PENGARUH PERILAKU ETIS DAN ORIENTASI PELANGGAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN TENAGA PENJUAL ASURANSI JIWA BUMI PUTERA 1912 DI JOMBANG.
PENGARUH PERILAKU ETIS DAN ORIENTASI PELANGGAN
TERHADAP KINERJA KARYAWAN TENAGA PENJUAL
ASURANSI JIWA BUMI PUTERA 1912
DI JOMBANG
S K R I P S I
Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Oleh :
0512015047 / FE / EM DWI RATNAWATI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
S K R I P S I
Oleh :
0512015047 / FE / EM DWI RATNAWATI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(3)
S K R I P S I
PENGARUH PERILAKU ETIS DAN ORIENTASI PELANGGAN
TERHADAP KINERJA KARYAWAN TENAGA PENJUAL
ASURANSI JIWA BUMI PUTERA 1912
DI JOMBANG
Yang diajukan 0512015047 / FE / EM
DWI RATNAWATI
telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 26 Maret 2010
Pembimbing : Tim Penguji :
Ketua
Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS
Sekretaris
Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS
Dra. Ec. Tri Kartika, M.Si Anggota
Yuniningsih, SE, M.Si Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
NIP. 030 202 389
(4)
i
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Perilaku Etis dan Orientasi Pelanggan
Terhadap Kinerja Karyawan Tenaga Penjual Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 Di Jombang” dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat
penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan
Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.
Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan
selesai dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa
Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, selaku Ketua Program Studi Manajemen
UPN “Veteran” Jawa Timur, dan selaku Dosen Pembimbing yang telah
mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing penulisan
ini
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Manajemen yang telah memberikan ilmu yang
(5)
ii
menghargai jasa Bapak dan Ibu. Namun teriring do’a semoga apa yang sudah
diberikan kepada kami akan terbalaskan dengan berkah dari sang Ilahi.
5. Yang terhormat Bapak dan Ibu, sembah sujud serta ucapan terima kasih atas
semua do’a, restu, dukungan, nasehat yang diberikan kepada penulis.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan berkat dan karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak
Surabaya, Maret 2010
(6)
iii
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
ABSTRAKSI ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 9
2.2. Landasan Teori ... 10
2.2.1. Konsep Pemasaran ... 10
2.2.2. Perilaku Etis ... 14
2.2.3. Orientasi Pelanggan ... 17
2.2.4. Kinerja karyawan ... 20
(7)
iv
2.2.5. Pengaruh Perilaku Etis Terhadap Kinerja Karyawan
Tenaga Penjual... 23
2.2.6. Pengaruh Orientasi Pelanggan Terhadap Kinerja karyawan Tenaga Penjual ... 24
2.3. Kerangka Konseptual ... 27
2.4. Hipotesis ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 29
3.1.1. Definisi Operasional Variabel ... 29
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 30
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 31
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 32
3.4. Teknik Analisis Data ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 39
4.1.1. Sejarah Singkat Berdirinya Perusahaan ... 39
4.1.2. Falsafah Perusahaan ... 41
4.1.3. Visi dan Misi Perusahaan ... 42
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 43
4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 43
4.2.2. Deskripsi Perilaku Etis (X1 4.2.3. Deskripsi Persepsi Orientasi Pelanggan (X ) ... 44
2) ... 45
(8)
v
4.3.2. Evaluasi Reliabilitas ... 49
4.3.3. Evaluasi Validitas ... 51
4.3.4. Evaluasi Construct Reliability dan Variance Extracted ... 52
4.3.5. Evaluasi Normalitas ... 53
4.3.6. Analisis Model One – Step Approach to SEM ... 54
4.3.7. Uji Kausalitas ... 55
4.4. Pembahasan ... 56
4.4.1. Pengujian Hipotesis Pengaruh Kausalitas Perilaku Etis Terhadap Kinerja Tenaga Penjual ... 56
4.4.2. Pengujian Hipotesis Pengaruh Kausalitas Orientasi PelangganTerhadap Kinerja Tenaga Penjual ... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 60
5.2. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
(9)
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Perusahaan (Pendapatan Premi/Perorang) ... 2
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 43
Tabel 4.3. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Perilaku Etis (X1) ... 44
Tabel 4.4. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Orientasi
Pelanggan (X2) ... 45
Tabel 4.5. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kinerja Tenaga
Penjual (Y) ... 47
Tabel 4.6. Residuals Statistics ... 49
Tabel 4.7. Pengujian Reliability Consistency Internal ... 50
Tabel 4.8 Standardize Faktor Loading dan Construct dengan
Confirmatory Factor Analysis ... 51
Tabel 4.9. Construct Reliability dan Variance Extracted ... 52
Tabel 4.10. Assessment Of Normality ... 53
Tabel 4.11. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One- Step
Approach – Base Model ... 55
(10)
vii
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 27
Gambar 3.1. Uji Unidimensi Faktor Nilai Personal ... 33
Gambar 4.1. Model Pengukuran & Struktural Perilaku Etis, Orientasi
Pelanggan dan Kinerja Tenaga Penjual, Model: One Step
(11)
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2. Data Tanggapan Responden Terhadap Perilaku Etis (X1), Orientasi
Pelanggan (X2), dan Kinerja Tenaga Penjual (Y)
(12)
x Oleh :
Dwi Ratnawati
Abstraksi
Terjadinya penurunan kinerja dari tenaga penjual pada PT. Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang periode 2006 - 2008. Pada tahun 2006 sebesar 35.750.000 rupiah, selanjutnya pada tahun 2007 sebesar 30.800.000 rupiah, dan terakhir pada tahun 2008 sebesar 24.000.000 rupiah. Selain itu berdasarkan hasil survey perusahaan maka diperoleh data jumlah keluhan yang disampaikan oleh nasabah berkaitan dengan keterlambatan perusahaan dalam membayar claim kerugian. pada periode tahun 2009 yang juga merupakan bukti adanya penurunan kinerja tenaga penjual. Tidak tercapainya target usaha serta banyaknya keluhan yang disampaikan pada pihak manajemen menunjukkan terjadinya penurunan kinerja tenaga penjual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku etis dan orientasi pelanggan terhadap kinerja karyawan tenaga penjual Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 Di Jombang.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden yaitu pada pelanggan asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang. Skala pengukuran yang
digunakan adalah semantic differential scale dengan teknik pengukuran dengan
jenjang 1 - 7. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling
adalah pemilihan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Pengambilan sampel didasari asumsi SEM bahwa besarnya sampel yaitu 5 – 10 kali parameter yang diestimasi. Pada penelitian ini ada 12 indikator, sehingga jumlah sampel yang diestimasi yaitu antara 60-120. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 120 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah SEM diagram yang akan mempermudah untuk melihat pengaruh perilaku etis dan orientasi pelanggan terhadap kinerja karyawan tenaga penjual Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 Di Jombang yang akan diuji.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa perilaku etis dan orientasi pelanggan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja tenaga penjual Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang.
(13)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan industri asuransi di Indonesia, baik asuransi kerugian,
kecelakaan maupun asuransi jiwa, semakin melaju dengan pesat. Hal ini ditandai
dengan semakin banyaknya perusahaan asuransi yang berdiri, yang berarti tingkat
persaingan perusahaan sejenis semakin tajam. Asuransi merupakan salah satu
kebutuhan manusia akan rasa aman dan terlindungi. Usaha dan upaya manusia
untuk menghindari dan melimpahkan risikonya kepada pihak lain beserta proses
pelimpahannya inilah yang merupakan embrio industri asuransi yang dikelola
sebagai suatu kegiatan ekonomi yang rumit sampai saat ini. Asuransi atau
pertanggungan (verzekering) didalamnya tersirat pengertian adanya suatu risiko,
yamg terjadi, yang belum dapat dipastikan dan adanya pelimpahan tanggung
jawab untuk memikul beban risiko tersebut kepada pihak lain yaitu lembaga
asuransi. Oleh sebab itu perusahaan asuransi secara bersamaan harus mencapai
suatu keseimbangan yang wajar antara mengejar produktifitas dan keuntungan
dengan kemampuan penampungan risiko yang wajar pula.
PT. Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang yang telah berdiri lebih
dari 50 tahun pada periode tahun 2005-2008 mengalami masalah pada penurunan
(14)
Table 1: Data Perusahaan (Pendapatan premi/perorang)
Th. Target / th Realisasi / th Selisih Kesimpulan
2005 30.000.000 32.500.000 2.500.000 Tercapai
2006 33.000.000 35.750.000 2.750.000 Tercapai 2007 33.600.000 30.800.000 -2.800.000 Tidak tercapai 2008 36.000.000 24.000.000 -12.000.000 Tidak tercapai
Sumber: Internal perusahaan
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa PT. Asuransi Jiwa Bumi Putera
1912 di Jombang mengalami permasalahan penurunan pendapatan premi untuk
masing-masing marketing/tenaga penjual yang artinya bahwa terdapat penurunan
kinerja dari tenaga penjual. Penurunan kinerja dapat dilihat dari ketidakmampuan
tenaga penjual dalam memenuhi target, hal ini dapat dilihat pada periode
2006-2007 terdapat ketidakmampuan tenaga penjual memenuhi target sebesar Rp.
2.800.000. Tahun 2007-2008 tenaga penjual tidak mampu mampu memenuhi
target sebesar Rp. 12.000.000. Selain itu berdasarkan hasil survey perusahaan
maka diperoleh data jumlah keluhan yang disampaikan oleh nasabah berkaitan
dengan keterlambatan perusahaan dalam membayar claim kerugian. pada periode
tahun 2009 yang juga merupakan bukti adanya penurunan kinerja tenaga penjual.
Tidak tercapainya target usaha serta banyaknya keluhan yang disampaikan pada
pihak manajemen menunjukkan terjadinya penurunan kinerja tenaga penjual.
Mengingat perusahaan yang bergerak sebagai jasa proteksi asuransi kerugian
berhubungan langsung dengan pelanggan maka diperlukan suatu usaha bagaimana
cara meningkatkan kinerja tenaga penjual.
