Peran Pengawas Ketenagakerjaan Dalam Mengawasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

(1)

DALAM MENGAWASI PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

(JAMSOSTEK)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

WELSON SYAHPUTRA A 050200155

Departemen Hukum Administrasi Negara Program Kekhususan Hukum Perburuhan

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI………..ii

ABSTRAKSI……….iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalahan... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10

D. Keaslian Penulisan ... 13

E. Tinjauan Kepustakaan ... 14

F. Metode Penulisan ... 17

G. Sistematika Penulisan... 21

BAB II PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN JAMSOSTEK OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN ... 24

A. Gambaran umum seputar pengawas ketenagakerjaan... 24

B. Tata cara pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)... 26

C. Pengaturan Kewenangan pengawasan pelaksanaan Jamsostek oleh pengawas ketenagakerjaan... 31


(3)

BAB III HUBUNGAN ANTARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN PELAKSANAAN JAMSOSTEK DEMI PERLINDUNGAN TERHADAP HAK

BURUH……….41

A. Jamsostek sebagai upaya perlindungan terhadap hak-hak buruh ... 41

B. Pengawas Ketenagakerjaan sebagai instrument terpenting dalam mengawasi pelaksanaan jamsostek ... 50

C. Hubungan pengawasan dan pelaksanaan jamsostek menurut UU yang berlaku... 64

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI KENDALA YANG DIHADAPI PENGAWAS KETENAGAKERJAAN DALAM PENGAWASAN PELAKSANAAN JAMSOSTEK... 69

A. Faktor internal ... 69

1. Kelembagaan ... 71

2. Peraturan... 71

3. Sumber Daya Manusia ... 72

B. Faktor eksternal ... 72

1. Kendala dari Pengusaha ... 73

2. Kendala dari Pekerja/Buruh ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan... 75

B. Saran... 75


(4)

Peran Pengawas Ketenagakerjaan

Dalam Mengawasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

ABSTRAKSI

Welson Syahputra A*

Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum** Dr. Agusmidah, SH, M.Hum***

Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang pelaksanaannya didelegasikan kepada badan penyelenggara yaitu PT Jamsostek (Persero). Program Jamsostek bertujuan untuk memberikan perlindungan sosial dan ekonomis bagi pekerja maupun keluarganya. Program Jamsostek yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek adalah bentuk perlindungan jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat dasar yang terdiri dari empat program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

Dalam mengawasi pelaksanaan perundang-undangan ketenagkerjaan, maka pemerintah membentuk sebuah lembaga yang berkewajiban untuk mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan dalam ketenagakerjaan, termasuk peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan program jamsostek.

Pengawas ketenagakerjaan dibentuk oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di masing-masing Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dalam melaksanakan tugasnya maka setiap pengawas ketenagakerjaan harus selalu menjaga kordinasi sesuai dengan hirearki pemerintahan.

Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, pengawas

ketenagakerjaan juga mengalami kendala-kendala. Kendala yang dihadapi oleh pengawas ketenagakerjaan ini dapat menyebabkan kurang efektifnya fungsi pengawasan sehingga pelanggaran-pelenggaran ketenagakerjaan masih ada saja terjadi sehingga merugikan hak-hak pekerja/buruh.

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU Stambuk 2005

**Staf Pengajar Fakultas Hukum USU/ Dosen Pembimbing I ***Staf Pengajar Fakultas Hukum USU/ Dosen Pembimbing II


(5)

KATA PENGANTAR

Sujud syukur dengan hati tulus penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia serta bimbingannya selama hidup penulis sehingga penulis masih diberikan kesempatan dan umur yang panjang dan dapat mengalami pengalaman-pengalaman spiritual yang menghangatkan kalbu dan memberikan jalan kehidupan.

Dalam perjalanan akademisi yang penulis jalani akhirnya penulis sampai disaat dimana penulis harus menyelesaikan perjalanan akademis dengan menyusun skripsi guna melengkapi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini diberi judul “Peran Pengawas Ketenagakerjaan Dalam Mengawasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)”.

Penulis menyadari akan selalu ada kekurangan baik menyangkut substansi maupun teknik penulisan. Oleh karenanya penulis mengharapkan saran, dan ide-ide yang konstruktif dari siding pembaca. Dalam kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH,M.Hum selaku Pembantu

Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syarifuddin Hasibuan, SH.MH,DFM selaku Pembantu Dekan II


(6)

4. Bapak Muhammad Husni,SH,M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Suria Ningsih,SH,M.Hum selaku ketua Departemen Hukum

Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting SH,M.Hum selaku Ketua Program

Kekhususan Hukum Perburuhan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I.

7. Ibu Dr. Agusmidah, SH,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang

banyak menuntun penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi.

8. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang telah member bekal ilmupengetahuan kepada penilis.

9. Ibu Dra. Akrida dan seluruh pegawai di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Kotamadya Medan.

Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, Bapak B. Aritonang dan Ibunda E,N Manullang yang selalu melimpahkan kasih saying dan perhatiannya, yang dengan kesabarannya akhirnya mengantarkan penulis ketahap ini. Ucapan terima kasihku tidak akan senilai dengan semua yang telah Bapak dan Ibu perjuangkan. Seluruh nilai tata laku dan pelajaran pahit getir dan indahnya kehidupan yang telah diajarkan adalah modal yang tak ternilai bagi penulis. Juga kepada seluruh keluarga besar penulis, terimakasaih atas semua doa, perhatian dan dukungannya selama ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan untuk semua orang yang kenal sama penulis dan yang pernah singgah dalam komunitas kehidupan penulis tanpa melihat baik buruk kesan yang ditinggalkan dan diberikan karena


(7)

orang-orang yang pernah dekat dengan penulis merupakan partner dalam mengenal hidup dan menempa diri menjadi menusia seutuhnya.

Akhirnya, semoga karya ini member sumbangan bagi perkembangan pengetahuan khususnya bidang hukum perburuhan dan dapat menjadi lilin yang menerangi kebaikan dan kemanusiaan.

Medan, September 2011 Penulis


(8)

(9)

Peran Pengawas Ketenagakerjaan

Dalam Mengawasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

ABSTRAKSI

Welson Syahputra A*

Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum** Dr. Agusmidah, SH, M.Hum***

Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang pelaksanaannya didelegasikan kepada badan penyelenggara yaitu PT Jamsostek (Persero). Program Jamsostek bertujuan untuk memberikan perlindungan sosial dan ekonomis bagi pekerja maupun keluarganya. Program Jamsostek yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek adalah bentuk perlindungan jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat dasar yang terdiri dari empat program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

Dalam mengawasi pelaksanaan perundang-undangan ketenagkerjaan, maka pemerintah membentuk sebuah lembaga yang berkewajiban untuk mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan dalam ketenagakerjaan, termasuk peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan program jamsostek.

Pengawas ketenagakerjaan dibentuk oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di masing-masing Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dalam melaksanakan tugasnya maka setiap pengawas ketenagakerjaan harus selalu menjaga kordinasi sesuai dengan hirearki pemerintahan.

Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, pengawas

ketenagakerjaan juga mengalami kendala-kendala. Kendala yang dihadapi oleh pengawas ketenagakerjaan ini dapat menyebabkan kurang efektifnya fungsi pengawasan sehingga pelanggaran-pelenggaran ketenagakerjaan masih ada saja terjadi sehingga merugikan hak-hak pekerja/buruh.

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU Stambuk 2005

**Staf Pengajar Fakultas Hukum USU/ Dosen Pembimbing I ***Staf Pengajar Fakultas Hukum USU/ Dosen Pembimbing II


(10)

 

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat industri memiliki peran yang penting dalam kelangsungan proses peradaban suatu bangsa bahkan dunia. Tenaga kerja/buruh merupakan elemen terpenting dalam masyarakat industri karena perkembangan suatu industri sangat tergantung pada kualitas dan kwantitas tenaga kerja/buruh. Sejarah peradaban manusia dimulai dari entitas manusia pekerja yang selalu mengalami tranformasi dalam pekejaannya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman. Dalam perjalanannya, pekerja/buruh juga tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan sosial yang menimpa mereka sehingga menempatkan mereka sebagai kaum yang termarjinalkan dan hanya sebagai pelengkap industri semata sehingga tidak jarang terjadi pelanggaran-pelanggaran hak mereka sebagai pekerja/buruh bahkan sebagai manusia.

Pekerjaan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap warga negara sebagai salah satu upaya konkret dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat negara tersebut. Indonesia sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi setiap hak warga negaranya juga menyadari hal tersebut sehingga dalam sejarah pembentukan negara Indonesia juga menyertakan hak warga negara dalam memperoleh pekerjaan sebagaimana tertulis dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.


