Penelitian Tahun 2015

(1)

i

DI KABUPATEN JEMBER

O l e h :

Dr. Hj. St. Rodliyah, M.Pd

NIP. 19680911 199903 2 001

PENELITIAN DIBIAYAI DARI DIPA IAIN JEMBER TAHUN 2015

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU PENDIDIKAN


(2)

(3)

ii

Amien” Dalam Mengembangkan Jiwa Keagamaan Remaja Di Kabupaten Jember. b. Bidang Ilmu : Pendidikan Islam

c. Kategori Penelitian : Field Research 2. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. Hj. St. Rodliyah, M.Pd b. Jenis Kelamain : Perempuan

c. Pangkat/Gol/NIP : Pembina Tk I /IV.b/ 19680911 199903 2 001 d. Jabatan Sekarang : Lektor Kepala

e. Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan / KI f. Program Studi : MPI

g. PTAI : IAIN Jember

3. 4.

Jumlah Tim Peneliti Lokasi Penelitian

: 1 (satu) Orang : Kabupaten Jember 5. Kerjasama dengan

Instansi lain

:

-5. Lama Penelitian : 8 (delapan) bulan

6. Biaya Yang Diperlukan : Rp. 7.000.000,- ( Tujuh juta rupiah). a. Sumber dana dari : DIPA IAIN JEMBER

Jember , 17 Desember 2015

Mengetahui,

Kepala P3M Peneliti

Muhibbin, S. Ag, M.Si NIP. 19711110 200003 1 018

Dr. Hj. St. Rodliyah, M.Pd NIP. 19680911 199903 2 001


(4)

iii

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat, tauhid dan hidayah-Nya, sehingga penulisan hasil laporan penelitian yang berjudul “Aktivitas Remaja Masjid Jami’ “Al-Baitul Amien” Dalam Mengembangkan Jiwa Keagamaan Remaja Di Kabupaten Jember. dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Remaja masjid adalah perkumpulan pemuda masjid yang melakukan aktivitas sosial dan ibadah di lingkungan suatu masjid. Pembagian tugas dan wewenang dalam remaja masjid termasuk dalam golongan organisasi yang menggunakan konsep Islam dengan menerapkan asas musyawarah, mufakat, dan amal jama’i (gotong royong) dalam segenap aktivitasnya.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi IAIN agar mempertimbangkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang tentunya memiliki ikatan moral dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang lain baik yang di bawahnya maupun yang sederajat untuk menjalin kerjasama atau saling memberikan masukan demi kebaikan dan kemajuan lembaga pendidikan Islam.

Terselesainya laporan penelitian ini tidak terlepas adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor IAIN Jember Bapak Dr. H. Babun Suharto, SE., MM., beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan kepercayaan kepada kami atas pelaksanaan penelitian ini.

2. Kepala P2M STAIN Jember Bapak Muhibbin, S. Ag., M.Si beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan penelitian. 3. Ketua Remaja Masjid Jami’ “Al-Baitul Amien” Kabupaten Jember Saudara M. Viki Ridlo Slamet Mujiarto yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di organisasi Remaja Masjid yang beliau pimpin.


(5)

iv

yang sedalam-dalamnya dan kami berdo’a mudah-mudahan amal baiknya diterima oleh Allah SWT., serta hasil penelitian ini bisa membawa barokah dan manfaat khususnya bagi peneliti dan bagi masyarakat. Amien.

Jember, 17 Desember 2015 Peneliti


(6)

(7)

v ABSTRAK

Masjid merupakan tempat beribadah umat Islam. Melalui masjid, kaderisasi generasi muda dapat dilakukan melalui aktivitas-aktivitas remaja masjid bernuansa social dan pendidikan Islam yang bersifat kontinu untuk pencapaian kemajuan. Sehingga pendidikan agama tidak cenderung mengedepankan aspek kognitif saja, melainkan pada aspek afektif dan psikomotorik generasi muda. Sehingga melalui aktivitas-aktivitas masjid ini, jiwa keagamaan remaja atau generasi muda bisa terbangun dengan baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap lebih mendalam tentang aktivitas remaja masjid Jami’ “Al-Baitul Amien” dalam membangun jiwa keagamaan remaja di kabupaten Jember. Fokus penelitian ini meliputi 3 hal : (1) bagaimana bentuk-bentukaktivitas remaja masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” dalam membangun jiwa keagamaan remaja di Kabupaten Jember, (2) bagaimana pengelolaan aktivitas remaja masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” dalam membangun jiwa keagamaan remaja di Kabupaten Jember, dan (3) apa saja faktor yang mendukung dan menghambat terlaksananya aktivitas remaja masjid Jami’ Al -Baitul Amien dalam membangun jiwa keagamaan remaja di Kabupaten Jember.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, jenisnya deskriptif. Sumber data yang dibutuhkan yaitu sumber data priemer dan sumber data skunder. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan model interaktif Miles dan Huberman dengan langkah (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi. Sedangkan pengecekan keabsahan data menggunakan kredibilitas data dilakukan dengan teknik triangulasi sumber dan metode, dan konfirmabilitas yaitu digunakan untuk melihat tingkat konfirmabilitas antara temuan yang diperoleh dengan data pendukungnya.

Adapun hasil dari penelitian (1) Bentuk aktivitas Remaja Masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” kabupaten Jember meliputi: Pertama, bidang dakwah dan pendidikan: Bidang dakwah kegiatannya ada (a) mengaji al-Qur’an, (b) PHBI, (c) Kegiatan Forum Silatur Rahmi (FORMI) dengan anjangsana ke rumah anggota, dan (d) iven akbar yaitu Bahana muharam yang diisi dengan kegiatan lomba-lomba yang jumlahnya ada 23 macam. Bidang pendidikan : kegiatannya ada tig amacam yaitu (a) perekrutan anggota baru yang diadakan setiap tahun, dan (b) pelatihan pengkaderan yang dilakukan satu tahun sekali bisa tingkat Kabupaten bisa juga tingkat Propinsi. (c) kajian-kajian. Kedua,bidang Informasi Teknologi (IT) :Kegiatannya ada 3 macam yaitu (a) menjaring teman melalui sosial media, (b) mengelola webside dengan program-progam sesuai dengan kebutuhan


(8)

vi

pengajian-pengajian muslimat, dan (c) magang di unit-unit usaha muslimat seperti di butik Rien Colection, Bank Muamalat, dll, dan (d) Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) kegiatannya satu tahun sekali pelatihan tingkat Jawa Timur. Keempat, kegiatan kaderisasi ada 3 level yaitu; (a) Program Studi Islam, (b) pendidikan Keislaman, Relegius, dan kemasyarakatan, dan (c) Kepemimpinan wawasan Keislaman, dan rapat kerja.Pengelolaan aktivitas remaja Masjid Jami’ ”Al-baitul Amien” dalam mengembangkan jiwa keagamaan di Kabupaten Jember. (2) Faktor-Faktor yang Mendukung dan Menghambat Terlaksananya Aktivitas Remaja Masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” dalam Mengembangkan Jiwa Keagamaan Remaja di Kabupaten Jember. (a) Faktor Pendukungnya adalah sebagai berikut; (a) karena aktivitas yang dilaksnakan menarik anggota remaja masjid dan bahkan menarik masyarakat untuk datang, (b) aktivitasnya membawa banyak manfaat misalnya kajian Fiqih perempuan dan kajian keislaman banyak memberikan pengetahuan bagi remas dan bagi masyarakat, (c) dukungan dari masyarakat, dukungan dari para pengurus yayasan, takmir masjid, para pembina remaja masjid, dan pengurus organisasi remaja masjid, terutama dukungan dana, kehadiran masyarakat di setiap ada kegiatan yang berskala besar seperti peringatan Maulid Nabi, Isro’ Mi’roj, dan Nuzulul Qur’an yang tentunya kegiatan-kegiatan tersebut adalah kerjasama Ta’mir Masjid beserta Remaja masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” Kabupaten Jember. (b) Faktor Yang Menghambat adalah sebagai berikut: (a) minat dari remaja masjid itu sendiri yang kadang-kadang menurun utnuk mengikuti semua kegiatan yang ada, (b) tidak semua masyarakat faham dan mengetahui fungsi dari kegiatan remaja masjid sehingga tidak semua masyarakat berkenan mendukung kegiatan remaja masjid, dan (c) kesempatan waktu yang kadang-kadang benturan dengan kegiatan sekolah atau kuliah remaja masjid, dan (d) cuaca terutama musim hujan tentunya mempengaruhi kedatangan anggota remaja masjid dalam mengikuti kegiatan.

Berangkat dari hasil penelitian tersebut, maka disarankan bagi organisasi Remaja Masjid Jami’ “Al-Baitul Amien” Kabupaten Jember hendaknya terus konsisten melaksanakan aktivitas yang telah direncanakan dan terus berusaha demi kemajuan organisasi tersebut agar semakin banyak membawa manfaat bagi generasi penerus bangsa..


(9)

vii

HALAMAN JUDUL .………... i

LEMBAR PENGESAHAN ...………... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK... v

DAFTAR ISI ...………... vii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…... 1

B. Fokus Penelitian………... 3

C. Tujuan Penelitian ...………... 4

D. Manfaat Penelitian …... 4

E. Sistematika Pembahasan BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu ... 8

B. Kajian Teori ... 9

1. Konsep Remaja Masjid ……….. 9

2. Bentuk-bentuk Aktivitas Remaja Masjid ... 17

3. Konsep Pengembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja ……….... 19

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja dan Dewasa …….. 26

5. Metode Penanaman Nilai-Nilai Agama pada Remaja dan Dewasa ... 28

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 30


(10)

viii

G. Pengecekan Keabsahan Data ... 34 H. Tahap-Tahap penelitian ... 36

BAB III : PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Paparan Data ... 37 1. Bentuk-bentuk aktivitas remajamasjid Jami’

”Al-BaitulAmien” dalam mengembangkan jiwa

keagamaan remaja di Kabupaten Jember………….. 37 2. Pengelolaan aktivitas remajamasjid Jami’

”Al-BaitulAmien” dalam mengembangkan jiwa

keagamaan remaja di Kabupaten Jember…………... 42 3. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat

terlaksananya aktivitas remaja masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” dalam mengembangkan jiwa keagamaan

Remaja di Kabupaten Jember………. 46

B. Pembahasan Temuan ... 49 1. Bentuk-bentuk aktivitas remaja masjid Jami’

”Al-BaitulAmien” dalam mengembangkan jiwa

keagamaan remaja di Kabupaten Jember………….. 49 2. Pengelolaan aktivitas remajamasjid Jami’

”Al-BaitulAmien” dalam mengembangkan jiwa

keagamaan remaja di Kabupaten Jember…………... 52 3. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat

terlaksananya aktivitas remajamasjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” dalam mengembangkan jiwa keagamaan


(11)

ix

DAFTAR PUSTAKA ………... 64 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

1

Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Dengan kata lain masa remaja adalah masa yang seolah-olah tidak memiliki tempat yang jelas, ia tidak termasuk golongan anak juga tidak termasuk golongan dewasa. Karena remaja belumlah mampu menguasai fungsi fisik maupun psikisnya, oleh karena itu masa remaja biasa kita dengar sebagai masa transisi atau masa peralihan. Secara psikologis kedewasaan adalah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada seseorang. Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, masa remaja menduduki tahap progresif. Kegoncangan emosi, kebimbangan dalam mencari pegangan hidup, kesibukan mencari bekal pengetahuan dan kepandaian untuk menjadi senjata dalam usia dewasa merupakan bagian yang dialami oleh setiap remaja. Remaja pada hakikatnya sedang berjuang untuk menemukan jati dirinya, jika dihadapkan pada keadaan luar atau lingkungan yang kurang serasi penuh kontradiksi dan labil, maka akan mudahlah mereka jatuh kepada kesengsaraan batin, hidup penuh kecemasan, ketidakpastian dan kebimbangan. Hal seperti ini telah menyebabkan remaja Indonesia jatuh pada kelainan-kelainan kelakuan (kenakalan remaja) yang membawa bahaya terhadap dirinya sendiri baik sekarang maupun di kemudian hari.

