ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan.
36
3. Pendekatan Konsep conceptual approach
Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep asas nebis in idem dalam hukum pidana, sehingga diharapkan penormaan dalam aturan hukum
tidak lagi memungkinkan ada pemahaman yang ambigu dan kabur sehingga menjadi celah bagi aparat penegak hukum dalam menuntut terdakwa sekali lagi
lantaran perbuatan peristiwa pidana yang baginya telah di putus oleh hakim.
c. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder terdiri dari :
1. Bahan Hukum Primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang
di urut berdasarkan hierarki perundang-undangan mulai dari UUD 1945, TAP MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan aturan lain di bawah undang-
undang, serta Putusan-putusan Pengadilan yang menyangkut Asas Ne bis in Idem dalam hukum pidana.
2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku
teks, hasil-hasil penelitian, artikel-artikel hukum di majalah, surat kabar, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan jurnal ilmiah
hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
36
Ibid. hal.94
3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
d. Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan tekhnik kepustakaan library research, yaitu meneliti sumber bacaan yang berhubungan
dengan topik dalam tesis ini, seperti : buku-buku hukum, majalah hukum, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian,
pendapat para sarjana, dan bahan-bahan penunjang lainnya.
e. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses pengorganisasian dan mengurutkan data pada suatu pola kategori dan satuan. Data-data yang diperoleh melalui studi pustaka
dikumpulkan, diurutkan, dan diorganisasikan dalam satu pola, kategori dan satuan uraian dasar.
37
Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan cara kualitatif yakni dengan mempelajari, menganalisis dan memperhatikan kualitas serta kedalaman data
sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
37
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kwalitatif, Remaja Rosdakarya, Cet.ke. 10, Bandung, 1999, hal. 103.
BAB II LANDASAN FILOSOFIS DAN YURIDIS DARI LAHIRNYA
ASAS NE BIS IN IDEM
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dari lahirnya asas ne bis in idem dalam hukum pidana adalah adanya jaminan kepastian hukum seseorang dalam melakukan suatu tindak
pidana. Kepastian hukum berarti bahwa dengan adanya hukum, setiap orang mengetahui yang mana dan seberapa haknya dan kewajibannya. Kegunaaannya ialah
terciptanya ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat karena adanya hukum tertib rechtsorde, sedangkan dengan keadilan dimaksudkan setiap orang
tidak akan merasa dirugikan kepentingannya dalam batas-batas yang layak. Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum
memberikan perlindungan hukum kepada seluruh warga negaranya dengan meletakkan kepastian hukum
38
sebagai asas dalam penegakan hukum berdasarkan kaedah umum, bahwa penjatuhan hukuman harus setimpal dengan kesalahannya.
Pelaksanaan hukum dalam kehidupan masyarakat sehari-hari mempunyai arti yang sangat penting karena apa yang menjadi tujuan hukum justru terletak pada
pelaksanaan hukum itu. Ketertiban dan ketentraman hanya dapat diwujudkan dalam
38
Istilah kepastian hukum dalam hukum pidana Indonesia mengacu kepada kepada kodifikasi hukum Code Napoleon 1804 dan dengan menggunakan istilah itu, diluar kodifikasi itu tidak diakui
adanya aturan hukum, sehingga hukum yang diterapkan Hakim hanya apa yang tercantum dalam kitab undang-undang itu saja. Jadi undang-undanglah yang dipandang sebagai satu-satunya sumber hukum.
Pandangan ini bertumpu pada anggapan bahwa hukum itu berasal dari kehendak mereka yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam negara, ialah berasal dari kehendak pembentuk undang-undang.
Penciptaan hukum diluar pembentukan undang-undang tidak diakui. Lihat Sudarto, Kapita Selekta Hukum, Cet. II., Bandung, Alumni, 1986, hal. 53-54.