(11)

D. Katz membedakan empat jenis kepuasan yang didapatkan seseorang

dari pekerjaannya, yaitu:1

a) Kepuasan yang langsung diberikan oleh suatu pekerjaan sebagai

cara untuk mengungkapkan diri, menjelmakan cita-citanya, pandangan, kecakapan, atau mewujudkan sesuatu yang khas dari pribadi

b) Kebanggaan karena termasuk kedalam suatu kelompok kerja atau

suatu golongan kerja tertentu, sebagai ungkapan dari hasrat individu untuk selalu menghubungkan diri dengan sesuatu kolektivita

c) Kepuasan yang diberikan oleh gaji, upah, jaminan sosial dan

fasilitas lain, yang diberikan karena sangkut pautnya dengan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan seseorang dan masyarakat disekelilingnya

d) Kepuasan yang diperoleh dari identifikasi diri dengan perusahaan,

yang ada hubungan dengan cita-cita pribadi dan sifat-sifat kepribadiannya yang khas (karakteristik).

Oleh karena itu negara juga memiliki peran dan kewajiban yang penting dalam mengupayakan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi warga negaranya. Ketiga pilar negara yaitu lembaga eksekutif melalui kebijakan-kebijakannya, lembaga yudikatif melalui wewenang legislasi dan lembaga yudikatif melalui wewenang yudikasinya harus menempatkan permasalahan ketenagakerjaan sebagai salah satu point konsentrasi yang diutamakan.

       1


(12)

Dalam sejarah perjalanan hukum di Indonesia erat kaitannya dengan pemasalahan-permasalahan ketenagakerjaan, hal ini dapat kita lihat dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang diatur bersama-sama lembaga legislatif dalam bentuk undang-undang maupun peraturan pemerintah (legislative and bureaucracy policy) seperti Undang-Undang No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan, Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang No.3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-undang N0,21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan ILO Convention No.81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No.81 Pengawasan ketenagakerjaan dalam Industry dan perdagangan), Peraturan Presiden No.21 Tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, dan lainnya.

Peraturan-peraturan tersebut merupakan sebagai upaya nyata pemerintah sebagai lembaga pengambil kebijakan untuk memberikan legitimasi atas perlindungan hak pekerja/buruh. Namun peran pemerintah tidak boleh terhenti disitu karena perkembangan ketenagakerjaan yang selalu dinamis dan kompleksnya permasalahan ketenagakerjaan harus tetap menjadi fokus pemerintah sehingga peraturan-peraturan yang sudah ada harus terus diawasi pelaksanaannya. Dalam pengawasan tersebut maka pemerintah pusat harus terus bersinergi dan membangun koordinasi yang baik dengan pemerintah daerah sehingga tugas pengawasan tersebut dapat berjalan secara maksimal.

Imam soepomo membagi Hukum Perburuhan menjadi lima bidang, yaitu:2

a) Bidang pengerahan dan penempatan tenaga kerja

       2

Imam soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003, hal. 11


(13)

b) Bidang hubungan kerja

c) Bidang kesehatan kerja

d) Bidang keamanan kerja

e) Bidang jaminan sosial.

Menurut International Labour Organisation (ILO), jaminan sosial adalah jaminan yang diberikan kepada masyarakat melalui suatu lembaga tertentu yang dapat membantu anggota masyarakat dalam menghadapi resiko yang mungkin dialaminya, misalnya jaminan pemeliharaan kesehatan atau bantuan untuk mendapatkan pekerjaan yang bermanfaat.

Lebih lanjut ILO menyebutkan ada 3 kriteria yang dipenuhi agar suatu kegiatan dapat dikatakan program jaminan sosial, sebagai berikut:

a) Tujuan berupa perawatan medis yang bersifat penyembuhan atau

pencegahan penyakit, memberikan bantuan pendapatan apabila terjadi kehilangan sebagian atau keseluruhan pendapatan, atau menjamin pendapatan tambahan bagi orang yang bertanggung jawab terhadap keluarga.

b) Terdapat undang-undang yang mengatur tentang hak dan

kewajiban lembaga yang melaksanakan kegiatan ini.

c) Kegiatan dilakukan oleh suatu lembaga tertentu.

Sesuai dengan amanat konstitusi, di Indonesia penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Hal ini dipertegas dengan amandemen UUD 1945, dimana perubahan Pasal 34 ayat 2, yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh


(14)

rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan negara, Indonesia seperti halnya barbagai negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja disektor formal.

Pada tanggal 19 Oktober tahun 2004 sebagai realisasi pasal 34 ayat 2 UUD 1945 telah disahkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang sistem Jaminan Sosial Nasional yang bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya dan diselenggarakan berdasarkan pada prinsip:

a) Kegoton-royongan;

b) Nirlaba;

c) Keterbukaan;

d) Kehati-hatian;

e) Akuntabilitas;

f) Portabilitas;

g) Kepesertaan bersifat wajib;

h) Dana amanat;

i) Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya

untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta.

Program jaminan sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan buruh sudah diatur secara sistematis dalam peraturan-peraturan hukum positif di Indonesia


(15)

sehingga terciptanya perlindungan hak-hak para pekerja/buruh. Oleh karena itu pemerintah juga harus dapat memberikan garansi agar peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah ketenagakerjaan tersebut dapat dilaksanakan oleh seluruh pelaku industri.

Pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pengusaha masih saja terjadi terutama dalam hal pelaksanaan jamsostek, hal ini dapat kita lihat dari berita-berita di media elektronik maupun media cetak. Salah satunya kasus dugaan pelanggaran jamsostek yang dilakukan oleh Direktur PT Multi Jaya Mandiri dan mantan Manajer PLN Sumbagut Pembangkitan Sicanang

Ernawan AB.3 Kalau dieksplorasi lebih jauh masih banyak

pelanggaran-pelanggaran lainnya yang melibatkan pengusaha dan oleh karena itu peran Pemerintah sangat dibutuhkan untuk mencegah dan menindak pelanggaran-pelanggaran ketenagakerjaan.

Salah satu upaya pemerintah dalam menegakkan peraturan perundang-undangan yang mengatur dan melindungi hak buruh khususnya dalam pelaksanaan program jamsostek adalah melelui fungsi pengawasan ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan peerundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Dalam kegiatan pengawasan ketenagakerjaan ini terdapat beberapa subsitem yaitu pola pendidikan, operasional, ketatalaksanaan serta mekanisme operasional pengawas ketenagakerjaan. Pola pendidikan menyediakan pengawas ketenagakerjaan baik umum maupun spesialis. Sedangkan pola operasional

       3


(16)

merupakan pengaturan interaksi antar pegawai pengawas. Kemudian ketatalaksanaan merupakan pendukung administrasi pelaksanaan

pengawasan. . Keseluruhan pola tersebut antara pola yang satu dengan pola yang lainnya

saling mempengaruhi dan saling ketergantungan. Katakanlah pola operasional tidak dapat berjalan apabila pola pendidikan sebagai sarana pengadaan pegawai pengawas tidak diselenggarakan karena tidak ada pegawai pengawas yang mengoperasikan sistem. Begitu seterusnya. Dengan demikian tidak berjalan dengan baik salah satu sub sistem akan berakibat tidak berjalan sistem itu sendiri. Kaitannya dengan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana diketahui adalah perusahaan dan tenaga kerja. Untuk dapat dilaksanakan 2 obyek tersebut secara tuntas maka pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagai pegangan adalah sistem pengawasan kaitan dengan mekanisme operasional pengawasan ketenagakerjaan. Bila ini dipenuhi maka pegawai pengawas sebagai ujung tombak, mata hukum (law of eyes) serta sumber data akan terwujud. Semoga pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia mengalami peningkatan.

Tugas pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pegawai pengawas ketenagakerjaan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk. Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan diatur dengan Keputusan Presiden. Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiripada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang


(17)

ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Unit kerja pelaksana pengawasan ketenagakerjaan mempunyai dua kewajiban.

a) Wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan

ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja, khusus bagi unit kerja pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

b) Wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut

dirahasiakan dan tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Secara luas, pengawas ketenagakerjaan memiliki kewajiban agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan dan dipatuhi oleh para pelaku industry sehingga fungsi pengawasan harus terus dioptimalkan dan dimaksimalkan pelaksanaannya demi tercapainya amanat konstitusi dan demi kesejahteraan buruh dan keberlangsungan industri.

Hal-hal tersebut diatas yang menjadi latarbelakang penulis untuk mengadakan penelitian dengan mengangkat judul skripsi : “ Peran Pengawas Ketenagakerjaan dalam Mengawasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja “.

B. Perumusan Masalah

Menyadari akan pentingnya program jaminan sosial bagi perlindungan dan kesejahteraan buruh dan demi berlangsungnya proses industri maka pemerintah membuat suatu regulasi yang sistematis melalui peraturan perundang-undangan dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perundang-undangan tersebut.


(18)

Pengawasan ketenagakerjaan merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh. Keseimbangan tersebut diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja.

Agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan pengawasan ketenagakerjaan yang independen dan kebijakan yang sentralistik. Selama ini pengawasan ketenagakerjaan diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Kedua Undang-undang tersebut secara eksplisit belum mengatur mengenai kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta supervisi tingkat pusat sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 Konvensi ILO Nomor 81. Dengan meratifikasi Konvensi ILO No. 81 memperkuat pengaturan pengawasan ketenagakerjaan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dan sebagai anggota ILO mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan ketentuan yang bersifat internasional termasuk standar ketenagakerjaan internasional.


