PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN PADA SHAMPO REJOICE DI SURABAYA.

(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Loyalitas Pelanggan shampo merek

Rejoice Di Surabaya”

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Progdi Manajemen pada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya

dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala

ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2.

Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

3.

Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, selaku Ketua Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4.

Bapak Drs. Ec. Soewardjo, MM, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan dan dorongan kepada peneliti dalam menyelesaikan

skripsi ini.


(2)

5.

Segenap staff Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama

masa perkuliahan.

6.

Bapak dan Ibu, yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat dan

segalanya.

7.

Semua pihak yang ikut membantu, yang tidak bisa penulis sebutkan

satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah disajikan masih banyak

kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat

diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan

yang penulis miliki, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang

berkepentingan.

Surabaya, Juni 2010

Penulis


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.

Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.

Rumusan Masalah ... 5

1.3.

Tujuan Penelitian ... 5

1.4.

Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1.

Penelitian Terdahulu ... 7

2.2. Landasan Teori ... 9

2.2.1. Konsep Pemasaran... 9

2.2.2. Pengertian Perilaku Konsumen ... 9

2.2.3. Model Perilaku konsumen ... 10

2.2.4. Merek... 12

2.2.4.1. Ekuitas Merek... 16

2.2.5. Konsep Ekuitas Merek (Ekuitas Merek) ... 18

2.2.6. Kesadaran Merek (Brand Awareness)... 19

2.2.7. Asosiasi Merek (Brand Association)... 19

2.2.8. Kesan Kualitas (Perceived Quality) ... 20


(4)

2.2.9. Kesetiaan Merek (Brand Loyalty) ... 21

2.2.10. Loyalitas Pelanggan... 21

2.2.11. Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Loyalitas Pelanggan ... 24

2.2.

Kerangka Pikir ... 30

2.3.

Hipotesis ... 31

BAB

III METODE PENELITIAN

3.1

Definisi

Operasional

dan Pengukuran Variabel ...

32

3.1.1. Pengukuran Variabel ...

36

3.2 Populasi Dan Sampel Penelitian ...

36

3.2.1

Populasi

...

36

3.2.2

Sampel

...

37

3.3 Jenis Data dan Sumber Data ...

38

3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ...

39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian... 45

4.1.1 Sejarah Perusahaan ... 45

4.1.2 Sejarah Perkembangan UNILEVER di Indonesia ... 46

4.1.3 Struktur Organisasi PT. UNILEVER Indonesia ... 49

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 51

4.2.1 Deskrpisi responden ... 51


(5)

4.3. Hasil penelitian... 52

4.3.1. Uji Outlier Multivariate... 52

4.3.2. Uji Reliabilitas ... 52

4.3.3. Uji Validitas ... 52

4.3.3. Uji Construct Reliability dan Variance Extracted... 54

4.3.4. Evaluasi Normalitas ... 56

4.3.5. Evaluasi Model One – Step Approach to SEM... 57

4.3.6. Uji Kausalitas ... 59

4.4. Pembahasan... 60

4.4.1. Pengujian Hipotesis Kausalitas Pengaruh Brand Equity

berpengaruh positif terhadap Loyalitas Pelanggan... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

5.1. Kesimpulan ... 62

5.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA


(6)

vi

PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP LOYALITAS

PELANGGAN PADA SHAMPO REJOICE

DI SURABAYA

Juniardi Damar Permanajati

ABSTRAK

Persaingan di era globalisasi akan semakin mengerahkan system

perekonomian ke arah yang pada akhirnya memposisikan pemasar untuk selalu

mengembangkan dan merebut pangsa pasar. Salah satu aset untuk mencapai hal

itu adalah produk yang dewasa ini berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi

perusahaan. Dalam kondisi pasar yang konpetitif preferensi dan loyalitas

pelanggan adalah kunci kesuksesan. Dengan demikian, pemasaran dewasa ini

merupakan pertempuran persepsi konsumen dan tidak lagi sekedar pertempuran

produk. Untuk membangun persepsi dapat dilakukan melalui jalur merek dan

memahami perilaku merek. Merek yang prestisius memiliki ekuitas merek yang

kuat. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk maka semakin kuat daya tariknya

untuk mengiring konsumen mengkonsumsi produk tersebut. Produk Shampo

boleh dibilang merupakan salah satu kategori produk dengan tingkat persaingan

yang sangat ketat. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh

Ekuitas Merek terhadap Loyalitas Pelanggan shampo merek Rejoice.

Variabel yang digunakan dalam pada penelitian ini adalah Untuk

mengetahui pengaruh Ekuitas Merek terhadap Loyalitas Pelanggan shampo merek

Rejoice. Dengan obyek penelitian shampo merek Rejoice. Populasi dalam

penelitian ini adalah keseluruhan pelanggan shampo merek Rejoice sampai

sekarang. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation

Modeling (SEM).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : dari hasil uji

kausalitas Ekuitas Merek berpengaruh positif terhadap Loyalitas Pelanggan

Shampo Rejoice dapat diterima..


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Persaingan di era globalisasi akan semakin mengerahkan sistem perekonomian ke arah yang pada akhirnya memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar. Salah satu aset untuk mencapai hal itu adalah produk yang dewasa ini berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan. Dalam kondisi pasar yang konpetitif preferensi dan loyalitas pelanggan adalah kunci kesuksesan. Dengan demikian, pemasaran dewasa ini merupakan pertempuran persepsi konsumen dan tidak lagi sekedar pertempuran produk.

Untuk membangun persepsi dapat dilakukan melalui jalur merek dan memahami perilaku merek. Merek yang prestisius memiliki ekuitas merek yang kuat. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk maka semakin kuat daya tariknya untuk mengiring konsumen mengkonsumsi produk tersebut. Itu berarti akan menghantarkan perusahaan meraup keuntungan dari waktu ke waktu. Karena merek aset amat penting dan bernilai. Maka hal itu merupakan Visi mengenai bagaimana mengembangkan, memperkuat, mempertahankan, dan mengelola suatu perusahaan. Sehingga akan menjadi lebih penting untuk memiliki pasar ketimbang memiliki pabrik. Dan


(8)

satu-satunya cara untuk memiliki pasar adalah memiliki yang dominan (Aeker,1997).

Krisis ekonomi yang berkepanjangan membuat kemampuan daya beli masyarakat menurun. Kejadian ini berpengaruh terhadap tindakan konsumsi masyarakat. Mereka akan lebih penuh pertimbangan dalam melakukan kegiatan konsumsi masyarakat. Mereka akan lebih penuh pertimbangan dalam melakukan kegiatan konsumsi. Dan fakta dilapangan menunjukkan bahwa produk yang harganya relatif murah akan cepat laku dipasaran. Karena terkadang dalam pembelian tersebut mereka tidak begitu berfikir tentang kualitas barang namun cenderung melihat harga barang. Apalagi jika produk atau barang tersebut berasal dari merek yang sudah terkenal tetapi harganya relatif murah, maka akan cepat diserbu konsumen.

Sampo boleh dibilang merupakan salah satu kategori produk dengan tingkat persaingan yang sangat ketat. Bahkan, persaingan di kategori ini diperkirakan tidak akan pernah berakhir, mengingat produk ini termasuk yang dibutuhkan semua orang, tanpa terkecuali. Apalagi, penetrasi produk ini sudah mendekati titik jenuh (100%), sehingga membuat suasana persaingan kian terasa di kategori ini. Walau persaingannya sangat sengit, kategori ini boleh dibilang hanya dikuasai dua pemain, yaitu PT Unilever Indonesia Tbk. dan PT P&G Indonesia. Sementara Grup Wings lewat merek Emeron dan Zinc, PT Gondowangi dengan merek Natur, dan beberapa pemain lainnya cuma berpengaruh kecil. Unilever dan P&G menguasai lebih dari 70% pangsa pasar sampo.


(9)

Di kategori sampo, Unilever melempar empat merek, yaitu Sunsilk, Clear, Lifebuoy dan Dove. Hal yang sama juga dilakukan P&G, yaitu mengeluarkan merek Pantene, Rejoice, Head & Shoulders serta Herbal Essences. Maka, tak ayal lagi, pertempuran head-to-head dua musuh bebuyutan ini pun tak bisa dihindari.

Dari temuan hasil dilapangan tentang peringkat indeks loyalitas konsumen indonesia yang dikeluarkan majalah SWA dan badan survei MARS ( 2005-2009 )

Tabel 1.1. Kinerja Produk Personal Tahun 2005 - 2009 Merek Shampoo Brand Value 2005 Brand Value 2006 Brand Value 2007 Brand Value 2008 Brand Value 2009

Sunsilk 162.2 195.5 32.3 35.4 26.3

Clear 142.5 149.5 31.9 32.6 23.0

Pantene 107.6 89.4 23.1 6.5 18.0

Lifebuoy 63.4 65.7 18.1 5.0 11.3

Rejoice 56.3 37.8 15.9 2.8 6.0

Sumber : SWA

Permasalahan yang terjadi pada kategori Shampo Rejoice dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 hanya menduduki peringkat keempat masih kalah dari pesaingnya, yaitu shampoo Sunsilk, Clear, Pantene dan Lifebouy. Dari tahun 2005 (56.3%), tahun 2006 (37.8%), tahun 2007 (15.9%), tahun 2008 (2.8%) dan pada tahun 2009 (6.0%). Hal inilah yang membuat Shampo Rejoice gencar melakukan promosi melalui berbagai media elektronik.


(10)

Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin kuat daya tariknya di mata konsumen untuk termotivasi memilih produk tersebut. Merek dapat menumbuhkan loyalitas. Menurut Rangkuti (2004) apabila para konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara terus-menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu yang pada akhirnya akan menciptakan loyalitas pelanggan.

