tetapi dari segi yuridis, jelas terdapat perbedaan diantara kedua putusan itu, karena pada putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum masih member kemungkinan
untuk mengajukan kasus tersebut dalam peradilan perdata. Selanjutnya, bagaimana halnya jika dalam putusan pelepasan dari segala
tuntutan hukum ternyata terdakwa berada dalam status tahanan? Mengenai tata caranya serupa dengan yang berlaku pada putusan pembebasan. Oleh karena itu, jika
pada putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum terdakwanya berada dalam tahanan, pada saat putusan dijatuhkan harus dibarengi dengan perintah untuk
membebaskan terdakwa dari tahanan sesuai dengan tata cara yang diatur pada pasal 191 ayat 3 dan pasal 192. Berarti, dengan adanya perintah hakim untuk
mengeluarkan atau membebaskan terdakwa dari tahanan, jaksa harus “segera” membebaskan terdakwa sesaat setelah putusan diucapkan, dan jaksa membuat
laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah pembebasan tersebut, yang dilampiri dengan “surat pelepasan” yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 3 x 24 jam.
75
c. Putusan Pemidanaan
Veroordeling
Bentuk putusan pemidanaan diatur dalam pasal 193 ayat 1 KUHAP. Pemidanan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang
ditentukan dalam pasal tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Sesuai
75
Ibid. hal. 354.
dengan pasal 193 ayat 1 KUHAP
76
, penjatuhan pemutusan pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian pengadilan. Jika pengadilan berpendapat dan
menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa. Atau
dengan penjelasan lain, apabila menurut pendapat dan penilaian pengadilan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kesalahan tindak pidana yang
didakwakan kepadanya sesuai dengan sistem pembuktian dan asas batas minimum pembuktian yang ditentukan dalam pasal 183 KUHAP, kesalahan terdakwa telah
cukup terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah member keyakinan kepada hakim, terdakwalah pelaku tindak pidananya.
Putusan yang menjatuhkan hukuman pemidanaan kepada seorang terdakwa tiada lain daripada putusan yang berisi perintah menghukum terdakwa sesuai dengan
ancaman pidana yang disebut dalam pasal pidana yang didakwakan. Memang benar, hakim dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman pidana yang akan dikenakan
kepada terdakwa adalah bebas. Undang-undang memberi kebebasan kepada hakim untuk menjatuhkan pidana antara hukuman “minimum” dan “maksimum” yang
diancamkan dalam pasal pidana yang bersangkutan, sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal 12 KUHP
77
. Namun demikian, titik tolak hakim menjatuhkan putusan pemidanaan, harus didasarkan pada ancaman yang disebutkan dalam pasal pidana
76
KUHAP dan Penjelasannya, Op.cit., hal. 91.
77
Dalam Pasal 12 KUHP tersebut dijelaskan bahwa adanya hukuman minimum dan maximum yaitu hukuman penjara itu lamanya maximum seumur hidup atau untuk sementara, dan
minimum atau sementara itu sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya 15 tahun berturut-turut KUHP Pasal 97.
yang didakwakan. Terserah pada penilaiannya seberapa beratkah hukuman pidana yang pantas dijatuhkan kepada terdakwa sesuai dengan berat ringannya kesalahan
terdakwa dalam perbuatan tindak pidana yang dilakukannya. Sebagimana yang dapat dilihat dalam berbagai keputusan Mahkamah Agung, antara lain dalam putusan
tanggal 17 Januari 1983 No. 553KPid1982, yang menegaskan bahwa “mengenai hukuman adalah wewenang judex factie yang tidak tunduk pada kasasi, kecuali
apabila judex factie menjatuhkan hukuman yang tidak diatur oleh undang-undang, atau kurang memberikan pertimbangan tentang hal-hal yang memberatkan dan
meringankan hukuman.” Mari kita lihat bagaimana menempatkan terdakwa dalam putusan pemidanaan.
Yang dimaksudkan dengan bagaimana menempatkan terdakwa dalam putusan pemidanaan ialah mengenai “status terdakwa”. Status apakah yang dapat
diperintahkan pengadilan terhadap seorang terdakwa berbarengan dengan saat putusan pemidanaan diucapkan? Untuk melihat status terdakwa yang dapat
diperintahkan pengadilan berbarengan dengan putusan yang diucapkan, berpedoman kepada pasal 193 ayat 2 KUHAP. Dari ketentuan ayat 2 ini, ada berbagai status
yang dapat diperintahkan pengadilan terhadap seorang terdakwa yang dijatuhi dengan hukuman pidana.
a. Jika Terdakwa Tidak Ditahan