(19)

Dengan memperhatikan latar belakang ini dan dengan memperhatikan judul penelitian, maka perlu kiranya dirumuskan beberapa butir permasalahan yang bertujuan sebagai pedoman penelitian dan pembahasan skripsi ini agar mencapai sasaran.

Adapun permasalahan-permasalahan yang menjadi titiktolak dan dasar penelitian dan pembahasan adalah :

1) Bagaimana peran dan fungsi Pengawas Ketenagakerjaan dalam hal

pelaksanaan Jamsostek?

2) Bagaimana hubungan antara Pengawas Ketenagakerjaan dengan

pelaksanaan Jamsostek terutama untuk melindungi hak pekerja/buruh?

3) Faktor-faktor apa yang menjadi kendala Pengawas Ketenagakerjaan

khususnya dalam pengawasan pelaksanaan Jamsostek?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Secara umum yang menjadi tujuan penulis membahas skripsi ini adalah guna melengkapi dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, disamping untuk membiasakan penulis dalam menyusun suatu karya ilmiah. Disamping itu tulisan ini ditujukan untuk mengetahui kesenjangan (gap) antara das sollen dan das sein atau perbedaan antara yang seharusnya dengan kenyataan sesungguhnya terjadi dilapangan khususnya dalam pengawasan ketenagakerjaan oleh Pengawas Ketenagakerjaan.


(20)

Beberapa tujuan khusus yang ingin penulis sampaikan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

a) Untuk mengetahui peran dan fungsi Pengawas Ketenagakerjaan dalam

pelaksanaan Jamsostek

b) Untuk mengetahui hubungan antara Pengawas Ketenagakerjaan

dengan pelaksanaan Jamsostek terutama tentang peningkatan kesejahteraan buruh

c) Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Pengawas

Ketenagakerjaan dan bagaimana mengatasi kendala-kendala tersebut dalam pengawasan pelaksanaan Jamsostek.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan skripsi ini antara lain:

a. Secara teoritis, yakni memberikan dasar untuk mengadakan

penelitian lebih lanjut serta untuk kepentingan ilmu pengetahuan dalam rangka pembinaan dan pembangunan nasional pada umumnya dan hukum perburuhan pada khususnya serta memberikan penjelasan tentang masalah-masalah yang ada kaitannya dengan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha dalam melaksanakan perundang-undangan ketenagakerjaan.

b. Secara praktis, secara praktis tulisan ini diharapkan bermanfaat

bagi mereka yang terlibat langsung dalam hubungan industrial. Pertama, pekerja/buruh diharapkan mampu memberikan penjelasan perihal hak-hak mereka, sehingga para pekerja/buruh tidak akan menuntut lebih maupun dirugikan dari apa yang telah ditetapkan


(21)

oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU No.3 tahun 1992 tentang Jamsostek. Kedua, pengusaha yang maksudnya agar pengusaha paham akan kewajiban yang harus mereka penuhi terhadap para pekerja/buruh dan dapat menjadi pedoman praktis bagi pekerja/buruh dan pengusaha. Ketiga, pemerintah yang maksudnya agar dari fakta-fakta yangterungkap nantinya pemerintah diharapkan mampu menciptakan suatu peraturan yang berpihak kepada kedua belah pihak (pekerja/buruh dan pengusaha), dengan demikian perselisihan hak dan kewajiban yang terjadi dapat dihindari atau paling tidak dikurangi. Keempat, Pengawas Ketenagakerjaan sebagai pengaawas perundang-undangan ketenagakerjaan yang maksudnya agar dari fakta-fakta yang didapat dari hasil penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan dan evaluasi guna meningkatkan efisiensi, pelayanan dan peningkatan mutu pengawasan yang dijalankan.

Disamping itu, tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa yang telah mengetahui secara jelas hak-hak pekerja sehingga dapat menerapkannya secara langsung dalam dunia nyata di kemudian hari dan bagi masyarakat luas kiranya tulisan ini mampu memberikan penjelasan atas setiap persoalan yang selama ini ada.

Skripsi ini juga penulis ajukan kepada Almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta untuk menembah bahan masukan bagi rekan mahasiswa yang berminat mendalami hukum perburuhan.


(22)

D. Keaslian Penulisan

Fakta-fakta yang akurat dan sumber yang terpercaya menjadi landasan penulis dalam penulisan dan penyajian skripsi ini sehingga apa yang tersaji dalam skripsi ini tidak jauh dari kebenarannya. Penulisan skripsi ini sendiri adalah berdasarkan hasil pemikiran penulis sendiri, yang mana setelah penulis membaca dan melihat bahwa pada saat sekarang ini pengawasan ketenagakerjaan terutama yang berkaitan dengan program Jamsostek masih banyak terdapat kelemahan sehingga fungsi pengawasan masih kurang maksimal dan optimal. Tidak jarang hal tersebut membuka peluang bagi para pengusaha untuk mengabaikan hak-hak buruh terutama dalam pemberian layanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Masalah lainnya yang menambah ketertarikan penulis untuk meneliti masalah pengawasan ketenagakerjaan dalam pelaksanaan jamsostek ini dan membahasnya lebih lanjut menjadi sebuah skripsi yaitu kurangnya sosialisasi program Jamsostek kepada buruh dan kurang maksimalnya pengawasan terhadap pelaksanaan program Jamsostek tersebut.

Kemudian setelah penulis memeriksa judul-judul skripsi yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, maka judul mengenai “Peran Pengawas Ketenagakerjaan dalam Mengawasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)” ternyata belum ada yang mengangkatnya. Atas dasar itu penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini secara ilmiah. Bila dikemudian hari terdapat permasalahan dan pembahasan yang sama sebelum skripsi ini dibuat, saya dapat mempertanggungjawabkannya.


(23)

E. Tinjauan Kepustakaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata peran mengandung makna sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan dalam terjadinya peristiwa atau hal dan pekerjaan yang dibebankan, atau sesuatu yang ditentukan

untuk dilakukan.4

Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang

ketenagakerjaan.5

Pengawas Ketenagakerjaan atau disebut juga sebagai pegawai pengawas adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja yang melakukan fungsi pengawasan

ketenagakerjaan (Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja).6

Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti dari sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin,

hari tua dan meninggal dunia.7

Setiap tenaga kerja berhak atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka setiap perseorangan atau pengusaha wajib menyelenggarakannya dan pemerintah memiliki kewajiban untuk mengawasi pelaksanaan pelayanan Jamsostek.

       4

Suharso & Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang: Widya Karya, 2005, hal.371

5

Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004, hal.23 6

Sendjun H Manullang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001, hal.125

7

C.S.T.Kansil, Pokok-pokok Hukum Jamsostek, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997, hal. 27


(24)

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengertian tenaga kerja sebagaimana yang tertulis dalam pasal 1 butir 2 (dua) adalah “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.

Pengusaha adalah :8

a. Orang persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu

perusahaan milik sendiri;

b. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri

menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili

perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja meliputi :9

1. Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan.

2. Jaminan kematian

Jaminan kematian diperuntukan bagi ahli waris tenaga kerja yang menjadi peserta Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja.       

8

Ibid. hal 27 9


(25)

Jaminan kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.

3. Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Pemeliharaan Kesehatan adalah hak tenaga kerja. JPK adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan secara efektif dan efisien.

Kebijaksanaan pengawasan ketenagakerjaan secara operasional ditetapkan

sebagai berikut :10

1) Pengawasan ketenagakerjaan diarahkan kepada usaha preventif dan

edukatif, namun demikian tindakan represif baik yang yustisial maupun non yustisial akan dilaksanakan secara tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang secara sengaja melanggar ataupun telah berkali-kali diperingatkan akan tetapi tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

       10


(26)

2) Unit dan aparat pengawasan diharapkan lebih peka dan cepat bertindak terhadap masalah-masalah yang timbul dan mungkin timbul di lapangan, sehingga masalahnya tidak meluas atau dapat diselesaikan dengan tuntas (tidak berlarut-larut).

3) Aparat pengawasan dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan

diharuskan turun langsung kelapangan untuk melihat permasalahannya secara langsung, sehingga dapat dijamin obyektifitasnya.

4) Pemanfaatan aparat pengawas secara optimal sehingga dapat menjangkau

obyek pengawasan seluas mungkin khususnya pada sektor-sektor yang dianggap rawan dan strategis.

F. Metode Penelitian

Suatu karya tulis ilmiah haruslah disusun berdasarkan data-data yang benar dan bersifat objektif sehingga dapat diuji kebenarannya. Data adalah kumpulan keterangan-keterangan baik tulisan maupun lisan untuk membantu dan menunjang penelitian.

Penelitian itu sendiri berasal dari bahasa Inggris “research” yang berasal dari kata re yang artinya kembali dan to search yang artinya mencari. Dengan demikian secara harafiah kata research berarti mencari kembali. Menurut Hillway, research (penelitian) tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah-masalah tersebut.11

       11

Fahroni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006, hal. 28


(27)

Dalam melakukan penelitian yang bertujuan menjawab permasalahan-permasalahan yang diangkat penulis, maka penulis mempergunakan dua jenis penelitian yakni metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian empiris.

