Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Instrumen Terpenting Dalam Mengawasi Pelaksanaan Jamsostek

diperlukan agar pengawasan ketenagakerjaan dapat menjalankan fungsi dan tugasnyasesuai dengan wilayah kerjanya yaitu: 25 1 Pengawasan ditingkat kabupatenkota melaksanakan tugas diwilayah yang menjadi kewenangan yang meliputi pemeriksaan pertama, pemeriksaan berkala, pemeriksaan ulang dan pemeriksaan khusus. 2 Pengawasan ditingkat provinsi melaksanakan tugas diwilayah yang menjadi kewenangan yang meliputi pemeriksaan ulang dan pemeriksaan khusus yang tidak terselesaikan ditingkat kabupatenkota. 3 Pemeriksaan ditingkat pusat melaksanakan tugas diseluruh wilayah Indonesia yang meliputi pemeriksaan ulang dan khusus yang tidak terselesaikan ditingkat kabupatenkota dan provinsi. Operasional pengawasan norma ketenagakerjaan biasanya meliputi hal- hal sebagai berikut: 26 a Pemasyarakatan Norma Ketenagakerjaan; kegiatan ini dilakukan dalam bentuk sosialisasi melalui berbagai kesempatan dan media sosialisasi agar masyarakat industri dapat mengetahui dan memahami norma ketenagakerjaan sehingga diharapkan mampu melaksanakan peraturan perundang-undangan ditempat kerjanya. b Penerapan Norma Ketenagakerjaan; dalam penerapan norma ketenagakerjaan dilakukan beberapa tahap pelaksanaan sebagai berikut: 1 Tindakan Preventif Educatif Kegiatan preventif edukatif ini dilakukan melalui pemeriksaan, pengujian, bimbingan teknis atau konsultasi setelah mendapat 25 Wawancara dengan Dra. Akrida : Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, 29 juni 2011 26 Ibid informasi atau pengaduan ataupun karena pelaksanaan rutinsesuai dengan yang direncanakan. Upaya ini diarahkan pada pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan oleh masyarakat indudtri dengan cara-cara yang efektif dan efisien sedemikian rupa sehingga ketenangan bekerja dan berusaha, peningkatan produktifitasdan kesejahteraan dapat terwujud. Pada umumnya tindakan preventif edukatif menghasilkan nota pemeriksaan, penetapan atau rekomendasi dan cara-cara yang efektif dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut. Tindakan preventif pada umumnya dilakukan pada setiap kunjungan aparat pengaawas keperusahaan atau tempat kerja baik dalam rangka pemeriksaanpengujian atau pada kesempatan lain dalam bentuk bimbingan teknis maupun konsultasi. Setelah dilakukan proses penyidikan terhadap dugaan pelanggaran tersebut, maka baik terbukti maupun tidak terbukti terhadap pelanggaran tersebut harus dibuat pernyataan untuk hal tersebut sebagai kesimpulan dari penyidikan yang dilakukan. Khusus terhadap dugaan pelanggaran yang dapat dibuktikan mempunyai bukti pelanggaran, maka tindakan terhadap pihak yang melanggar harus ditindak lanjuti melalui lembaga peradilan. 2 Tindakan Represif Non Justisial Apabila dalam tempo sesuai dengan yang telah ditentukan dalam nota pemeriksaan atau penetapan rekomendasi ternyata pihak yang diwajibkan tidak melakukan kewajibannya, maka akan diadakan upaya pemaksaan diluar lembaga peradilan sehingga yang bersangkutan menyadari kekeliruannya dan membuat surat pernyataan untuk itu. 3 Tindakan Represif Justitial pro justicia Apabila ada kasus-kasus tertangkap tangan yang sifatnya mendesak atau pemaksaan diluar lembaga peradilan menurut hukum harus diambil tindakan represif justitial, maka hal itu harus dituangkan dalam bentuk risalah yang menggambarkan suatu dugaan telah terjadi pelanggaran dan disusun dalam bentuk Laporan Kejadian Perkara.

2. Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Pengawal Berjalannya Hubungan Industrial Pancasila

Pengusaha mempunyai kepentingan atas kelangsungan dan keberhasilan perusahaan adalah hal yang jelas dan wajar, yaitu karena tanggung jawab morilnya sebagai pimpinan, sebagai sumber penghidupannya dan untuk mendapat keuntungan yang sesuai dengan modal yang ditanamkannya. Namun pekerja dan serikat pekerja juga mempunyai kepentingan yang sama atas perusahaan, yaitu sebagai sumber penghasilan dan penghidupannya. Bagi setiap pekerja, perusahaan merupakan tempat untuk berkarya dan berbakti sekaligus sebagai sumber penghasilan dan penghidupan. Kalau misalnya suatu perusahaan terpaksa harus ditutup, maka bukan saja pengusaha yang kehilangan modalnya tetapi juga seluruh pekerja akan kehilangan pekerjaannya dan sumber penghidupannya. Didorong oleh adanya kepentingan yang sama antara pengusaha dan pekerja atas jalannya perusahaan dan dengan adanya keterlibatan keduanya dalam proses produksi, maka timbullah hubungan antara pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja. Hubungan tersebut dinamakan Hubungan Industrial atau industrial Relations. Hubungan Industrial adalah keseluruhan hubungan kerja sama antara semua pihak yang tersebut dalam proses produksi disuatu perusahaan. 27 Ada beberapa system hubungan industrial yang kita kenal, seperti: 28 1. Hubungan Industrial berdasarkan Demokrasi Liberal. Hubungan Industrial ini berlandaskan kepada falsafah individualism dan liberalismeyang dianut negara-negara industri barat pada umumnya. Cirri-ciri hubungan industrial atas ddasar demokrasi liberal ini adalah: a Pekerja dan pengusaha mempunyai kepentingan yang berbeda. Kepentingan pihak pekerja adalah bagaimana mendapatkan upah yang setinggi-tinginya sedangkan kepentingan pihak pengusaha adalah bagaimana keuntungan dapat dicapai setinggi-tingginya. b Perbedaan pendapat diselesaikan dengan kekuatan. Buruhpekerja senjatanya adalah mogok, sedangkan pengusaha senjatanya adalah pemecatan atau lock out penutupan perusahaan c Pekerja sebagai mahluk pribadi sosial. d Partisipasi pekerja dalam membuat kebijaksanaan; karena pekerja telah dianggap sebagai mahluk sosial bukan lagi sebagai mesin maka ia diikutsertakan didalam membuat kebijaksanaan. 27 Sendjun Manullang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hal 140. 28 Opcit, hal 142 2. Hubungan industrial atas dasar perjuangan kelas Class Struggle Hubungan industrial ini berlandaskan kepada falsafah marxismekomunisme, ciri-cirinya adalah : a Berdasarkan kepada teori nilai lebihdari Karl Marx, yaitu dimana pengusaha selalu berusaha agar ada nilai lebih yang bias didapatkan untuk ditambahkan kepada upah buruhpekerja. b Pekerja dan pengusaha adalah dua pihakyang bertentangan kepentingan. 3. Hubungan industrial atas dasar komitmen seumur hidup Long life employment di Jepang, yaitu berlandaskan kepada falsafah dan budaya Jepang. Sedangkan hubungan Indistrial Pancasila HIP sendiri adalah system hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Hubungan Industrial Pancasila HIP mempunyai dua tujuan yaitu secara makro dan secara mikro. Secara makro, tujuan Hubungan Industrial Pancasila adalah mengemban cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 didalam pembangunan nasional, ikut mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari segi mikro, tujuan HIP adalah menciptakan ketenangan, ketentraman, ketertiban, kegairahan kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan martabat manusia. Hubungan Industrial Pancasila dalam mencapai tujuannya mendasarkan diri pada asas-asas pembangunan yaitu: 29 1. Asas Manfaat Artinya segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan kesejahteraan rakyat. 2. Asas Usaha Bersama dan Kekeluargaan Artinya usaha mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa harus merupakan usaha bersama seluruh rakyat yang dilakukan secara gotong royong dan kekeluargaan. 3. Asas Demokrasi Artinya didalam menyelesaikan masalah-masalah Nasional ditempuh dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat. 4. Asas Adil dan Merata Artinya bahwa hasil yang dicapai dalam pembangunan harus dapat dinikmati secara adil dan merata sesuai darma baktinya. 5. Asas Perikehidupan dalam Keseimbangan Artinya harus diseimbangkan antara kepentingan-kepentingan dunia dan akhirat, materil dan spiritual, jiwa dan raga, individu dan masyarakat, dan lain-lain. 29 Sendjun H. manullang, Opcit, hal.145 6. Asas Kesadaran Hukum Setiap warga negara harus taat dan sadar pada hukum dan mewajibkan negara menegakkan hukum. 