Salah satu faktor penentu keberhasilan perusahaan adalah kinerja dan
(15)
3
program yang diarahkan selalu berdaya guna untuk mencapai tujuan perusahaan.
Salah satu caranya adalah meningkatkan kinerja tenaga penjual. Strategi (strategy)
adalah kerangka acuan yang terintegrasi dan komprehensif yang mengarahkan
pilihan-pilihan yang menetukan bentuk dan arah aktivitas-aktivitas organisasi
menuju pencapaian tujuan-tujuannya (Henry Simamora, 1997:38). Sedangkan
pengertian kinerja (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kulitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang tenaga penjual dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Anwar Prabu
Mangkunegara, 2005:67).
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
tenaga penjual sehingga mereka mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi
kontribusi kepada instansi atau organisasi termasuk pelayanan kualitas yang
disajikan. Strategi peningkatan kinerja adalah cara perusahaan untuk
meningkatkan kinerja tenaga penjual agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Agar
strategi peningkatan kinerja tersebut dapat berhasil maka perusahaan perlu
mengetahui sasaran kinerja. Sasaran kinerja yang menetapkan adalah individu
secara spesifik, dalam bidang proyek, proses, kegiatan rutin dan inti yang akan
menjadi tanggungjawab tenaga penjual. Jika sasaran kinerja ditumbuhkan dari
dalam diri tenaga penjual akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi
lingkungan kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah
(Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:68). Sumber daya manusia merupakan
sumber daya terpenting dalam suatu organisasi dimana orang-orang atau tenaga
(16)
organisasi. Oleh karena itu, manusia merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan dalam suatu organisasi karena manusia memberikan kontribusi
terbesar dibandingkan dengan faktor-faktor yang lain. Untuk mendapatkan tenaga
kerja atau tenaga penjual yang cakap, maka bagian SDM dalam suatu perusahaan
harus mengadakan penarikan tenaga kerja atau tenaga penjual secara selektif agar
sesuai dengan job description dan job specification. Pimpinan perusahaan juga
harus dapat membina, mengkoordinasikan dan mengarahkan tenaga penjual sesuai
dengan tujuan perusahaan.
Penurunan kinerja tenaga penjual dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
faktor interen maupun faktor eksteren tenaga penjual. Faktor intern tenaga penjual
dapat berupa kemampuan/keahlian tenaga penjual dalam memasarkan produk
asuransi serta personality dari tenaga penjual itu sendiri. Profesionalisme dalam
bidang penjualan merupakan kunci sukses pemasaran masa depan. Tenaga penjual
yang profesional adalah seseorang yang dapat dipercaya, beretika tidak
memanipulasi fakta dan selalu berusaha memberikan kepuasan maksimal sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan konsumen dan pelanggan. Dengan demikian
menjadi seorang tenaga penjual yang profesional, aspek etika mempunyai
pengaruh yang penting (Ingram, 1988 dalam Keilor et,al 1999:104). Dengan
tujuan untuk memenuhi kepuasan pelanggan, banyak perusahaan yang
mendorong para tenaga penjual untuk memiliki orientasi terhadap pelanggan
dalam menjalankan pekerjaannya. Tenaga penjual merupakan ujung tombak
keberhasilan perusahaan dalam menjalankan hubungan dengan konsumen dan
(17)
5
pelanggan menuntut perilaku tenaga penjual yang sopan dan efektif. Tuntutan ini
membawa konsekuensi pada pembentukan pola perilaku yang kemudian menjadi
kebiasaan. Kebiasaan yang harus dikembangkan antara lain : tepat waktu, tepat
janji, tidak mengumbar janji, senantiasa berbuat lebih baik, memberi pilihan,
memperlakukan pelanggan dengan baik, kontak langsugn secara ramah (O`Hara
et.al, 1991:61).
Perilaku yang berorientsi pelanggan menunjukkan derajat penyedia jasa
mempraktikan konsep pemasaran melalui upaya membantu pelanggan mengambil
keputusan pembelian yang akan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Makin tinggi orientsi pelanggan, penyedia jasa biasanya bekerja dalam perilaku
menghantarkan pada kepuasan jangka panjang (Saxe dan Weitz dalam Howe
1994:497 dalam Sutopo, 2004). Tenaga penjual yang memiliki nilai-nilai moral
akan mendorong indifidu tersebut berperilaku etis, sehingga aktivitas penjualan
yang dilakukan tetap memperhatikan dan menghormati hubungannya dengan
pelanggan. Sedangkan nilai menurut Busan (2003:22-23) sebagai
panduan-panduan untuk bertindak atau bersikap yang berasal dari diri kita sendiri,
prinsip-prinsip tentang bagaimana kita menjalani hidup dan mengambil keputusan. Nilai
adalah moral dan dasar perilaku yang kita tetapkan untuk diri kita sendiri, yang
kebanyakan mencakup konsep-konsep universal seperti kebenaran, kejujuran,
ketidak berpihakan, keadilan, kehormatan dan lain-lain. Standar perilaku seperti
ini penting sekali bagi kita baik secara peribadi maupun sosial karena tanpa semua
itu kekacauan dan anarki akan muncul. Nilai moral yang dimiliki individu akan
(18)
dipenuhi dalam bisnis (Schwepker dan Ingram, 1996:1152). Penelitian yang
berhubungan dengan perilaku etis tenaga penjulan menyajikan wawasan yang
mengandung nilai problem potensial yang dihadapi tenaga penjual dari hari
kehari. Menurut Dubinsky dan Ingram (dalam How et.al, 1995:497), upaya-upaya
yang dibuat manajer penjulan untuk mengurangi sejumlah konflik etis yang
dialami tenaga penjualan bisa mengarah pada tingkat perputaran tenaga penjualan
yang lebih rendah, pelanggan lebih puas dan meningkatkan penjualan dan
keuntungan bagi perusahaan. Salah satu tenaga penjualan yang sering menghadapi
konflik atau dilema etis adalah tenaga penjualan produk asuransi atau bisa disebut
agen asuransi. Produk asuransi, seperti asuransi jiwa adalah abstrak dan kompleks
dan sering memfoskuskan pada keuntungan mendatang yang sukar untuk
dibutktikan. Oleh karena sifat produk asuransi yang sulit, banyak konsumen
asuransi tidak pernah memahami secara pasti apa yang mereka beli. Sehingga,
hubungan pemasaran adalah suatu strategi penting dalam menghadapi dilema ini
dan pelayanan dalam bentuk kepercyaan yang sukar untuk dievaluasi setelah
dibeli dan digunakan (Howe et.al, 1995:497).
Agen asuransi, sebagai tenaga penjual yang memberikan pelayanan
kompleks harus membina hubungan atas dasar kepercayaan mereka dan
nasabahnya. Untuk mempromosikan hubungan jangka panjang yang saling
menguntungkan (Crobsy e.al dalam Howe et.al,1995:497). Praktik pemasaran etis
dalam industri asuransi menyajikan sistem yang berakar dari hubungan atas dasar
kepercayaan antara agen asuransi dan nasabahnya (Oakes dalam Howe et.al,
(19)
7
berorientasi pelanggan yang ditunjukkan penyedia jasa. Agen asuransi seharusnya
secara aktif bekerja dalam perilaku etis dan berorientasi pelanggan untuk
mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan.
Mengacu pada permasalahan yang ada, maka penelitian ini mengambil
judul: “Pengaruh Perilaku Etis dan Orientasi Pelanggan Terhadap Kinerja
Karyawan Tenaga Penjual Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 Di Jombang”.
1.2.Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah Perilaku Etis berpengaruh terhadap kinerja tenga penjual Asuransi
Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang?
2. Apakah Orientasi pada pelanggan berpengaruh terhadap kinerja tenga penjual
Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh:
1. Perilaku etis terhadap kinerja tenga penjual Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912
di Jombang.
2. Orientasi pada pelanggan terhadap kinerja tenga penjual Asuransi Jiwa Bumi
Putera 1912 di Jombang.
1.4.Manfaat Penelitian
(20)
1. Bagi perusahaan, kiranya penelitian ini dapat dipergunakan sebagai tambahan
informasi yang berkaitan dengan peningkatan kinerja tenaga penjual melalui
orientasi pada pelanggan dan perilaku etis.
2. Bagi pembaca, kiranya penelitian ini dapat dipergunakan sebagai tambahan
informasi untuk penelitian selanjutnya khususnya penelitian yang berkaitan
dengan kinerja tenaga penjual melalui orientasi pada pelanggan dan perilaku
etis.
3. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan wadah penerapan ilmu selama
menimba ilmu di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
(21)
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dipakai sebagai pendukung dalam penelitian ini
antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Sutopo dan Sutono (2004)
dengan judul “Pengaruh perilaku etis dan orientasi pelanggan terhadap kinerja
tenaga penjual sebuah studi pada industri asuransi jiwa di Semarang”. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa: disebutkan didapatkan dukungan positif
yang memperkuat konsep yang menyatakan bahwa kinerja hasil tenaga penjual
dapat dicapai apabila tenaga penjual dapat menerapkan perilaku etis dan orientasi
pelanggan melalui kinerja perilaku. Perilaku etis dapat tercapai berkat nilai pribadi
yang tinggi yang dimiliki tenaga penjual. Berdasarkan hal tersebut, maka
dikembangkan beberapa pernyataan yang didukung oleh bukti empiris. Tinggi
rendahnya kinerja hasil dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kinerja perilaku. Tinggi
rendahnya kinerja perilaku dipengaruhi oleh tinggi rendahnya perilaku juga
dipengaruhi oleh tinggi rendanya orientasi pelanggan. Tinggi rendahnya perilaku
etis dipengaruhi oleh tinggi rendahnya nilai pribadi.
Hasil penelitian ini menjawab agenda penelitian yang dilakukan oleh
Honeycutt et,al. (1995) untuk meneliti kembali pengaruh perilaku etis dan
orientasi pelanggan terhadap kinerja hasil tenaga penjual karena hasil penelitian
(22)
terhadap kinerja (hasil) tenaga penjual di Amerika Serikat, tetapi di Taiwwan
perilaku etis berpengaruh negatif terhadap kinerja hasil tenaga penjual.