Metode penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doctrinal. Pada penelitian ini seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap

pantas.12

Dengan mempergunakan penelitian normative, penulis mencoba untuk mengkaji dan mempelajari sejumlah peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum bagi terselenggaranya program jaminan sosial tenaga kerja. Dimulai dari Undang-Undang hingga Peraturan Menteri Tenaga Kerja sebagai peraturan dan petunjuk teknis pelaksanaan program Jamsostek.

Melalui penelitian empiris, penulis mencoba menggali dan mengkaji bagaimana aspek penerapan kaedah-kaedah dan ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di lapangan. Dalam hal ini penulis secara langsung terjun melakukan penelitian dan pengumpulan data-data di Dinas Tenaga Kerja Kota Medan,

Agar memperoleh data yang akurat, penulis mencoba melakukan 2 (dua) bentuk atau model penelitian, yaitu:

1) Penelitian kepustakaan (library research)

       12

Amiruddin, Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode penelitian Hukum, Raja Grafindo, hal. 34


(28)

Dengan metode ini, penulis memperoleh data dengan mencari dan menelusuri bahan-bahan di perpustakaan sebagai literatur dan referensi dalam penyusunan materi yang antara lain berupa sejumlah buku, himpunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan obyek pembahasan skripsi ini. Disamping itu, penulis juga memanfaatkan artikel, Koran dan majalah serta media elektronik untuk mendukung keakuratan data yang disampaikan. Semuanya itu dimaksudkan untuk memperoleh data atau bahan yang bersifat teoritis yang berfunsi sebagai bahan dasar untuk melengkapi data-data dan bahan-bahan yang diperoleh melalui penelitian lapangan.

2) Penelitian Lapangan (field research)

Dalam hal ini langkah-langkah penelitian yang penulis gunakan meliputi :

a) Tempat Penelitian

Sesuai dengan judul tulisan yang penulis kemukakan maka penelitian akan berlokasi di Dinas Tenaga Kerja Kota Medan

b) Narasumber

Narasumber adalah seorang dari populasi yang berkompeten dibidangnya yang darinya dihimpun informasi yang berkaitan dengan penulisan skripsi. Dalam penentuan narasumber ini penulis memilih seorang petugas pengawas ketenagakerjaan di Dinas Tenaga Kerja Kota Medan yaitu Dra. Akrida

c) Jalannya Penelitian

Umumnya penelitian dimulai dengan pengidentifikasian, pemilihan, perumusan masalah serta menelaah kepustakaan. Seperti kita ketahui bahwa permasalahan akan timbul apabila terjadi ketidakpahaman akan


(29)

hak dan kewajiban pengusaha atau pekerja dan pemerintah dalam hubungannya masing-masing. Dengan diadakannya penelitian perihal peran pengawas ketenagakerjaan dalam mengawasi pelaksanaan jamsostek diharapkan dapat memperbaiki pelaksanaan perundang-undangan ketengakerjaan terutama masalah jamsostek.

d) Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan penulis melakukan beberapa cara, antara lain :

a. Wawancara (interview)

Dalam hal ini penulis melakukan wawancara langsung dengan pihak pegawai Dinas Tenaga Kerja Kota Medan dengan terlebih dahulu mempersiapkan pedoman wawancara (guide interview).

b. Studi dokumentasi

Dalam studi ini penulis akan membaca dan mempelajari berbagai dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan proses pengawasan ketenagakerjaan di Dinas Tenaga Kerja Kota Medan.

e) Analisis data

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), peraturan perundang-undangan dan artikel akan dianalisis secara deskriptif dimana penulis semaksimal mungkin berusaha memaparkan data-data yang sesungguhnya dengan menggunakan metode deduktif yakni berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku


(30)

tentang pengawasan ketenagakerjaan dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian. Selain itu penulis juga menggunakan metode induktif, artinya data-data yang khusus mengenai pengawasan ketenagakerjaan akan ditarik kesimpulan umum yang akan digunakan dalam pembahasan selanjutnya.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan sistematika yang secara garis besar terdiri dari 5 (lima) bab dan sejumlah sub bab. Penulis menguraikan secara ringkas pembahasan dalam skripsi ini dengan harapan agar mudah dalam penyusunan dan pemahaman isi serta pesan yang ingin disampaikan.

Secara sistematis penulis membagi skripsi ini kedalam beberapa bab, dimana setiap bab terdiri dari sub bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN, dalam bab ini diuraikan tentang latar perumusan masalah, tujuan dan manfaat yang ingin dicapai melalui penulisan skripsi ini, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian yang dipakai belakang pemikiran penulis sehingga mengangkat permasalahan tersebut, serta sistematika penulisan.

BAB II : PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN JAMSOSTEK OLEH PENGAWAS KRTRNAGAKERJAAN, pada bab ini penulis akan membahas tentang gambaran umum seputar pengawas ketenagakerjaan, tata


(31)

cara pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) dan pengaturan kewenangan pengawasan pelaksanaan jamsostek oleh pengawas ketenagakerjaan.

BAB III : HUBUNGAN ANTARA PENGAWASAN

KETENAGAKERJAAN DENGAN PELAKSANAAN JAMSOSTEK DEMI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN BURUH, dalam bab ini membahas tentang jamsostek sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dan perlindungan hak-hak buruh, pengawas ketenagakerjaan sebagai instrument terpenting dalam mengawasi pelaksanaan jamsostek demi kesejahteraan buruh dan hubungan pengawasan dengan pelaksanaan jamsostek menurut UU yang berlaku.

BAB IV : KENDALA YANG DIHADAPI PENGAWAS

KETENAGAKERJAAN DALAM PENGAWASAN PELAKSANAAN JAMSOSTEK, bab ini membahas tentang kendala teknis, kendala non teknis dan upaya mengatasi kendala yang ada.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN, bab ini merupakan bagian akhir yang memuat kesimpulan dan saran atas setiap permasalahan yang telah dikemukakan.


(32)

BAB II

PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN JAMSOSTEK OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN

A. Gambaran Umum Seputar Pengawas Ketenagakerjaan 1. Pengertian Pengawas Ketenagakerjaan

Ada banyak referensi mengenai pengertian pengawas ketenagakerjaan baik yang disampaikan para ahli maupun yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Dalam peraturan perundang-undangan yang menuliskan pengertian tentang pengawas ketenagakerjaan dapat kita lihat dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menuliskan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. Pengertian ini merupakan pengertian yang juga digunakan di semua peraturan yang mengatur tentang pengawasan ketenagakerjaan sehingga pengertian ini merupakan pengertian yang baku dalam mendefinisikan pengawasan ketenagakerjaan.

Sesuai Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1948 tentang

Pengawasan Ketenagakerjaan, guna pengawasan perburuhan adalah :13

1) Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan perburuhan pada

khususnya.

2) Mengumpulkan bahan keterangan tentang soal hubungan kerja dan

keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya, guna membuat undang-undang dan peraturan perburuhan.

       13

Darwan Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 105


(33)

3) Menjalankan pekerjaan lainnya yang diserahkan kepadanya dengan undang-undang dan peraturan lainnya.

2. Pembentukan Pengawas Ketenagakerjaan

Dalam rangka memenuhi kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan dilakukan pengadaan Pengawas Ketenagakerjaan. Pengadaan Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud, dilaksanakan melalui :

a. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil baru sebagai Pengawas Ketenagakerjaan b. Pendayagunaan Pegawai Negeri Sipil menjadi Pengawas Ketenagakerjaan

Pengadaan Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menteri menetapkan Rencana Kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan

secara nasional. Penetapan Rencana Kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan secara nasional sebagaimana dimaksud dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Presiden ini dan disesuaikan secara berkala 1 (satu)

kali dalam 1 (satu) tahun. Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana

Kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud diatur oleh Menteri.

Dalam rangka memenuhi Pengawas Ketenagakerjaan yang berdaya guna dan berhasil guna dilakukan peningkatan kualitas Pengawas Ketenagakerjaan. Peningkatan kualitas Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat melakukan pembinaan fungsional


(34)

Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengawas Ketenaga kerjaan bertugas melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan. Selain tugas melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan, ,Pengawas Ketenagakerjaan juga diberikan kewenangan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pengawas Ketenagakerjaan wajib :

a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan b. tidak menyalahgunakan kewenangannya

B. Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Jaminan sosial tenaga kerja adalah jaminan yang menjadi hak tenaga kerja berbentuk tunjangan berupa uang, pelayanan dan pengobatan yang merupakan pengganti penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin hari tua, meninggal dunia dan menganggur. PT. Jamsostek yang ditetapkan sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja melalui PP No. 36 tahun 1995 memberikan perlindungan melalui 4 program yaitu :

1) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

2) Jaminan Kematian (JKM)

3) Jaminan Hari Tua (JHT)


(35)

Tata cara pelaksanaan jamsostek yang merupakan obyek pengawasan ketenagakerjaan dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu prosedur pendaftaran peserta jamsostek dan hak dan kewajiban peseerta jamsostek.