7. Asas Kepercayaan Pada Diri Sendiri Pembangunan berdasarkan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan pada kepribadian bangsa. Dalam pelaksanaanya Hubungan Industrial Pancasila berlandaskan kepada dua asas kerja yang sangat penting, yaitu: a Asas Kekeluargaan dan Gotong Royong b Asas Musyawarah untuk mufakat Sebagai manifestasi dari kedua asas diatas, maka HIP mendasarkan diri pada tiga asas kerja sama, yaitu: 30 1. Kerja sama dalam produksi, Partner in product Artinya, bahwa antara pekerja dan pengusaha adalah teman seperjuangan dalam proses produksi, yang berarti baik pekerja maupun pengusaha wajib bekerja sama serta membantu dalam kelancaran usaha dalam meningkatkan dan menaikkan produksi. 2. Kerja sama dalam menikmati hasil perusahaan Artinya, bahwa pekerja dan pengusaha adalah teman seperjuangan dalam pemerataan menikmati hasil perusahaan yang berarti hasil usaha yang 30 Ibid, hal.147 diterima perusahaan, dinikmati bersama dengan bagian yang layak dan serasi dengan prestasi kerja. 3. Kerja sama dalam bertanggung jawab Artinya, bahwa pekerja dan pengusaha adalah teman seperjuangan di dalam bertanggung jawab, yang meliputi: a Tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa b Tanggung jawab kepada Bangsa dan Negara c Tanggung jawab kepada masyarakat dan sekeliling d Tanggung jawab kepada pekerja dan keluarganya e Tanggung jawab kepada perusahaan dimana mereka bekerja Asas kerja sama antara pekerja dan pengusaha tersebut dikenal dengan istilah TRIDHARMA, yaitu: 31 1. Melu Handarbeni merasa ikut memiliki 2. Melu Hangrungkebi merasa ikut bertanggung jawab 3. Mulad Saliro Hangrosowani mawas diri demi kemajuan perusahaan Pengawas ketenagakerjaan sebagai lembaga representasi langsung dari pemerintah yang mengawasi hubungan industrial antara pengusaha dan pekerjaburuh dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya harus berpegangan pada pedoman-pedoman yang sesuai dengan apa yang dicita-cita kan dalam konsep Hubungan Industrial Pancasila seperti yang dituliskan diatas. Ada beberapa landasan dalam Hubungan Industrial Pancasila yang harus diperhatikan oleh Pengawas Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, yaitu: 32 31 G. Kartasapoetra, R.G Kartasapoetra, A.G Kartasapoetra, Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Sinar Grafika, Cet. IV, 1994, hal. 234 1. Pancasila sebagai landasan idiil. HIP berlandaskan pada keseluruhan sila-sila daripada Pancasila secara bulat dan utuh, artinya sila-sila dari Pancasila harus digunakan terkait satu sama lain dan tidak boleh menonjolkan yang lebih dari yang lain. 2. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional. HIP juga berlandaskan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mulai dari Pembukaan, Batang Tubuh maupun pada Penjelasannya. 3. Ketetapan MPR No. II Tahun 1978 sebagai landasan structural dan operasional. HIP mempunyai landasan structural dan landasan operasional TAP. MPR No. II1978 yaitu tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila P4. 4. Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN sebagai landasan operasional. 5. Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan-kebijakan Pemerintah sesuai Trilogi Pembangunan Nasional, yaitu: a Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. b Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. c Stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis. 32 Ibid,hal 236 3. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jamsostek sebagai bagian dari manifestasi Hubungan Industrial Pancasila. Sebagaimana yang tertulis diatas tentang Hubungan Industrial Pancasila yang mengatur tentang hubungan yang seharusnya tercipta bagi pengusaha dan pekerja maka timbulah hak dan kewajiban masing-masing bagi pengusaha dan pekerja dalam menciptakan Hubungan Industrial Pancasila. Dalam hubungan antara pengusaha dan pekerjaburuh sering kali pihak pekerjaburuh menjadi pihak yang inferior di hadapan pengusaha, jaminan sosial tenaga kerja yang merupakan hak pekerjaburuh sering dikesampingkan oleh pihak pengusaha. Pemerintah sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab atas terciptanya Hubungan Industrial Pancasila juga menyadari hal tersebut sehingga dalam perjalanan perundang-undangan Indonesia Pemerintah juga menempatkan permasalahan Jamsostek sebagai hal yang perlu dan harus diatur pelaksanaannya dalam undang-undang. Sejarah terbentuknya PT Jamsostek Persero mengalami proses yang panjang, dimulai dari Undang-Undang No. 33 Tahun 1947 jo Undang-Undang No. 