Karena Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada perusahaan atau pelanggan. Ekuitas merek berhubungan dengan nama merek yang dikenal, kesan kualitas, asosiasi merek yang kuat dan asset-asset lainnya seperti paten dan merek dagang. Jika pelanggan tidak tertarik pada satu merek dan membeli karena karakteristik produk, harga kenyamanan, dan dengan sedikit mempedulikan merek, kemungkinan ekuitas merek rendah. Sedangkan jika para pelanggan cenderung membeli suatu merek walaupun dihadapkan pada para pesaing yang menawarkan produk yang lebih unggul, misalnya dalam hal harga dan kepraktisan maka merek tersebut memiliki ekuitas yang tinggi. (Aida, 2007:146)

Dari fenomena dan penjelasan teori di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana penilaian konsumen Surabaya terhadap perkembangan shampo merek Rejoice tersebut diukur dari ekuitas mereknya. Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang


(11)

berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada perusahaan atau pelanggan. Menurut Aaker, ekuitas merek diukur melalui empat dimensi yaitu brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk menelusuri apakah ada pengaruh Ekuitas Merek terhadap Loyalitas Pelanggan shampo merek Rejoice Di Surabaya.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan pokok pikiran pada latar belakang tersebut diatas, maka penulis merumuskan permasalahan, yaitu :

“Apakah Ekuitas Merek berpengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan shampo merek Rejoice?”

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini memiliki tujuan yaitu sebagai berikut :

“Untuk mengetahui pengaruh Ekuitas Merek terhadap Loyalitas Pelanggan shampo merek Rejoice”.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Dengan adanya penelitian ini dapat membarikan masukan bagi perusahaan di dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.


(12)

2. Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan kesempatan kepada penulis untuk membahas mengenai ilmu-ilmu yang diterima selama masa perkuliahan ke dalam praktek lapangan.

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain apabila akan mengadakan penelitian lebih lanjut.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Untuk penelitian dengan masalah Ekuitas Merek memang sudah ada yang melakukan pada penelitian sebelumnya. Seperti penelitian ini dengan topic mengenai :

1. Ainur Rofiq (2009) Peranan Ekuitas Merek Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Industri Telepon Seluler

Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap loyalitas pelanggan telepon seluler. Data dikumpulkan melalui survei menggunakan kuesioner terhadap mahasiswa di Kota Malang. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dan diperoleh sampel sebanyak 115 responden. Untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini digunakan analisis regresi. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa ekuitas merek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan telepon seluler. Di antara empat variabel ekuitas merek yang diteliti, persepsi kualitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Sedangkan variabel yang memiliki pengaruh dominan terhadap loyalitas pelanggan adalah loyalitas merek.


(14)

2. Fadli dan Inneke Qamariah (2003) dengan judul Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Ekuitas Merek Sepeda Motor Merek Honda terhadap Loyalitas Pelanggan (Studi Kasus pada Universitas Sumatera Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dimensi ekuitas merek mana yang berpengaruh lebih signifikan pada merek sepeda motor Honda terhadap Loyalitas Pelanggan, dimana keempat dimensi ekuitas merek tersebut terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek dan bagaimana pengaruh ekuitas merek terhadap Loyalitas Pelanggan sepeda motor merek Honda di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Metode analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis statistik regresi linier berganda dengan menggunakan software SPSS (Statistical Package for Social Science). Hipotesis mengungkapkan bahwa kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek berpengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan konsumen terhadap sepeda motor merek Honda. Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini bahwa secara serempak ekuitas merek yang terdiri dari variabel kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek berpengaruh sangat signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan sepeda motor merek Honda di lingkungan Universitas Sumatera Utara, dan secara parsial variabel loyalitas merek, kesan kualitas dan asosiasi merek berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan sepeda motor merek Honda di lingkungan Universitas Sumatera Utara, sedangkan variabel kesadaran merek


(15)

tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen dalam melakukan pembelian sepeda motor merek Honda.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Konsep Pemasaran

Pemasaran berperan dalam memusatkan semua kegiatan organisasi yang diarah untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.

Menurut Kotler (2000 : 19) menyebutkan konsep pemasaran (marketing concept) merupakan kunci untuk organisasi, yaitu perusahaan menjadi lebih efektif dari pada pesaqing dalam menciptakan, menyampaikan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan (customer value) pada pasar sasaran yang telah ditentukan oleh perusahaan.

Secara sederhana, konsep pemasaran menyatakan bahwa suatu organisasi harus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen agar dapat menguntungkan. Untuk menerapkan konsep pemasaran, perusahaan harus memahami dan tetap dekat dengan konsumen dalam menyajikan produk serta pelayanan yang baik, yang akan dibeli dan diguankan oleh konsumen (Peter dan Olson, 2002 : 3).

2.2.2. Pengertian Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,


(16)

termasuk protes keputusan yang mendahuluhi (Engel, Balckwell, Miniard, 1994:3).

Loundon dan Bitta lebih menekankan kosumen sebagai suatu proses sebagai pengambil keputusan. Mereka megatakan bahwa perilaku konsumen adalah proses pengambil keputusan yang mensyaratkan aktivas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, mengguanakan, atau mengatur barang dan jasa (Simamora, 2002 : 2) Menurut Kotler dan Amstrong (1997) mengantikan perilaku konsumen sebagi perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun ruamh tangga, yang membeli produk untuk konsumsi personal.

2.2.2.1. Model Perilaku konsumen

Model Pperilaku konsumen menurut Assael (1995 : 14) terdapat tiga factor yang berpengaruh pada proses pengambilan keputusan seorang konsumen yaitu : 1. Faktor Individu (individual consumer)

Pemilihan suatu produk / merek dipengaruhi oleh motivasi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan, persepsi terhadap atribut produk, proses belajar berdasrkan pengalaman, sikap terhadap produk, iklan, wiraniaga, perusahaan, dan gaya hidup konsumen sehari-harinya.

2. Pengaruh Lingkungan (environment influences)

Lingkungan yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen adalah keluarga, kelas sosial, kelompok referensi dan budaya. 3. Strategi Pemasaran (market strategies)

Proses pembelian seorang konsumen dipengaruhi juga oleh alas an membeli. Saat pembelian, dan situasi saat membeli. Ketiga factor berpengaruh


(17)

diatas dipengaruhi juga oleh stratetegi pemasaran yang dilakukan perusahaan. Adapun strategi pemsaran itu sendiri meliputi strategi produk, harga, promosi, dan distribusi.

Ketiga factor di atas merupakan suatu proses pemecahan masalah, dengan konsumen sebagi pemecahan masalahnya. Setelah proses pembelian terjadi akan terjadi umpan balik bagi konsumen maupun bagi pemasar. Bagi konsumen umpan balik ini berupa evaluasi dan kemungkinan melakukan pembelian ulang. Sedang umpan balik pemasar adalah berupakritik atau komplain dari konsumen.

Gambar 2.1. Model Sederhana Dari Perilaku Konsumen Feedback to consumer Postpurchase Evaluation

Feedback to marketer

Development of marketing strategis Sumber : Assael, (1995 : 14)

The indv consumber

Environmental influences

Consumber Decision Making

Application of

Consumber Behavior to Marketing Strategis

Consumer Response


(18)

2.2.4. Merek

Menurut American Marketing Associattion (Kotler, 2000 : 460) mendefinisikan merek sebagi berikut :

Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.

Merek sebagai satu kumpulan yang kompleks dari citra, janji, dan pengalaman dalam pikiran konsumen yang menghadirkan janji oleh perusahaan tentang produk tertentu. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat, dan jasa tertentu pada pembeli. Nilai dari suatu merek muncul dari presepsi dan asaosiasi positif yang dipegang oleh seseorang dan tidak hanya terdiri dari idwe tentang fungsi perasaan dan asosiasi. Merek dapat memiliki enam tingkatan pengertian : (Kotler, 2000 : 460)

1. Atribut (attributes)

Suatu merek membawa atribut-atribut dalam benak konsumen Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Mercedes memberi kesan sebagi mobil yang mahal, dibuat dengan baik, dirancang dengan baik, tahan lama, bergengsi tinggi.

2. Manfaat (benefits)

Artribut harus diterjemahkan ke dalam manfaat fungsional dan emosional. Atribut “tahan lama” dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional. Atribut “mahal” mungkin diterjemahkan menjadi manfaat emosional.


(19)

3. Nilai (Value)

Merek yang menyatakan sesuatu tentang nilai yang dimiliki oleh produsen. Jadi Mercedes berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi, dan lain-lain.

4. Budaya (culture)

Merek juga mewakili kriteria budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya Jerman : terorganisasi, efisien, bermutu tinggi.

5. Kepribadian (personality)

Mercedes mencerminkan pimpinan yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (binatang), atauistana yang agung (obyek).

6. Pemakai (user)

Merek menunjukkan konsumen mana yang membeli atau menggunakn produk tersebut.

Suatu merek mempunyai lima komponen (Assael, 1993 : 393-400) 1. Nama merek (brand name)

Nama merek merupakan indicator inti yang mendasar dari merek, basis untuk kesadaran maupun usaha-usaha komunikasi. Bahkan sering kali nama merek bisa menghasilkan asosiasi-asosiasi yang mampu menggambarkan merek tersebut. Dengan kata lain, nama merek bisa membentuk esesnsi dari konsep suatu merek (Aaker, 1997: 277).

2. Simbol (symbol)

Simbol adalah bagian yang penting dari suatu merek yang mempunyai bentuk yang unik. Suatu simbol dapat mengkomunikasikan asosiasi-asosiasi atau bahkan atribut-atribut yang spesisfik (Aaker, 1997). Sebuah


(20)

symbol bisa dengan sendirinya menciptakan kesadaran, asosiasi, dan rasa suka atau perasaan mempengaruhi loyalitas atau kesan kualitas (Aaker, 1997: 294).

