR antara -25% sampai 4%.

3. Bank Beku Operasi (BBO) dengan klasifikasi C, jika memiliki CAR kurang dari -25%. Bank dengan klasifikasi C inilah yang dilikuidasi.

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

CAR = Modal Sendiri

���� � 100%

Modal terdiri dari Modal Inti dan Modal Pelengkap. Modal Inti terdiri dari modal disetor dan cadangan tambahan modal yang terdiri dari faktor penambah (agio, modal sumbangan, cadangan umum modal, cadangan tujuan modal, laba tahun - tahun lalu setelah diperhitungkan pajak, laba tahun berjalan setelah diperhitungkan taksiran pajak (50%), selisih lebih penjabaran laporan keuangan kantor cabang luar negeri, dan dana setoran modal) dan faktor pengurang (disagio,


(32)

rugi tahun - tahun lalu, rugi tahun berjalan, selisih kurang penjabaran laporan keuangan kantor cabang di luar negeri, dan penurunan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk dijual).

Modal Inti diperhitungkan dengan faktor pengurang berupa goodwill. Modal Pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan umum PPAP (maksimal 1,25% dari ATMR), modal pinjaman, pinjaman subordinasi (maksimal 50% dari Modal Inti), dan peningkatan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk dijual setinggi - tingginya sebesar 45%. Sedangkan ATMR (Aset Tertimbang Menurut Risiko) terdiri dari aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar risiko kredit yang melekat dan beberapa pos dalam off-balance sheet yang diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko kredit yang melekat. ATMR diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva dengan bobot risiko. Semakin likuid aktiva risikonya nol dan semakin tidak likuid bobot risikonya 100, sehingga risiko berkisar antara 0 - 100% .

Dengan CAR diatas 20%, perbankan bisa memacu pertumbuhan kredit hingga 20 - 25 persen setahun. Kiat yang banyak ditempuh oleh bank untuk memperkuat CAR dalam rangka menggenjot ekspansi kredit pada tahun berikutnya adalah dengan penerbitan obligasi subordinasi (subdebt) dan right issue .

2.5 Non Performing Loan / NPL


(33)

mampu memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya. Risiko kredit merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan.

Menurut Hardanto (2006 : 106) risiko kredit adalah risiko kerugian yang berhubungan dengan peluang (counterparty) gagal memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Dengan kata lain, risiko kredit adalah risiko karena peminjam tidak membayar utangnya. Risiko kredit timbul dari beberapa kemungkinan sebagai berikut:

1. Debitur tidak dapat melunasi utangnya.

2. Obligasi yang dibeli bank, tidak membayar kupon atau pokok utang.

3. Terjadinya non performance (gagal bayar) dari semua kewajiban antara bank dengan pihak lain.

Pinjaman yang dimaksud dalam pembahasan risko kredit adalah aktiva produktif bank, yaitu alokasi dana bank yang ditempatkan pada pihak lawan transaksi atau peminjam atau debitur dimana peminjam berkewajiban untuk mengembalikannya kembali pada waktu yang disepakati. Pengembalian dana dari peminjam adalah berupa pokok pinjaman ditambah bunga atau bentuk hasil inventasi lain.

Pengukuran risiko berhubungan dengan pengukuran return, karena bank menghadapi risiko yang mungkin timbul disebabkan dalam rangka mendapatkan return (Mawardi, 2005). Rasio keuangan yang digunakan dalam


(34)

mengukur risiko kredit adalah Non Performing Loan (NPL). Rasio NPL dirumuskan sebagai berikut :

NPL= Jumlah Kredit Bermasalah

Total Kredit x 100%

NPL menunjukkan kemampuan bank dalam mengelola kredit bermasalah, sehingga semakin tinggi rasio NPL maka semakin buruk kualitas kredit bank atau mengindikasikan bahwa tingkat risiko atas pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi.

2.6 Firm Size (Ukuran Perusahaan)

Menurut Kusuma (2005) ada tiga teori yang secara implisit menjelaskan hubungan antara ukuran perusahaan dan tingkat keuntungan, antara lain :

1. Teori tegnologi, yang menekankan pada modal fisik, economies of scale, dan lingkup sebagai factor-faktor yang menentukan besarnya ukuran perusahaan yang optimal serta pengaruhnya terhadap profitabilitas.