Penelitian ini juga mengikuti saran Schwebker dan Ingram (1996) untuk
menambah ukuran kinerja tidak hanya dari dimensi perilaku tetapi juga dimensi
hasil. Penelitian ini melengkapi penelitian owe (1994) bahwa perilaku etis dan
orientasi pelanggan tidak mempunyai efek langsung terhadap kinerja hasil dengan
menambah variabel kinerja perilaku.
2.2.Landasan Teori
2.2.1. Konsep Pemasaran
Definisi pemasaran menurut Kotler (2005:6) adalah, “Pemasaran adalah
suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan
pertukaran produk serta nilai”. Sedangkan definisi pemasaran menurut William J.
Stanton dalam Swasta dan Handoko (2000:4) adalah, “Pemasaran adalah suatu
sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang
dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada
maupun pembeli potensial”.
Menurut Basu Swasta dan T. Hani Handoko (2000:6) dasar pemikiran
yang terkandung dalam konsep pemasaran dapat digolongkan menjadi beberapa
(23)
11
1. Orientasi pada konsumen.
Dalam upaya memasarkan hasil produknya, produsen hendaknya
memperhatikan selera konsumen, karena produk yang dihasilkan akan lebih
banyak berhubungan dengan konsumen sebagai penikmat dan penggunanya.
Perusahaan yang benar-benar ingin memperhatikan konsumen harus :
a. Menentukan kebutuhan pokok (basic needs) dari pembeli yang akan
dilayani dan dipenuhi.
b. Menentukan kelompok pembeli yang akan dijadikan sasaran penjualan.
c. Menentukan produk dan program pemasaran.
d. Mengadakan penelitian pada konsumen untuk mengukur, menilai, dan
menafsirkan keinginan, sikap serta perilaku mereka.
e. Menentukan dan melaksanakan strategi yang paling baik, apakah
menitikberatkan pada mutu yang tinggi, harga yang murah atau model
yang menarik.
2. Penyusunan kegiatan pemasaran secara integral. Penyusunan kegiatan
pemasaran secara integral berarti setiap orang dan setiap bagian dalam
perusahaan turut berkecimpung dalam usaha yang terkoordinir untuk
memberikan kepuasan kepada konsumen, sehingga tujuan perusahaan
teralisir.
3. Kepuasan konsumen. Dalam konsep pemasaran perusahaan harus
memperhatikan kepuasan konsumen. Karena dengan memperhatikan
kepuasan konsumen akan merangsang konsumen untuk melakukan pembelian
(24)
perusahaan mendapatkan laba yang lebih besar, dapat mempengaruhi
masyarakat yang lain untuk melakukan pembelian seperti yang mereka
lakukan, dan meningkatkan penjualan perusahaan.”
Dengan demikian, penerapan konsep pemasaran dalam suatu perusahaan
mengharuskan perusahaan untuk memahami perilaku konsumen yang
menjadi pasar sasaran agar mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumennya lebih baik dari pesaingnya dan sekaligus dapat mencapai
keuntungan yang diinginkan perusahaan. Konsep Produksi. Pemasar yang
berpegang pada konsep ini berorientasi pada proses produksi/operasi. Asumsi
yang diyakini adalah konsumen hanya akan membeli produk-produk yang
murah dan gampang diperoleh. Dengan demikian, kegiatan organisasi harus
difokuskan pada efisiensi biaya (produksi) dan ketersediaan produk
(distribusi) agar perusahaan dapat memperoleh keuntungan.
1. Konsep Produk. Dalam konsep ini, pemasar beranggapan bahwa
konsumen lebih menghendaki produk-produk yang memiliki kualitas,
kinerja, fitur, atau penampilan superior. Konsekuensinya, pencapaian
tujuan bisnis perusahaan dilakukan melalui inovasi produk, riset dan
pengembangan, dan pengendalian kualitas secara berkesinambungan.
2. Konsep Penjualan. Konsep ini merupakan konsep yang berorientasi pada
tingkat penjualan, dimana pemasar beranggapan bahwa konsumen harus
dipengaruhi agar penjualan dapat meningkat. Sehingga, tercapai laba
maksimum sebagaimana menjadi tujuan perusahaan. Dengan demikian,
(25)
13
penjualan dan kegiatan promosi secara intensif dan agresif agar mampu
mempengaruhi dan membujuk konsumen untuk membeli, sehingga pada
gilirannya penjualan dapat meningkat.
3. Konsep Pemasaran. Konsep pemasaran berorientasi pada pelanggan
(lingkungan eksternal). Dalam konsep ini, pemasar beranggapan bahwa
konsumen hanya akan bersedia membeli produk-produk yang mampu
memenuhi kebutuhan dan keinginannya serta memberikan kepuasan.
Implikasinya, fokus aktivitas pemasaran dalam rangka mewujudkan
tujuan perusahaan adalah berusaha memuaskan pelanggan melalui
pemahaman perilaku konsumen.
4. Konsep Pemasaran Sosial. Pemasar yang menganut konsep ini,
beranggapan bahwa konsumen hanya bersedia membeli produk-produk
yang mampu memuaskan kebutuhan dan keinginannya serta
berkontribusi pada kesejahteraan lingkungan sosial konsumen. Tujuan
aktivitas pemasaran adalah berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat,
sekaligus memperbaiki hubungan antara produsen dan masyarakat demi
peningkatan kesejahteraan pihak-pihak terkait”.
Selain lima konsep tersebut, Hoekstra, et al. dalam Fandy Tjiptono
(2006:5) mengajukan konsep pemasaran baru, yaitu konsep pelanggan (customer
concept). Konsep pelanggan (customer concept) merupakan orientasi manajemen
yang menekankan pada usaha perusahaan untuk menjalin relasi dengan pelanggan
sasaran individual terseleksi yang menjadi mitra perusahaan dalam merancang,
(26)
2.2.2. Perilaku Etis
Penelitian Newstrom dan Ruch’s (Akaah dan Lund, 1994, p. 418)
menyarankan beberapa kebiasaan perilaku tidak etis yang harus dihindari oleh
pelaku bisnis yang dirangkum dalam enam batasan dimensi non etis, yaitu :
mementingkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, menyuap, memalsukan,
memark-up dan menipu. Menurut peraturan perundang-undangan New Zealand
yang mengatur tentang larangan praktik usaha yang tidak jujur dan tidak wajar
(Fair Trading Act 1996), ada tiga jenis perilaku usaha yang dilarang :
1. Misleading and Deceptive Conduct : perilaku usaha yang menyesatkan atau
memberdaya seseorang hingga menimbulkan kekeliruan.
2. False Representation : larangan kepada seseorang untuk membaut pernyataan
yang tidak benar dalam berbisnis.
3. Unfair Practices : larangan terhadap beberapa teknik menjual yang dianggap
menyesatkan atau tidak wajar seperti sistem penjualan piramida atau
menggunakan pelecehan atau bentuk kekerasan lainnya (Irvan Rahardjo,
2001, p.64).
Sementara Dewan Asuransi Indonesia (DAI) menetapkan Kode Etik
Asuransi, khususnya agen asuransi jiwa dan kesehatan di Indonesia, mengingat
sampai saat ini perusahaan asuransi jiwa dan kesehatanlah yang menggunakan
agen asuransi sebagai saluran distribusinya (Sendra, 2002, p. 124). Adapun isinya
sebagai berikut :
1. Menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan oleh perusahaan dengan
(27)
15
serta berusaha dengan kemampuan/pengetahuan yang ada meningkatkan
kesadaran berasuransi bagi masyarakat dan perusahaan yang diwakili.
2. Berjanji tidak melakukan pekerjaan/tugas rangkap untuk perusahaan asuransi
jiwa lainnya.
3. Mengutamakan kepentingan para pemegang polis dan perusahaan dengan
selalu memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada pemegang polis maupun
kepada mereka yang ditunjuk untuk menerima faedah asuransi.
4. Menggunakan cara yang layak dan tidak melanggar kode etik untuk
mendapatkan / menutup calon pemegang polis dan dengan tegas menolak
segala yang menurunkan derajat profesi pemasaran asuransi jiwa serta tidak
akan memberikan pernyataan-pernyataan dan janji-janji yang menyimpang
dari ketentuan polis yang ada.
5. Berusaha meningkatkan kemahiran sebagai seorang agen dengan menguasai
berbagai hal yang menyangkut peraturan-peraturan perasuransian serta terus
menerus menambah ilmu pengetahuan terutama yang menyangkut bidang
asuransi.
6. Memberikan keterangan yang benar dan lengkap serta tepat agar pemegang
polis dapat mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan.
7. Berusaha menjadi suri tauladan, dalam tugas maupun sikap sehari-hari serta
senantiasa memupuk kerja sama konstruktif dengan rekan-rekan seprofesi.
8. Menyadari bahwa apabila melanggar kode etik dapat dikenakan sanksi
(28)
Disamping itu ada beberapa perilaku yang dilarang untuk dilakukan oleh
seorang agen asuransi dalam pekerjaannya sehari-hari :
1. Melakukan propaganda yang dapat mendiskreditkan dan merusak nama baik
atau citra perusahaan asuransi.
2. Melakukan pekerjaan menjual produk asuransi tanpa memiliki lisensi atau
simas (surat ijin menjual asuransi) yang dikeluarkan oleh perusahaan sendiri
atau lembaga yang berwenang untuk itu.
3. Mencari keuntungan pribadi dari jabatan atau profesinya sebagai agen dengan
berpindah dari perusahaan asuransi yang satu ke perusahaan asuransi lainnya.
4. Melakukan pemindahan atau pembelian pemilik polis dari perusahaan lain
(twisting) untuk mendapatkan kinerja atau prestasi dari perusahaannya.
5. Menjual produk asuransi dengan memberikan keterangan atau penjelasan
yang kurang transparan dan kurang jujur sehingga dapat menyebabkan
pemilik polis salah memilih produk yang tepat (in correct selling) atau jumlah
uang pertanggungan terlalu besar (over selling).
6. Melakukan penjualan produk asuransi dengan janji (iming-iming) potongan
atau diskon dan hadiah lainnya (rabat).