Untuk menanggulangi kenakalan remaja tersebut, maka dibutuhkan sebuah wadah (organisasi) yang aktivitasnya positif dan bernuansa keagamaan. Karena dengan jiwa keagamaan yang kuat tentunya mampu membawa remaja berpikir dan berperilaku positif. Remaja masjid adalah sebuah organisasi muslim yang memiliki keterikatan dengan masjid. Karena itu perlu menghadirkan program kerja (aktivitas) yang berorientasi pada kegiatan-kegiatan keremajaan dan ke-masjidan. Program-program yang disusun diharapkan dapat memenuhi kebutuhan anggota dalam menda’wahkan Islam, menambah kemakmuran Masjid serta bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, diharapkan mampu meningkatkan keimanan, keilmuan dan keterampilan remaja muslim di lingkungan Masjid guna


(13)

2

Masjid merupakan tempat beribadah umat Islam. Dalam arti masjid sebagai instrument yang dapat digunakan untuk bersujud, beri’tikap, bahkan masjid dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegitan berdimensi social yang melibatkan manusia dengan menjadikannya sebagai sentral kegiatan. Hal ini berhubungan juga dengan potensi masjid itu sendiri yang harus diberdayakan dengan segenap kemampuan para pengelolanya. Dalam hal ini dibutuhkan keahlian (skill) yang tidak sekedar cukup saja, tetapi mesti dilaksnakan secara maksimal sebagai implementasi dari dakwah bil ahsan al-amal (melakukan perubahan dengan mengerahkan segenap kemampuan). Dengan pemahaman semacam ini, masjid dapat dimaknai sebagai instrument atau sarana ibadah universal. Tidak hanya ibadah mahdloh (mikro) saja, tetapi juga ibadah ghoiru mahdloh (makro). Sehingga, masjid kembali lagi pada fungsinya sebagaimana zaman Nabi Muhammad saw., dahulu yakni, sebagai pusat pendidikan Islam yang berupaya menanamkan nilai-nilai dasar agama Islam, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup), bahkan harus menjadi pedoman hidup seseorang (Muhaimin, 2005: 7-8).

Pada masa Rasulullah, umat Islam di Madinah berkembang dari masyarakat kecil menjadi masyarakat kota dan kemudian menjadi Negara, fungsi masjid di Madinah bertambah (Harun Nasution, 1996: 248). Di masjid itulah beliau bersama kaum muslimin membina masyarakat baru, masyarakat yang disinasi oleh tauhid, dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat. Di masjid itulah beliau bermusyawarah mengenai berbagai urusan, menyampaikan ajaran Islam, nasihat-nasihat dan juga pidato-pidato kepada umat Islam (Asma Hasan Fahmi, 1997: 33). Di sinilah beliau bertindak sebagai hakim dan memutuskan problem-problem umat serta bermusyawarah dengan para sahabat. Dari masjid itulah beliau mengatur siasat perang dan siasat Negara. Ringkasnya, masjid


(14)

3

Masjid tidak lagi merupakan kegiatan politik dan militer. Tetapi masjid terus merupakan tempat khalifah atau Amir menyampaikan pengumuman-pengumuman penting kepada rakyat. Lambat laun masjid putus hubungan dengan kegiatan politik pemerintahan, dan mulai menjadi peribadatan dan kajian ilmu pengetahuan agama saja. Dalam perkembangan selanjutnya, fungsi pokok masjid tinggal menampung aktivitas sholat saja. Untuk itu fungsi masjid menjadi semakin terbatas, yakni tempat shalat lima waktu berjama’ah, shalat jum’at, shalat tarawih di bulan puasa, shalat idul fitri dan shalat idul adha, sehingga fungsi masjid telah banyak mengalami kemerosotan sepeninggal Nabi dan para sahabatnya. Namun pada masa sekarang fungsi masjid mulai berkembang tidak hanya sebagai tempat ibadah sholat berjamaah saja, namun sudah mulai ada aktivitas-aktivitas kajian-kajian ilmu keagamaan seperti kitab kuning, dan ada organisasi remaja masjid yang memiliki berbagai macam aktivitas.

Memahami masjid secara universal berarti juga memahaminya sebagai sebuah instrument social masyarakat Islam yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Islam itu sendiri. Keberadaan masjid pada umumnya merupakan salah satu perwujudan aspirasi umat Islam sebagai tempat ibadah yang menduduki fungsi sentral. Mengingat fungsinya yang strategis, maka perlu dibina sebaik-baiknya, baik dari segi fisik bangunan maupun segi kegiatan pemakmurannya. (A. Bachrun Rifa’I dan Moch. Fakhruroji, 2005: 14). Melalui pemahaman ini, muncul sebuah keyakinan bahwa masjid menjadi pusat dan sumber peradaban Islam. Melalui masjid kita dapat bersujud, beribadah kepada Allah SWT., dalam dimensi ritual dan social dengan berbagai macam cara. Melalui masjid pula, kita dapat membangun sebuah system masyarakat yang ideal sebagaimana yang dicita-citakan oleh ajaran Islam.

Melalui masjid, kaderisasi generasi muda dapat dilakukan melalui proses pendidikan Islam yang bersifat kontinu untuk pencapaian kemajuan. Sehingga


(15)

4 berkembang.

Hasil wawancara dengan bapak Hafid selaku Pembina organisai Remaja Masjid Jami’ “Al-Baitul Amien” Kabupaten Jember dan selaku kepada Sekolah Dasar (SD) Al-Baitul Amien, mengungkapkan sebagai berikut:

“Masjid Jami’ “Al-Baitu Amien” Kabupaten Jember merupakan tempat beribadah bagi masyarakat Jember, tidak hanya tempat beribadah saja, namun juga tempat kajian social dan kajian keagamaan (Islam) berbagai kegiatan telah dilakukan mulai dari pendidikan, kajian kitab fiqh perempuan, kajian kitab, kajian buku-buku terpopuler, tempat Pengajian Al-Qur’an, tempat pelatihan kaderisasi, bahkan di bulan Ramadlon ada Tanya jawab keagamaan bekerja sama dengan radio republic Indonesia (RRI) disiarkan secara langsung, istighosah, solawadan dan lain-lain” (Wawancara Senin, 4 Nopember 2015).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji secara mendalam melalui penelitian dengan judul ”Aktivitas Remaja Masjid Jami’ “Al-Baitul Amien” dalam Mengembangkan Jiwa Keagamaan Remaja di Kabupaten Jember.

D. Fokus Penelitian

Dalam penelitian mutlak harus ada masalah, karena penelitian bertitik tolak dari munculnya masalah dan perlunya untuk segera dipecahkan. Orang ingin mengadakan penelitian karena ia ingin mendapatkan jawaban dari masalah yang ia hadapi (Arikunto, 2002 : 22). Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka yang menjad fokus kajian dalam penelitian ini yaitu aktivitas masjid Jami’ ”Al-BaitulAmin” dalam mengembangkan jiwa keagamaan remaja di Kabupaten Jember. Kemudian fokus kajian penelitian ini dijabarkan menjadi fokus penelitian sebagai berikut :


(16)

5

3. Faktor-faktor apa saja yang medukung dan menghambat terlaksananya aktivitas remaja masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” dalam mengembangkan jiwa keagamaan remaja di Kabupaten Jember ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya hal yang diperoleh setelah penelitian selesai (Arikunto, 2002: 53). Adapun tujuan penelitian ini secara adalah untuk mendeskripsikan tentangaktivitas masjid Jami’ “Al-Baitul Amin” dalam mengembangkan jiwa keberagamaan remaja di Kabupaten Jember. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendeskripsikan: 1. Bentuk-bentuk aktivitas remaja masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” dalam

mengembangkan jiwa keagamaan remaja di Kabupaten Jember.

2. Pengelolaan aktivitas remaja masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” dalam mengembangkan jiwa keagamaan remaja di Kabupaten Jember.

3. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat terlaksananya aktivitas remaja masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” dalam mengembangkan jiwa keagamaan remaja di Kabupaten Jember.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Secara Teoritis:

Menambah khazanah wawasan keilmuan tentang pengelolaan aktivitas remaja masjid dalam mengembangkan jiwa keagamaan remaja atau para pemuda sebagai generasi penerus bangsa.

2. Secara Praktis: a. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian serta wawasan dalam mengaplikasikan disiplin ilmu yang dimiliki yang


(17)

6

khususnya ketua yayasan dan ketua remaja masjid agar menyadari betapa pentingnya aktivitas remaja masjid dalam mengembangkan jiwa keagamaan remaja bahkan masyarakat pada umumnya.

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan/tambahan ilmu agama dan pertimbangan bagi masyarakat untuk bisa berpatisipasi dalam semua aktivitas yang diselenggarakan oleh masjid dan oleh Remaja Masjid Jami’ ”Al-baitul Amin” Kabupaten Jember.

E. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan gambaran singkat tentang penelitian yang dikemukakan secara beraturan dari bab per bab dengan sistematis, dengan tujuan agar pembaca dapat dengan mudah mengetahui gambaran isi penelitian secara global. Adapun penelitian ini terdiri dari lima bab, secara garis besarnya adalah sebagai berikut :

Bab satu pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, fakus masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sitematika pembahasan.