2. Teori organisasi, menjelaskan hubungan profitabilitas dengan ukuran perusahaan yang dikaitkan dengan biaya transaksi organisasi, di dalamnya terdapat teori critical resources.

3. Teori institusional, mengaitkan ukuran perusahaan dengan factor-faktor seperti system perundang-undangan, peraturan anti-trust, perlindungan patent, ukuran pasar dan perkembangan pasar keuangan.

Ukuran perusahaan adalah suatu skala, dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai


(35)

menjadi 3 kategori yang didasarkan kepada total assets perusahaan yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Firm Size (ukuran perusahaan) dalam penelitian ini dilihat dari besarnya total aset yang dimiliki perusahaan. Pada neraca bank, aktiva menunjukkan posisi penggunaan dana. Peluang untuk menempatkan dana pada sektor kredit akan dapat diperoleh apabila bank memiliki aset yang besar. Aktiva (asset) merupakan sumber daya yang dikuasai oleh suatu perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba (Wild, et al., 2005). Aset merupakan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aset yang dimiliki maka diharapkan akan semakin besar hasil operasional perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti dengan peningkatan hasil operasi akan semakin meningkatkan kepercayaan dari pihak eksternal terhadap perusahaan.

Namun semakin besar ukuran perusahaan perbankan yang ditunjukkan dengan kepemilikan total aset yang besar juga memiliki peluang yang lebih besar dalam meningkatkan risiko yang harus ditanggung oleh pihak bank. Hal tersebut dapat terjadi apabila aset yang dimiliki bank tersebut tidak dikelola dan digunakan secara maksimal untuk kegiatan operasional bank, sehingga bank justru berpotensi mengeluarkan biaya pengelolaan aset yang lebih besar.

Variabel Firm Size (ukuran perusahaan) diukur dengan logaritma natural (Ln) dari total aset. Hal ini dikarenakan besarnya total aset masing-masing perusahaan berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar, sehingga dapat menyebabkan nilai yang ekstrim. Untuk menghindari adanya data yang tidak normal tersebut maka data total aset perlu di Ln kan.


(36)

2.7 Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)

Untuk mengukur efisiensi bank, salah satu indikator yang dipakai adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO). Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional termasuk beban bunga dan pendapatan operasional termasuk pendapatan bunga. Semakin besar rasio BOPO, maka semakin tidak efisien suatu bank. Efisiensi bank dapat dikatakan membaik ditunjukkan oleh penurunan nilai BOPO.

Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. Berdasarka Surat Edaran BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001, maka rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

BOPO = Biaya Operasional

Pendapatan Operasional x 100%

Rasio BOPO (Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Nilai BOPO (Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional) yang ideal agar suatu bank dinyatakan efisien adalah 70%-80%.


(37)

adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan dan menyalurkan dana yang di himpun dari masyarakat , maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga.

Secara teoritis, biaya bunga ditentukan berdasarkan perhitungan cost of loanable funds (COLF) secara weighted average cost, sedangkan penghasilan bunga sebagian terbesar diperoleh dari interest income (pendapatan bunga) dari jasa pemberian kredit kepada masyarakat, seperti bunga pinjaman, provisi kredit, appraisal fee, supervision fee, commitment fee, syndication fee, dan lain-lain.

2.8 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Penelitian Judul Penelitian Variabel Metode

Analisis

Hasil Penelitian

1. Amidu dan Hinson (2006) Credit Risk, Capital Structure and Lending Decisions of Banks in Ghana.

Variabel Dependen: Resiko Kredit Variabel Independen: Capital Adequacy Ratio (CAR),Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), Non Performing Loan (NPL)

dan Firm Size.

Analisis Regresi Linier Berganda Capital Adequacy Ratio

(CAR), Return

On Equity

(ROE), Non

Performing Loan (NPL), berpengaruh positif terhadap resiko kredit perbankan.

Sementara Firm Size, Current Ratio (CR), dan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap resiko kredit. 2. Goldlewski

(2004) Capital Regulation and Credit Risk-Taking. Variabel Dependen: Resiko Kredit Analisis Regresi Linier Berganda


(38)

Variabel Independen: Firm Size

3. Hussain dan Hassan (2005)

Basel Capital Requirements and Bank Credit Risk Taking In Developing Countries Variabel Dependen: Resiko Kredit Variabel Independen: ROA, GDP, Inflasi dan Firm Size

Analisis Regresi Linier Sederhana

Return on Asset (ROA) positif dan signifikan terhadap resiko kredit.