7. Menyalahgunakan premi asuransi, santunan (claim) asuransi pemilik polis
atau tertanggung yang dapat merugikan pihak penanggung atau pemilik polis
atau penerima manfaat asuransi.
8. Menyembunyikan dan memalsukan data dan informasi calon pemilik polis
atau tertanggung dan penerima manfaat, dengan tujuan untuk mendapatkan
(29)
17
Bakdauf et atl (2001.p.122) mengevaluasi kinerja perilaku melalui enam
dimensi yaitu: membangun hubungan baik dengan pelanggan, melakukan
presentasi penjualan yang efektif, memahami produk dan aplikasinya, menyajikan
umpan balik kepada manajemen, memahami kebutuhan pelanggan, dan
mempertahankan pelanggan. Sementara Schwepker dan Ingram (1996, p.1155)
mengukur kinerja tenaga penjualan melalui dimensi pengontrolan pengeluaran,
pencapaian sasaran penjualan, pengetahuan teknis dan presentasi penjualan. Mors
et al. (1991) mengukur kinerja tenaga penjualan secara kualitatif melalui
kemampuan keterampilan dan pengetahuan tenaga penjual.
Perilaku etis diukur dengan menggunakan tiga indikator perilaku tidak etis
yang mengacu pada butir – butir yang dikembangkan oleh Akaah dan Lund
(1994) yaitu: mengutamakan kepentingan pelanggan, menginformasikan
secara benar, dan menutup penjualan secara adil.
2.2.3. Orientasi Pelanggan
Perilaku yang berorientasi pelanggan menunjukkan derajat penyedia jasa
mempraktikan konsep pemasaran melalui upaya membantu pelanggan mengambil
keputusan pembelian yang akan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Makin tinggi orientsi pelanggan, penyedia jasa biasanya bekerja dalam perilaku
menghantarkan pada kepuasan jangka panjang (Saxe dan Weitz dalam Howe
1994:497 dalam Sutopo, 2004).
Cara terbaik untuk menghasilkan kinerja perusahaan dalam pasar
(30)
pelanggannya. Hal ini berarti bahwa rasionalitas ekonomis akan menuntun
manajemen perusahaan lebih memilih memusatkan upaya guna mengikat
pelanggan potensialnya dengan mengembangkan strategi yang customer-oriented
(ferdinand, 2002:152 dalam Sutopo, 2004).
Orientasi pelanggan oleh para peneliti ditempatkan sebagai prioritas
tertinggi dalamm hal memberikan nilai-nilai superior pada pelanggan. Orientasi
pelanggan merupakan hal yang paling fundamental dari budaya perusahaan.
Melalui orientasi pelanggan, perusahaan memiliki peluang untuk membentuk
persepsi pelanggan atas nilai-nilai yang dibangunnya dan nilai-nilai yang dirasa
itu dan pada gilirannya akan menghasilkan kepuasan pelanggan (Despande et.al,
1993 dalam Wahyono, 2002:26).
Orientasi pelanggan menunjukkan keinginan penyedia jasa untuk
membantu pelanggan mengambil keputusan pembelian yang memuaskan,
membantu pelanggan menilai kebutuhan, menawarkan pelayanan yang
memuaskan kebutuhan pelanggan, mendeskriptifkan pelayanan yang tepat,
menghindari titik manipulatif dan menghindari taktik tekanan tinggi (Howe et.al,
1994:497).
Kemampuan penjual memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan akan
membentuk, memahami siapa pelanggan potensialnya saat ini dan siapa
pelanggan yang akan datang, apa yang mereka inginkan dan mungkin apa yang
mungkin mereka inginkan dimasa mendatang, apa yang mereka rasakan saat ini
dan apa yang mungkin mereka rasakan dimasa yang akan datang sebagai pemuas
(31)
19
Wahyono, 2002:26). Perusahaan-perusahaan yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan umumnya menunjukkan sebuah perilaku yang lebih responsive,
misalnya melalui kebijakan purnajual dan kecepatan dalam memberi tanggapan
terhadap keluhan-keluhan pelanggan (Ferdinard, 2000:dalam Wahyono, 2002:26).
Orientasi pelanggan yang dilakukan oleh perusahaan dapat berupa layanan
prima kepada pelanggan. Menurut penelitian kepuasan pelanggan dapat dianggap
sebagai investasi usaha atau bisnis. Pelanggan bagi perusahaan adalah aset, karena
itu peningkatan kualitas pelayanan diupayakan terus-menerus untuk memenuhi
kebutuhan dan harapan pelanggan. Menurut William H. Davidow “bila suatu
produk atau jasa tertentu diciptakan tanpa memperhatikan perencanaan pelayanan
bagi pembeli, maka tugas usaha untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut
akan sia-sia”. Perencanaan pelayanan yang baik bertujuan memberikan pelayanan
kepada pelanggan sehingga tidak akan terjadi masalah atau konflik atau komplain.
Berdasarkan hal tersebut maka Pengertian Pelayanan prima (Excellent service )
adalah suatu pelayanan terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan
pelanggan. Artinya pelayanan yang memenuhi standar kualitas. Pelayanan yang
memenuhi standar kualitas adalah suatu pelayanan yang sesuai dengan harapan
dan kepuasan pelanggan. Penerapan pelayanan prima yang dapat memberikan
kepuasan kepada perlanggan pada dasarnya mempunyai manfaat sebagai berikut :
a. Dapat menciptakan komunikasi yang positif dan harmonis antara perusahaan
bisnis dengan pelanggan.
(32)
c. Dapat membentuk opini publik yang positif, sehingga menguntungkan bagi
kemajuan perusahaan.
d. Dapat menimbulkan profitabilitas perusahaan, sehingga mendorong
dihasilkan produk baru yang berkualitas.
e. Dapat membina hubungan yang baik dan harmonis dengan para pelanggan.
Boles, et.al (2001:10) mengukur orientasi pelanggan melalui dimensi
pemberian informasi kepada pelanggan, penawaran produk terbaik, pengetahuan
produk dan pemecahan masalah pelanggan. Sementara Narver dan Slater
(1990:24) mengevaluasi orientasi pelanggan melalui komitmen pelanggan,
penciptaan nilai bagi pelanggan, pemahaman kebutuhan pelanggan, memberikan
kepuasan kepada pelanggan dan purna jual.
Narver dan Slater (1990: 24) dan Boles, et.al (2001:10) mengemukakan
bahwa orientasi pelanggan diukur oleh tiga indikator antara lain: memahami
kebutuhan pelanggan, memberikan penawaran produk terbaik, dan
memecahkan masalah pelanggan.
2.2.4. Kinerja karyawan
Kinerja tenaga penjual dievaluasi menggunakan faktor-faktor yang
dikendalikan oleh tenaga penjualan itu sendiri yaitu berdasarkan perilaku tenaga
penjualan dan hasil yang diperoleh tenaga penjualan. Grant et.al (2001:168)
mendefinisikan kinerja karyawan tenaga penjualan sebagai evaluasi dari berbagai
aktivitas dan strategi yang digunakan oleh tenaga penjualan ketika melakukan
(33)
21
melakukan presentasi yang efektif kepada calon pembeli atau pelanggan dan
mempertahankan pelanggan. Berbagai aktivitas tersebut dilakukan sebagai upaya
untuk memperoleh hasil penjualan. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh tenaga
penjualan mungkin tidak memberikan hasil secara langsung (Behrman&Perreault,
1982, Weitz, 1981 dalam Baldauf et.al, 2001:112). Tenaga penjualan mempunyai
pengendalian pada aktivitas penjualan yang lebih dari pada hasil penjualan
(Cravens, et.al, 1993:50) karena jumlah hasil penjualan dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor yang sulit di kontrol oleh tenaga penjualan (Jaworski&Kohli,
1991:199). Oleh karena itu, perilaku tenaga penjualan harus menjadi fokus dari
evaluasi kerja.
Sebagai upaya untuk meningkatkan tenaga penjualan, manajer penjualan
seharusnya mengidentifikasi dan menjelaskan kepada tenaga penjualan mengenai
tugas-tugas yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakannya dan tujuan
yang ingin dicapai. Manajer juga mengarahkan dan memberi umpan balik kepada
tenaga penjualan. Dengan demikian, tenaga penjualan memperoleh kejelasan
untuk mencapai kinerja karyawan yang diharapkan perusahaan (Dubinsky, et.al,
1994:226). Sementara Stilles mengevaluasi kinerja tenaga penjualan melalui
hubungan tenaga penjualan dengan pelanggan, kualitas interaksi, keterampilan menjual, pengetahuan produk, pengetahuan program, dan
kualitas personal. (Stilles, 1990:16).
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).
(34)
kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Anwar Prabu
Mangkunegara, 2005:67). Secara definitif Bernardin dan Russel, menjelaskan
kinerja merupakan catatan out come yang dihasilkan dari fungsi karyawan tertentu
atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu (Ambar T. Sulistiyani
dan Rosidah, 2003:223). Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan karyawan sehingga mereka mempengaruhi seberapa banyak
mereka memberi kontribusi kepada instansi atau organisasi termasuk kualitas
pelayanan yang disajikan.
2.2.4.1.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan faktor motivasi (motivation). hal ini sesuai dengan pendapat (Keith
Davis dalam Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:67) yang merumuskan bahwa:
a. Human Performance = Ability + Motivation
b. Motivation = Attitude + Situation
c. Ability = Knowledge + Skill
Sedangkan menurut Nasir (2005) maka indikator kinerja karyawan
meliputi:
1. Pencapaian kinerja
2. Kuantitas dan kualitas pekerjaan
3. Kesediaan untuk bekerja sama
4. Tanggung jawab tugas
(35)
23
2.2.5. Pengaruh Perilaku Etis Terhadap Kinerja Karyawan Tenaga Penjual
Kesuksesan tenaga penjualan berfokus pada pelanggan, mendapatkan
kepercayaan dan respek pelanggan dan mengembangkan hubungan kemitraan
dengan pelanggan. Menurut Hawes et al (1989 dalam Schwepker dan Ingram ;
1996, p.1153), untuk mengembangkan kepercayaan berdasarkan kemitraan
dengan pelanggan, tenaga penjualan harus menunjukkan paling sedikit satu
bentuk perilaku penjualan etis, kejujuran. Kepercayaan dimunculkan untuk
memfasilitasi kerjasama, komitmen pembeli pada tenaga penjualan,
pengembangan dan pemeliharaan hubungan jangka panjang antara pembeli dan
tenaga penjualan. Bingham dan Dion (1991 dalam Schwepker dan Ingram, 1996.,
p.1153) menyatakan bahwa pembeli cenderung membeli dari tenaga penjualan
yang mereka percaya. Berorientasi kepada pelanggan, membangun hubungan baik
dan membuat penjualan adalah bagian dari tugas tenaga penjualan. Kejujuran, dan
tenaga penjualan yang lebih etis kemungkinan besar dapat mencapai tujuan dan
meningkatkan kinerjanya.