1. Prosedur pendaftaran peserta jamsostek

Dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 12 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja disebutkan bahwa setiap pengusaha yang mengajukan pendaftaran kepesertaan jamsostek kepada PT. Jamsostek harus mengisi formulir :

a) Pendaftaran perusahaan

b) Pendaftaran tenaga kerja

c) Daftar upah / rincian iuran tenaga kerja

Setelah pengusaha mengisi ketiga formulir ini pengusaha harus menyampaikan formulir tersebut kepada PT. Jamsostek selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya formulir tersebut oleh pengusaha yang bersangkutan yang dibuktikan dengan tanda terima atau tanda terima pengiriman pos dan diterima oleh PT. Jamsostek sebelum efektif berlakunya kepesertaan.

Kepesertaan jamsostek dimulai sejak tanggal 1 (satu), bulan sebagaimana dinyatakan pada formulir pendaftaran peserta. Setelah PT. Jamsostek menerima pengajuan pendaftaran dari pengusaha, maka PT. Jamsostek menetapkan besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja sesuai dengan kelompok jenis usahanya dan memberitahukan besarnya iuran program jaminan sosial tenaga kerja kepada pengusaha. Sebagai langkah lanjutan maka PT. Jamsostek menerbitkan sertifikat kepesertaan, kartu peserta dan kartu pemeliharaan


(36)

kesehatan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan iuran pertama dibayar.

2. Hak dan kewajiban peserta jamsostek

a) Kewajiban pengusaha sebagai peserta program jamsostek

Adapun yang menjadi kewajiban pengusaha sebagai peserta jamsostek adalah :

1) Wajib membayar iuran

2) Wajib menyampaikan data yang benar perihal upah,

pekereja/buruh, dan perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan program jamsostek dan member setiap laporan perubahan data yang berkenaan dengan perusahaan, pekerja/buruh dan upah

3) Setiap pengusaha wajib memiliki daftar tenaga kerja beserta

keluarganya, daftar upah beserta perubahan dan daftar kecelakaan kerja di perusahaan atau bagian perusahaan yang berdiri sendiri. Daftar keluaga pekerja/buruh merupakan keterangan penting sebagai bahan untuk menetapkan siapa yang berhak atas jaminan atau santunan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah agar hak tersebut tidak jatuh kepada orang lain yang bukan keluarganya. Daftar upah diperlukan untuk menentukan besarnya iuran dan jaminan atau santunan yang menjadi hak tenaga kerja. Daftar kecelakaan kerja dibutuhkan untuk mengetahui tingkat keparahan dan frekuensi kecelakaan kerja diperusahaan yang fungsinya


(37)

sebagai tindakan preventif dan sebagai data yang diperlukan untuk bahan acuan pelaksanaan pembayaran jaminan atau santunan.

4) Setiap pengusaha juga diwajibkan untuk melaporkan kepada PT.

Jamsostek apabila terjadi perubahan data perusahaan, pekerja/buruh maupun upah.

5) Wajib menyelesaikan kelebihan atau kekurangan iuran.

6) Wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja yang menimpa tenaga

kerjanya.

7) Wajib melaporkan penyakit atau cacat yang timbul akibat

hubungan kerja.

b) Kewajiban pekerja/buruh sebagai peserta jamsostek

Kewajiban pekerja/buruh sebagai peserta jamsostek yang harus ditunaikan demi tercapainya peningkatan layanan dan manfaat program jamsostek yaitu :

1) Menyelesaikan dan melengkapi prosedur administrasi, antar lain

mengisi formulir daftar susunan keluarga

2) Menandatangani kartu pemeliharaan kesehatan

3) Memiliki kartu pemeliharaan kesehatan (KPK) sebagai bukti diri

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

4) Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan

5) Segera melaporkan kepada kantor PT. Jamsostek (Persero) apabila

terjadi perubahan anggota keluarga, misalnya status lajang menjadi kawin, penambahan anak, anak sudah menikah atau anak berusia


(38)

21 tahun. Begitu pula sebaliknya apabila status dari berkeluarga menjadi lajang.

6) Bila tidak menjadi peserta lagi maka Kartu Pemeliharaan

Kesehatan dikembalikan lagi kepada pihak perusahaan.

c) Hak-hak peserta jamsostek

Hak-hak peserta jamsostek antara lain :

1) Memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan yang optimal dan menyeluruh, sesuai kebutuhan dengan standar pelayanan yang ditetapkan kecuali pelayanan khusus seperti kaca mata, gigi palsu, mata palsu, alat bantu gerak tangan dan kaki yang hanya diberikan kepada tenaga kerja dan tidak kepada keluarganya.

2) Bagi tenaga kerja bekeluarga peserta tanggungan yang diikutkan

terdiri dari suami/isteri beserta 3 (tiga) orang anak dengan usia maksimum 21 (dua puluh satu) tahun dan belum menikah.

3) Memilih fasilitas kesehatan diutamakan dalam wilayah yang sesuai

atau dekat dengaan tempat tinggal.

4) Dalam keadaan terdesak peserta dapat langsung menerima

pertolongan pada pelaksanaan pelayanan kesehatan (PPK) yang ditunjuk PT. Jamsostek (persero) ataupun tidak.

5) Peserta berhak mengganti fasilitas kesehatan rawat jalan tingkat I

apabila dalam Kartu Pemeliharaan Kesehatan pilihan fasilitas kesehatan tidak sesuai lagi dan hanya diizinkan setelah 6 (enam)


(39)

bulan memilih fasilitas kesehatan rawat jalan tingkat I, kecuali peserta pindah domisili.

6) Peserta berhak menuliskan atau melaporkan keluhan apabila tidak

puas terhadap penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) yang disediakan di perusahaan tempat tenaga kerja bekerja, atau PT. Jamsostek setempat.

7) Tenaga kerja / isteri tenaga kerja berhak atas pertolongan

persalinan pertama, kedua hingga ketiga.

C. Pengaturan Kewenangan Pengawasan Pelaksanaan Jamsostek oleh Pengawas Ketenagakerjaan

1. Peraturan tentang Pengawasan Ketenagakerjaan

Peraturan Perundang-undangan bidang ketenagakerjaan merupakan

langkah nyata pemerintah dalam melindungi hak pekerja/buruh sekaligus sebagai jaminan hukum bagi pekerja/buruh dalam menjalankan kewajibannya dalam bekerja demi keberlangsungan usaha sehingga memiliki peran aktif dalam keberlangsungan dunia industri. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) merupakan salah satu bidang yang diatur oleh peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) sehingga menjadi bagian terpenting dalam perlindungan buruh/pekerja.

Pengusaha sebagai pemegang amanat konstitusi tersebut memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan secara utuh peraturan perundang-undangan tersebut agar pelaksanaan jamsostek dapat berjalan sesuai dengan yang diatur. Akan tetapi itu semua belum bisa memberikan jaminan penuh kepada


(40)

pekerja/buruh untuk memperoleh jamsostek sesuai dengan apa yang seharusnya karena masih terbuka kemungkinan bagi pengusaha untuk mengingkari amanat konstitusi tersebut.

Sebagai langkah preventif bagi tenaga kerja, maka pemerintah harus mengambil sebuah kebijakan untuk menjamin pelaksanaan perundang-undangan tersebut. Dalam kondisi seperti ini maka pengawasan merupakan langkah logis untuk mencegah segala kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan, melalui pengawasan diharapkan pelaksanaan perundang-undangan ketenagakerjaan terutama yang mengatur tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap pihak.

Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Karena pentingnya fungsi pengawasan ini maka pengawasan diatur secara tegas dan khusus dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia seperti Undang-Undang No. 23 tahun 1948 jo Undang-Undang No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan, Undang-Undang No. 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 81 Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan dan beberapa peraturan lainnya seperti Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 09 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan.


(41)

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan terkandung dictum-diktum tentang pengawasan yang dapat

dikemukakan sebagai berikut :14

1) Menteri yang diserahi urusan perburuhan atau pegawai yang ditunjuk

olehnya, menunjuk pegawai yang diberi kewajiban menjalankan pengawasan perburuhan.

2) Pegawai yang dimaksud diatas beserta para pegawai penbantunya dalam

melakukan kewajiban pengawasan terhadap para tenaga kerja yang menjadi wewenangnya, berhak memasuki semua tempat dimana dijalankan atau biasa dijalankan pekerjaan atau dapat disangka bahwa di tempat itu dijalankan pekerjaan dan juga segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh pengusaha atau wakilnya untuk perumahan atau perawatan buruh.

3) Andaikata pada waktu menjalankan tugas kewajiban seperti diatas

ternyata mereka ditolak oleh pihak pengusaha, sehingga pelaksanaan tugas kewajibannya menjadi terhalang atau memungkinkan tidak dapat dilaksanakan, maka para pegawai tersebut dapat meminta bantuan alat kekuasaan Negara c.q Polisi R.I untuk memasuki perusahaan yang bersangkutan dan selanjutnya melaksanakan tugas kewajiban dengan seksama.