Firm Size tidak signifikan terhadap tingkat resiko kredit. Inflasi dan GDP berpengaruh terhadap risiko dan kecukupan modal

perbankan.

4. Zribi dan

Boujelbene (2011)

The Factors Influencing Bank Credit Risk : The case of Tunisia

Variabel Dependen: Resiko Kredit Variabel Independen: ROE, ROA, Pertumbuhan GDP, Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga SBI, dan Firm Size. Analisis Regresi Linier Berganda Return on Asset (ROA) positif dan signifikan terhadap risiko kredit. Return on Equity (ROE) negatif dan signifikan terhadap risiko kredit, tetapi Firm Size tidak signifikan. Inflasi, nilai tukar, dan suku bunga SBI signifikan pada tingkat 1% terhadap resiko kredit.


(39)

No. Penelitian Judul Penelitian

Variabel Metode

Analisis

Hasil Penelitian

5. Billy Arma Pratama (2010) Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 2005-2009). Variabel Devenden: Kredit Variabel Independen: Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Analisis Regresi Linier Berganda DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit. CAR dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit. Suku bunga SBI berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. 6. Kristian

Natanael Sitompul (2011) Pengaruh Pertumbuhan DPK,CAR,ROA dan Suku Bunga terhadap Pertumbuhan Kredit. Variabel Dependen: Kredit Variabel Independen: Pertumbuhan DPK, Capital Adequacy Ratio (CAR), Return on Asset (ROA), dan SBI

Analisis Regresi Linier Berganda Pertumbuhan DPK, CAR, ROA dan SBI berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit.

2.9 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka konseptual yang diajukan adalah sebagai berikut:


(40)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.10 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian ini adalah: Ada pengaruh yang signifikan antara Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Firm Size dan Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap risiko kredit pada perbankan di Indonesia (Studi kasus: sepuluh peringkat bank terbaik versi Bank Indonesia Tahun 2012).

Size (X5) NPL

(X4) CAR

(X3) ROE

(X2) ROA

(X1)

Resiko Kredit (Y)

BOPO (X6)


(1)

menjadi 3 kategori yang didasarkan kepada total assets perusahaan yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Firm Size (ukuran perusahaan) dalam penelitian ini dilihat dari besarnya total aset yang dimiliki perusahaan. Pada neraca bank, aktiva menunjukkan posisi penggunaan dana. Peluang untuk menempatkan dana pada sektor kredit akan dapat diperoleh apabila bank memiliki aset yang besar. Aktiva (asset) merupakan sumber daya yang dikuasai oleh suatu perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba (Wild, et al., 2005). Aset merupakan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aset yang dimiliki maka diharapkan akan semakin besar hasil operasional perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti dengan peningkatan hasil operasi akan semakin meningkatkan kepercayaan dari pihak eksternal terhadap perusahaan.

Namun semakin besar ukuran perusahaan perbankan yang ditunjukkan dengan kepemilikan total aset yang besar juga memiliki peluang yang lebih besar dalam meningkatkan risiko yang harus ditanggung oleh pihak bank. Hal tersebut dapat terjadi apabila aset yang dimiliki bank tersebut tidak dikelola dan digunakan secara maksimal untuk kegiatan operasional bank, sehingga bank justru berpotensi mengeluarkan biaya pengelolaan aset yang lebih besar.

Variabel Firm Size (ukuran perusahaan) diukur dengan logaritma natural (Ln) dari total aset. Hal ini dikarenakan besarnya total aset masing-masing perusahaan berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar, sehingga dapat menyebabkan nilai yang ekstrim. Untuk menghindari adanya data yang tidak normal tersebut maka data total aset perlu di Ln kan.


(2)

2.7 Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)

Untuk mengukur efisiensi bank, salah satu indikator yang dipakai adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO). Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional termasuk beban bunga dan pendapatan operasional termasuk pendapatan bunga. Semakin besar rasio BOPO, maka semakin tidak efisien suatu bank. Efisiensi bank dapat dikatakan membaik ditunjukkan oleh penurunan nilai BOPO.

Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. Berdasarka Surat Edaran BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001, maka rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

BOPO = Biaya Operasional

Pendapatan Operasional x 100%

Rasio BOPO (Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Nilai BOPO (Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional) yang ideal agar suatu bank dinyatakan efisien adalah 70%-80%. Bank Indonesia menetapkan BOPO ≥ 80% agar sebuah bank umum dapat dikatakan dalam kondisi sehat. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya


(3)

adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan dan menyalurkan dana yang di himpun dari masyarakat , maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga.

Secara teoritis, biaya bunga ditentukan berdasarkan perhitungan cost of loanable funds (COLF) secara weighted average cost, sedangkan penghasilan bunga sebagian terbesar diperoleh dari interest income (pendapatan bunga) dari jasa pemberian kredit kepada masyarakat, seperti bunga pinjaman, provisi kredit, appraisal fee, supervision fee, commitment fee, syndication fee, dan lain-lain.

2.8 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Penelitian Judul Penelitian Variabel Metode Analisis

Hasil Penelitian 1. Amidu dan

Hinson (2006)

Credit Risk, Capital Structure and Lending Decisions of Banks in Ghana.

Variabel Dependen: Resiko Kredit Variabel Independen: Capital

Adequacy Ratio (CAR),Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), Non Performing Loan (NPL) dan Firm Size.

Analisis Regresi Linier Berganda

Capital

Adequacy Ratio (CAR), Return On Equity (ROE), Non Performing Loan (NPL), berpengaruh positif terhadap resiko kredit perbankan.

Sementara Firm Size, Current Ratio (CR), dan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap resiko kredit. 2. Goldlewski

(2004)

Capital

Regulation and Credit Risk-Taking.

Variabel Dependen: Resiko Kredit

Analisis Regresi Linier Berganda


(4)

Variabel Independen: Firm Size

3. Hussain dan Hassan (2005)

Basel Capital Requirements and Bank Credit Risk Taking In Developing Countries Variabel Dependen: Resiko Kredit Variabel Independen: ROA, GDP, Inflasi dan Firm Size

Analisis Regresi Linier Sederhana

Return on Asset (ROA) positif dan signifikan terhadap resiko kredit.

Firm Size tidak signifikan terhadap tingkat resiko kredit. Inflasi dan GDP berpengaruh terhadap risiko dan kecukupan modal

perbankan. 4. Zribi dan

Boujelbene (2011)

The Factors Influencing Bank Credit Risk : The case of Tunisia

Variabel Dependen: Resiko Kredit Variabel Independen: ROE, ROA, Pertumbuhan GDP, Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga SBI, dan Firm Size. Analisis Regresi Linier Berganda Return on Asset (ROA) positif dan signifikan terhadap risiko kredit. Return on Equity (ROE) negatif dan signifikan terhadap risiko kredit, tetapi Firm Size tidak signifikan. Inflasi, nilai tukar, dan suku bunga SBI signifikan pada tingkat 1% terhadap resiko kredit.


(5)

No. Penelitian Judul Penelitian

Variabel Metode Analisis

Hasil Penelitian 5. Billy Arma

Pratama (2010) Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 2005-2009). Variabel Devenden: Kredit Variabel Independen: Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Analisis Regresi Linier Berganda DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit. CAR dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit. Suku bunga SBI berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. 6. Kristian

Natanael Sitompul (2011) Pengaruh Pertumbuhan DPK,CAR,ROA dan Suku Bunga terhadap Pertumbuhan Kredit. Variabel Dependen: Kredit Variabel Independen: Pertumbuhan DPK, Capital Adequacy Ratio (CAR), Return on Asset (ROA), dan SBI

Analisis Regresi Linier Berganda Pertumbuhan DPK, CAR, ROA dan SBI berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit.

2.9 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka konseptual yang diajukan adalah sebagai berikut:


(6)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.10 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian ini adalah: Ada pengaruh yang signifikan antara Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Firm Size dan Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap risiko kredit pada perbankan di Indonesia (Studi kasus: sepuluh peringkat bank terbaik versi Bank Indonesia Tahun 2012).

Size (X5)

NPL (X4)

CAR (X3)

ROE (X2)

ROA (X1)

Resiko Kredit (Y)

BOPO (X6)