Plank et al. 1999 dalam Cempakasari dan Yoestini, 2003, p.73)
mengungkapkan bahwa apabila terjadi hubungan antara penjual dan pembeli,
maka yang harus diperhatikan adalah kepercayaan pembeli kepada penjual.
Kepercayaan itu merupakan cerminan dari keandalan penjual dan wujud dari
tanggung jawab penjual karena telah mendapat pengertian yang baik dari pembeli.
Dapat dipahami bahwa peran tenaga penjualan dalam merebut perhatian pembeli
adalah sangat penting. Dinyatakan pula bahwa pembeli menyadari bahwa pembeli
(36)
penjualan pada saat pembeli harus bergantung kepada kejujuran dan keandalan
tenaga penjualan. Liu dan Leach (2001 dalam Cempakasari dan Yoestini, 2003.
p.73)) mengutip penelitian Anderson dan Narus yang menyatakan bahwa apabila
ada rasa kepercayaan diantara pembeli dan tenaga penjualan maka akan tercipta
suatu kerjasama dalam mengembangkan ide dalam mencapai tujuan dan
mengatasi masalah yang ada.
2.2.6. Pengaruh Orientasi Pelanggan Terhadap Kinerja karyawan Tenaga
Penjual
Tenaga penjualan yang berorientasi pada pelanggan secara langsung
berhubungan dengan kepuasan pelanggan dan secara tidak langsung berhubungan
dengan kepuasan tenaga penjualan (Goff, et.al dalam Bowless, et.al, 2001:3).
Penelitian SOCO sebelumnya mengindikasikan bahwa tenaga penjualan yang
mengambil pendekatan penjualan berorientasi pelanggan secara positif
mempengaruhi kualitas hubungan antara pembeli dan penjual (Williams dan
Attway, 1996:44). Penemuan ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara
perilaku penjualan yang berorientsi pelanggan, efektivitas penjualan dan tingkat
sukses penjualan. Dari prespektif kinerja nampak bahwa tenaga penjualan sering
mendapat manfaat dari penggunaan pendekatan penjualan berorientasi pelanggan.
Swenson dan Herche (1994 dalam Boles, et.al, 2001:3) juga menemukan bukti
bahwa perilaku penjualan berorientasi pelanggan berhubungan positif dengan
kinerja hasil penjualan industrial. Sedangkan Dunlap, et.al (1988 dal Boles, et.al,
2001:3) menunjukkan temuan bahwa kinerja tertinggi diraih oleh tenaga penjualan
(37)
25
Saxe (1979 dalam Howe, et.al, 1994:499) tidak menemukan bukti
hubungan positif antara orientasi pelanggan dan kinerja hasil penjualan. Demikian
juga Howe, et.al (1994:504) menemukan bahwa orientsi pelanggan tidak
mempunyai efek langsung dengan kinerja hasil tenaga penjualan. Tetapi Brown
(1988 dalam Howe, et.al, 1994:499) menemukan bahwa orientasi pelanggan
berpengaruh positif terhadap kinerja hasil hanya ketika agen penjualan berusia 40
th atau lebih, lulusan perguruan tinggi dan berpegnalaman 12 tahun atau lebih.
Tenaga penjualan yang mempunyai perhatian dan berorientasi pada pelanggan
memberikan perilaku yang signifikan terhadap efektifitas organisasi penjualan
melalui keinginan untuk memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan untuk
menerapkan strategi penjualan sesuai dengan pendekatan penjualan yang
diharapkan hingga dapat membangun kerja sama dan hubungan jangka panjang
dengan pelanggan(pierce . N .at al, 1977, 57). Orientasi pelenggan
mempromosikan hubungan penyedia jasa dan klien yang ditandai dengan
kepercayaan, kerjasama, rendah konflik dan rendah tekanan sehingga dapat
meningkatkan kualitas hubungan. Penyedia jasa yang tinggi orientasi
pelanggannya bekerja dalam perilaku yang mengarah pada kepuasan dan hasil
jangka panjang (Dunlap et al. 1988 dalam Boles et al., 2001. 3)
Dihadapkan dengan tugas- tugas penjualan yang kompleks, tenaga
penjualan perlu memberikan solusi bagi masalah konsumen (Weitz et al, 1986).
Tenaga penjualan, agar bekerja dengan baik harus mengembangkan pemahaman
(38)
mampu memberikansolusi yang memadai, maka tenaga penjualan perlu
memberikan alternatif – alternatif pemecahan.
Boles et al, (2001,10) mengukur orientasi pelanggan melalui dimensi
pemberian informasi kepada pelanggan, penawaran produk terbaik, pengetahuan
produk dan pemecahan masalah pelanggan. Sementara narver dan Slater
(1990,24) mengevaluasi orientasi pelanggan melalui komitmen pelanggan,
penciptaan nilai bagi pelanggan, pemahaman kebutuhan bagi pelanggan,
memberikan kepuasan pada pelanggan dan purna jual. Dalam penelitian ini,
orientasi pelanggan di ukur melalui 3 indikator dengan menggunakan butir-butir
yang dikembangkan oleh Narver dan Slater (1990), Boles et al 2001), yaitu :
memahami kebutuhan pelanggan, memberikan penawaran terbaik, dan
(39)
27
2.3. K
e ran gk a K on se p tu al Mengutamakan kepentingan pelanggan (X1_1) Menginformasikan secara benar (X1_2) Menutup penjualan secara
adil (X1_3)
Memahami kebutuhan pelanggan (X2_1) Memberikan penawaran
produk terbaik (X2_2) Memecahkan masalah
pelanggan (X2_3)
Hubungan tenaga penjualan dengan pelanggan (Y_1)
Kualitas Interaksi (Y_2) Ketrampilan menjual (Y_3) Perilaku Etis (X1) Orientasi Pelanggan (X2) Kinerja Tenaga Penjualan
(Y) Pengetahuan produk
(Y_4) Pengetahuan program (Y_5) Kualitas personal (Y_6) G am ba
r 2.1. K
er an g k a K ons ept ua l
(40)
2.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perilaku etis berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja tenaga penjual
Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang.
2. Orientasi pelanggan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja tenaga
(41)
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel-variabel yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah :
1. Perilaku Etis (X1
X
) merupakan perilaku karyawan dalam membangun
hubungan baik pelanggan
1-1
X
Mengutamakan kepentingan pelanggan merupakan sikap dan perilaku
karyawan asuransi yang selalu memprioritaskan kepentingan nasabah.
1-2
X
Menginformasikan secara benar merupakan perilaku karyawan
asuransi untuk memberikan informasi atau penjelasan yang transparan
dan jujur kepada nasabah.
1-3
2. Orientasi pelanggan (X
Menutup penjualan secara adil merupakan perilaku karyawan asuransi
untuk melakukan penutupan penjualan polis asuransi secara adil.
2) adalah keinginan penyedia jasa untuk membantu
pelanggan mengambil keputusan pembelian yang memuaskan, membantu
pelanggan menilai kebutuhan, menawarkan pelayanan yang memuaskan
kebutuhan pelanggan, mendeskriptifkan pelayanan yang tepat, menghindari
titik manipulatif dan menghindari taktik tekanan tinggi (Howe et.al,
1994:497). Orientasi pelanggan diukur dengan menggunakan beberapa
(42)
X2-1
X
Memahami kebutuhan pelanggan merupakan kemampuan karyawan
asuransi dalam memahami dan mengerti keinginan karyawan.
2-2
X
Memberikan penawaran terbaik merupakan kemampuan karyawan
asuransi dalam melakukan penawaran pembayaran premi kepada
nasabah.
2-3
3. Kinerja tenaga penjual (Y), adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang dalam melakukan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara,2001). Data
kinerja tenaga penjual diperoleh melalui data sekunder dari perusahaan,
berupa penilaian kinerja tenaga penjual selama periode tahun 2009. Adapun
penilaian yang dilakukan oleh perusahaan meliputi penilaian atas
indikator-indikator:
Memecahkan masalah pelanggan merupakan kemampuan karyawan
asuransi dalam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi
nasabah.
Y1
Y
Hubungan tenaga penjualan dengan pelanggan merupakan tingkat
keharmonisan hubungan yang terjalin antara tenaga penjualan asuransi
dengan nasabah.
2
Y
Kualitas interaksi dengan nasabah merupakan tingkat interaksi dan
komunikasi antara tenaga penjual asuransi dengan nasabahnya.
3 Keterampilan menjual merupakan kemampuan tenaga penjual asuransi
(43)
31
Y4
Y
Pengetahuan produk merupakan pengetahuan yang dimiliki karyawan
asuransi dalam memahami produk-produk yang ada di asuransi
5
Y
Pengetahuan program merupakan pengetahuan yang dimiliki karyawan
asuransi terhadap program-program yang ada di asuransi
6 Kualitas personal merupakan tingkat kemampuan pada tenaga penjual
asuransi.