Bab dua kerangka teoritik, yang berisi tentang tinjauan (1) konsep aktivitas Remaja Masjid ayang meliputi pengertian, fungsi masjid, upaya memakmurkan masjid, cara memakmurkan masjid, konsep remaja masjid dan bentuk-bentuk aktivitas Remaja Masjid (2) konsep remaja masjid yang meliputi pengertia, aktivitas remaja masjid, dan pengelolaan masjid, dan (3) konsep pengembangan jiwa keagamaan Remaja Masjid yang meliputi: sumber/timbulnya jiwa keagamaan pada anak’remaja, pengembangan jiwa keagamaan pada remaja, faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan jiwa keagamaan pada remaja dan dewasa, dan metode penanaman nilai-nilai agama pada remaja dan dewasa..


(18)

7

data yang meliputi data umum latar belakang obyek, dan data khusus yang berkaitan dengan fokus penelitian, kemudian pembahasan/analisa data, dan makna penelitian.

Bab lima kesimpulan dan saran, pada bagian akhir disajikan kesimpulan dari hasil penelitian dan kemudian diberikan saran-saran untuk perbaikan proses pembelajaran dan meningkatkan kualitas pendidikan di Kabupaten Jember.


(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Salah satu bagian terpenting untuk dikerjakan oleh seseorang peneliti adalah penelusuran pustaka. Dalam penelitian, kegiatan penelusuran pustaka bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai penelitian-penelitian yang telah dikerjakan oleh peneliti terdahulu, sehingga akan dapat ditemukan mengenai posisi penelitian yang akan dilakukan, selain itu bertujuan menghindari adanya duplikasi yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu memunculkan beberapa penelitian terdahulu diantaranya:

Pertama, penelitian yang dilakukan Mochamad Jama’ Arif. 2010. Judul

”Pemberdayaan Masjid Sebagai Sarana Pendidikan Islam Bagi Siswa Madrasah Aliyah Negeri 3 malang. Skripsi Jurusan Tarbiyah, Prodi PAI, UIN Malik Ibrahim Malang”. Hasil penelitiannya menujukkan bahwa melalui pemahaman ini, muncul sebuah keyakinan bahwa masjid menjadi pusat dan sumber peradaban Islam, Melalui masjid pula kaderisasi generasi muda dapat dilakukan melalui proses pendidikan Islam yang bersifat kontinu untuk mencapai kemajuan. Selain itu melalui pemberdayaan fungsi masjid sarana agar hatinya terpaut dengan masjid, hal ini dikarenakan kalau generasi muda islam siapa lagi yang perhatian terhadap masjid, tujuan lainnya agar para siswa mempunyai keterampilan lebih di bidang praktek keagamaan.

Kedua, penelitian yang dilakukan Muhammad Saerozi. 2008, Judul

”Optimalisasi Peran masjid dalam Pendidikan Islam Berbasis Masyarakat Studi Kasus di Masjid Baitul Muttaqien Kelurahan Kembangarum Semarang Barat”.

Hasil penelitian menunjukkan (1) pencerdasan di bidang pendidikan. Pencerdasan tersebut dilakukan dengan melalui pengkajian-pengkajian tentang materi-materi keislaman yaitu: baca tulis Al-Qur’an, dan tafsir Al-Qur’an, kajian-kajian, majlis dzikir serta melalui pengalaman-pengalaman ibadah berupa shalat jama’ah, zakat,

infaq dan shodaqoh, (2) pencerdasan di bidang kepedulian sosial. Pencerdasan ini


(20)

prinsip ta’awun (tolong menolong), tawazun (gotong royong), tawasuth (tidak memihak), tasyawur (musyawarah) dan adl (adil).

Persamaan dua penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama meneltiti tentang masjid sebagai tempat beribadah, sebagai tempat berdakwah, dan sebagai tempat kaderisasi generasi muda yaitu remaja masjid.

Perbedaannya dua penelitian terdahulu dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah peneliti yang pertama yaitu kaderisasi generasi muda dapat dilakukan mmelalui proses pendidikan Islam yang bersifat kontinu untuk mencapai kemajuan, sedangkan penelitian yang kedua adalah pencerdasan mengenai materi dan pencerdasan dibidang kepedulian sosial. Sedangkan yang peneliti lakukan adalah lebih kepada pengembangan keagamaan remaja melalui berbagai aktivitas remaja masjid.

B. Kajian Teori

1. Konsep Remaja Masjid

Remaja masjid adalah perkumpulan pemuda masjid yang melakukan aktivitas social dan ibadah dilingkungan masjid. Hal ini sangat perlu dan mutlak keberadaannya dalam menjamin estafet makmurnya suatu masjid sehingga fungsi dinamika masjid itu sendiri dapat dipertahankan kelanggengannya. Pembagian tugas dan wewenang dalam remaja masjid termasuk dalam golongan organisasi yang menggunakan konsep Islam menerapkan asas musyawarah, mufakat dan amal jama’i (gotong royong)

dalam segenap aktivitasnya.

Remaja masjid sebagai agen strategis dalam pemberdayaan umat perlu dibekali keilmuan dan keterampilan yang dibutuhkan, misalnya para aktivis remaja masjid juga perlu menekuni pengetahuan jurnalistik dan kewirausahaan. Hal itu penting untuk menguatkan dakwah dan pemberdayaan umat. Dua pengetahuan itu dapat menjadi sarana dakwah, maupun peningkatan sumberdaya manusia remaja masjid sehingga mampu mandiri.


(21)

Contoh komposisi struktur organisasi Remaja Masjid yang harus ada yaitu: (1) Ketua Umum, (2) Wakil Ketua, (3) Sekretaris Umum dan Wakil Sekretaris, (4) Bendahara Umum dan Wakil Bendahara, dan (5) Koordinator bidang-bidang.

Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan. Pencapaian tujuan memerlukan perjuangan yang sungguh-sungguh dengan memanfaatkan segenap sumber daya dan kemampuan. Dalam perjuangan diperlukan kesabaran tanpa batas, hanya bentuknya saja yang mengalami perubahan.

Perjuangan yang dilakukan Reamaja Masjid adalah dalam rangka

da’wah islamiah, yaitu perjuangan untuk menyeru umat manusia kepada kebenaran yang datangnya dari Allah SWT. Ada pertarungan antara yang haq dengan yang batil. Dimana telah diketahui bahwa kebenaran, insya Allah, akan mampu mengalahkan kebatilan. Namun perlu diingat, bahwa di dunia ini kebatilan yang terorganisir juga memiliki peluang untk dapat mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir. Karena itu, dalam perjuangan melawan kebatilan perlu persiapan yang sungguh-sungguh dan tertata dengan rapi, seperti bunyanun marshush (bangunan yang kokoh).

Untuk membentuk bangunan yang tersusun kokoh diperlukan organisasi dan management yang tangguh serta didukung sumber daya manusia (SDM) yang mencukupi dan berkualitas. Perekrutan dan kaderisasi anggota sangat diperlukan oleh remaja Masjid dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas anggotanya. Hal ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan aktivitas dan misi organisasi dalam mendakwahkan Islam. Bertambahnya anggota akan menambah semangat dan tenaga baru, sedang tersedianya kader-kader yang berkualitas akan mendukung suksesnya estafet kepemimpinan organisasi.

Peningkatan kualitas remaja masjid yang dilakukan adaalah untuk meningkatkan keimanan, keilmuan dan amal shaleh mereka. Hal itu dilakukan dengan proses kaderisasi yang dilakukan secara serius, sistematis dan berkelanjutan, melalui jalur: pelatihan, kepengurusan, kepanitiaan dan aktivitas. Dalam proses pengkaderan dilakukan upaya-upaya penanaman


(22)

nilai-nilai, akhlak, intelektualitas, profesionlisme, moralitas dan integritas islam. Sehingga diperoleh kader ideal Remaja masjid yang memiliki profil: remaja mislim yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia yang mampu beramal shaleh secara professional serta memiliki fikrah Islam yang komprehensif.

a. Pengertian Masjid

Secara etimologi masjid berasal dari bahasa Arab sajada yang berarti tempat untuk bersujud atau tempat menyembah Allah SWT. (M. E. Ayub, dkk., 1999: 1). Namun dalam arti terminology, masjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti yang luas (universal). Selain itu, masjid diartikan sebagai Baitullah atau “Rumah Allah”. Yaitu bangunan yang didirikan sebagai sarana mengabdi kepada Allah. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa setiap muslim di dunia memiliki hak yang sama untuk menikmati fungsi masjid dan sama-sama berhak memanfaatkan fasilitasnya dan sekaligus memiliki tanggungjawab moral dan teologis untuk menjaga dan memeliharanya dengan baik. Tak ada izin untuk memanfaatkannya. Tidak ada seorang muslim pun dipungut biaya dan tidak pula ada langganan. Tidak ada kuota, batas, atau larangan bagi umat Islam manapun untuk memenuhi masjid. Ini merupakan hasil praktis dari masjid sebagai wakaf, suatu amanat yang diberikan pemberiannya kepada Allah.

Masjid merupakan tempat berkumpulnya orang-orang muslim. Pemberdayaan fungsi masjid bukan sekedar memfungsikan masjid sebagai tempat ritualhablun minallah saja. Masjid pun dapat diberdayakan sebagai rumah social bagi saudara-saudara muslim yang kurang mampu. Rasulullah dan para sahabat pernah membangun sebuah ruangan di sebelah Masjid Nabawi yang disebut Shuffa. Suffa meupakan tempat pemondokan bagi sahabat yang melakukan kegiatan dakwah dan penyiaran agama Islam.

Ibnu Umar r.a. berkata: “Bersabdalah Rasulullah SAW., “Shalat

berjamaah melebihi shalat sendiri dengan dua puluh tujuh derajad” (HR.


(23)

Sebenarnya inti dari memakmurkan Masjid adalah menegakkan

shalat berjama’ah, yang merupakan salah satu syi’ar Islam terbesar.

Sementara yang lain adalah pengembangannya. Shalat berjamaah merupakan indicator utama keberhasilan kita dalam memakmurkan Masjid. Jadi keberhasilan dan kekurang berhasilan kita dalam memakmurkan Masjid dapat diukur dengan seberapa jauh antusias umat dalam menegakkan shalat berjamaah.

Meskipun perjalanan sejarahnya, Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bentuk bangunan maupun fungsi dan peranannya. Hampir dapat dikatakan, dimana ada komunitas muslim di situ ada masjid. Disamping menjadi tempat beribadah. Masjid telah menjadi sarana berkumpul, menuntut ilmu, bertukar pengalaman pusat da’wah dan

lain sebagainya.