4) Para pegawai yang dimaksud, dapat meminta dari pengusaha atau

wakilnya atau petugas perusahaan yang ditunjuk yang berkompeten dan demikian pula semua buruh yang bekerja dalam perusahaan yang       

14

G. Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra SH, Ir. A.G. Kartasapoetra, Hukum Perburuhan


(42)

bersangkutan dalam batas-batas waktu yang memungkinkan, semua keterangan dan data yang sejelas-jelasnya, baik dengan lisan maupun dengan tulisan yang dipandang perlu olehnya guna memperoleh pendapat yang pasti tentang hubungan kerja beserta keadaan perburuhan pada umunya diperusahaan yang bersangkutan pada waktu itu dan/atau pada waktu yang telah lampau.

5) Para pegawai pemerintah tersebut diatas, berhak menanyai dan

mengadakan wawancara dengan para buruh tanpa dihadirinya oleh pihak atau orang ketiga (pihak pengusaha). Dalam menjalankan tugas kewajibannya itu, pihak pegawai yang bersangkutan diwajibkan berhubungan dengan Organisasi Buruh yang bersangkutan. Pegawai pemerintah yang bergerak dalam bidang pengwasan tenaga kerja dalam pelaksanaan tugas kewajibannya ini, demi untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya maupun untuk penghargaan kepada pihak pengusaha, wajib dibantu oleh pihak pengusaha atau wakilnya atau orang yang ditunjuk oleh pihak pengusaha sebagai pengantar dalam hal memperoleh keterangan pada waktu diadakan pemeriksaan dalam perusahaan yang bersangkutan.

6) Para pegawai beserta para pegawai pembantunya, diluar jabatannya

wajib merahasiakan segala keterangan tentang rahasia diperusahaan yang diperolehnya sehubungan dengan pelaksanaan tugas pengawasan dan pemeriksaan yang telah dilakukannya.

Hal-hal tersebut diatas juga diadopsi dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sebagaimana tertulis pada pasal 181 yang berbunyi:


(43)

“Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanankan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 176 wajib :

a). merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan; b). tidak menyalahgunajan wewenangnya.”

Pengawasan Ketenagakerjaan dalam UU ini lebih luas lagi, bukan hanya mengontrol implementasi aturan-aturan ketenagakerjaan tetapi juga untuk mengumpulkan informasi mengenai kebutuhan-kebutuhan para pekerja sebagai

dasar bagi pembentukan peraturan-peraturan yang baru.15

2. Unit Kerja Pelaksana Pengawasan Ketenagakerjaan

Unit kerja pelaksana pengawasan ketenagakerjaan adalah unit kerja yang dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjalankan tugas dan fungsi di bidang pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang ketenagakerjaan. Unit kerja pelaksana pengawasan ketenagakerjaan dibentuk bersarkan pembagian wilayah kerjanya masing-masing sehingga unit kerja pelaksana pengawasan ketenagakerjaan dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :

a). Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat adalah unit kerja pelaksana yang menjalankan tugas dan fungsi pengawasan ketenagakerjaan pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

b). Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan kabupaten/kota atau provinsi adalah unit kerja pelaksana yang menjalankan tugas dan fungsi di bidang pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota atau provinsi.

       15

Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Medan: USU Pres, 2010, hal.77


(44)

Unit kerja pelaksana pengawasan ketenagakerjaan mempunyai dua

kewajiban yaitu :16

1) Wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan

kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, khusus bagi unit kerja pada pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.

2) Wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut

dirahasiakan dan tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus dilaksanakan secara terkoordinasi. Koordinasi antar unit kerja tersebut dilaksanakan melalui koordinasi tingkat nasional dan koordinasi tingkat provinsi.

Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat menyelenggarakan Rapat Koordinasi Tingkat Nasional yang dihadiri oleh seluruh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Dalam rapat koordinasi tingkat nasional tersebut, unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, dapat mengikutsertakan instansi pemerintah terkait dan/atau pihak lain yang dipandang perlu. Dan hasil rapat

       16


(45)

koordinasi tingkat nasional tersebut menjadi pedoman pelaksanaan koordinasi tingkat provinsi.

Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi menyelenggarakan rapat Koordinasi Tingkat Provinsi yang dihadiri seluruh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi yang bersangkutan, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Seterusnya hasil rapat koordinasi tinkat provinsi tersebut menjadi pedoman pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan oleh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/ Kota dapat melaksanakan rapat kerja teknis operasional.

Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan yang dilaksanakan mulai dari daerah kabupaten/kota, provinsi dan pusat harus dilaksanakan dengan semangat refleksi dan koreksi yang mana dapat dilakukan dengan memberikan laporan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada pimpinan masing-masing sesuai hierarki yang diatur perundang-undangan.

Hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota dilaporkan kepada Bupati/Walikota. Bupati/Walikota melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di wilayahnya kepada Gubernur. Hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di Provinsi dilaporkan kepada


(46)

Gubernur. Gubernur melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di wilayahnya kepada Menteri dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. Menteri melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan secara nasional kepada Presiden.

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan sebagai instansi pelaksana tugas pengawasan ketenaga kerjaan mengatur struktur hirearki birokrasi mengenai pengawasan ketenaga kerjaan secara jelas dan tegas. Struktur tersebut dapat kita

lihat dalam bagan berikut:17

       17


(47)

3. Wewenang Penyidikan

Penyidikan merupakan suatu rangkaian proses pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari atau menelusuri indikasi suatu pelanggaran tindak pidana peraturan perundang-undangan. Pengawas ketenagakerjaan diberikan wewenang penyidikan sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya dalam penyidikan terhadap pelanggaran perundang-undangan atau peraturan lainnya yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.

Wewenang penyidikan merupakan senjata utama bagi pengawas ketenagakerjaan untuk menindak pelanggaran-pelanggaran ketenagakerjaan sehingga pengawas ketenagakerjaan diberikan akses yang lebih untuk masuk ke dalam suatu perusahaan sebagai bentuk konkret dalam pengawasan ketenagakerjaan.

Adapun wewenang yang diberikan kepada pengawas ketenagakerjaan sebagai penyidik sebagaimana dituliskan dalam pasal 182 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut :

1) Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang

tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

2) Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak

pidana di bidang ketenagakerjaan;

3) Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum

sehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

4) Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam


(48)

5) Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

6) Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana di bidang ketenagakerjaan; dan

7) Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang


(49)

BAB III

HUBUNGAN ANTARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN PELAKSANAAN JAMSOSTEK DEMI PERLINDUNGAN

TERHADAP HAK BURUH

A. Jamsostek Sebagai Upaya Perlindungan terhadap Hak-Hak Buruh 1. Sejarah Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) di Indonesia Soialisme Indonesia yang merupakan cita-cita luhur para pendiri bangsa Indonesia merupakan cita-cita yang lahir dari kesadaran dan keinginan untuk menciptakan suatu tatanan masayarakat Indonesia yang berkeadilan sosial, dan oleh karena cita-cita tersebutlah yang membuat jaminan sosial menjadi tidak terpisahkan dari sejarah perjalan bangsa Indonesia. Dan memang sudah sewajarnya ketika suatu negara sedang berkembang kearah yang lebih baik maka harus memperkuat fondasi masyarakat yang kuat secara sosial.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, masyarakat pada saat itu didominasi oleh kalangan ekonomi lemah seperti petani dan buruh dan oleh karena itu pemerintahan di masa itu sangat memperhatikan perlindungan ekonomi dan sosial terhadap rakyak terutama golongan pekerja/buruh. Langkah konkret yang dilakukan pemerintah adalah memberikan suatu jaminan hukum bagi perlindungan sosial rakyat Indonesia dengan mengaturnya dalam peraturan perundang-undangan.

Sejarah jamsostek dapat kita lihat dari sejarah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan sosial yang dimulai dari Undang-Undang No. 33 Tahun 1947 jo Undang-Undang-Undang-Undang No. 2 Tahun 1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 48/1952 jo PMP No.


(50)

8/1956 tentang Pengaturan Bantuan Untuk Usaha Penyelenggaraan Buruh, peraturan ini kemudian dilengkapi dengan Peraturan Menteri Perburuhan No. 15/1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No. 5/1964 tentang Pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), dalam peraturan ini diuraikan tentang bantuan kepada badan yang menyelenggarakan usaha jaminan sosial, diberlakukannya Undang-Undang No. 14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja.

Secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan Badan Usaha Milik Negara untuk mengikuti program ASTEK.

Program-program yang ditangani Asuransi Tenaga Kerja adalah Asuransi Kecelakaan Kerja (AKK), Asuransi Kematian (AK), dan Tabungan Hari Tua. Bersamaan dengan ini terbit pula PP No. 34/1977 tentang Pembentukan Wadah Penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek. Status astek sebagai Perusahaan Umum (Perum) kemudian diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1990.

Pada tahun 1992, pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menerbitkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, program jaminan sosial tenaga kerja meliputi empat program, yaitu jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan


(51)

pemeliharaan kesehatan. Selanjutnya sebagai peraturan pelaksana undang-undang ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek yang mewajibkan setiap pengusaha atau perusahaan yang memiliki karyawan minimal 10 orang atau mengeluarkan biaya untuk gaji buruh/pekerjanya minimal 1 juta/bulan untuk mengikut sertakan pekerjanya dalam program jamsostek (pasal 2 ayat 3).