3.1.2. Pengukuran Variabel
Pengukuran dari indikator tersebut adalah skala interval dengan
pengukuran semantic diferensial. menurut Sugiyono (2005:91) skala ini
digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun
checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawabannya sangat
negatif terletak dibagian kiri dan jawaban sangat positif terletak dibagian kanan
garis. Data yang diperoleh adalah data interval dan biasanya skala ini digunakan
untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu. Skala data yang digunakan adalah
skala interval 1 sampai 7, digambarkan sebagai berikut:
1 7
Sangat tidak setuju
Sangat setuju
3.2.Teknik Penentuan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah kelompok subyek/obyek yang memiliki ciri-ciri atau
(44)
subyek/obyek yang lain (Sumarsono, 2002: 44). Populasi yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah Asuransi Jiwa
Bumi Putera 1912 di Jombang.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri dan karakteristik
yang sama dengan populasi tersebut (Sumarsono, 2002;44). Menurut
Ferdinand (2002:48) dalam pedoman ukuran sampel yang dipergunakan
adalah
1. 100–200 sampel untuk teknik maximum likelihood estimation.
2. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya
adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.
Bila terdapat 12 indikator, besarnya adalah 60-120, artinya minimal
sampel yang dipergunakan adalah 60 orang dan maksimal sampel yang
dipergunakan adalah 120 orang.
Adapun teknik sampel yang dipergunakan adalah purposive sampling
adalah pemilihan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu (Sugiyono,
2004:77). Mengenai kriterianya adalah sebagai berikut :
1. Responden berusia minimal 17 tahun.
2. Responden terdaftar sebagai pemegang polis Asuransi Jiwa Bumi Putera
1912 Jombang, dengan lama pertanggungan asuransi antara 5-20 tahun.
3.3.Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah jenis data primer
(45)
33
langsung pada pemegang polis Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di
Jombang.
2. Sumber data dalam penelitian ini adalah kuesioner yaitu daftar angket
yang disebarkan pada responden.
3. Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian adalah:
a. Metode Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada obyek
penelitian.
b. Metode Wawancara, yaitu mewawancarai secara langsung kepada
responden untuk keterangan yang lebih mendalam mengenai hal-hal
yang diperlukan dalam penelitian.
c. Metode Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan
memberikan daftar pertanyaan (angket) kepada responden untuk
memperoleh informasi langsung.
3.4.Teknik Analisis Data
Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
adalah Structural Equation Modelling [SEM], karena di dalam model konseptual
terdapat variabel laten dan indikator-indikatornya dan juga ingin mengetahui
seberapa besar pengaruh masing-masing variabel laten. Model pengukuran faktor
nilai personal, nilai pelanggan dan loyalitas merek menggunakan Confirmatory
Faktor Analysis. Penaksiran pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap
variabel terikatnya menggunakan koefisien jalur. Langkah-langkah dalam analisis
SEM model pengukuran dengan contoh faktor nilai personal dilakukan sebagai
(46)
Gambar 3.1: Uji unidimensi faktor nilai personal
Persamaan Dimensi Faktor nilai personal:
X11 = λ1 nilai personal + er_1
X12 = λ2 nilai personal + er_2
X13 = λ3 nilai personal + er_3
X14 = λ4 nilai personal + er_4
1. Asumsi Model [ Structural Equation Modelling]
a. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas
1) Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data
atau dapat diuji dengan metode-metode statistik.
2) Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi
koefisien sampel dengan standard errornya dan Skewness
value yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif
dimana nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut
sebagai Z-value. Pada tingkat signifikansi 1%, jika nilai Z
lebih besar dari nilai kristis, maka dapat kemungkinan bahwa
distribusi data adalah tidak normal.
Nilai personal (X1)
X11
X12
X13
X14
er_1
er_2
er_3
(47)
35
3) Normal Probability Plot [ SPSS 10.1 ].
4) Linieritas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu
dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya
untuk menduga ada tidaknya linieritas.
b. Evaluasi atas Outlier
1) Mengamati nilai Z-score : ketentuanya diantara ± 3,0 non
outlier.
2) Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis
pada tingkat p < 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square [χ] pada
df sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan:bila
Mahalanobis > dari nilai χ adalah multivariate outlier. Outlier
adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik
yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi
lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah
variabel tunggal atau variabel kombinasi [Hair,1998].
c. Deteksi Multicollinierity dan Singularity.
Dengan mengamati Determinant matriks covarians. Dengan
ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0
[kecil], maka terjadi multikolinieritas dan singularitas [Tabachnick
& Fidell,1998].
d. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah
(48)
apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran
mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah
konstruk yang menunjukkan derajad sampai dimana
masing-masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk
yang umum.
Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent
variabel/construct aka diuji dengan melihat loading faktor dari
hubungan antara setiap obseverd variable dan latent variable.
Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan
Variance-extracted. Construct reliability dan Variance-extracted
dihitung dengan rumus berikut:
Σ [Standardize Loading]2
Variance Extracted = ---
Σ [Standardize Loading]2+Σεj
[ΣStandardize Loading]
Construct Reliability = --- [ΣStandardize Loading] + Σεj
Sementara ε
]
j dapat dihitung dengan formula εj =
1-[Standardize Loading] Secara umum, nilai construct reliability
yang dapat diterima adalah ≥ 0,7 dan variance extracted ≥ 0,5
[Hair et.al.,1998]. Standardize Loading dapat diperoleh dari output
AMOS 4.01, dengan melihat nilai estimasi setiap construct
standardize regression weigths terhadap setiap butir sebagai
(49)
37
2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
Pengaruh langsung [koefisien jalur] diamati dari bobot regresi
terstandar, dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR [Critical
Ratio] atau p [probability] yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t
hitung lebih besar daripada t table berarti signifikan.
3. Pengujian model dengan Two-Step Approach
Two-Step Approach to structural equation modelling [SEM]
digunakan untuk menguji model yang diajukan pada gambar 3.2. Two-Step
Approach digunakan untuk mengatasi masalah sampel data yang kecil jika
dibandingkan dengan jumlah butir instrumentasi yang digunakan [Hartline
& Ferrell,1996], dan keakuratan reliabilitas indikator-indikator terbaik
dapat dicapai dalam two-step approach ini. Two-Step Approach bertujuan
untuk menghindari interaksi antara model pengukuran dan model
struktural pada One Step Approach [Hair et.al.,1998].
Yang dilakukan dalam two step approach to SEM adalah : estimasi
terhadap measurement model dan Estimasi terhadap structural model
[Anderson dan Gerbing,1988]. Cara yang dilakukan dalam menganalisis
SEM dengan Two step approach adalah sebagai berikut :
a. Menjumlahkan skala butir-butir setiap konstrak menjadi sebuah
indikator summed-scale bagi setiap konstrak. Jika terdapat skala yang
berbeda setiap indikator tersebut distandardisasi [Z-scores] dengan
mean = 0, deviasi standar = 1, tujuannya adalah mengeliminasi
(50)
b. Menetapkan error [ε] dan lambda [λ] terms, error terms dapat dihitung
dengan rumus 0,1 kali σ2 dan lamda terms dengan rumus 0,95 kali σ
[Anderson dan Gerbing, 1988]. Perhitungan construct reliability [α]
telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan deviasi standar [σ] dapat
dihitung dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Setelah error
[ε] dan lambda [λ] terms diketahui, skor-skor tersebut dimasukkan
sebagai parameter fix pada analisis model pengukuran SEM.
4. Evaluasi Model
Hair et.al., 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatory”
menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas
hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data
empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka
model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teotitis
tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data.
Amos dapat menguji apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi, “good
fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation
modelling.
Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai
kriteria Goodness of Fit, yakni Chi-square, Probality, RMSEA, GFI, TLI,
CFI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data
maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to
(51)
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1. Sejarah Singkat Berdirinya Perusahaan
Bumiputera berdiri atas prakarsa seorang guru sederhana bernama
M. Ng. Dwidjosewojo - Sekretaris Persatuan Guru-guru Hindia Belanda (PGHB)
sekaligus Sekretaris I Pengurus Besar Budi Utomo. Dwidjosewojo menggagas
pendirian perusahaan asuransi karena didorong oleh keprihatinan mendalam
terhadap nasib para guru bumiputera (pribumi). Ia mencetuskan gagasannya
pertama kali di Kongres Budi Utomo, tahun 1910. Dan kemudian terealisasi
menjadi badan usaha - sebagai salah satu keputusan Kongres pertama PGHB di
Magelang, 12 Februari 1912.
Sebagai pengurus, selain M. Ng. Dwidjosewojo yang bertindak sebagai
Presiden Komisaris, juga ditunjuk M.K.H. Soebroto sebagai Direktur, dan M.
Adimidjojo sebagai Bendahara. Ketiga orang iniah yang kemudian dikenal
sebagai "tiga serangkai" pendiri Bumiputera, sekaligus peletak batu pertama
industri asuransi nasional Indonesia.
Tidak seperti perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang
kepemilikannya hanya oleh pemodal tertentu. Sejak awal pendiriannya
Bumiputera sudah menganut sistem kepemilikan dan kepenguasaan yang unik,
yakni bentuk badan usaha "mutual" atau "usaha bersama". Semua pemegang polis
(52)
Perwakilan Anggota (BPA) untuk mengawasi jalannya perusahaan. Asas
mutualisme ini, yang kemudian dipadukan dengan idealisme dan profesionalisme
pengelolanya, merupakan kekuatan utama Bumiputera hingga hari ini.
Perjalanan Bumiputera yang semula bernama Onderlinge
Levensverzekering Maatschappij PGHB (O.L. Mij. PGHB) kini mencapai 9
dasawarsa. Sepanjang itu, tentu saja, tidak lepas dari pasang surut. Sejarah
Bumiputera sekaligus mencatat perjalanan Bangsa Indonesia. Termasuk,
misalnya, peristiwa sanering mata uang rupiah di tahun 1965 - yang memangkas
asset perusahaan ini; dan bencana paling hangat - multikrisis di penghujung
millenium kedua. Di luar itu, Bumiputera juga menyaksikan tumbuh,
berkembang, dan tumbangnya perusahaan sejenis yang tidak sanggup menghadapi
ujian zaman - mungkin karena persaingan atau badai krisis. Semua ini menjadi
cermin berharga dari lingkungan yang menjadi bagian dari proses pembelajaran
untuk upaya mempertahankan keberlangsungan.