3. Pengemasan (the package)

Pengemasan mencakup kegiatan-kegiatan dalam mendesain dan memproduksi kontainer atau pembungkus untuk suatu produk. Fungsi utama kemasan adalah untuk membungkus dan melindungi produk. Selain itu, kemasan juga berfungsi untuk menarik perhatian, menjelaskan produk, hingga membuat penjualan (Aaker. 1997: 287)

4. The warranty

Pernyataan tertulis yang menggambarkan komitmen perusahaan untuk mengganti atau memperbaiki produk yang rusak / cacat.

5. Citra merek (brand image)

Keseluruhan kesan yang terbuentuk dalam benak konsumen oleh karakteristik fisik merek, nama, symbol, keriaasan, dan reputasi untuk jasa.

Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari produk, dan pamberian merek dapat menambah nilai produk tersebut (Kotler dan Amstrong, 1997: 267). Pemberian merek dapat bernilai bagi perusahaan dan pelanggan. Keuntungan pemberian merek bagi perusahaan (Assael, 1993: 400) :

1. Bila nama merek diasosiasikan dengan produk yang sukses, hal ini akan menarik loyalitas pelanggan


(21)

2. Merek yang telah membangun dasar loyalitas konsumen telah mempunyai kekuatan.

3. Merek dengan loyalitas konsumen juga memlihara pendukung distribusi lebuih mudah.

4. Merek yang kuat dapat diturunkan dengan menerapkannya pada spin-offs dalam lini produk.

Keuntungan pemberian merek (branding) bagi konsumen

1. Nama merek mengidentifikasi manfaat produk sehingga konsumen mengetahui apa yang akan mereka peroleh.

Konsumen tidak perlu kawatir tentang variasi dalam isi dan kualitas dari satu pembeli ke pembelian berikutnya.

2. Branding memfasilitasi belanja.

Penghargaan nama merek mengijinkan konsumen untuk membeli dengan sedikit waktu yang diperlukan untuk membandingkan dan mencari informasi. 3. Nama merek juga memberikan informasi kepada konsumen

Konsumen ingat rasa, isi, harga, dan kinerja suatu merek. Konsumen ingat merek mana yang memuaskan mereka dan mana yang tidak. Karena hal inilah branding membentuk kesempatan bagi konsumen untuk menjadi loyal pada merek.

2.2.4.1. Ekuitas Merek

Menurut Aaker (1996: 2-3) Ekuitas Merek (Ekuitas Merek) adalah seperangkat aset dan stabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama


(22)

dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan. 1. Loyalitas merek (brand loyalty)

Merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan dengan suatu merek produk. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya pelanggan beralih ke merek produk lain, terutam jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain. 2. Kesadaran merek (brand awaranes)

Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tersebut.

3. Kesan kualitas (perceive quality)

Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas / keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang berkenaan dengan maksud yang diharpkan oleh pelanggan.

4. Asosiasi merek (Assosiation brand)

Segala kesan yang muncul dibenak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.

5. Aset-aset merek lainnya (other proprietary brand asset) Dapat berupa hak paten, cap, saluran hubungan dan lain-lain.


(23)

Gambar 2.2. Ekuitas merek

Sumber : A Aaker, Manajemen Ekuitas merk, Mitra utama, 1997: 405 EKUITAS MEREK Loyalitas Merek Kesadaran Merek Kesan Kualitas Asosiasi Merek Aset-aset Hak milik Yang lain

Pengurangan biaya pemasaran

Peningkatan perdagangan Memikat para pelanggan baru

1. menyadarkan 2. meyakinkan waktu untuk merespons ancaman kompetisi

Jangkar tempat cantelan Berbagai asosiasi lain

Familiaritas / rasa suka Tanda tentang Substansi / komitmen

Alasan untuk membeli Diferensiasi / posisi

Harga

Penyalur meinat pelanggan

Perluasan

Membantu proses / penyusunan Informasi

Diferensiasi / posisi Alasn untuk mebeli

Menciptakn sikap / perasaan Positif

Perluasan

Keuntungan kompetitif

Memberikan nilai Kepada para pelanggan dengan cara menguatkan

1.Interprensi / proses 2.Rasapercaya diri

dalam keputusan pembelian. 3.Pencapaian kepuasan dari pelanggan Memberikan nilai kepada perusahaan dengan menguatkan :

1.Efisiensi & efektifitas progam pemesanan 2.Loyalitas merk 3.Harga / Laba 4.Perluasan merk 5.Peningkatan

perdagangan 6.keuntungan


(24)

2.2.5. Konsep Ekuitas Merek (Ekuitas Merek)

Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada perusahaan atau pelanggan. Menurut Aaker (2001:165), ekuitas merek dapat dikelompokkan dalam 4 kategori: 1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

2. Asosiasi Merek (Brand Associations) 3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) 4. Loyalitas merek (Brand Loyalty)

Ekuitas merek berhubungan dengan nama merek yang dikenal, kesan kualitas, asosiasi merek yang kuat dan asset-asset lainnya seperti paten dan merek dagang. Jika pelanggan tidak tertarik pada satu merek dan membeli karena karakteristik produk, harga kenyamanan, dan dengan sedikit mempedulikan merek, kemungkinan ekuitas merek rendah. Sedangkan jika para pelanggan cenderung membeli suatu merek walaupun dihadapkan pada para pesaing yang menawarkan produk yang lebih unggul, misalnya dalam hal harga dan kepraktisan maka merek tersebut memiliki ekuitas yang tinggi. Aaker (2001:165)

2.2.6 Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Aaker (1991, p. 60) mendefinisikan kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu.


(25)

Kesadaran merek dapat membantu mengkaitkan merek dengan asosiasi yang diharapkan oleh perusahaan, menciptakan familiarity pelanggan pada merek dan menunjukkan komitmen kepada pelanggannya. Pelanggan cenderung membeli merek yang sudah dikenal dan beranggapan bahwa merek yang sudah dikenal kemungkinan bisa diandalkan dan kualitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Kesanggupan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Hasil pengukuran ini dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu: (Widjaja, 2007:92)

a. Brand recall, definisi operasionalnya adalah merek yang disebut oleh responden tanpa dibantu dengan daftar merek.

b. Brand recognition, definisi operasionalnya adalah merek yang disebut oleh responden setelah dibantu dengan daftar merek yang ada dalam kuisioner. c. Top of mind, definisi operasionalnya adalah merek yang disebut pertama kali

oleh responden.

2.2.7 Asosiasi Merek (Brand Association)

Menurut Aaker (2001 : 167) asosiasi merek adalah segala sesuatu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek. Ditambahkan oleh Susanto (2004 : 133) hal-hal lain yang penting dalam asosiasi merek adalah asosiasi yang menunjukan fakta bahwa produk dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas sosial, dan peran professional; atau, yang mengekspresikan asosiasi-asosiasi yang


(26)

memerlukan aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan produk tersebut, toko yang menjual produk atau wiraniaganya.

Asosiasi merek merupakan segala sesuatu yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek, yakni pencitraan suatu merek yang tercermin dari kesan tertentu sehubungan dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain. Dimensi asosiasi merek yaitu:

a. Brand Strength (kekuatan merek), definisi operasionalnya adalah asosiasi yang berhubungan dengan kekuatan yang diteliti.

b. Brand Favorability (kesukaan merek), definisi operasionalnya adalah asosiasi yang berhubungan dengan kesukaan terhadap yang diteliti yang terbentuk di benak responden.

c. Brand Uniqueness (keunikan merek), definisi operasionalnya adalah asosiasi yang berhubungan dengan keunikan merek yang tercipta dari asosiasi strength dan favorability, yang ada di benak responden yang membuat sebuah menjadi berbeda.

2.2.8 Kesan Kualitas (Perceived Quality)

Menurut Susanto (2004:129), kesan kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keungulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Lebih lanjut, menurut Aaker (1991 : 91), apabila kesan kualitas adalah untuk dimengerti dan diatur,


(27)

Kesan kualitas yang positif di pikiran pelanggan dapat memberikan berbagai keuntungan bagi pengembangan merek, misalnya menciptakan positioning yang jelas dan membuka peluang bagi perluasan merek. Sedangkan kesan kualitas pada dimensi jasa / servis, diukur melalui :

a. Reliability (keterandalan), definisi operasionalnya adalah kemampuan karyawan untuk menampilkan suatu pelayanan yang dapat diandalkan dan akurat.

b. Responsiveness (ketanggapan), definisi operasionalnya adalah kesediaan karyawan untuk membantu konsumen dan menyediakan pelayanan yang cepat.

c. Assurance (jaminan), definisi operasionalnya adalah pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk menumbuhkan keyakinan dan rasa percaya diri konsumen terhadap pelayanan restoran.

d. Empathy (empati), definisi operasionalnya adalah perhatian dan karyawannya terhadap konsumennya secara individu.

e. Tangibles (bentuk fisik), definisi operasionalnya adalah tampilan dari fasilitas fisik, peralatan dan personil atau karyawan.

2.2.9 Kesetiaan Merek (Brand Loyalty)

Menurut Ford (2005, p. 132), loyalitas merek dapat dilihat dari seberapa sering orang membeli merek itu dibandingkan dengan merek lainnya.

Loyalitas merek tidak dapat terjadi tanpa melalui tindakan pembelian dan pengalaman menggunakan suatu merek. Hal ini membedakan loyalitas merek


(28)

dengan elemen ekuitas merek lainnya dimana pelanggan memiliki kesadaran merek, kesan kualitas dan asosiasi merek tanpa terlebih dahulu membeli dan menggunakan merek. (Aida, 2007:148)

Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk, didapati adanya beberapa tingkatan loyalitas merek. Masing-masing tingkatannya menunjukan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan loyalitas merek tersebut adalah sebagai berikut :

1. Switcher (Berpindah-pindah)

Adalah tingkatan loyalitas paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggapmemadai. Dalam hal ini merek memegang peranan kecil dalam Loyalitas Pelanggan. Ciri yang paling tampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah dan banyak konsumen lain yang membeli merek tersebut.