Masjid bukan hanya bangunan fisik saja, namun ia seharusnya menjadi sebuah institusi pembangunan masyarakat yang tidak hanya berkutat dalam aspek ibadah ritual saja. Masjid sebaiknya dirancang agar dapat memfasilitasi berbagai kegiatan dan fasilitas seperti sekolah, perpustakaan, warung, toko kelontong agar masyarakat lebih merasa memiliki institusi (lembaga) dan ikut memakmurkannya. Hal ini dilakukan dengan memisahkan antara ruang sholat perlu dilakukan juga terhadap sumber daya manusia yang mengelola masjid tersebut (Aisyah N. Handryant, 2010: 37).

Banyak masjid didirikan umat Islam, baik masjid umum, Masjid Sekolah, Masjid Kantor, Masjid Kampus maupun yang lainnya. Masjid didirikan untuk memenuhi hajat umat, khususnya kebutuhan spiritual, guna mendekatkan diri kepada Penciptanya tunduk dan patuh mengabdi kepada Allah SWT. Masjid menjadi tambatan hati, pelabuhan pengembaraan hidup dan energy kehirupan umat.

b. Fungsi Masjid

Fungsi masjid yang paling utama adalah sebagai tempat melaksanakan sholat berjamaah. Kalau kita perhatikan, shalat berjamaah


(24)

adalah merupakan salah satu ajaran agama Islam yang pokok, sunnah Nabi dalam pengertian muhaditsin, bukan fuqaha, yang bermakna perbuatan yang selalu dikerjakan Beliau. Ajaran Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam

tentang shalat berjamaah merupakan perintah yang benar-benar ditekankan kepada kaum muslim.

Masjid memiliki berbagai fungsi sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Yani (2008: 13), sebagai berikut:

1) Sebagai tempat ibadah

Masjid, sebagaimana telah diketahui berasal dari kata “ sajada-yasjidu” yang berarti “merendahkan diri”, menyembah atau sujud. Dengan

demikian, menjadi tempat shalat dan dzikir kepada Allah merupakan fungsi utama dari masjid. Oleh karena itu, pemanfaatan masjid untuk menyembah selain Allah SWT, juga merupakan sesuatu yang amat dilarang. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridho Allah, maka fungsi Masjid disamping sebagai tempat ibadah shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran islam. 2) Sebagai tempat menuntut ilmu

Rasulullah SAW, juga menjadikan masjid sebagai tempat untuk mengajar ilmu yang telah diperolehnya dari Allah SWT, berupa wahyu. Ini berarti masjid itu berfungsi sebagai Madrasah yang di dalamnya kaum muslimin memperoleh ilmu pengetahuan. Masjid juga bertindak sebagai pusat-pusat pendidikan dan merupakan tempat-tempat untuk kuliah-kuliah tentang Al-Qur’an dan Hadits, bukan saja pendidikan agama, tetapi juga

mata pelajaran bahasa, filsafat dan kesusasteraan diajarkan dalam majlis-majlis ini.

3) Sebagai tempat pertemuan

Salah satu tempat yang paling rutin digunakan oleh Rasulullah SAW, dan para sahabatnya untuk saling bertemu adalah masjid, dalam pertemuan di masjid itu, Rasulullah dan para sahabat tidak hanya bertemu secara fisik, tapi juga mempertemukan hati dan pikiran sehingga di masjid


(25)

itu berhubungan dengan sesama menjadi semakin akrab dan hubungan dengan Allah SWT, semakin dekat.

4) Sebagai kegiatan social

Manusia disebut juga sebagai makhluk social, Islam menekankan asas persamaan dalam masyarakat, karenanya hubungan social diantara masyarakat muslim berlangsung secara harmonis sehingga tidak terjadi adanya kesenjangan social, apalagi melalui shalat berjamaah, prinsip kehidupan social itu dibina.

5) Sebagai tempat pembinaan jama’ah

Terbinanya iman seorang muslim merupakan modal dasar bagi terbentuknya masyarakat muslim, harus ditindak lanjuti kearah pembinaan suatu masyarakat yang islami. Untuk itu masjid dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembinaan bagi masyarakat muslim.

Dengan adanya umat Islam disekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Ta’mir Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuah imaniyah dan da’wah

islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh. 6) Sebagai pusat dakwah dan kebudayaan Islam

Masjid semakin jelas bagi kita bahwa tidak hanya digunakan untuk sekedar shalat dan ibadah-ibadah yang sejenisnya, tetapi masjid juga difungsikan sebagai lembaga untuk mempererat hubungan dan ikatan jamaah Islam yang baru tumbuh. Nabi SAW, yang diterimanya, memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan para sahabat tentang berbagai masalah, memberi fatwa, mengajarkan Agama Islam, membudayakan musyawarah, menyelesaikan perkara-perkara dan perselisihan-perselisihan, tempat mengatur dan membuat strategi militer dan tempat menerima putusan-putusan dari semenanjung Arabia (Yani. 2008).

Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu

berdenyut untuk menyebarluaskan da’wah islamiyah dan budaya islami. Di


(26)

dikembangkan da’wah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan

masyarakat. Karena itu masjid berperan sebagai sentra aktivitas dakwah dan kebudayaan.

c. Upaya Memakmurkan Masjid

Membangun dan mendirikan masjid tampaknya dapat saa diselesaikan dalam tempo tidak terlalu lama. Namun, alangkah sia-sianya jika masjid yang didirikan itu tidak disertai dengan orang-orang yang memakmurkannya. Masjid akan menjadi tidak terawatt, cepat rusak, dan

sepi dari jama’ah atau kegiatan yang bernafaskan keagamaan. Dengan

memakmurkan masjid secara fisik dimaksudkan masjidnya bagus, bersih, indah dan megah, dan secara spiritual ditandai dengan antusiasme jamaah menunaikan kegiatan ibadah atau kegiatan-kegiatan lainnya.

Masjid yang makmur adalah masjid yang berhasil tumbuh menjadi sentral dinamika umat. Sehingga, masjid benar-benar berfungsi sebagai tempat ibadah dan pusat kebudayaan Islam dalam arti luas. Adalah tugas dan tanggungjawab seluruh umat Islam dalam memakmurkan masjid yang mereka dirikan dalam masyarakat. Hal tersebut sebagaimana difirmnkan dalam Al-qur’an Surat At-Taubah ayat 18 yang artinya:

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mnedapat petunjuk”.

Berbagai macam usaha berikut ini, bila benar-benar dilaksanakan, dapat diharapkan memakmurkan masjid secara material dan spiritual. Namun kesemuanya tetap bergantung pada kesadaran diri pribadi muslim, yaitu:

1) Kegiatan Pembangunan

Bangunan masjid perlu dipelihara dengan sebaik-baiknya. Apabila ada yang rusak diperbaiki atau diganti dengan yang baru, yang kotor dibersihkan, sehingga masjid senantiasa berada dalam keadaan bagus,


(27)

bersih, dan terawatt. Kemakmuran masjid dari segi material ini mencerminkan tingginya kualitas hidup dan kadar iman umat di sekitarnya. Sebaliknya, apabila masjid itu tidak terpelihara, kotor, dan rusak hal itu secara jelas menunjukkan betapa rendahnya kualitas iman umat yang bermukim di sekitarnya.

2) Kegiatan Ibadah

Kegiatan ibadah meliputi shalat berjamaah lima waktu, shalat jumat, dan shalat tarawih. Shalat berjamaah diri sangat penting artinya dalam usaha mewujudkan persatuan dan ukhuwah islamiyah diantara sesame umat Islam yang menjadi jamaah masjid tersebut. Kegiatan spiritual lainnya yang sangat baik dilakukan di dalam masjid mencakup berdzikir, membaca Al-Qur’an, berinfak dan bersedekah.

3) Kegiatan Keagamaan

Kegiatan keagamaan meliputi pengajian rutin, khusus ataupun umum, yang dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas iman dan menambah pengetahuan, peringatan hari-hari besar islam, kursus-kursus keagamaan seperti kursus bahasa arab, bimbingan dan penyuluhan masalah keagamaan, keluarga dan perkawinan, persyahadatan para mualaf, upacara pernikahan atau resepsi pernikahan.

4) Kegiatan Pendidikan

Kegiatan pendidikan mencakup pendidikan formal dan informal. Madrasah. Lewat lembaga sekolah atau madrasah ini, anak-anak dan remaja dapat dididik sesuai dengan ajaran Islam. Secara informal seperti, bentuk-bentuk pendidikan pesantren kilat ramadhan, pelatihan remaja Islam, kursus bahasa arab, kesenian dan lain-lain (E. ayub: 1999).

5) Kegiatan-Kegiatan Lainnya

Banyak bentuk kegiatan yang juga perlu dilaksanakan dalam usaha memakmurkan masjid. Sebut saja dari menyantuni fakir miskin dan yatim piyatu, kegiatan olahraga, kesenian, keterampilan, perpustakaan seta penertiban.


(28)

d. Cara Memakmurkan Masjid

Semangat umat membangun masjid tampak sangat tinggi. Mereka tidak segan-segan mengorbankan waktu, tenaga pikiran dan dana agar masjid dapat berdiri. Sayangnya, setelah masjid berdiri, semangat memakmurkannya tidak sehebat tatkala mendirikannya. Masjid hanya ramai di waktu shalat jumat dan tarawih di bulan ramadhan. Sehari-harinya tidak banyak yang shalat berjamaah. Pengurus masjid tidak bisa berdaya, padahal masjid tidak makmur maka tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. 1) Kesungguhan Pengurus Masjid

Pengurus masjid yang telah mendapat kepercayaan untuk mengelola masjid sesuai dengan fungsinya memegang peran penting dalam memakmurkan masjid. Merekalah lokomotif atau motor yang menggerakkan umat Islam untuk memakmurkan masjid, dan menganeragamkan kegiatan yang dapat diikuti oleh masyaraakat sekitar. melakukan tugas tidak asal jadi atau setengah-setengah.

2) Memperbanyak Kegiatan

Kegiatan di dalam masjid perlu diperbanyak dan ditingkatkan, baik menyangkut kegiatan ibadah ritual, ibadah social, maupun kegiatan cultural. Jadi, disamping mengadakan kegiatan pengajian. Ceramah, dan kuliah keagamaan, juga digiatkan pendidikan dengan mendirikan sekolah, kelompok belajar, kursus-kursus. Khusus agama ataupun kursus umum plus agama. Masjid perlu pula mewadai remaja dan generasi muda. Mereka bisa menyalurkan pikiran, kreativitas, dan hobinya dengan cara membina ilmu agama, menempa iman, dan memperbanyak amal ibadah. Maka dengan hal itu, masjid akan aktif membentuk remaja dan generasi muda yang saleh, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. (E. Ayub: 1999).