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 menugaskan PT Jamsostek sebagai pelaksana program Jamsostek dan hal ini dipertegas melalui Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 yang mengatur ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jamsostek. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang akibat resiko sosial.

2. Hak-Hak Buruh Dalam Program Jamsostek

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) sebagai implementasi dari perlindungan hak buruh dan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan merupakan suatu rangkaian yang bertujuan untuk menciptakan hubungan perburuhan yang berlandaskan pancasila demi kelangsungan usaha dan demi kesejahteraan buruh/pekerja.

Bentuk perlindungan hak buruh tersebut dapat kita lihat dari program-program jamsostek yang harus dilaksanakan, yaitu:


(52)

Kecelakaan kerja temasuk penyakit akibat kerja yang merupakan resiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaanya.

Kecelakaan kerja menurut M. Sulaksono18 adalah suatu kejadian yang tak

terduga dan yang tidak dikehendaki yang mengacaukan suatu aktivitas yang telah diatur, kecelakaan ini terjadi tanpa disangka-sangka dalam sekejap mata dan setiap kejadian tersebut terdapat empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai, yakni lingkungan, bahaya, peralatan dan manusia. Yang digolongkan sebagai penyakit yang timbul karena hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja yaitu :

1) Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk

jaringan parut (silicosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkolosis yang silikosisnya merupakan factor utama penyebab cacat atau kematian.

2) Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang

disebabkan oleh debu logam keras.

3) Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang

disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissisnosis)

4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi

dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.

5) Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai

akibat penghirupan debu organik.

6) Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya

yang beracun.

7) Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya

yang beracun.

8) Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya

yang beracun

9) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya

yang beracun

10)Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya

yang beracun.

11)Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya

yang beracun.       

18 Buchari, 

Penanggulangan kecelakaan, Medan: Universitas Sumatera Utara (USU) 


(53)

12)Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun

13)Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya

yang beracun

14)Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang

beracun

15)Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida atau

persenyawaannya yang beracun

16)Penyakit yang disebabkan oleh derivate halogen dari

persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatic yang beracun.

17)Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang

beracun.

18)Penyakit yang disebabkan oleh derivate nitro dan amina dari

benzene atau homolognya yang beracun.

19)Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam

nitrat lainnya.

20)Penyakit yang disebabkan oleh alcohol, glikol atau keton.

21)Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia

atau keracunan seperti karbon monoksida, hydrogensianida, hydrogen sulfide, atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel.

22)Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.

23)Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik

(kelainan-kelainan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).

24)Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang

bertekanan lebih.

25)Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetic dan

radiasi yang mengion.

26)Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik,

kimiawi atau biologic.

27)Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic,

bitumen, minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut.

28)Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.

29)Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit

yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus.

30)Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau

radiasi atau kelembaban udara tinggi.

31)Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan

obat.19

2) Program Jaminan Kematian

      

19 

PT Jamsostek, Prinsiip dan Praktik Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jakarta: PT Jamsostek, 1992


(54)

Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan yang akan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan, oleh karena itu diperlukan jaminan kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Ketentuan pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja member pengertian bahwa dalam program jaminan kematian yang dimaksud dengan keluarga yang ditinggalkan adalah istri atau suami pekerja, keturunan sedarah dari pekerja menurut garis lurus kebawah, dan garis lurus keatas, dihitung sampai derajat keduatermasuk anak yang disahkan. Apabila garis lurus keatas dan kebawah tidak ada maka diambil kesamping dan mertua. Bagi pekerja yang tidak memiliki keluarga maka hak atas jaminan kematian diberikan kepada pihak yang mendapat surat wasiat dari pekerja yang bersangkutan atau perusahaan untuk pengurusan pemakaman. Urutan keluarga yang diprioritaskan dalam pembayaran santunan kematian menurut pasal 13 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah :

a. janda atau duda; b. anak;

c. orang tua; d. cucu;

e. kakek atau nenek; f. saudara kandung;


(55)

g. mertua.

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja member batasan dan pengecualian bagi pekerja/buruh yang berhak menerima manfaat program ini. Pengecualian tersebut disebutkan dalam pasal 12 ayat (2) undang-undang ini, bidang-bidang pekerjaan yang tidak berhak menerima manfaat jaminan kematian manurut pasal ini antara lain : 1. murid atau pekerja yang sedang melakukan magang.

2. pekerja yang bekerja dalam pemborongan pekerjaan (outsourching). 3. narapidana yang melakukan pekerjaan.

3) Program Jaminan Hari Tua

Hari tua adalah umur pada saat dimana produktivitas buruh atau pekerja telah dianggap menurun, sehingga perlu diganti dengan buruh/pekerja yang lebih muda termasuk cacat tetap dan total (total and permanent disability) yang dapat dianggap sebagai hari tua dini.20 Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena buruh/pekerja tidak mampu lagi bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kesusahan bagi pekerja dan mempengaruhi ketenangan bekerja sewaktu masih bekerja, terutama bagi buruh yang memiliki penghasilan rendah. Jaminan hari tua merupakan program perlindungan bagi buruh/pekerja dan keluarganya yang manfaatnyaakan dibayarkan kepada peserta berdasarkan

akumulasi dengan memenuhi salah satu persyaratan sebagai berikut :21

a. Mencapai usia 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total

tetap.       

20

Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 190 21


(56)

b. Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa tunggu 6 bulan.

c. Pergi keluar negeri dan tidak kembali, atau menjadi pegawai

negeri.

4) Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Kesehatan kerja pertama kali tertuang dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Ketenagakerjaan serta Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang menyatakan bahwa kesehatan kerja merupakan bagian dari keselamatan kerja. Selanjutnya Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan mengatur pula mengenai kesehatan kerja pada pasal 108 ayat (2) yang secara jelas menyebutkan bahwa untuk melindungi kesehatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya kesehatan kerja. Kesehatan kerja atau disebut juga Hyperkes (Hygiene Perusahaan dan Kesehatan) berkaitan

dengan upaya-upaya :22

a. Pemeriksaan tenaga kerja, baik pada awal bekerja maupun periodic

selama bekerja;

b. Tambahan gizi bagi tenaga kerja diberikan makan siang atau dalam

bentuk lainnya;

c. Kebersihan lingkungan kerja, termasuk pencegahan dan

pengelolahan limbah;       

22

Sentanoe Kertonegoro, Sistem Penyelenggaraan dan Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Tenaga Kerja – Isu Privatisasi Jaminan Sosial, Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia,


(57)

d. Pencegahan dan penaggulangan sumber-sumber yang membahayakan kesehatan.

Menurut Sujudi23 berdasarkan Udang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan disebutkan pengertian kesehatan kerja adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan semua pekerja/buruh dapat bekerja secara sehat dengan produktivitas yang optimal, tanpa membahayakan diri, keluarga, masyarakat, dan lingkungan kerja sekitarnya. Dalam pasal 23 undang-undang ini disebutkan bahwa kesehatan kerja merupakan salah satu kegiatan pokok dari pembangunan kesehatan yang mencakup pengertian bahwa :

1. Kesehatan kerja dimaksudkan untuk mewujudkan produktivitas

kerja yang optimal;

2. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan

penyakit yang timbul dari pekerjaan dan syarat kesehatan kerja;

3. Setiap kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

Komite kerja sama ILO dan WHO menyebutkan bahwa tujuan kesehatan

kerja, yaitu :24

1. Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik, mental dan sosial

dari pekerja/buruh pada semua jenis pekerjaan untuk meningkatkan kepastian kerjanya;

2. Mencegah terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit pada

pekerja/buruh yang disebabkan oleh kondisi kerjanya;

       23

Departemen Kesehatan, 2001, hal. 2 24


(58)

3. Melindungi pekerja dari risiko akibat faktor-faktor lingkungan kerja yang mengganggu kesehatan;

4. Penempatan dan pemeliharaan pekerja/buruh dalam satu

lingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikologisnya;

5. Mengembangkan organisasi dan budaya kerja yang mendukung

keselamatan dan kesehatan kerja yang tercermin dalam sistem manajemen pengembangan sumber daya manusia dan manajemen mutu perusahaan.

B. Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Instrumen Terpenting Dalam Mengawasi Pelaksanaan Jamsostek

1. Mekanisme dan Tata Laksana Pengawasan Norma Ketenagakerjaan

Proses pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan harus berlangsung sesuai mekanisme dengan standard operatif prosedur yang telah ditetapkan didalam konvensi ILO No.81 Tahun 1947, Undang-undang No. 3 Tahun 1951, Undang-undang No. 1 Tahun 1970 maupun peraturan pelaksana lainnya..

Tata laksana Pengawasan norma ketenagakerjaan yaitu menyangkut upaya pengumpulan, penyimpanan, distribusi serta pengolahan data/informasi yang berkaitan dengan pengawasan ketenagakerjaan.