2. Habitual Buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan)

Adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi, pembeli ini dalam membeli suatu merek karena alasan kebiasaan.


(29)

3. Satisfied Buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang dikonsumsi. Namun pembeli ini dapat saja berpindah merek dengan menanggung biaya peralihan (switching cost), seperti waktu, biaya, atau resiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasi.

4. Likes The Brand (Menyukai merek)

Adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tingggi. Dan mereka menganggap merek sebagai sahabat.

5. Committed Buyer (Pembeli yang berkomiten)

Adalah kategori pembeli yang setia. Pembeli ini mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan / mempromosikan merek yang digunakannya kepada orang lain.


(30)

2.2.10 Loyalitas Pelanggan

Assael (1998: 130) mendefinisikan loyalitas sebagai “a favorable attitude toward a brand resulting in consistent purchase of the brand over time.” Literatur-literatur pemasaran menyatakan bahwa loyalitas dapat dipahami dari dua dimensi sebagai berikut (Jacoby dan Kyner, 1973 seperti dikutip oleh Hallowel, 1996):

1. Loyalty is behavioral, artinya loyalitas dapat dipahami sebagai konsep yang menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian, probabilitas pembelian (Dick dan Basu, 1994). Pemahaman ini sering disebut pendekatan keperilakuan (behavioral approach).

2. Loyalty as an attitude, artinya loyalitas dipahami sebagai komitmen psikologis pelanggan terhadap obyek tertentu (Dharmmesta, 1999). Pemahaman ini sering disebut sebagai pendekatan attitudinal (attitudinal approach).

Mowen & Minor (1998) seperti dikutip oleh Dharmmesta (1999: 74) mengemukakan definisi loyalitas merek sebagai “kondisi dimana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang.” Boulding dan kawan-kawan (1993) seperti dikutip oleh Dharmmesta (1999) juga mengemukakan bahwa terjadinya loyalitas merek pada pelanggan itu disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan/ ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara


(31)

terus-menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk. Oliver (1999: 34) mendefinisikan loyalitas sebagai “a deeply held commitment to rebuy or repatronize a preferred product/service consistently in the future, thereby causingrepetitive same-brand or same brand-set purchasing, despite situational influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior.” Tiga definisi tersebut di atas didasarkan atas pendekatan keperilakuan dan attitudinal. Penggabungan dua pendekatan tersebut baru dapat memberikan definisi operasional yang cukup memuaskan untuk menganalisa loyalitas pelanggan (Dharmmesta, 1999; Dick dan Basu, 1994).

Loyalitas akan berkembang mengikuti tiga tahap, yaitu tahap kognitif, afektif, dan konatif. Pelanggan akan loyal lebih dulu pada aspek kognitifnya, kemudian pada aspek afektif, dan akhirnya pada aspek konatif (Oskamp, 1991 seperti dikutip olehDharmmesta, 1999). Pendapat tersebut sejajar dengan ilmu perilaku pelanggan, bahwa pelanggan akan melalui tahap learning perception attitude behavior.

Sikap sendiri terdiri dari 3 komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif berkaitan dengan proses pembelajaran pelanggan, sedangkan komponen afektif berkaitan dengan sikap, dan konatif berkaitan dengan perilaku. Hal ini berarti sebelum mencapai aspek konatif, pelanggan harus melewati terlebih dahulu aspekkognitif dan afektif. Dharmmesta (1999) dan Oliver (1999) mengemukakan 4 tahap loyalitas sebagai berikut:


(32)

a. Tahap pertama: Loyalitas Kognitif

Pada tahap ini, pelanggan akan menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya. Jadi, loyalitasnya hanya didasarkan pada kognisi saja. Karena loyalitas ini hanya didasarkan atas kognisi saja, makaloyalitas ini tidak cukup kuat untuk membuat pelanggan tetap loyal.

b. Tahap kedua: Loyalitas Afektif

Pada tahap ini, loyalitas pelanggan didasarkan atas aspek afektif pelanggan. Sikap merupakan fungsi dari kognisi (pengharapan) pada periode awal pembelian (masa pra konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus kepuasan di periode berikutnya (masa pasca konsumsi). Loyalitas afektif muncul akibat dorongan factor kepuasan. Tetapi, kepuasan belum menjamin adanya loyalitas, karena kepuasan pelanggan berkorelasi tinggi dengan niat membeli ulang di masa mendatang. Niat, bahkan pembelian ulang belum menunjukkan adanya loyalitas, hanya dapat dianggap tanda awal munculnya loyalitas. Loyalitas pada tahap ini jauh lebih sulit dirubah, karena loyalitasnya sudah masuk ke dalam benak pelanggan sebagai afek dan bukan sebagai kognisi yang mudah berubah. Afek memiliki sifat yang tidak mudah berubah, karena sudah terpadu dengan kognisi dan evaluasi pelanggan secara keseluruhantentang suatu merek (Oskamp, 1991 seperti dikutip oleh Dharmmesta, 1999).


(33)

c. Tahap Ketiga: Loyalitas Konatif

Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu, loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Komitmen sepertiini sudah melampaui afek. Afek hanya menunjukkan kecenderungan motivasional,sedangkan komitmen melakukan menunjukkan suatu keinginan untuk menjalankan tindakan. Tahap Keempat: Loyalitas Tindakan

Aspek konatif atau niat melakukan adalah kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan pada keinginan untuk mengatasi hambatan untuk mencapai tindakan tersebut. Artinya, tindakan merupakan hasil pertemuan dua kondisi tersebut. Dengan kata lain, tindakan mendatang sangat didukunh oleh pengalaman mencapai sesuatu dan penyelesaian hambatan. Hal ini menunjukkan bagaimana loyalitas itu dapat menjadi kenyataan: loyalitas kognitif loyalitas afektif loyalitas konatif loyalitas tindakan (loyalitas yang ditopang dengan komitmen dan tindakan).

2.2.11 Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Loyalitas Pelanggan

Kesadaran merek menunjukkan kesanggupan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Peran kesadaran merek dalam keseluruhan ekuitas merek tergantung dari sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai


(34)

oleh suatu merek. Kesadaran merek akan mendorong loyalitas pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan.

Asosiasi merek menurut Aaker (1997) adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek di dalam benak konsumen. Asosiasi merek memberikan keuntungan yaitu dapat membantu proses penyusunan informasi, memainkan peranan yang penting dalam membedakan satu merek dari merek yang lain, membantu konsumen mengambil keputusan untuk membeli produk atau jasa, penciptaan sikap dan perasaan positif, dan sebagai landasan untuk perluasan merek melalui penciptaan rasa kesesuaian antara suatu merek dengan sebuah produk baru.

Pelanggan akan memiliki loyalitas terhadap produk apabila mereka merasa asosiasi merek memberikan keuntungan Persepsi kualitas merek menurut Aaker (1997) merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang terkait dengan maksud yang diharapkan. Terdapat lima keuntungan dari persepsi kualitas yang dikemukakan oleh Rangkuti (2004), yaitu kesan kualitas memberikan alasan yang penting untuk membeli; persepsi kualitas mempengaruhi merek-merek mana yang dipertimbangkan untuk dipilih; persepsi kualitas suatu produk memberikan keuntungan bagi perusahaan untuk membuat


(35)

pilihan-pilihan dalam menetapkan harga optimum; persepsi kualitas produk yang tinggi memiliki arti penting bagi para pengecer, distributor dan saluran distribusi lainnya karena kemampuannya dalam memperluas distribusi; dan merek produk yang memiliki persepsi kualitas yang kuat memungkinkan perusahaan untuk memperkenalkan kategori produk baru kemudian diharapkan dapat memperoleh pangsa pasar yang lebih besar lagi karena banyak konsumen yang loyal.


(36)

(37)

2.4. Hipotesis

Diduga bahwa terdapat pengaruh positif antara Ekuitas Merek terhadap Loyalitas Pelanggan Shampo Rejoice


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Untuk mempermudah pengertian dan menghindari kesalahan persepsi maka penulis perlu menguraikan dimensi operasional dalam penelitian ini, yaitu :

a) Ekuitas Merek)(X)

Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada perusahaan atau pelanggan. Menurut Aaker (2001, p.165), ekuitas merek dapat dikelompokkan dalam 5 kategori: (Widjaja, 2007:90) :

Kesadaran Merek (Brand Awareness) (X1)

Kesanggupan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Hasil pengukuran ini dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu: (Widjaja, 2007:92)

a. Brand recall (X1.1), definisi operasionalnya adalah merek yang disebut

oleh responden tanpa dibantu dengan daftar merek.

b. Brand recognition (X1.2), definisi operasionalnya adalah merek yang

disebut oleh responden setelah dibantu dengan daftar merek yang ada dalam kuisioner.


(39)

c. Top of mind (X1.3), definisi operasionalnya adalah merek yang disebut

pertama kali oleh responden.

Asosiasi Merek (Brand Association) (X2)

Asosiasi merek merupakan segala sesuatu yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek, yakni pencitraan suatu merek yang tercermin dari kesan tertentu sehubungan dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain. Dimensi asosiasi merek yaitu:

a. Brand Strength (kekuatan merek) (X2.1), definisi operasionalnya adalah

asosiasi yang berhubungan dengan kekuatan yang diteliti.

b. Brand Favorability (kesukaan merek) (X2.2), definisi operasionalnya

adalah asosiasi yang berhubungan dengan kesukaan terhadap yang diteliti yang terbentuk di benak responden.

c. Brand Uniqueness (keunikan merek) (X2.3), definisi operasionalnya

adalah asosiasi yang berhubungan dengan keunikan merek yang tercipta dari asosiasi strength dan favorability, yang ada di benak responden yang membuat sebuah menjadi berbeda.