2. Bentuk-Bentuk Aktivitas Remaja Masjid

Remaja masjid membina para anggotanya agar beriman, berilmu dan

beramal sholeh dalam rangka mengabdi kepada Allah subhanahu wata’ala

untuk mencapai keridhaan-Nya. Pembinaan dilakukan dengan menyusun aneka program kegiatan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan berbagai


(29)

aktivitas Reamaja masjid yang telah mapan biasanya mampu bekerja secara terstruktur dan terencana. Mereka menysusun program kerja secara periodik dan melakukan berbagai aktivitas yang beorientasi pada keislaman, kemasjidan, keramajaan, keterampilan dan keilmuan.

Mereka juga melakukan pembidangan kerja berdasarkan kebutuhan organisasi, agar dapat bekerja secara efektif dan efisien. Beberapa bidang kerja dibentuk untuk mewadai fungsi-fungsi organisasi yang disesuaikan dengan program kerja dan aktivitas yang akan diselenggarakan biasanya meliputi:

a. Administrasi dan kesekretariatan b. Keuangan

c. Pembinaan Anggota

d. Perpustakaan dan Informasi e. Kesejahteraan Umat

f. Kewanitaan

Menurut Abdullah Syam ketua umum Lembaga dakwah Islam Indonesia (LDII) (2015), menilai aktivitas remaja masjid mempunyai banyak sekali sisi positif bagi kalangan remaja, pemuda, dan pelajar Islam. Sebab, aktivitas di lingkungan masjid dapat membuat remaja dan pemuda belajar untuk mandiri, baik secara kepribadian maupun secara pemahaman ilmu-ilmu agama.

Banyak hal positif yang di dapat dari aktivitas remaja masjid. Karena di situ kita luruskan pemikiran anak muda kita sejak dini dari pengaruh-pengaruh yang tidak benar. Untuk merangsang pemuda betah melakukan aktivitas di lingkungan masjid, maka pengurus masjid dan ulama setempat harus dapat menyediakan fasilitas yang nyaman dan menarik bagi anak muda. Sebagai contoh beberapa program kerja atau aktivitas remaja masjid

“Syiarul Islam” Kabupaten kuningan Jakarta adalah sebagai berikut:

1) Bidang Pembinaan Anggota

(a) menyelenggarakan pengajian remaja


(30)

(c) menyelenggarakan pelatihan-pelatihan remaja masjid. 2) Bidang Informasi dan Perpustakaan

(a) menerbitkan informasi da’wah

(b) membentuk forum komunikasi antar remaja masjid (c) menyelenggarakan kajian buku/kitab kuning 3) Bidang Kesejahteraan Umat

(a) membantu Ta’mir Masjid dalam kegaiatan peribadatan

(b) mengadakan acara kunjungan ke pesantren (c) mengadakan kegiatan bakti social

(d) mengadakan jasa bantuan kemasyarakatan. 4) Bidang kewanitaan

(a) mengadakan kegiatan keterampilan keputrian (b) menyelenggarakan pengajian khusus putri 5) Administrasi dan Kesekretariatan

(a) menertibkan pengelolaan surat menyurat organisasi (b) melakukan regristrasi aggota

(c) menyusun pedoman-pedoman organisasi yang belum dimilik.

(d) melakukan inventarisasi, perawatan dan penambahan inventaris organisasi.

6) Kebendaharaan

(a) meningkatkan pemasukan dana dari donatur. (b) menertibkan pengelolaan keuangan organisasi. 3. Konsep Pengembangan Jiwa Keagamaan Remaja

a. Sumber /Timbulnya Jiwa Keagamaan Pada Anak/Remaja

Pertama, teori monistik (mono=satu) berpendapat bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu adalah satu sumber kejiwaan. Selanjutnya sumber tunggal manakah yang dimaksud yang paling dominan sebagai sumber kejiwaan itu, timbul beberapa pendapat yang dikemukakan misalnya pendapat:


(31)

1) Thomas Van Aquino, mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu adalah berpikir. Manusia bertuhan karena manusia menggunakan kemampuan berpikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berpikir manusia itu sendiri. Pandangan ini masih mendapat tempat hingga sekarang dimana para ahli mendewakan rasio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.

2) Sigmund Freud, mengemukakan sumber kejiwaan agama adalah libido sexual (naluri seksual). Berdasarkan libido ini timbullah ide tenaga ke-Tuhanan dan upacara keagamaan setelah melalui proses.

Kedua, teori fakulti. Teori ini dikemukakan oleh salah satunya

yaitu G.M Straton, mengemukakan teori “konflik”, ia mengatakan bahwa

yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah konflik dalam kejiwaan manusia, keadaan yang berlawanan seperti baik buruk, moral-immoral, kefasikan dan keaktifan, rasa rendah diri dan rasa harga diri menimbulkan pertentangan dalam diri manusia, dikotomi (serba dua) termasuk menimbulkan rasa agama dalam diri manusia. Jika konflik sudah sedemikian mencekam manusia dan mempengaruhi kehidupan kejiwaannya, maka manusia itu mencari pertolongan kepada sesuatu yang tertinggi (Tuhan).

Timbulnya agama pada anak/remaja menurut para ahli dapat dibagi menjadi dua pendapat:

1) mengatakan bahwa anak dilahirkan sebagai makhluk yang relegius. Anak yang baru dilahirkan lebih mirip binatang dan malahan mereka mengatakan anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan dari pada anak manusia itu sendiri. Pendapat ini bayi dianggap sebagai manusia dari segi bentuk bukan kejiwaan, apabila bakat elementer bayi lambat bertumbuh dan matang maka agak sukarlah untuk melihat adanya keagamaan pada dirinya.

2) berpendapat sebaliknya bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudian hari melalui


(32)

bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan. Pendapat kedua mengatakan tanda-tanda keagamaan pada diri seorang anak akan tumbuh terjalin secara integral dengan perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya (Syamsu Yusuf: 2007).

Berdasarkan hasil reset dan observasi hamper seluruh ahli ilmu jiwa mengambil kesimpulan bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal, kebutuhan itu melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kekuasaan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, salah satunya berupa kebutuhan untuk mencintai dan dicintai Tuhan yang kita kenal dengan istilah agama.Hasil penelitian dan observasi para peneliti menimbulkan beberapa teori antara lain:

1) Teori Monistik (Mono = Satu)

Teori monistik berpendapat bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu adalah satu sumber kejiwaan. Selanjutnya sumber tunggal manakah yang dimaksud yang paling dominan sebagai sumber kejiwaan itu, timbul beberapa pendapat yang dikemukakan antara lain yaitu:

a) Thomas Van Aquino

Sesuai dengan masanya Thomas Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu adalah berfikir. Manusia bertuhan karena manusia menggunakan kemampuan berfikirnya. Kehidupan beragam merupakan refleksi dari kehidupan berpikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapat tempatnya hingga sekarang dimana para ahli mendewakan rasio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.

b) Fredrik Hegel

Hampir sama dengan pendapat Thomas Aquino maka filosof Jerman ini berpendapat bahwa agama adalah salah satu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi. Berdasarkan hal itu agama semata-mata merupakan hal-hal atau persoalan yang berhubungan dengan pikiran.


(33)

c) Fredrik Schleimacher

Berlainan dengan pendapat kedua ahli di atas, F. Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sence of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan dirinya lemah. Kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada di luar dirinya sehingga terbentuklah konsep ketuhanan.

2) Teori Fakulti

Teori ini dikemukakan oleh: a) G.M. Straton

Straton mengemukakan teori “konflik”, ia mengatakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah adanya konflik dalam kejiwaan manusia, keadaan yang berlawanan seperti baik-buruk, moral-imoral, kefasikan dan keaktifan, rasa rendah diri dan rasa harga diri menimbulkan pertentangan dalam diri manusia, dikhtomi (serba dua) termasuk menimbulkan rasa agama dalam diri manusia. Jika konflik itu sudah sedemikian mencekam manusia dan mempengaruhinya kehidupan kejiwaannya, maka manusia itu mencari pertolongan kepada sesuatu yang tertinggi yaitu Tuhan.

b) Zakiah Darajat

Zakiah Darajat berpendapat bahwa pada diri manusia itu terdapat kebutuhan pokok. Beliau mengemukakan bahwa selain dari suatu kebutuhan akan adanya kebutuhan akan keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalami tekanan, misalnya.

(a) Kenutuhan akan rasa kasih saying (b) Kebutuhan akan rasa aman (c) Kebutuhan akan harga diri (d) Kebutuhan akan rasa bebas (e) Kebutuhan akan sukses


(34)

Menurut Zakiah Darajat, gabungan dari keenam macam kebutuhan tersebut menyebabkan seseorang membutuhkan agama, sebab melalui agama kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuh (Darajat: 2003). c) W.H. Thomas

W.H. Thomas mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan beragama adalah empat macam keinginan dasar yang ada dalam diri manusia yaitu:

(a) Keinginan untuk keselamatan(security)

(b) Keinginan untuk mendapat penghargaan(recognition) (c) Keinginan untuk ditanggapi(response)

(d) Keinginan untuk pengetahuan dan pengalaman baru (new experience).

Di dasarkan pada keempat keinginan tersebut itulah pada umumnya manusia itu menganut agama, menurut W.H. Thomas melalui ajaran agama yang teratur, maka keempat keinginan itu akan tersalurkan. Dengan menyembah dan mengabdikan diri kepada Tuhan keinginan keselamatan akan terpenuhi.

b. Pengembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja

Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang terurai masa remaja mencakup masa juvenilitas (aduleseanitium), pubertas, dan nubilitas. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada remaja turut dipengaruhi perkembangan itu, maksudnya penghayatan pada remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan factor perembangan tersebut. Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa factor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W. Stobuck (Sarwono, 2004), adalah sebagai berikut:


(35)

1) Pertumbuhan Pikiran dan Mental

Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, social, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya. Agama yang ajarannya bersifat konservatif lebih banyak berpengaruh bagi remaja untuk taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya ajaran agama yang kurang konservatif – dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang perkembangan fikiran dan mental para remaja, sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya.

2) Perkembangan Perasaan

Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan social, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghadapi perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan relegius akan cenderung mendorong dirinya lebih didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual, didorong oleh perasaan ingin tahu, remaja lebih mudah terperosok kea rah tindakan seksual yang negative.

3) Pertimbangan Sosial

Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan social, dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bigung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersifat materialis.