Dan sekarang, memasuki millenium ketiga, Bumiputera yang
mengkaryakan sekitar 18.000 pekerja, melindungi lebih dari 9.7 juta jiwa rakyat
Indonesia, dengan jaringan kantor sebanyak 576 di seluruh pelosok Indonesia;
tengah berada di tengah capaian baru industri asuransi Indonesia. Sejumlah
perusahaan asing menyerbu dan masuk menggarap pasar domestik. Mereka
menjadi rekan sepermainan yang ikut meramaikan dan bersama-sama
(53)
41
Bagi Bumiputera, iklim kompetisi ini meniupkan semangat baru; karena
makin menegaskan perlunya komitmen, kerja keras, dan profesionalisme. Namun
berbekal pengalaman panjang melayani rakyat Indonesia berasuransi hampir
seabad, menjadikan Bumiputera bertekad untuk tetap menjadi tuan rumah di
negeri sendiri, menjadi asuransi Bangsa Indonesia - sebagaimana visi awal
pendirinya. Bumiputera ingin senantiasa berada di benak dan di hati rakyat
Indonesia.
4.1.2. Falsafah Perusahaan
Sebagai perusahaan perjuangan, Bumiputera memiliki falsafah sebagai
berikut :
1. Idealisme
Senantiasa memelihara nilai-nilai kejuangan dalam mengangkat kemartabatan
anak bangsa sesuai sejarah pendirian Bumiputera sebagai perusahaan
perjuangan.
2. Kebersamaan
Mengedepankan sistem kebersamaan dalam pengelolaan perusahaan dengan
memberdayakan potensi komunitas Bumiputera dari, oleh dan untuk
komunitas Bumiputera sebagai manifestasi perusahaan rakyat.
3. Profesionalisme
Memiliki komitmen dalam pengelolaan perusahaan dengan mengedepankan
tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan senantiasa
(54)
4.1.3. Visi dan Misi Perusahaan
Adapun visi dan misi dari AJB Bumiputera 1912, antara lain:
1. Visi
AJB Bumiputera 1912 menjadi perusahaan asuransi jiwa nasional yang
kuat, modern dan menguntungkan didukung oleh Sumber Daya Manusia
(SDM) profesional yang menjunjung tinggi nilai-nilai idialisme serta
mutualisme.
2. Misi
Menjadikan Bumiputera senantiasa berada di benak dan di hati masyarakat
Indonesia, dengan:
a. Menyediakan pelayanan dan produk jasa asuransi jiwa berkualitas
sebagai wujud partisipasi dalam pembangunan nasional melalui
peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
b. Menyelenggarakan berbagai pendidikan dan pelatihan untuk menjamin
pertumbuhan kompetensi karyawan, peningkatan produktivitas dan
peningkatan kesejahteraan, dalam kerangka peningkatan kualitas
pelayanan perusahaan kepada pemegang polis.
c. Mendorong terciptanya iklim kerja yang motivatif dan inovatif untuk
(55)
43
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Data mengenai keadaan responden dapat diketahui melalui jawaban
responden dari pernyataan-pernyataan yang diajukan di dalam kuesioner yang
telah diberikan. Dari jawaban-jawaban tersebut diketahui hal-hal seperti dibawah:
1. Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari 120 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat
diketahui jenis kelamin dari responden yakni pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)
1 Pria 64 53,33
2 Wanita 56 46,67
Total 120 100,00
Sumber: Data diolah
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden pria sebanyak 64 orang
(53,33 %), dan responden wanita sebanyak 56 orang (46,67 %).
2. Berdasarkan Usia
Dari 120 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat
diketahui usia para responden yakni pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Usia Jumlah Prosentase (%)
1 17-30 tahun 45 37,50
2 31-45 tahun 49 40,83
3 ≥ 45 tahun 26 21,67
Total 120 100,00
(56)
Dari tabel 4.2 diketahui responden berusia 17-30 tahun sebanyak 45 orang
(37.50 %), usia 31-45 tahun sebanyak 49 orang (40.83 %), dan usia 45 tahun lebih
sebanyak 26 orang (21,67 %).
4.2.2. Deskripsi Perilaku Etis (X1)
Perilaku Etis (X1) adalah perilaku karyawan dalam membangun hubungan
baik pelanggan. Hasil tanggapan responden terhadap pengetahuan perilaku etis
(X1) dapat dilihat pada tabel. 4.3 dibawah ini :
Tabel 4.3.
Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai
Perilaku Etis(X1
No
)
Pertanyaan Skor Jawaban Mean
Skor
1 2 3 4 5 6 7
1
Karyawan Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang selalu mengutamakan kepentingan pelanggan
0 0 0 7 55 50 8 5.49
2
Karyawan Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang mampu menginformasikan apapun yang berhubungan dengan produknya secara benar
0 0 0 5 55 44 16 5.59
3
Pihak Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang melakukan
penutupan penjualan secara adil 0 0 0 5 40 65 10 5.67
Mean Skor Keseluruhan 5,58
Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa pernyataan “Pihak Asuransi Jiwa
Bumi Putera 1912 di Jombang melakukan penutupan penjualan secara adil”
memiliki nilai rata-rata tertinggi sebesar 5,67, yang berarti responden setuju
bahwa Pihak Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang melakukan penutupan
(57)
45
responden terhadap perilaku etis(X1) sebesar 5,58 yang berarti responden setuju
bahwa perilaku karyawan dalam membangun hubungan baik pelanggan berjalan
dengan baik.
4.2.3. Deskripsi Persepsi Orientasi Pelanggan (X2)
Orientasi pelanggan (X2) adalah keinginan penyedia jasa untuk membantu
pelanggan mengambil keputusan pembelian yang memuaskan, membantu
pelanggan menilai kebutuhan, menawarkan pelayanan yang memuaskan
kebutuhan pelanggan, mendeskriptifkan pelayanan yang tepat, menghindari titik
manipulatif dan menghindari taktik tekanan tinggi. Hasil tanggapan responden
terhadap orientasi pelanggan (X2) dapat dilihat pada tabel. 4.4 dibawah berikut
ini:
Tabel 4.4.
Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai
Orientasi Pelanggan (X2
No
)
Pertanyaan Skor Jawaban Mean
Skor
1 2 3 4 5 6 7
1
Karyawan Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang mampu memahami kebutuhan pelanggan dengan baik
0 0 0 6 49 58 7 5,55
2
Pihak Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang mampu
memberikan penawaran yang terbaik bagi nasabahnya
0 0 0 8 55 52 5 5,45
3
Karyawan Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang mampu membantu memecahkan masalah nasabahnya dengan baik
0 0 0 13 46 44 17 5,54
Mean Skor Keseluruhan 5,51
(58)
Berdasarkan tabel 4.4, diketahui bahwa pernyataan “Karyawan Asuransi
Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang mampu memahami kebutuhan pelanggan
dengan baik” memiliki nilai rata-rata tertinggi sebesar 5,55, yang berarti
responden setuju bahwa karyawan Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang
mampu memahami kebutuhan pelanggan dengan baik. Sedangkan secara
keseluruhan rata-rata tanggapan responden terhadap orientasi pelanggan (X2)
sebesar 5,51 yang berarti responden setuju bahwa keinginan penyedia jasa untuk
membantu pelanggan mengambil keputusan pembelian, membantu pelanggan,
menawarkan pelayanan kepada pelanggan, mendeskriptifkan pelayanan yang
tepat, menghindari titik manipulatif dan menghindari taktik tekanan tinggi sudah
berjalan dengan cukup baik.
4.2.4. Deskripsi Kinerja Tenaga Penjual(Y)
Kinerja tenaga penjual (Y), adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Hasil tanggapan responden terhadap kinerja
(59)
47
Tabel 4.5.
Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kinerja Tenaga Penjual (Y)
No Pertanyaan Skor Jawaban Mean
Skor
1 2 3 4 5 6 7
1
Hubungan yang terjalin antara tenaga penjual dengan nasabah
cukup baik 0 0 0 9 55 43 13 5,50
2 Kemampuan pihak Asuransi Jiwa
Bumi Putera 1912 di Jombang 0 0 0 4 49 63 4 5,56
3
Tenaga penjual pada Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang memiliki keterampilan yang cukup bagus dalam menjual produknya
0 0 0 3 56 55 6 5,53
4
Tenaga penjual pada Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang memiliki pengetahuan yang bagus tentang produk yang dijual
0 0 0 6 64 43 7 5,43
5
Tenaga penjual pada Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang memiliki pengetahuan yang bagus terhadap program-program yag dijalankan perusahaan
0 0 0 7 52 54 7 5,51
6
Tenaga penjual pada Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang memiliki memiliki kualitas personal yang cukup baik
0 0 0 11 54 44 11 5,46
Mean Skor Keseluruhan 5,50
Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel 4.5, diketahui bahwa pernyataan “Kemampuan pihak
Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang” memiliki nilai rata-rata tertinggi
sebesar 5,56, yang berarti responden setuju bahwa kemampuan pihak Asuransi
Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang cukup baik. Sedangkan secara keseluruhan
rata-rata tanggapan responden terhadap sikap kinerja tenaga penjual (Y) sebesar
(60)
yang dicapai oleh seseorang agen asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang
dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya dapat terlaksana dengan baik.
4.3. Analisis Data 4.3.1. Evaluasi Outlier
Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang
terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam
bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi atau
mutivariate (Hair, 1998). Evaluasi terhadap outlier multivariate (antar variabel)
perlu dilakukan sebab walaupun data yang dianalisis menunjukkan tidak ada
outliers pada tingkat univariate, tetapi observasi itu dapat menjadi outliers bila
sudah saling dikombinasikan. Jarak antara Mahalanobis untuk tiap-tiap observasi
dapat dihitung dan akan menunjukkan sebuah observasi dari rata-rata semua
variabel dalam sebuah ruang multidimensional (Hair.dkk, 1998; Tabachnick &
Fidel, 1996). Uji terhadap outliers multivariate dilakukan dengan menggunakan
jarak Mahalanobis pada tingkat p < 1%. Jarak Mahalanobis itu dievaluasi dengan
menggunakan χ² (chi kuadrat) pada derajat bebas sebesar jumlah variabel yang
digunakan dalam penelitian ini. Hasil dari uji outliers tampak pada tabel berikut
(61)
49
Tabel 4.6.