Kesan Kualitas (Perceived Quality) (X3)

Kesan kualitas yang positif di pikiran pelanggan dapat memberikan berbagai keuntungan bagi pengembangan merek, misalnya menciptakan


(40)

positioning yang jelas dan membuka peluang bagi perluasan merek. (Aida, 2007:147). Sedangkan kesan kualitas pada dimensi jasa / servis, diukur melalui :

1. Reliability (keterandalan) (X3.1), definisi operasionalnya adalah

kemampuan Shampo merek Rejoice dalam memenuhi kesehatan rambut Anda diandalkan dan akurat.

2. Responsiveness (ketanggapan) (X3.2), definisi operasionalnya adalah

Banyaknya produk shampo merek Rejoice yang tersedia di pasaran membuat ketersediaan produk sangat terjaga.

3. Assurance (jaminan) (X3.3), definisi operasionalnya adalah

Kemampuan Shampo merek Rejoice dalam menyehatkan rambut sangat dapat diandalkan.

4. Empathy (empati) (X3.3), definisi operasionalnya adalah Shampo

merek Rejoice memberikan fasilitas untuk menanggapi keluhan pelanggan atau suara konsumen.

5. Tangibles (bentuk fisik) (X3.4), definisi operasionalnya adalah

Tampilan dari fisik Shampo merek Rejoice sangat menarik.

Kesetiaan Merek (Brand Loyalty) (X4)

Tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek dicerminkan dengan frekuensi pembelian produk suatu merek yang lebih banyak dibandingkan dengan produk yang sama dengan merek lain. Tingkatan loyalitas merek yaitu:


(41)

1. Switcher (Berpindah-pindah) (X4.1), definisi operasionalnya adalah

tingkatan loyalitas paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai.

2. Habitual Buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan) (X4.2), adalah

pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk.

3. Satisfied Buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan) (X4.3),

Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang dikonsumsi. 4. Likes The Brand (Menyukai merek) (X4.4), Adalah kategori pembeli

yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tingggi.

5. Committed Buyer (Pembeli yang berkomiten) (X4.4), Adalah kategori

pembeli yang setia. Pembeli ini mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya.

b) Loyalitas Pelanggan (Y)

Menurut Assael (1995:31) Loyalitas adalah suatu sikap positif terhadap sesuatu yang menghasilkan pembelian yang konsisten sepanjang waktu. Loyalitas pelanggan merupakan aset strategis perusahaan yang jika dikelola dengan benar mempunyai potensi untuk memberikan nilai tambah


(42)

seperti pengurangan biaya pemasaran, memikat para pelanggan baru, peningkatan perdagangan dan memberikan pertahanan terhadap persaingan. Indikator Loyalitas Pelanggan adalah:

1. Keinginan untuk menggunakan produk Rejoice 2. Rekomendasi kepada orang lain

3.1.1. Pengukuran Variabel

Variabel ini diukur dengan data yang berskala interval, sedangkan teknik pengukurannya menggunakan semantik diferensial. Skala ini disusun dalam satu garis kontinue dengan jawaban sangat positifnya terletak disebelah kanan, jawaban sangat negatifnya terletak disebelah kiri.

1 7

Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju

Tanggapan atau pendapat tersebut dinyatakan dengan memberi skor yang berada dalam rating nilai 1 sampai dengan 7 pada masing-masing skala, dimana nilai 1 menunjukan nilai terendah dan nilai 7 nilai tertinggi.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pelanggan Shampo Rejoice di Carefour Rungkut, Surabaya .


(43)

3.2.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi tersebut. Karena itu sample harus representative dari sebuah populasi (Sumarsono, 2002 : 45). Metode pengambilan sampel dengan metode non probability sampling dengan teknik Purposive Sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Dengan kriteria antara lain :

- Merupakan pembeli dan pemakai lebih dari 1 kali produk shampo merek Rejoice

- Umur konsumen minimal 18 tahun. Alasannya, sudah cukup dewasa, mengerti dan memahami akan produk shampo merek Rejoice. Teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah berdasarkan pedoman pengukuran sampel menurut Augusty (2002:48), antara lain :

1. 100 – 200 sampel untuk teknik maximum likelihood estimation.

2. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya adalah 5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi.

3. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10.

Karena dalam pengujian Analisis SEM dibutuhkan sampel minimal 100 - 200 responden, pada penelitian ini untuk menghindari data outlier, maka sampel dibulatkan menjadi 110 responden.


(44)

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua macam: a. Data Primer

Data primer adalah yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden, baik secara langsung maupun menggunakan kuisioner berupa daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan dan diberikan pada responden.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data berupa dukumen yang terdapat pada instansi yaitu dari Shampo Rejoice dan bagian bagian lain yang terkait untuk mendukung palaksanaan penelitian.

3.4. Metode Pengumpulan Data

a. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari tanggapan responden. Dan data sekunder adalah data tentang Shampo Rejoice yang meliputi data sejarah perusahaan, lokasi perusahaan, struktur perusahaan serta uraian tugas dan lain sebagainya.

b. Sumber data dalam penelitian ini adalah kuesioner yaitu memberikan angket daftar pertanyaan kepada responden.

3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

Ketepatan pengujian suatu hipotesis tentang hubungan antara variabel dalam penelitian sangat tergantung pada kualitas data yang diperoleh dan dipergunakan dalam penelitian tersebut (Ancok, 1991:63).


(45)

Kualitas data yang diperoleh sangat ditentukan oleh kesungguhan responden dalam menjawab semua pertanyaan penelitian, alat pengukuran (berupa kuisioner) yang dipergunakan mengumpulkan data tersebut, apakah memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.

Berdasarkan skala pengukuran yang dipakai dan kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini, maka untuk mengetahui sejauh mana suatu uji dapat mengukur apa yang sebenarnya ingin diukur dengan AMOS 4.0, teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis konfirmatori.

Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM). Penaksiran pengaruh masing-masing variabel terikatnya menggunakan koefisien jalur.

1. Asumsi Model (Structural Equation Modelling) a. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas

1 Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik.

2. Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien sampel dengan standart errornya dan skewnwss value yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif, dimana nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut sebagai Z_value. Pada tingkat signifikan 1% jika Z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal.


(46)

4. Linieritas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linieritas.

b. Evaluasi Atas Outlier

1. Mengamati nilai Z score : ketentuannya diantara ± 3,0 non outlier. 2. Multivariate outlier diuji dengan criteria jarak mahalonobis pada

tingkat P < 0,001. Jarak diuji dengan chi_square [X2] pada df

sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila mahalonobis > dari nilai X2 adalah multivariate outlier adalah observasi atau data

yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair, 1998).

c. Deteksi Multicollinierity dan Singularity

Dengan mengamati Determinan Matriks Covarians. Dengan ketentuan apabila determinant sample matriks mendekati angka 0 (kecil), maka terjadi multikolinieritas dan singularitas (Tabachnick & Fidell, 1998).

d. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran


(47)

mengenai konsistensi internal dari indicator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing indicator itu mengindikasikan senuah konstruk yang umum.

Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent variabel/konstruk akan diuji dengan melihat loading faktor dari hubungan antara setiap observed variabel dan latent variabel. Sedangkan reliabilitas diuji dengan construc reliability dan variance extracted dihitung dengan rumus berikut :

Construct Reliability

j ding dardizeloa s ding dardizeloa s  2 2 tan tan

Variance Extracted =

s

dardizeloading

j

ding dardizeloa s  2 2 tan tan

Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj = 1 –

[standardize loading]2 secara umum, nilai construct reliability yang

dapat diterima adalah ≥ 0,7 dan variance extracted ≥ 0,5 (Hair et.al., 1998). Standardize Loading dapat diperoleh dari output AMOS 4.01, dengan melihat nilai estimasi setiap construct standardize regression weights terhadap setiap butir sebagai indikatornya.

2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal

Pengaruh langsung [koefisien jalur] diamati dari bobot regresi terstandar, dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR (Critical


(48)

Ratio) atau P (Probability) yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t hitung lebih besar daripada t tabel berarti signifikan.

3. Pengujian Model dengan One – Step Approach

Dalam model SEM, model pengukuran dan model struktural parameter-parameternya diestimasi secara bersama-sama. Cara ini agak mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan fit model. Kemungkinan terbesar disebabkan oleh terjadinya interaksi antara measurement model dan structural model yang diestimasi secara bersama-sama (One Step Approach to SEM). One Step Approach to SEM digunakan apabila model diyakini bahwa dilandasi teori yang kuat serta validitas dan reliabilitas data sangat baik (Hair, 1998)

4. Evaluasi Model

Hair et.al.,1998, menjelaskan bahwa pada “confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model-model “good fit” atau “poor fit”. Jadi ,”good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation modeling.

Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai criteria goodness of fit, yakni chi-square, probability, RMSEA, GFI, TLI, CFI,


(49)

AGFI, Cmin / DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to SEM.


(50)

Tabel 3.1 : Goodness of Fit Indices Goodness of

Fit Index

Keterangan Cut-Off Value

X2 chi

square

Menguji apakah covariance populasi yang diestimasi sama dengan covariance sample [apakah model sesuai dengan data]

Diharapkan kecil, 1 s/d 5 atau paling baik diantara 1 dan 2

Probability Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks covariance data dan matriks covariance yang diestimasi

Minimum 0,1 atau 0,2 atau ≥ 0,05 RMSEA Mengkompensasi kelemahan chi

square pada sampel besar

≤ 0,08 GFI Menghitung proporsi tertimbang

varians dalam matriks sampel yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R2 dalam regresi berganda]

≥ 0,90

AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF ≥ 0,90 C min / DF Kesesuaian antara data dan model ≤ 2,00 TLI Perbandingan antara model yang diuji

terhadap baseline model

≥ 0,95 CFI Uji kelayakan model yang tidak

sensitive terhadap besarnya sampel dan kerumitan model

≥ 0,94 Sumber : Hair et.al.,[1998]


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.

Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1.

Sejarah Singkat Perusahaan

Pada tahun 1885, dua bersaudara dari Inggris bernama William dan

James Lever mulai mengelola perusahaan dengan nama LEVER

BROTHER. Perusahaan ini kemudian memproduksi sabun cuci dengan

merk SUNLIGHT. Dalam memasarkan sabun itu mereka menggunakan

konsep marketing. Dengan kemasan dan iklan yang baik, maka makin

lama makin berkembang. Kemudian mereka memproduksi juga sabun

mandi yaitu LUX dan Lifebuoy.

Sementara itu dari negara Belanda pada waktu bersamaan berdiri

dua perusahaan keluarga yaitu perusahaan milik keluarga Anton Jurgens

dan perusahaan milik keluarga Van Den Berg. Kedua perusahaan itu

menjadi satu perusahaan dengan nama MARGARINE UNIE.

LIVER BROTHERS dan MARGARINE UNIE sama-sama

mengembangkan usahanya di benua Eropa dan saling bersaing untuk

maju. Kedua perusahaan itu mempunyai kesamaan yaitu :

1. Sama-sama membuat produk untuk konsumen dalam jumlah besar.

2. Jalur distribusi yang luas.


(52)

Akhirnya pada tahun 1930 kedua perusahaan, LEVER

BROTHERS dan MARGARINE UNIE menjadi satu perusahaan dengan

nama UNILEVER. Ciri khas logo UNILEVER adalah “U”. Perusahaan

UNILEVER mempunyai dua kantor yang berkedudukan di London

(Inggris) dan Rotterdam (Belanda).

4.1.2.

Sejarah Perkembangan UNILEVER di Indonesia

Di Indonesia, Unilever didirikan pada tanggal 5 Desember 1935

dengan nama UNILEVER ZEEPFABR LEKEN N.V dengan akte Mr.

A.H. Van Ophuijsen no. 23, notaris di Batavia, yang disahkan oleh

Gouverneur General Van Nederlandsch-Indie dengan keputusan no. 14,

tanggal 16 Desember 1935 dan diumumkan dalam tambahan no.3 pada

Javasche Courant tanggal 9 Januari 1934. Nama perseroan diubah menjadi

PT. UNILEVER INDONESIA dengan akta Notaris Ny. Kartini, SH

tanggal 22 Juli 1980 no. 171.

Pada tahun 1933 sebuah pabrik sabun didirikan di Jakarta yang

berlokasi di Jalan Pangeran Tubagus Angke 170 Jakarta sekarang ini (dulu

Batavia). UNILEVER beroperasi di Jakarta tahun 1934 yang ditandai

dengan beroperasinya pabrik Margarine. Pabrik makanan, pembuatan

minyak dan lemak makanan pada tahun 1936. Pabrik pembuatan lemak

makanan dan minyak goreng ini diberi nama Maatshappitjer Exploitatic

der Colliebrie Fabrieken N.V. (Collibri).

Pada tahun 1942, Jepang masuk ke Indonesia dan kegiatan

UNILEVER berhenti. Dan mulai beroperasi kembali setelah perang dunia


(53)

kedua, pabrik minyak ARCHA atau Oliefabriek Ardia Nu dibeli oleh

Unilever pada tahun 1947. Tahun 1957 perkembangan UNILEVER

terganggu karena masalah konfrontasi dengan Belanda mengenai masalah

Irian Barat dan konfrontrasi dengan Malaysia. Tahun 1964, PT.

UNILEVER berada di bawah pengawasan pemerintah Republik Indonesia.

Pada pemerintahan Orde Baru tahun 1966, orang asing diperbolehkan

memiliki perusahaannya kembali yaitu dengan adanya Undang-Undangan

Penanaman Modal Asing (PMA) No. 1 tahun 1967, UNILEVER diijinkan

melanjutkan operasinya di Indonesia.

Pada tahun 1970 maka dibangun pabrik detergent yang

memproduksi Rinso yaitu pabrik NSD yang terletak di kawasan Angke,

Jakarta. Pada tahun 1980 PT. UNILEVER INDONESIA Go Public

(pemindahan semua aktiva dan pasiva dari ketiga perusahaan Unilever ke

LZF). Akhir tahun 1981 menawarkan sebagian saham kepada masyarakat

yaitu sebesar 15%. Pada tahun 1983 berdiri pabrik kosmetika Elida Gibbs

di kawasan Rungkut, Surabaya dan pabrik sabun (sebagian dari Collibri),

tetapi pada tahun 1990 pabrik Collibri ditutup. Kemudian UNILEVER

mengembangkan usaha dengan mantap dan konsisten di Indonesia. Sukses

PT. UNILEVER INDONESIA juga mencerminkan perkembangan dan

keberhasilan Indonesia yang luar biasa, dimana berkat upaya-upaya

deregulasi, manajemen ekonomi makro yang bijaksana dan stabilitas

politik yang mantap, mampu mempercepat aktivitas sektor ekonomi.


(54)

PT. UNILEVER INDONESIA menjual produk-produknya melalui

distributor yang berjumlah 300 distributor dan melayani 400.000 toko di

seluruh Indonesia. Untuk melayani para distributor ini, PT. UNILEVER

INDONESIA memiliki kantor-kantor yang tersebar di beberapa kota besar

di Indonesia, yaitu : Medan, Padang, Palembang, Ujung Pandang,

Samarinda, Menado, Jakarta, Bandung, Cirebon, Yogyakarta, Semarang

dan Surabaya. Masing-masing dikelola oleh seorang manajer yang

bertugas untuk membantu para distributor dalam hal mempromosikan

hasil produksi dari perusahaan ini untuk dipasarkan kepada konsumen.

Pada usia yang ke-63 tahun ini, PT. UNILEVER INDONESIA

telah mengalami banyak kemajuan yang dicapai, semua ini tercermin dari

peningkatan volume penjualan yang mantap dan peningkatan pangsa pasar

di segmen-segmen pasar yang berkembang, disertai dengan peningkatan

mutu dan produktivitas yang berkesinambungan. Hal-hal penting yang

perlu diketahui dari tahun 1993 adalah meningkatnya penjualan sebanyak

18% hingga mencapai Rp.933 Milyar dan laba bersih sebesar 16%

menjadi Rp.79 Milyar, serta laba bersih atas modal sendiri mencapai

tingkat tertinggi sebesar 61,5%. Keberhasilan yang dicapai tersebut terlihat

pada peningkatan terus-menerus dan harga saham PT. UNILEVER

INDONESIA pada bursa efek Jakarta yang naik 6% dalam tahun 1993 dan

14,5% dalam dua tahun terakhir ini. Pada tahun 1993, PT. UNILEVER

INDONESIA juga meluncurkan produk baru.


(55)

Dimension Kiddes dan Ultra Mild, rangkaian Sunsilk premium

styling, Clear 2 in 1, Sunsilk rumput laut, Close-up varian baru, Dove

cream bar, Lux facial foam dan Lipton Ice Tea dalam kemasan botol.

Selama lebih dari 60 tahun keberadaan PT. UNILEVER INDONESIA,

para karyawan selalu diakui sebagai asset utama dalam kebijaksanaan

perusahaan secara menyeluruh, dengan mengadakan pelatihan dan

pengembangan bagi seluruh jajaran staff dan untuk memastikan bahwa

mereka memiliki kemampuan untuk memenuhi tuntutan pasar yang

bersaing. Selama tahun 1993, 120 orang manajer telah mengikuti pelatihan

dalam berbagai bidang seperti pemasaran, teknik, komersial, dan

personalia banyak di antara para manajer telah meraih manfaat penugasan

di berbagai negara, baik di negara tetangga maupun di Eropa.

4.1.3.

Struktur Organisasi PT. UNILEVER Indonesia

Pada umumnya suatu perusahaan menyusun sebuah struktur

organisasinya agar aktivitas dapat berjalan dengan baik dan teratur serta

terdapat pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam

perusahaan dengan kata lain melalui struktur organisasi akan terlihat

dengan jelas wewenang serta tanggung jawab dalam organisasi

masing-masing bagian sehingga mempermudah pimpinan untuk mengadakan

pengawasan dan meminta pertanggungjawaban atas tugas yang telah

dibebankan pada masing-masing bagian.

Adapun struktur organisasi dari PT. UNILEVER INDONESIA

dapat dilihat bahwa pimpinan perusahaan yang menduduki tempat teratas


(56)

mempunyai beberapa manajer yang dapat membantu dalam melaksanakan

tugas-tugas manajer itu adalah General Director, Technical Director, dan

Personal Director, para General Manager berkedudukan di Jakarta.

Dalam struktur organisasi ini akan dibahas khusus bagi penjualan

yang berada di Surabaya mengingat struktur organisasi dari PT.

UNILEVER INDONESIA terlalu luas.

Sales Director

membawahi

beberapa Branch Manager yang tersebar di Medan, Jakarta, Surabaya dan

seorang General Sales Operation Manager di beberapa kota khusus Branch

Manager di Surabaya membawahi tugas area sales manager yang tersebar

di Semarang, Surabaya, Indonesia timur, Ujung Pandang, Menado dan

Samarinda.

Gambar 4.1. Struktur Organisasi


(57)

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Kuisioner disebarkan untuk mendapatkan sampel dengan

menggunakan teknik

Purposive Sampling

yaitu sampel dipilih berdasarkan

kriteria yang sudah ditetapkan oleh peneliti, sampel diambil sebanyak 110

responden, yaitu orang yang pernah menggunakan Rejoice di carrefour

Rungkut,Surabaya.