4) Perkembangan Moral

Perkembangan moral para remaja bertitik tolah dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada remaja juga mencakup: (1) self. Directif, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi, (2) adaptive,


(36)

mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik, (3) sub missive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama, (4) unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral, (5) deviant, menolak dasar dan hokum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.

5) Sikap dan Minat

Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka.

6) Ibadah

Menurut Zakiyah Darajad (2003), tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja, sebenarnya banyak tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi pada diri.

(a) Pandangan para remaja terhadap ajaran agama khususnya tentang

ibadah dan masalah do’a, sebagaimana diungkapkan oleh Ross

dan Oskar Kupky menunjukkan ;

(1) 148 siswi dinyatakan bahwa 20 orang diantara mereka tidak pernah memunyai pengalaman keagamaan, sisanya 128 mempunyai pengalaman keagamaan, yang 68 diantaranya secara alami (tidak melalui pengajaran resmi).

(2) 31 orang di antara yang mendapat pengalaman keagamaan melalui proses alami itu mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang menakjubkan dibalik keindahan alam yang mereka nikmati.

(b) Selanjutnya mengenai pandangan mereka tentang ibadah diungkapkan sebagai berikut:

(1) 41 % tak pernah mengerjakan ibadah sama sekali

(2) 33 % mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan


(37)

(3) 27 % beranggapan bahwa sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita.

(4) 18 % mengatakan bahwa sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah menunaikannya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Jiwa Keagamaan pada Remaja dan Dewasa.

Jiwa keagamaan juga mengalami proses pengembangan dalam mencapai tingkat kematangan. Dengan demikian jiwa keagamaan tidak luput dari berbagai gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangannya. Menurut Yusuf Syamsu (2007) pengaruh pengembangan jiwa keagamaan pada remaja ada dua macam yaitu: (1) bersumber dari dalam diri seseorang (intern), dan (2) bersumber dari faktot luar(ekstern).

a. Faktor Intern

Secara garis besar factor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap pengembangan jiwa keagamaan remaja antara lain:

1) factor kognitif, mengacu pada remaja yang memiliki mental masih abstrak, mereka hanya mengkaji isu-isu agama dengan berpatokan pada dasar-dasar agama tanpa memperdalaminya lebih lanjut. 2) factor personal, mengacu pada konsep individual dan identitas,

individual maksudnya seseorang itu selalu menyendiri sedangkan identitas maksudnya proses menuju pada kestabilan jiwa.

3) factor hereditas, perbuatan yang terburuk dan tercela jika dilakukan akan menimbulkan rasa bersalah dalam diri pelakunya. Bila pelanggaran yang dilakukan terhadap larangan agama maka akan timbul rasa berdosa dan perasaan seperti ini yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan seseorang.

4) Tingkat Usia, pada usia remaja saat mereka menginjak usia kematangan seksual mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan mereka. Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami para


(38)

remaja ini menimbulkan konflik kejiwaan yang cenderung mempengaruhi terjadinya konversi agama. Bahkan pada usia adolesensi sebagai rentang umur tipikal terjadinya konversi agama meskipun konversi cenderung dinilai sebagai produk sugesti dan bukan akibat dari perkembangan kehidupan spiritual seseorang. 5) kepribadian, dalam kondisi normal secara individu manusia

memiliki perbedaan dalam kepribadian dan perbedaan ini diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan. Di luar itu dijumpai pula kondisi kepribadian yang menyimpang seperti ini juga ikut mempengaruhi perkembangan berbagai aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan.

6) kondisi kejiwaan. Seorang yang mengidap schizophrenia akan mengisolasi diri dari kehidupan social serta persepsinya tentang agama akan dipengaruhi oleh berbagai halusinasi. Demikian pula pengidap phobia akan dicekam oleh perasaan takut yang irasional sedangkan penderita infantile autisme (berperilaku seperti anak-anak) akan berperilaku seperti anak-anak di bawah usia sepuluh tahun.

b. Factor Eksternal

Faktor eksternal yang dinilai berpegaruh dalam pengembangan jiwa keagamaan dapat dilihat dari lingkungan di mana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut terbagi menjadi 3 macam yaitu: 1) lingkungan keluarga, konsep father image (citra kebapaan)

menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan dipengaruhi oleh citra terhadap bapaknya. Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan jiwa keagamaan. Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan dalam pandangan islam sudah lama disadari. Oleh karena itu sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab keluarga dinilai sebagai factor yang


(39)

paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.

2) Lingkungan institusional yang kuat, yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah ataupun yang non formal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi. Kurikulum, hubungan guru dan murid serta hubungan antara teman dilihat dari kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan tampaknya ketiga kelompok tersebut ikut berpengaruh sebab pada prinsipnya perkembangan jiwa keagamaan tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk membentuk kepribadian yang luhur. Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa seseorang.

3) Lingkungan masyarakat, yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa keberagamaan sebbab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai maupun institusi keagamaan. Keadaan seperti ini akan berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan warganya.

4. Metode Penanaman Nilai-Nilai Agama Pada Remaja dan Dewasa Menurut Jallaluddin R. (2008), ada banyak metode untuk menanamkan nilai agama pada remaja dan dewasa yang terdiri atas: a. Metode penanaman nilai agama sejak dini

Rasulullah bersabda bahwa setiap anak itu terlahir dalam keadaan fitrah (Islam) orang tuanyalah yang menjadikan dia majusi, nasrani atau yahudi. Jadi jika anak ditanamkan nilai agama sejak dini maka ketika dia menginjak usia remaja akan memiliki aqidah agama yang kuat apabila lingkungan sekitarnya terutama orang tua memberikan stimulus positif. Ketika ia menginjak usia dewasa maka dia akan lebih mantap pada aqidah agama yang dipeluknya.


(40)

b. Metode penanaman nilai agama melalui pembiasaan diri

Setiap orang pasti memiliki kebiasaan yang dilakukannya secara terus menerus dan tanpa disadari sehingga kadang-kadang orang berfikir mengapa melakukan kegiatan itu sedangkan dalam pikirannya tidak ada niatan untuk melakukan kegiatan itu. Jadi bagaimana membiasakan kebiasaan yang positif, hal ini dapat dilakukan apabila lingkungan sekitar terutama orang tua menanamkan nilai-nilai positif sejak dini sehingga hal itu dapat menjadi kebiasaan setiap hari.

c. Metode pendekatan analisis nilai

Memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan remaja dan dewasa untuk berpikir secara positif serta mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari. Kemudian mereka diberikan keleluasaan untuk beraktivitas serta menilai apakah yang dilakukannya itu bermanfaat bago orang lain atau tidak sehingga mereka dapat menginstropeksi diri dan biarkan diri mereka sendiri yang menilai. d. Metode penananaman nilai agama lewat pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik dari ungkapan ini dapat diambil kesimpulan bahwa setiap orang itu pasti memiliki pengalaman yang berbeda dari pengalaman tersebut metode ini mencoba menanamkan nilai-nilai agama lewat pengalaman orang yang ceroboh pasti tidak akan mengulangi kesalahan yang pernah dilakukannya dan seorang muslim sejati tidak akan terjerumus pada lubang yang sama.

Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan keberagamaan pada remaja dan dewasa juga sangat berbeda jika remaja masih dipengaruhi dengan lingungan sekitar sedangkan dewasa dipengaruhi oleh organiisasi atau tokoh-tokoh yang mereka anggap memiliki pengaruh pada agama.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif sehingga data yang muncul tidak berupa angka-angka, tetapi berupa uraian kata-kata. Sebagaimana lazimnya penelitian kualitatif, penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan, tetapi lebih berorientasi pada pengembangan dan pengetahuan baru yang diperoleh melalui pengamatan, wawancara, dan studi dokumentasi yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian.

Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif artinya penelitian ini berusaha mengungkapkan secara obyektif dan sistematis fakta-fakta yang ditemukan oleh peneliti di lapangan berkaitan dengan masalah aktivitas

remaja masjid ”Al-Baitul Amien” dalam mengembangkan jiwa keagamaan remaja di Kabupaten Jember. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatau gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Arikunto, 2002: 309). Proses penelitian ini dimulai dengan eksplorasi yang kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data yang terseleksi dan terfokus pada bentuk-bentuk aktivitas remaja masjid Jami’, pengelolaan aktivitas remaja masjid, faktor yang mendukung dan menghambat terlaksananya aktivitas remaja masjid dalam mengembangkan jiwa keagamaan remaja di kabupaten Jember.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian adalah Masjid Jami’ Al-Baitul Amien kabupaten Jember. Penentuan lokasi ini didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut : (1) Masjis Jami’ telah memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk tempat beribadah, tempat berdakwah, tempat kaderisasi generasi muda dan melakukan kegiatan sosial baik keagamaan maupun kemasyarakatan, (2) memiliki sumber daya manusia yang cukup berkualitas,


(42)

khususnya remaja masjidnya telah memiliki aktivitas yang mampu membina dan membangun jiwa keagamaan para remaja/pemuda di kabupaten Jember untuk menjadi generasi muda yang memiliki mental relegius dan kepribadian yang bagus.

3. Subyek Penelitian

Mengingat jumlah pengurus remaja masjid yang cukup banyak sekitar 15 orang, maka tidak semua subyek penelitian ini dapat dijadikan responden. Oleh karena itu, ditentukan sebagian dari subyek penelitian sebagai sampel penelitian.

Adapun penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik yang lazim digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu purposive sampling. Menurut Arikunto (2002 : 128) ”Sampling bertujuan” (purposive sampling) adalah teknik pengambilan sampel yang digunakan oeleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan dan tujuan tertentu. Tehnik pengambilan sampel ini digunakan peneliti karena peneliti ingin mendapatkan data yang sebanyak-banyaknya dan cukup valid serta sesuai dengan fokus penelitian.

Sedangkan informan kuncinnya (key instrument) adalah ketua remaja masjid Al-Baitul Amien Jember. Kemudian untuk kelengkapan data dan ferivikasi keabsahan data juga sangat diperlukan informan segenap wakil ketua remaja masjid, para pembina remaja masjid, dan sejumlah anggota remaja masjid. Dengan demikian diharapkan data yang diperoleh benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

4. Data dan Sumber Data.

Jenis data yang digali dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Menurut Lofland yang dikutip oleh Moleong (2000 : 112-116) menyebutkan bahwa data kualitatif adalah “lebih banyak bersifat kata-kata baik lisan maupun tulisan, juga tindakan selebihnya berupa dokumen, arsip dan foto”.


(43)

Adapun data yang diperlukan peneliti dalam penelitian ini adalah data mengenai aktivitas remaja masjid al-Baitul Amien Jember.