Operasional merupakan salah satu subsistem dari pengawasan ketenagakerjaan yang terdiri dari mekanisme, prosedur dan tata kerja pengawasan norma ketenagakerjaan dan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan yang


(59)

diperlukan agar pengawasan ketenagakerjaan dapat menjalankan fungsi dan

tugasnyasesuai dengan wilayah kerjanya yaitu:25

1) Pengawasan ditingkat kabupaten/kota melaksanakan tugas diwilayah

yang menjadi kewenangan yang meliputi pemeriksaan pertama, pemeriksaan berkala, pemeriksaan ulang dan pemeriksaan khusus.

2) Pengawasan ditingkat provinsi melaksanakan tugas diwilayah yang

menjadi kewenangan yang meliputi pemeriksaan ulang dan pemeriksaan khusus yang tidak terselesaikan ditingkat kabupaten/kota.

3) Pemeriksaan ditingkat pusat melaksanakan tugas diseluruh wilayah

Indonesia yang meliputi pemeriksaan ulang dan khusus yang tidak terselesaikan ditingkat kabupaten/kota dan provinsi.

Operasional pengawasan norma ketenagakerjaan biasanya meliputi

hal-hal sebagai berikut:26

a) Pemasyarakatan Norma Ketenagakerjaan; kegiatan ini dilakukan dalam

bentuk sosialisasi melalui berbagai kesempatan dan media sosialisasi agar masyarakat industri dapat mengetahui dan memahami norma ketenagakerjaan sehingga diharapkan mampu melaksanakan peraturan perundang-undangan ditempat kerjanya.

b) Penerapan Norma Ketenagakerjaan; dalam penerapan norma

ketenagakerjaan dilakukan beberapa tahap pelaksanaan sebagai berikut:

1) Tindakan Preventif Educatif

Kegiatan preventif edukatif ini dilakukan melalui pemeriksaan, pengujian, bimbingan teknis atau konsultasi setelah mendapat       

25

Wawancara dengan Dra. Akrida : Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, 29 juni 2011

26  Ibid 


(60)

informasi atau pengaduan ataupun karena pelaksanaan rutinsesuai dengan yang direncanakan. Upaya ini diarahkan pada pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan oleh masyarakat indudtri dengan cara-cara yang efektif dan efisien sedemikian rupa sehingga ketenangan bekerja dan berusaha, peningkatan produktifitasdan kesejahteraan dapat terwujud. Pada umumnya tindakan preventif edukatif menghasilkan nota pemeriksaan, penetapan atau rekomendasi dan cara-cara yang efektif dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut. Tindakan preventif pada umumnya dilakukan pada setiap kunjungan aparat pengaawas keperusahaan atau tempat kerja baik dalam rangka pemeriksaan/pengujian atau pada kesempatan lain dalam bentuk bimbingan teknis maupun konsultasi. Setelah dilakukan proses penyidikan terhadap dugaan pelanggaran tersebut, maka baik terbukti maupun tidak terbukti terhadap pelanggaran tersebut harus dibuat pernyataan untuk hal tersebut sebagai kesimpulan dari penyidikan yang dilakukan. Khusus terhadap dugaan pelanggaran yang dapat dibuktikan mempunyai bukti pelanggaran, maka tindakan terhadap pihak yang melanggar harus ditindak lanjuti melalui lembaga peradilan.

2) Tindakan Represif Non Justisial

Apabila dalam tempo sesuai dengan yang telah ditentukan dalam nota pemeriksaan atau penetapan rekomendasi ternyata pihak yang diwajibkan tidak melakukan kewajibannya, maka akan diadakan


(1)

1. Kendala dari Pengusaha

Pengusaha sebagai pihak yang paling sering berurusan dengan pengawas ketenagakerjaan biasanya sering mempersulit jalannya fungsi pengawasan. Pengusaha tidak jarang memanipulasi laporan ketenagakerjaan guna mengelabui petugas pengawas ketenagakerjaan khususnya dalam hal pelaksanaan Jamsostek, sebagai contoh pengusaha sering membuat laporan tentang upah yang tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya untuk menghindari dari kewajiban pelaksanaan Jamsostek

2. Kendala dari Pekerja/Buruh

Pekerja/buruh sebagai pihak yang diperhatikan nasibnya dalam jalannya fungsi pengawasan juga jarang bersifat pro aktif, pekerja/buruh lebih sering melaporkan permasalahan-permasalahan yang hanya berkaitan dengan pemecatan dan masalah pembayaran gaji semantara permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan lain yang bersifat normatif sering tidak diperhatikan pekerja/buruh. Pekerja/buruh juga lebih sering melaporkan permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan yang menimpa mereka kepada lembaga hukum yang lain tanpa melalui pengawas ketenagakerjaan terlebih dahulu.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengawas Ketenagakerjaan memiliki peran yang sangat penting dalam berjalannya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, dengan kata lain peran pengawas ketenagakerjaan adalah mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. Sesuai pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawas Ketenagakerjaan, guna pengawasan perburuhan adalah :

a) Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan perburuhan pada khususnya

b) Mengumpulkan bahan keterangan tentang soal hubungan kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya, guna membuat undang-undang dan peraturan perburuhan

2. Manfaat pengawasan ketenagakerjaan dalam pelaksanaan Jamsostek adalah memberikan jaminan kepada peserta Jamsostek dalam bentuk pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran perundang-undangan ketenagakerjaan terutama dalam hal pelaksanaan Jamsostek. Namun pengawasan terhadap pelaksanaan Jamsostek belum begitu maksimal dan belum begitu efektif, hal ini dapat kita lihat dari masih banyaknya terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam hal pelaksanaan jamsostek yang dilakukan oleh perusahaan dan masih adanya perusahaan-perusahaan yang belum mendaftarkan tenaga kerja nya dalam program Jamsostek.


(3)

3. Kendala yang dihadapi Pengawas Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas pengawasannya dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu yang berasal dari faktor internal yang terdiri dari permasalahan kelembagaan, peraturan, dan sumber daya manusia (SDM). Sedangkan kelompok yang kedua adalah kendala yang berasal dari faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar pengawas ketenagakerjaan yang terdiri dari kendala yang datangnya dari pihak pengusaha dan kendala yang datang dari pihak pekerja/buruh.

B. Saran

Memperhatikan pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta kesimpulan yang penulis uraikan pada bab ini, maka penulis mencoba mengemukakan beberapa saran yang dianggap penting oleh penulis, diantaranya :

1. Pengawas Ketenagakerjaan harus menjalin kerjasama dan komunikasi yang berkelanjutan dengan pihak pekerja/buruh dan memberikan pemahaman tentang hak-hak buruh sehingga diharapkan pekerja/buruh juga dapat lebih bersifat pro aktif dalam mengawasi pelaksanaan Jamsostek di perusahaannya dan melaporkan pelanggaran-pelanggaran Jamsostek yang terjadi di perusahaan tersebut.

2. Pengawas Ketenagakerjaan juga dapat menjalin kerjasama dengan PT. Jamsostek agar pengawas ketenagakerjaan memiliki data pembanding dan pendukung tentang jaminan sosial tenaga kerja yang dapat diperoleh dari PT. Jamsostek dan membantu PT. Jamsostek dalam


(4)

mensosialisasikan pelaksanaan program Jamsostek sehingga dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran terhadap pelaksanaan Jamsostek. 3. Pengawas Ketenagakerjaan harus menjalin koordinasi yang benar-benar

terpadu antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar program kerja pengawasan ketenagakerjaan dapat lebih efektif sehingga pemerintah pusat mengetahui dan memperhatikan kendala-kendala yang dihadapi pengawas ketenagakerjaan di daerah- daerah sehingga dapat mengeluarkan suatu kebijakan unruk menyelesaikan kendala tersebut seperti minimnya jumlah tenaga pengawas ketenagakerjaan yang ada di daerah-daerah sehingga perlu untuk ditambah jumlahnya. 


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Polak, Mayor. 1966. Sosiologi Industri, Malang

Soepomo, Imam. 2003. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Penerbit Djambatan

Retnoningsih, Ana dan Suharso. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya

Rusli, Hardijan. 2004. Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Ghalia Indonesia

Manullang, Sendjun H. 2001. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta

Kansil, CST. 1997. Pokok-Pokok Hukum Jamsostek. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Fahroni. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Jakarta: PT Rineka Cipta

Asikin, Zainal dan Amiruddin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo

Prints, Darwan. 1994. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Kartasapoetra, G. 1986. Hukum Perburuhan di Indonesia Berdasarkan Pancasila. Jakarta: PT Bina Aksara

Agusmidah. 2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Medan: USU Pres


(6)

Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika

Fauzan, Ahmad. 2005. Konvensi ILO yang Berlaku dan Mengikat di Indonesia. Bandung:Yrama Widya

Agusmidah. 2001. Fungsi Pengawasan Pemerintah Terhadap Perlindungan Buruh Perempuan Pada Perusahaan Industri di Kabupaten Deli Serdang. Medan: PPs USU

PT. Jamsostek. 1992. Prinsip Praktik Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jakarta: PT. Jamsostek.

____________ 2007. Annual Report PT Jamsostek Tahun 2007. Jakarta: PT. Jamsostek.