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden

Data mengenai keadaan responden dapat diketahui melalui jawaban

responden dari pernyataan-pernyataan yang diajukan di dalam kuesioner

yang telah diberikan. Dari jawaban-jawaban tersebut diketahui hal-hal

seperti dibawah ini.

a. Jenis Kelamin

Dari 110 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat

diketahui jenis kelamin dari responden yakni pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No

Jenis Kelamin

Jumlah

Prosentase (%)

1 Laki-laki

38

34

2 Perempuan

72

66

Total

110

100


(58)

4.3. Hasil penelitian

4.3.1. Uji Outlier Multivariate

Tabel 4.2. Outlier Multivariate

Minimum Maximum Mean Std.

Deviation N

Predicted Value 9.862 93.578 55.500 16.263 110

Std. Predicted Value -2.806 2.341 0.000 1.000 110

Standard Error of Predicted

Value 9.621 15.913 12.400 1.436 110

Adjusted Predicted Value 11.569 99.133 55.553 17.230 110

Residual -47.631 64.979 0.000 27.441 110

Std. Residual -1.586 2.164 0.000 0.914 110

Stud. Residual -1.722 2.332 -0.001 1.004 110

Deleted Residual -57.110 75.454 -0.053 33.146 110

Stud. Deleted Residual -1.741 2.391 0.000 1.010 110

Mahalanobis Distance [MD] 10.195 29.612 17.836 4.368 110

Cook's Distance 0.000 0.060 0.011 0.012 110

Centered Leverage Value 0.094 0.272 0.164 0.040 110

Sumber : Lampiran

Hasil evaluasi: Tidak terdapat outlier multivariat [antar variabel],

karena MD Maksimum 29,612 < 42,312

4.3.2. Uji Reliabilitas

Koefisien

Cronbach’s Alpha

dihitung untuk mengestimasi

reliabilitas setiap skala (variabel atau indikator observasian). Sementara itu

item to total correlation

digunakan untuk memperbaiki ukuran-ukuran dan

mengeliminasi item-item yang kehadirannya akan memperkecil koefisien

Cronbach’s Alpha

yang dihasilkan.

Koefisien Cronbach’s Alpha dihitung untuk mengestimasi

reliabilitas setiap skala [variabel atau indikator observasian]. Sementara itu

item to total correlation digunakan untuk memperbaiki ukuran-ukuran dan

mengeliminasi item-item yang kehadirannya akan memperkecil koefisien

Cronbach’s Alpha yang dihasilkan.


(59)

Tabel 4.3. Pengujian Reliability Consistency Internal

Konstrak Indikator Item to Total Correlation Koefisien Cronbach's Alpha X11 0.751 X12 0.847 Brand Awareness X13 0.848 0.750 X21 0.537 X22 0.749 Brand Association X23 0.771 0.421 X31 0.595 X32 0.688 X33 0.696 X34 0.615 Perceived Quality X35 0.686 0.666 X41 0.624 X42 0.580 X43 0.647 X44 0.624 Brand Loyalty X45 0.588 0.580 Y1 0.861 Customer

Loyalty Y2 0.809 0.564

Sumber: Lampiran

Proses eleminasi diperlakukan pada item to total correlation pada

indikator yang nilainya < 0,5 [Purwanto,2003]. Tidak terjadi eliminasi

karena nilai item to total correlation indikator seluruhnya

0,5. Indikator

yang tereliminasi tidak disertakan dalam perhitungan cronbach's alpha.

Perhitungan cronbach's dilakukan setelah proses eliminasi..

Hasil pengujian reliabilitas konsistensi internal untuk setiap

construct di atas menunjukkan hasil cukup baik dimana koefisien

Cronbach’s Alpha yang diperoleh belum seluruhnya memenuhi rules of

thumb yang disyaratkan yaitu

0,7 [Hair et.al.,1998].


(60)

4.3.3. Uji Validitas

Tabel 4.4. Standardize Faktor Loading dan Construct dengan

Confirmatory Faktor Analysis

Faktor Loading Konstrak Indikator

1 2 3 4 X11 0.506

X12 0.660 Brand

Awareness

X13 0.901

X21 0.182

X22 0.711

Brand Association

X23 0.810

X31 0.201

X32 0.284

X33 0.365

X34 0.699

Perceived Quality

X35 0.850

X41 0.632

X42 0.564

X43 0.631

X44 0.268

Brand Loyalty

X45 0.141

Y1 0.772

Customer

Loyalty Y2 0.514

Sumber: Lampiran

Berdasarkan hasil confirmatory factor analysis terlihat bahwa factor

loadings masing masing butir pertanyaan yang membentuk setiap

construct belum seluruhnya

0,5, sehingga butir-butir instrumentasi setiap

konstruk tersebut dapat dikatakan validitasnya cukup baik.

4.3.3.

Uji Construct Reliability dan Variance Extracted

Selain melakukan pengujian konsistensi internal

Cronbach’s

Alpha,

perlu juga dilakukan pengujian

construct reliability

dan

variance

extracted.

Kedua pengujian tersebut masih termasuk uji konsistensi

internal yang akan memberikan peneliti kepercayaan diri yang lebih besar


(61)

bahwa indikator-indikator individual mengukur suatu pengukuran yang

sama.

Tabel 4.5. Construct Reliability dan Variance Extracted

Konstrak Indikator

Standardize Factor Loading

SFL

Kuadrat Error [εj]

Construct Reliability

Variance Extrated

X11 0.506 0.256 0.744

X12 0.660 0.436 0.564

Brand Awareness

X13 0.901 0.812 0.188

0.741 0.501

X21 0.182 0.033 0.967

X22 0.711 0.506 0.494

Brand Association

X23 0.810 0.656 0.344

0.616 0.398

X31 0.201 0.040 0.960

X32 0.284 0.081 0.919

X33 0.365 0.133 0.867

X34 0.699 0.489 0.511

Perceived Quality

X35 0.850 0.723 0.278

0.620 0.293

X41 0.632 0.399 0.601

X42 0.564 0.318 0.682

X43 0.631 0.398 0.602

X44 0.268 0.072 0.928

Brand Loyalty

X45 0.141 0.020 0.980

0.569 0.241

Y1 0.772 0.596 0.404

Customer Loyalty

Y2 0.514 0.264 0.736 0.592 0.430

Batas Dapat Diterima ≥ 0,7 ≥ 0,5

Sumber : Lampiran

Selain melakukan pengujian konsistensi internal Cronbach’s Alpha,

perlu juga dilakukan pengujian construct reliability dan variance extracted.

Kedua pengujian tersebut masih termasuk uji konsistensi internal yang

akan memberikan peneliti kepercayaan diri yang lebih besar bahwa

indikator-indikator individual mengukur suatu pengukuran yang sama.

Hasil pengujian reliabilitas instrumen dengan construct reliability

dan variance extracted menunjukkan instrumen cukup reliabel, yang

ditunjukkan dengan nilai construct reliability belum seluruhnya

0,7.

Meskipun demikian angka tersebut bukanlah sebuah ukuran “mati” artinya


(62)

bila penelitian yang dilakukan bersifat exploratory, maka nilai di bawah

0,70 pun masih dapat diterima sepanjang disertai alasan–alasan empirik

yang terlihat dalam proses eksplorasi. Dan variance extracted

direkomendasikan pada tingkat 0,50.

4.3.4. Evaluasi Normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan dengan

Kurtosis Value

dari data

yang digunakan yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif. Nilai

statistik untuk menguji normalitas itu disebut

Z-value

. Bila nilai-Zlebih

besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak

normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi 0,01

(1%) yaitu sebesar

2,58.

Tabel 4.6. Assessment of normality

Variable min max kurtosis c.r.

X11 4 7 -0.117 -0.251

X12 4 7 -0.381 -0.815

X13 4 7 -0.373 -0.798

X21 4 6 -0.593 -1.269

X22 4 7 -0.654 -1.400

X23 4 7 -0.590 -1.264

X31 4 7 -0.450 -0.962

X32 4 7 -0.045 -0.096

X33 4 7 -0.330 -0.706

X34 4 7 -0.315 -0.673

X35 4 7 -0.231 -0.495

X41 4 7 -0.827 -1.770

X42 5 7 -1.318 -2.823

X43 4 7 -0.557 -1.193

X44 4 7 -0.623 -1.334

X45 4 7 -0.248 -0.530

Y1 4 7 -0.373 -0.798

Y2 4 7 -0.223 -0.477

Multivariate -10.259 -2.005

Batas Normal ± 2,58


(63)

4.3.5. Evaluasi Model One – Step Approach to SEM

Dalam model SEM, model pengukuran dan model struktural

parameter-parameternya diestimasi secara bersama-sama. Cara ini agak

mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan fit model. Kemungkinan

terbesar disebabkan oleh terjadinya interaksi antara

measurement model

dan

structural model

yang diestimasi secara bersama-sama (

one-step

approach to SEM

).

O

ne-step

approach to SEM

digunakan apabila model diyakini bahwa

dilandasi teori yang kuat serta validitas dan reliabilitas data sangat baik.

(Hair.et.al, 1998).

Hasil estimasi dan fit model

one-step

approach to SEM

dengan

menggunakan program aplikasi AMOS 4.01 terlihat pada gambar dan

tabel

Goodness of Fit

dibawah ini.