Sedangkan sumber data dalam penelitian ini berupa :

a. Sumber data primer atau sumber data manusia terdiri dari: hasil wawancara dengan ketua yayasan, ketua remaja masjid dan wakilnya, segenap anggota remas dan sejumlah masyarakat kabupaten Jember.

b. Sumber data skunder atau sumber data non manusia terdiri dari : dokumen, arsip, foto, dan catatan lain yang berhubungan dengan focus penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) wawancara mendalam (indepth interview) (2) observasi partisipan (participant obsevation), dan (3) studi dokumentasi.

Wawancara mendalam merupakan suatu percakapan bermakna yang dilakukan antara dua orang atau lebih yang diarahkan oleh interviewer kepada interviewee, dengan tujuan untuk mengetahui pendapat, persepsi, perasaan pengetahuan, pengalaman, dan penginderaan (Nasution, 1996 : 80). Wawancara mendalam ini digunakan peneliti untuk memperoleh data secara umum dan luas tentang hal-hal yang menonjol, penting dan menarik untuk diteliti lebih mendalam yang berkaitan dengan fokus penelitian.

Observasi partisipan yaitu suatu observasi dimana orang yang melakukan pengamatan berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan orang yang diobservasi (Riyanto, 1996 : 79). Dalam penelitian ini observasi partisipan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengamati peristiwa yang terjadi dilapangan dan dilaksanakan oleh subyek-subyek yang ada dilokasi dan mengembangkan pemahaman terhadap latar belakang sosial yang komplek yang berkaitan dengan fenomena-fenomena yang terjadi di dalam setting, khususnya yaitu fenomena yang berkaitan dengan fokus penelitian.

Dalam observasi partisipan ini peneliti melakukan pengamatan langsung dengan cara menunggui para santri mulai awal masuk pelajaran sampai dengan selesai dan pulang ke kamar masing-masing, dengan cara


(44)

mengamati dan memahami semua tingkah laku/ perilaku yang dilakukan oleh santri mulai dari bermain, berbicara dengan teman, dengan Kyai dan Ibu Nyai, dan para ustadz. Dan yang menjadi perhatian lebih, dalam observasi partisipan ini adalah ketika santri mengaji kitab, peneliti mengamati sikapnya, perhatiannya, dan perilakunya yang kadang-kadang peneliti merasa tidak sabar, tetapi ustadnya mendampinginya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

Studi dokumentasi yaitu cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip, catatan-catatan seorang guru, kepala sekolah, dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini studi dokumentasi dilaksanakan untuk memperoleh data skunder yang berkaitan dengan arsif, dokumen atau catatan program kegiatan, dari ketua yayasan, ketua remaja masjid, dan lain-lain yang berkaitan dengan fokus penelitian. Dan data ini dimanfaatkan sebagai perlengkapan dan penunjang data primer sehingga memperoleh data yang utuh, komprehensif dan berkualitas.

6. Analisis Data

Tehnik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskreptif kualitatif yang penyelidikannya tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Menurut Miles & Hubermen (1992), tujuan dari penelitian deskreptif kualitatif adalah untuk membuat gambaran secara sistematis dan faktual, dan model analisisnya menggunakan model interaktif Miles dan Huberman yang dilakukan melalui tiga jalur yaitu (1) penyajian data, (2) pengorganisasian dan reduksi data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi. Ketiga cara tersebut merupakan alur kegiatan analisis yang memungkinkan data menjadi bermakna.

Pengorganisasian dan reduksi data,dilakukan dengan cara memilah-milah data, membuat ringkasan, mengembangkan sistem pengkodean, menelusuri tema, membuat gugus, menulis memo dan menginterpretasi data


(45)

sehingga diperoleh temuan-temuan penelitian yang bermakna. Dari masing-masing tahapan tersebut tidak semuanya digunakan dalam penelitian ini, akan tetapi hanya beberapa tahapan saja, yang dianggap sesuai dengan variabel yang dibutuhkan dalam fokus penelitian. Sedangkan data yang tidak diperlukan di buang (reduksi).

Penyajian data merupakan paparan hasil penelitian dalam bentuk narasi, prosesnya dilakukan setelah data diperoleh dan ditemakan jelas maknanya seperti misalnya, data tentang bentuk-bentuk aktivitas remaja masjid, data tentang pengelolaan aktivitas remaja masjid, dan faktor yang menduung dan menghambat terlaksananya aktivitas remaja masjid dalam membangun jiwa keagamaan remaja di Kabupaten Jember.

Penarikan kesimpulan/verifikasi maksudnya analisis data dilakukan secara terus menerus baik selama maupun sesudah pengumpulan data, guna penarikan kesimpulan yang dapat menggambarkan suatu pola tentang suatu peristiwa-peristiwa yang terjadi. Peneliti dapat membuat kesimpulan-kesimpulan yang bersifat longgar dan terbuka. Kesimpulan akhir dapat dirumuskan setelah pengumpulan data serta metode pencarian ulang yang digunakan berdasarkan formulasi-formulasi yang sekaligus menjadi kesimpulan sementara.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian pengecekan atau pemeriksaan keabsahan data didasarkan pada kriteria-kriteria sebagaimana yang ditemukan oleh Lincoln dan Guba dalam Moleong (2000 : 173), yaitu ; (1) kredibilitas, (2) transferabilitas, (3) depensabilitas, dan (4) konfirmabilitas. Namun dalam penelitian ini hanya digunakan dua dari empat kriteria tersebut yaitu:

1) Kredibilitas

Kredibilitas merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dan kepercayaan dari data dan informasi yang dikumpulkan harus sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan (Nasution, 1988). Dalam penelitian ini digunakan tiga teknik pengecekan dari tujuh teknik yang dikemukakan oleh Lincoln dan


(46)

Guba (1985), yaitu (1) Trianggulasi, (2) Pengecekan Anggota, dan (3) diskusi teman sejawat.

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi; sumber data dan metode. Triangulasi sumber data dilakukan dengan cara menanyakan kebenaran data atau informasi yang dikumpulkan melalui informan satu kemudian dikroscek dengan informan yang lain. Sedangkan triangulasi metode adalah dilakukan dengan cara menanyakan kebenaran data atau informasi yang dikumpulkan melalui metode tertentu dikroscek dengan data atau informasi yang dikumpulkan melalui metode lain.

Pengecekan anggota dilakukan dengan cara menunujukkan data atau informasi, termasuk hasil interpretasi peneliti yang telah ditulis dengan baik dalam format catatan lapangan atau trankrip wawancara kepada informan agar dikomentari ”disetui atau tidak” dan ditambah informasi lainnya yang dianggap perlu. Komentar dan reakasi tersebut digunakan untuk merevisi catatan lapangan atau transkrip wawancara.

Diskusi teman sejawat dilakukan dengan cara membicarakan data atau informasi dan temuan-temuan penelitian dengan teman sejawat. Semasa dilapangan peneliti akan berusaha mendiskusikan hasil penggalian data atau informasi dengan kolega yang berkompeten (Ustadz Munir dan Ustadz Sholihul Hadi)..

2) Konfirmabilitas

Konfirmabilitas merupakan kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian dengan data yang dihimpun melalui pelacakan data dan informasi dengan cara penelusuran (audit trail). Teknik ini digunakan untuk melihat tingkat konfirmabilitas antara temuan yang diperoleh dengan data pendukungnya. Teknik ini dilakukan dengan cara mencocokkan temuan-temuan dalam penelitian dengan data yang telah dikumpulkan sebagai pendukung. Jika temuan-temuan dalam penelitian ini memenuhi syarat. Namun sebaliknya, jika hasilnya tidak koheren, maka dengan sendirinya temuan dalam penelitian ini dinyatakan gugur, dan sebagai tindak lanjut


(47)

peneliti harus turun ke lokasi lagi untuk mengadakan pengumpulan data hingga memperoleh data yang sesungguhnya.

8. Tahap-Tahap Penelitian

Moleong (2000) mengemukakan bahwa penelitian itu melalui beberapa tahapan yaitu : (1) tahap sebelum ke lapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, (3) tahap analisis data, dan (4) tahap penulisan laporan.

1) Tahap sebelum ke lapangan, meliputi kegiatan mencari permasalahan penelitian melalui bahan-bahan tertulis (kajian pustaka), menentukan fokus penelitian, konsultasi kepada dosen yang lebih senior, menghubungi lokasi penelitian, menyususn proposal penelitian, diajukan ke LP2M, setelah ada pengumuman baru seminar proposal penelitian, bila diterima kemudian penandatanganan kotrak dan mengurus surat izin penelitian.

2) Tahap pekerjaan lapangan, meliputi kegiatan pengumpulan data dan pencatatan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi partisipan dan studi dokumentasi.

3) Tahap analisis data, meliputi analisis data, penafsiran data, pengecekan keabsahan data dilakukan melalui triangulasi sumber dan metode, pengecekan anggota, dan diskusi teman sejawat, serta memberi makna. 4) Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyususnan hasil penelitian,

konsultasi hasil penelitian, perbaikan hasil konsultasi, dan penjilidan kemudian pengumpulan laporan hasil penelitian.


(48)

BAB IV

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Penyajian Data

1. Bentuk-bentuk Aktivitas Remaja Masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien” dalam Mengembangkan Jiwa Keagamaan Remaja di Kabupaten Jember.

Remaja masjid adalah perkumpulan pemuda masjid yang melakukan aktivitas sosial dan ibadah di lingkungan suatu masjid. Pembagian tugas dan wewenang dalam remaja masjid termasuk dalam golongan organisasi yang menggunakan konsep Islam dengan menerapkan asas musyawarah, mufakat, dan amal jama’i (gotong royong)

dalam segenap aktivitasnya.

Sebagai generasi muda muslim pewaris masjid, aktivitas remaja masjid seharusnya mencerminkan muslim yang memiliki keterkaitan dengan tempat beribadah umat Islam tersebut. Sikap dan perilakunya islami, sopan santun dan menunjukkan budi pekerti yang mulia (akhlakul karimah). Pemikiran, langkah dan tindak-tanduknya dinafasi oleh nilai-nilai islam. Mereka berkarya dan berjuang untuk menegakkan kalimat Allah dalam rangka beribadah mencari keridhoan-Nya allah SWT menjadi tujuannya, dan Rasulullah menjadi contoh tauladan dan sekaligus idolanya. Gerak dan aktivitasnya berada dalam siklus : beriman, berilmu, beramal

sholeh dan beramar ma’ruf nahi munkar, menuju keuksesan dan kebahagiaan fi dunya wal akhirah.