Residuals Statistics
Minimum Maximum Mean Std.
Deviation N
Predicted Value 21.150 99.230 60.500 16.340 120
Std. Predicted Value -2.408 2.370 0.000 1.000 120
Standard Error of Predicted Value 5.178 15.149 10.519 1.731 120 Adjusted Predicted Value 21.370 103.920 60.450 16.758 120
Residual -71.038 59.839 0.000 30.708 120
Std. Residual -2.194 1.848 0.000 0.948 120
Stud. Residual -2.336 1.974 0.001 1.000 120
Deleted Residual -80.538 68.313 0.052 34.174 120
Stud. Deleted Residual -2.386 2.002 0.000 1.005 120
Mahalanobis Distance [MD] 2.050 25.047 11.900 4.123 120
Cook's Distance 0.000 0.056 0.009 0.011 120
Centered Leverage Value 0.017 0.210 0.100 0.035 120
(a) Dependent Variable : NO. RESP
Sumber : Lampiran 3
Deteksi terhadap multivariat outliers dilakukan dengan menggunakan
kriteria Jarak Mahalanobis pada tingkat p < 0,001. Jarak Mahalanobis itu
dievaluasi dengan menggunakan χ2 pada derajat bebas sebesar jumlah variabel
yang digunakan dalam penelitian. Bila kasus yang mempunyai Jarak Mahalanobis
lebih besar dari nilai chi-square pada tingkat signifikansi 0,001 maka terjadi
multivariate outliers. Nilai χ20.001 dengan jumlah indikator 12 adalah sebesar
32,909. Hasil analisis Mahalanobis diperoleh nilai 25,047 yang kurang dari χ2
Koefisien cronbach’s alpha dihitung untuk mengestimasi reliabilitas
setiap skala (variabel atau indikator observasian). Sementara itu item to total
correlation digunakan untuk memperbaiki ukuran-ukuran dan mengeliminasi
tabel 32,909 tersebut. Dengan demikian tidak terdapat outlier multivariate.
(62)
item-item yang kehadirannya akan memperkecil koefisien cronbach’s alpha yang
dihasilkan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.7.
Pengujian Reliability Consistency Internal
Konstrak Indikator Item to Total Correlation Koefisien Cronbach's Alpha Perilaku Etis (X1 X11 ) 0.761 0.688
X12 0.827
X13 0.764
Orientasi Pelanggan (X2 X21 ) 0.809 0.726
X22 0.806
X23 0.811
Kinerja Tenaga Penjual
(Y)
Y1 0.658
0.845
Y2 0.791
Y3 0.768
Y4 0.741
Y5 0.747
Y6 0.830
Sumber : Lampiran 3
Proses eleminasi diperlakukan pada item to total correlation pada indikator
yang nilainya < 0,5 [Purwanto,2003]. Tidak terjadi eliminasi karena nilai item to
total correlation indikator seluruhnya ≥ 0,5. Indikator yang terelimi nasi tidak
disertakan dalam perhitungan cronbach's alpha. Perhitungan cronbach's dilakukan
setelah proses eliminasi
Hasil pengujian reliabilitas konsistensi internal untuk setiap construct di
atas menunjukkan hasil baik dimana koefisien Cronbach’s Alpha yang diperoleh
seluruhnya memenuhi rules of thumb yang disyaratkan yaitu ≥ 0,7 [Hair
(1)
memiliki nilai probabilitas kausal (p) sebesar 0,0002, dimana nilai tersebut lebih kecil dari batas signifikansi (0,10). Sehingga hipotesis 2 yang menyatakan bahwa orientasi pelanggan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja tenaga penjual Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang, dapat diterima.
Hal ini dapat diartikan bahwa apabila orientasi pelanggan (yang meliputi: memahami kebutuhan pelanggan, memberikan penawaran terbaik, dan memecahkan masalah pelanggan) semakin tinggi, maka kinerja tenaga penjual Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang akan semakin baik. Sebaliknya jika orientasi pelanggan semakin rendah, maka kinerja tenaga penjual Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang akan semakin buruk.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bowless, et.al, (2001:3) dalam Sutopo (2004) yang menyatakan bahwa tenaga penjualan yang berorientasi pada pelanggan secara langsung berhubungan dengan kepuasan pelanggan dan secara tidak langsung berhubungan dengan kepuasan tenaga penjualan.
Hal ini juga didukung oleh penelitian Williams dan Attway (1996:44) dalam Sutopo (2004) yang menunjukkan bahwa tenaga penjualan yang mengambil pendekatan penjualan berorientasi pelanggan secara positif mempengaruhi kualitas hubungan antara pembeli dan penjual. Penemuan ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara perilaku penjualan yang berorientsi pelanggan, efektivitas penjualan dan tingkat sukses penjualan. Dari prespektif kinerja nampak bahwa tenaga penjualan sering mendapat manfaat dari penggunaan pendekatan penjualan berorientasi pelanggan. Boles, et.al, (2001:3) dalam Sutopo (2004) juga menemukan bukti bahwa perilaku penjualan
(2)
59
berorientasi pelanggan berhubungan positif dengan kinerja hasil penjualan industrial.
(3)
60 5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian ini disimpulkan sebagai berikut :
1. Perilaku etis berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja tenaga penjual Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang.
2. Orientasi pelanggan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja tenaga penjual Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di Jombang.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka ada beberapa saran yang diberikan untuk dijadikan bahan pertimbangan oleh PT. Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 Jombang antara lain :
1. Diharapkan kepada pihak Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 Jombang untuk lebih memperhatikan dalam melakukan penutupan penjualan, sehingga dapat lebih adil.
2. Diharapkan kepada pihak karyawan Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 Jombang untuk lebih membantu memecahkan masalah yang dihadapi nasabahnya berkaitan dengan penggunaan asuransi.
3. Diharapkan kepada karyawan tenaga penjual untuk lebih memperhatikan hubungan yang terjalin dengan nasabah
(4)
61
4. Penelitian ini kemungkinan besar merupakan salah satu penelitian structural tentang hubungan pemasaran yang ditinjau dari perilaku etis, orientasi pelanggan dan kinerja tenaga penjual. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat mendorong penelitian-penelitian lainnya, baik dalam penelitian sejenis dengan data berlainan atau sampel yang lebih luas, maupun pemanfaatan hasil penelitian ini sebagai pedoman bagi penelitian lainnya.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.C. and D.W. Gerbing, 1988. Structural Equation Modeling in Practice : A Review and Recommended Two-Step Approach, Psycological Bulletin. 103 (3) : 411-23.
Baldauf et.al, 2001, “ Examining Business Strategy, Sales Manajement And Salesperson Antecendents of Sales Organisation Effectiveness”. Journal of Marketing, vol. 57 October, 49-59
Bentler, P.M. and C.P. Chou, 1987. Practical Issue in Structural Modeling, Sociological Methods and Research. 16 (1) : 78-117
Buzan, 2003, The Power of Spiritual Intelligence : 10 Way to Tap into Your Spiritual Genius. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Boles, et.al, 2001, “ An Examination of the Relationships JOURNAL OF Marketing Theory and practice. Summer. 1-13
Cravens, et.al, 1993, “ Behavior-Based and outcome-Based Salesforce Control System” journal of Marketing, vol. 57 october. 47-59
Ferdinand, Augusty [2002], Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Penerbit BP Undip, Semarang.
Grant et.al, 2001, “The role of satisfaction with teorrity design on the motivation, attitude and work outcomes of salespeople”, journal of academy of marketing science. Vol.29.No.2.165-178.
Hair, J.F. et. al. [1998], Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.
Handoko, 2000, “Management Sumber Daya Manusia”, cetakan ketujuh, edisi kedua, BPFE Yogyakarta.
Hartline, Michael D. and O.C. Ferrell [1996], “The Management of Customer-Contact Service Employees : An Empirical Investigation”, Journal of Marketing. 60 (4) : 52-70.
Honeycutt et,al., 1995, “ business ethich and Job- Related Contructs : Across Culteral Comparison of automotive Salespeople”. Journal of Business Ethich 14. 235-248
Jaworski&Kohli, 1991, “Supervisory feedback:Alternative types and their impact on salespeople`s performance and satisfaction”, Journal of marketing research, Vol.38. May.190-201.
(6)
Keilor et,al 1999, “Salesforce performance satisfaction and aspects of relational implications for sales managers”, Journal of marketing theory and practice writer. 102-115.
Kotler, P, 2005, “Marketing Management”, The Millenium Edition, New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Howe 1994, “ The Relationship Between Ethical and Customer Oriented Service Provider Behaveo”. Journal of Bussiness Ethics 13. 497-506
Mangkunegara, 2005, “Manajemen Sumber Daya Manusia Perushaan”, PT.Rosda Karya, Bandung.
O`Hara et.al, 1991, “The infleunce of personal variable on salesperson selling orientation”, Journal of personal selling and sales management, 11 Winter 61-67.
Prately, 1997, “The Essence of Bussiness Ethich Etika Bisnis, Terjemahan, ANDI, Yogyakarta.
Singhapakdi dan Vitell, 1993, “ Marketing Ethich: Sales Professional Versus Other Marketing Profesionals”, Journal OF Personal Selling and Manajement 12 (2), 27-38
Sugiyono, 2005, “Metode penelitian bisnis”, Alfabeta, Bandung
Purwanto, BM, 2003. Does Gender Moderate the Effect of Role Stress on Salesperson's Internal States and Performance ? An Application of Multigroup Structural Equation Modeling [MSEM], Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Buletin Ekonomi FE UPN "Veteran" Yogyakarta. 6 (8) : 1-20
Sumarsono, 2002, “Metode Penelitian Akuntansi”, Penerbit UPN “Veteran” Jatim.
Sutopo, 2004, “Pengaruh perilaku etis dan orientasi pelanggan terhadap kinerja tenaga penjual sebuah studi pada industri asuransi jiwa di Semarang”, Jurnal bisnis strategi. Vol.13.
Tabachnick B.G. and Fidel, L.S., 1996, Using Multivariate Statistics, Third Edition, Harper Collins College Publisher, New York.