Gambar 4.1. Model Pengukuran dan Struktural

One Step Approach

MODEL PENGUKURAN & STRUKTURAL Brand Equity, & Customer Loyalty

Model Specification : One Step Approach - Base Model

Customer Loyalty Brand Awareness d_cl Brand Association Y1 er_17 1 1 X11 er_1 X12 er_2 1 1 X21 er_4 1 1 X22 er_5 1 X13 er_3 1 1 Brand Equity 1 Perceived Quality X31 er_7 X32 er_8 d_pq 1 1 1 1 d_ba d_bs 1 1

Y2 1er_18 X33 er_9 1 X23 er_6 1 X34 er_10 1 Brand Loyalty X41 er_12 X42 er_13 0,005 d_bl X43 er_14 X44 er_15 1 1 1 1 1 1 X35 er_11 1


(64)

Tabel 4.7. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices

Kriteria Hasil Nilai Kritis Evaluasi

Model

Cmin/DF 2.532 ≤ 2,00 kurang baik

Probability 0.000 ≥ 0,05 kurang baik

RMSEA 0.119 ≤ 0,08 kurang baik

GFI 0.751 ≥ 0,90 kurang baik

AGFI 0.675 ≥ 0,90 kurang baik

TLI 0.536 ≥ 0,95 kurang baik

CFI 0.603 ≥ 0,94 kurang baik

Sumber : Lampiran

Dari hasil evaluasi terhadap

model one step approach base model

ternyata dari semua kriteria goodness of fit yang digunakan, belum

seluruhnya menunjukkan hasil evaluasi model yang baik, berarti model

belum sesuai dengan data. Artinya, model konseptual yang dikembangkan

dan dilandasi oleh teori belum sepenuhnya didukung oleh fakta. Dengan

demikian model ini masih perlu dimodifikasi sebagaimana terdapat di

bawah ini.

Gambar 4.2. Model Pengukuran dan Struktural

One Step Approach - Modifikasi

MODEL PENGUKURAN & STRUKTURAL Brand Equity, & Customer Loyalty

Model Specification : One Step Approach - Modifikasi

Customer Loyalty Brand Awareness d_cl Brand Association Y1 er_17 1 1 X11 er_1 X12 er_2 1 1 X21 er_4 1 1 X22 er_5 1 X13 er_3 1 1 Brand Equity 1 Perceived Quality X31 er_7 X32 er_8 d_pq 1 1 1 1 d_ba d_bs 1 1

Y2 1er_18 X33 er_9 1 X23 er_6 1 X34 er_101 Brand Loyalty X41 er_12 X42 er_13 0,005 d_bl X43 er_14 X44 er_15 1 1 1 1 1 1 X35 er_111

X45 1er_16


(1)

59

Tabel 4.8. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Kriteria Hasil Nilai Kritis Evaluasi

Model Cmin/DF 1.110 ≤ 2,00 baik Probability 0.196 ≥ 0,05 baik RMSEA 0.032 ≤ 0,08 baik GFI 0.900 ≥ 0,90 baik AGFI 0.900 ≥ 0,90 baik TLI 0.967 ≥ 0,95 baik CFI 0.975 ≥ 0,94 baik Sumber : Lampiran

Dari hasil evaluasi terhadap model one step approach modifikasi

ternyata dari semua kriteria goodness of fit yang digunakan, seluruhnya menunjukkan hasil evaluasi model yang baik, berarti model telah sesuai dengan data. Artinya, model konseptual yang dikembangkan dan dilandasi oleh teori telah sepenuhnya didukung oleh fakta. Dengan demikian model ini adalah model yang terbaik untuk menjelaskan keterkaitan antar variabel dalam model sebagaimana terdapat dibawah ini.

4.3.6. Uji Kausalitas

Dilihat dari angka determinant of sample covariance matrix : 18.596.140 > 0 mengindikasikan tidak terjadi multicolinierity atau singularity dalam data ini sehingga asumsi terpenuhi. Dengan demikian besaran koefisien regresi masing-masing faktor dapat dipercaya sebagaimana terlihat pada uji kausalitas di bawah ini.

Tabel 4.9. Uji Hipotesis Kausalitas

Regression Weights

Faktor Faktor

Ustd Estimate

Std

Estimate Prob. Customer Loyalty Brand Equity 0.245 0.434 0.002 Batas Signifikansi

≤ 0,10


(2)

60

Dilihat dari tingkat Prob. arah hubungan kausal, maka hipotesis yang menyatakan bahwa :

Faktor Brand Equity berpengaruh positif terhadap Faktor Customer Loyalty, dapat diterima [Prob. kausalnya 0,002 ≤ 0,10 [signifikan [positif].

4.4. Pembahasan

4.4.1. Pengujian Hipotesis Kausalitas Pengaruh Brand Equity berpengaruh positif terhadap Loyalitas Pelanggan.

Dilihat dari tingkat probabilitasnya arah hubungan kausal, maka hipotesis yang menyatakan bahwa :

Faktor Brand Equity berpengaruh positif terhadap Loyalitas Pelanggan, dapat diterima [Prob. Kausalnya 0,002 ≤ 0,10 [signifikan [positif]. Hal ini mendukung sepenuhnya pendapat Aaker (1991:16) yang menyatakan bahwa "Brand equity con affect customer's confidence in the purchase decision". Kesadaran merek mempengaruhi Loyalitas Pelanggan dengan mengurangi tingkat resiko yang dirasakan atas suatu merek yang diputuskan untuk dibeli. Semakin kecil tingkat perceived risk suatu merek, semakin besar keyakinan pelanggan atas keputusan pembeliannya. Kesadaran kualitas menunjukkan keunikan tertentu suatu merek dibandingkan, merek produk pesaing. Dengan keunikan inilah pelanggan memilliki alasan pembelian (reason to buy) dan membuatnya yakin dan percaya diri atas keputusan pembeliannya.

Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kesadaran merek merupakan factor yang paling besar mempengaruhi percaya diri atas


(3)

61

keputusan pembeliannya. Aaker (1991: 60) mendefinisikan kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Kesadaran merek dapat membantu mengkaitkan merek dengan asosiasi yang diharapkan oleh perusahaan, menciptakan familiarity pelanggan pada merek dan menunjukkan komitmen kepada pelanggannya. Pelanggan cenderung membeli merek yang sudah dikenal dan beranggapan bahwa merek yang sudah dikenal kemungkinan bisa diandalkan dan kualitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Kesanggupan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu.

Selain itu factor asosiasi merek merupakan factor yang juga berpengaruh cukup besar, hal ini sesuai dengan teori Aaker (1991:112) yang menyatakan bahwa asosiasi merek dapat mempengaruhi Loyalitas Pelanggan melalui penciptaan kredibilitas merek yang balk di benak pelanggan. Merck dengan kredibilitas yang balk menciptakan kepercayaan yang besar atas merek tersebut. Asosiasi merek juga dapat mempengaruhi Loyalitas Pelanggan melalui penciptaan benefit association yang positif di benak pelanggan. Positive beliefit association on mampu memberikan reason to hung yang dapat mempengaruhi Loyalitas Pelanggan Schiffman & Kanuk (2000:141) menambahkan bahwa brand association yang postif mampu menciptakan citra merek yang sesuai dengan keinginan sehingga dapat menciptakan Loyalitas Pelanggan merek tersebut.


(4)

62

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

Dari hasil uji kausalitas Ekuitas Merek berpengaruh positif terhadap Loyalitas Pelanggan Shampo Rejoice dapat diterima.

5.2. Saran

Sehubungan dengan permasalahan dan hasil analisa data yang telah disajikan dimuka, maka dapat dikemukakan beberapa saran yang bermanfaat bagi perusahaan, adapun saran-saran tersebut sebagai berikut :

a. Diharapkan pihak perusahaan meningkatkan kegiatan promosinya dengan cara mengintensifkan periklanan yang sudah ada serta menambah kuantitas iklan dan media periklanannya, seperti di radio-radio, koran, majalah dan media luar ruang.

b. Karena masih banyaknya asosiasi-asosiasi yang belum terbentuk menjadi

brand image, maka Perusahaan perlu merancang pesan iklan yang lebih menginformasikan asosiasi yang belum terbentuk.

c. Mengingat loyalitas mereknya belum berada pada tingkatan committed buyer, maka perusahaan perlu selalu memperbaiki dan meningkatkan kualitas produknya secara keseluruhan agar konsumen semakin percaya dan mau menyarankan dan mempromosikan kepada orang lain. Selain itu


(5)

63

perusahaan juga perlu menerapkan program relationship marketing, yaitu menjaga hubungan dan kedekatan yang saling menguntungkan dengan memberikan pelayanan ekstra atau gratis dan hadiah kepada konsumen untuk meningkatkan loyalitasnya.


(6)

45

DAFTAR PUSTAKA

Aaker. A, David. 1997, Managing Brand Equity. New York : The Free Press a Division of Macmillan, inc.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen PemasaranIEdisi Kesebelas. Jakarta

___________. (1997). Marketing management: Analysis, planning,

implementation and control (9th edn), New Jersey: Prentice Hall.

Kotler, P. and Armstrong, G. (2006) Principles of marketing (11th edn), New

Jersey: Prentice Hall.

Levine, S. K., and Berenson. (2002). Statistics for managers (3rd edn), New Jersey: Prentice Hall.

Parasuraman, A. Valerie A. Zeithmal and L.L. Berry. 1995. A Conceptual Model

of Service Quality and It’s Implications for Future Research. Journal of

Marketing Service. Vol. 49

Prabu Mangkunegara, Anwar. 2002. Perilaku Konsumen Edisi Revisi. Bandung : PT. Refika Aditama.

Soehadi, A. (2005). Effective branding, Bandung: Quantum.

Suliyanto. (2005). Analisis data dalam aplikasi pemasaran, Bogor: Ghalia Indonesia.

Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen-Teori dan Penerapannya dalam

Pemasaran. Bogor : PT. Ghalia Indonesia

Susanto, A.B and Wijanarko, H. (2004). Power branding, Bandung : Quantum. SWA Majalah edisi Maret. 2005.

SWA Majalah edisi April. 2007.

Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta : Liberty : 42.

Widjaja, Maya, Analisis Penilaian Konsumen Terhadap Ekuitas Merek Coffee

Shops Di Surabaya, Jurnal Manajemen Perhotelan, Vol.3, No.2,