Beberapa sikap dan perilaku praktis yang perlu diperhatikan remaja masjid berkaitan dengan aktivitasnya di masjid, antara lain adalah:

1. Menyadari sebagai pemakmur masjid 2. Mengamalkan adab sopan santun di masjid 3. Rajin melaksanakan sholat berjama’ah di masjid

4. Berpakaian yang islami

5. Menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan 6. Mengembangkan kepribadian yang menarik 7. Rajin menuntut ilmu


(49)

Adapun jenis-jenis aktivitas remaja masjid jami’ ”Al-Baitul Amien” Jember

sebagaimana yang dikemukakan oleh saudari Zakiyah salah satu anggota remaja

masjid sebagai berikut. Aktivitas remaja masjid jami’ ”Al-Baitul Amien” yangpernah saya ikuti yaitu:

1. Kajian kewanitaan dan Keislaman yang dilaksanakan dalam dua Minggu sekali dengan tema diantaranya (1) Dampak melihat media TV terhadap perkembangan Anak, yang disampaikan oleh Ibu Siti Roudhotul Jannah, M. Si dosen IAIN Jember, dan (2) kajian tentang fikih perempuan yang dibina oleh Iu Dr. Hamdanah Usman, M. Si. Pesertanya anggota remaja masjid dan ada juga yang dari masyaraakat.

2. Diklat yang dilaksanakan 2 tahun sekali bersamaan dengan rekrutmen anggota baru.

3. Bahana Muharam yang dilaksanakan setiap bulan Muharram acaranya bermacam-macam lomba yaitu: (1) lomba menulis kaligrafi, (2) lomba pidato tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab , (3) Lomba tartil bagi anak TK, SD, SMP Dan SMA. (4) lomba mading, (5) lomba Adhan, (6) lomba menggambar dan mewarnai untuk anak TK dan PAUD, dan (7) dan kirab santri mulai dari sekolah TK, SD, SMP, dan SMA.

4. Rapat Kerja untuk penyusunan program kerja remaja masjid jami’ ”Al

-Baitul Amien” . Hal tersebut pernah dilaksanakan di Tempat rekreasi

Rembangan dan Taman rekreasi Mumbul Garden.

5. Peringatan hari-hari besar Agama Islam kegiatan remaja masjid antara lain: (1) membantu menyediakan kotak infak masjid, (2) peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan di masjid besar universitas Negeri Jember, (3)

peringatan Isra’ Mijraj bekerjasama dengan ta’mir masjid Jami’ ”Al-Baiyul

Amien” dan (4) kegiatan di bulan Ramadhan yaitu remaja masjid mengadakan tadarrsus Al-Qur’an stiap selesai tarawaih, dan kajian

keislaman tentang problematika kehidupan sebelum magrib bekerja sama dengan Radio Republik Indonesia (RRI) .

6. Anjangsana ke rumah-rumah anggota secara bergantian. Acaranya (1) membaca yasin dan tahlil, (2) tausiyah nara sumber kakak-kakak senior dari remaja masjid (Hasil wawancara Jumat, 16 Oktober 2015).

Senada dengan apa yang dikemukakan oleh saudari Zakiyah, saudari Taufiqoh juga mengungkapkan tentang aktivitas ramaja masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien”

Kabupaten jember sebagai berikut:

Karena anggota remaja masjid jami’ itu beragam ada yang pengetahuan agama

anggota minim namun ada juga yang sudah cukup lumayan. Untuk itu program aktivitas remaja masjid diantaranya adalah:

1. Kajian kewanitaan yang materi beragam sebagai contoh saya pernah mengikuti kajian kewanitaan tentang berhijab, kajian Fikih dengan tema emansipasi wanita dalam perspektif Islam.


(50)

3. Pelatihan untuk guru-guru TPQ bekerjasama dengan yayasan masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien”.

4. Bahana Muharram dengan kegiatan lomba-lomba antara lain (1) Pidato bahasa Arab dan bahasa Inggris, (2) tilawah, (3) Kaligrafi, (4)tartil Qur’an,

(5) Menulis di Majalah Dinding, (6) lomba Adzan, dan (7) lomba mewarnai untuk PAUD /TK, dan bagi siswa Sekolah Dasar (SD) kelas 1-3 lomba menggambar, dan ditutup dengan kegiatan kirab santri bagi anak TK, SD/MI, SMP/MTs.

5. Kegiatan Forum Silatur Rahmi (FORMI) yang dilaksanakan 1 (satu) bulan sekali dengan acara membaca yasin dan tahlil, tausiyah dan dimanfaatkan juga untuk rapat pengurus serta evaluasi program-program.

6. Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) kegiatannya satu tahun sekali pelatihan tingkat Jawa Timur (Hasil Wawancara Jumat, 23 Oktober 2015).

Begitu juga ustadz M. Muir mengungkapkan sebagai berikut:

”Saya menjadi anggota masjid mulai tahun 1996 dan pada tahun 2001-2004 sayamenjadi Ketua Remaja Masjid Jami’ ”Al-Baitul Amien”. Sekarang saya

menjadi pembina remaja masjid Jami’ ”Al-baitul Amien” Kabupaten

Jember. Untuk bentuk-bentuk program aktivitas remaja masjid sudah terprogram sesuai dengan bidang yang ada dan sesuai dengan kebutuhan anggota remaja masjid karena anggota remaja masjid mulai dari anak sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan perguruan tinggi baik umum maupun agama (PTU/PTA).

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan kaderisasi ada 3 level yaitu; (1) Program Studi Islam, (2) pendidikan Keislaman, Relegius, dan kemasyarakatan, dan (3) Kepemimpinan wawasan Keislaman.

2. Kajian-kajian (1) Group Studi Islman (GSI)1, 2, dan 3 (2) Group Studi Minat (GSM) yaitu terdiri dari (1) kegiatan menulis karya ilmiah, (2) pendidikan, dan (3) olahraga.

3. Bahana Muharram dengan berbagai kegiatan diantara kirap santri yang diikuti dari berbagai sekolah mulai dari PAUD / TK. SD/MI, SMP/MTS., dan lomba-lomba.

4. Kajian Kitab fikih Nisa’, dan kajian keislaman yang dibina oleh Ibu hamdanah Usman, Ibu Nyai Mahfud, dan Ibu Bawi.

5. Mengaji Al-Qur’an sesuai dengan usia dan kebutuhan anggota bisa di

masjid jami’ bisa dipanggil ke rumah masing-masing anggota. Kemudian kegiatan usrah kelompok-kelompok kecil mengkaji kitab atau persoalan-persoalan kehidupan sesuai dengan kebutuhan. (Hasil wawancara Rabo, 4 Nopember 2015).


(1)

(2)

90

DAFTAR PUSTAKA

Al thalib, hisam. 1995. Panduan Latihan Bagi Juru Dakwah, Jakarta: Media Dakwah.

Arikunto, Suharsimi, 1993, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta; PT. Rineka Cipta.

Ayub, Mohammad E., dkk. 1999.Manajemen Masjid. Jakarta: Gema Insani Press. Bagun, Rikard. 2009.Tuntutan Perubahan Perilaku. Jurnal Harian Kompas

(Online), (http://jakarta45.wordpress. com/category/artikel/page/382.html, diakses tanggal 25 Desember 2011 pukul 16.20).

Bogdan.R.C., & Biklen, 1982. Qualitative Research For Educational An Introduction To Theory And Method,Toronto: Allyn Bacon Inc.

Darajat, Zakiyah. 2003.Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT. Bulan Bintang. Eka Fadil Ibrahim: googleweblight.com/lite-url=http

Fahmi, Asma hasan. 1997. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Faruq, Asadulloh. 2010.Mengelola dan Memakmurkan Masjid.Solo: Pustaka Arafah.

Fiki Priyatna dalam http:/fikiwarobay.blokspot.com/2012/04/contoh program-kerja-remaja-masjid.Html

Gunawan, Ary, H., 2000,Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi Tentang Pelbagai Problem Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

George R. Terry. 1960. Principles of Management, Homewood Illion: Ricard D. Irwin Inc.

Handryant, Aisyah N. 2010. Masjid Sebagai Pusat Pengembangan Masyarakat. Malang: UIN-Maliki Press.

Jalaludin. 2008.Psikologi Agama,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Lincoln Yona S. And Guba, Egon.G. 1985.Naturalistic Inquiry, Beverly Hills.CA : Sage Publication Inc.


(3)

Miles, Manthew.B and Huberman, A.M, Qualitative Data Analysis, A.Cource Book Of New Method Berverly Hills : sage publication Inc. 1992.

Moleong. L.J..2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muamar, Aam, 2006, Optimalisasi Pendidikan Agama, http://www.Suara Pembaharuan. Com/News/2006/05/17/Index.html.

Muhaimin, 1999, Problematikan Agama Dalam Kehidupan Manusia, Jakarta : Kalam Mulia.

Nasution, S. 1988.Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasution, Harun. 1996.Islam Rasional.Bandung: Mizan.

Paul Roubiczek, Existensialisme, for and against (Cambridge, 1966) : dikutip dalam Rasjidi, 1972,Agama dan etik, Jakarta ; Sinar Hudaya.

Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Agama Sebuah Pengantar, Bandung: PT Mizan Pustaka.

Rachman, Maman, 2006. Reposisi, Re-Evaluasi Dan Redefinisi Pendidikan Nilai Bagi Generasi Muda Bangsa, Jakarta: Tokoh Indonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia).

Rikard Bagun,http://jakarta45.wordpress.com/category/artikel diakses pada tanggal 25/12/11).

Rifa’I, Bachrun dan Fakhruroji. 2005. Manajemen Masjid. Bandung: Benang Merah Press.

Riyanto, Yatim, 1996, Metodologi Penelitian Pendidikan: Suatu Tinjauan Dasar, Surabaya: Penerbit SIC.

Sasongko, Agung. 2015. Banyak hal Positif dari Aktivitas Remaja Masjid. Jakarta: Republika Online.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2004.Psiologi Remaja, Jakarta: PT. Grafindo Persada. Yusuf, Syamsu. 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:

Remaja Rosda karya.

Walgito, Bimo, 2003,Psikologi Sosial: suatu Pengantar, Yogyakarta: PT. Remaja Rosdakarya.


(4)

92

Yani, Ahmad, 2008.Panduan Memakmurkan Masjid. Jakarta: DEA Press.

Yusuf, Syamsu. 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Reamaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Zahroatuz. 2012. Makalah Perkembangan Agama Pada Usia Remaja dan Dewasa. Dalam http:/zahroatuz.blogspot.com/2012/05/perkembangan-agama-pada-usia-remaja-dan dewasa.html.


(5)

(6)