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan Kerja, Peraturan Menteri Perburuhan PMP No. 481952 jo PMP No. 81956 tentang Pengaturan Bantuan Untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, peraturan ini kemudian dilengkapi dengan PMP No. 151957 Tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No. 51964 Tentang Pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial YDJS, dalam peraturan ini diuraikan tentang bantuan kepada badan yang menyelenggarakan usaha jaminan sosial, diberlakukannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Pokok- Pokok Tenaga Kerja. Secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 dioeroleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah PP No. 33 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja ASTEK, yang mewajibkan setiap pemberi kerjapengusaha swasta dan Badan Usaha Milik Negara untuk mengikuti program ASTEK. 33 Pada tahun 1992, pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat DPR menerbitkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja ini meliputi empat program, yaitu Jaminan Hari Tua JHT, Jaminan Kematian JK, Jaminan Kecelakaan Kerja JKK, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan JPK. Selanjutnya sebagai peraturan pelaksana undang-undang ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek yang mewajibkan setiap pengusaha atau perusahaan yang memiliki karyawan minimal 10 orang atau mengeluarkan biaya untuk gaji buruhpekerjanya minimal 1 jutabulan untuk mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek pasal 2 ayat 3. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 menugaskan PT Jamsostek sebagai pelaksana program Jamsostek dan hal ini dipertegas melalui Peraturan 33 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 184 Pemerintah No. 36 Tahun 1995 yang mengatur ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Adapun yang menjadi visi PT Jamsostek adalah menjadi lembaga penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang terpercaya dengan mengutamakan pelayanan prima dan manfaat optimal bagi seluruh peserta. Adapun yang menjadi misi PT Jamsostek adalah sebagai berikut: 34 a Meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan dan manfaat kepada peserta berdasarkan prinsip profesionalisme b Meningkatkan jumlah kepesertaan program Jaminan Sosial Tenag Kerja c Meningkatkan budaya kerja melalui kualitas Sumber Daya Manusia SDM dan penerapan Good Corporate Governance GCG d Mengelola dana peserta secara optimal dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian Prudent e Meningkatkan Corporate Values dan Corporate Images. Ada dua aspek penting yang tercakup dalam program Jamsostek, yaitu: 1 Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi pekerjaburuh beserta keluarganya 2 Merupakan penghargaan kepada pekerjaburuh yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat dia bekerja. Untuk lebih lanjut, manifestasi Hubungan Industrial Pancasila dapat kita lihat dengan terkandungnya asas-asas pancasila dalam program Jamsostek, yaitu: 34 PT Jamsostek, Prinsip, Praktik Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pt Jamsostek, Jakarta. 1992 1. Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. HIP mengaku dan menyakini bahwa bekerja bukan hanya bertujuan untuk sekedar mencari nafkah saja, akan tetapi sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, kepada sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Jamsostek memberikan jaminan atau garansi akan biaya kematian yang menimpa tenaga kerja sehingga tenaga kerja merasa nyaman bekerja dan merasakan rasa kemanusiaan yang tinggi dalam lingkungan perusahaan. 2. Sila Kemanusiaan HIP menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi belaka akan tetapi sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya. Dalam sejarah perkembangan industri dunia banyak terjadi pelanggaran kemanusiaan, system industri yang negative dapat memposisikan manusia sebagai benda dan benda sebagai manusia dan benda dalam hal ini adalah mesin. Dengan adanya jaminan yang diberikan kepada tenaga kerja seperti halnya Jamsostek maka adagium diatas dapat disingkirkan karena Jamsostek menjadi hak tenaga kerja sebagai manusia sehingga tenaga kerja dapat meningkatkan harkat dan martabatnya. 3. Sila Persatuan Indonesia HIP melihat antara pekerja dan pengusaha bukanlah mempunyai kepentingan yang bertentangan, akan tetapi mempunyai kepentingan yang sama yaitu kemajuan perusahaan. Karena dengan perusahaan semua pihak akan dapat meningkatkan kesejahteraan. Pekerjaburuh merupakan salah satu komunitas masyarakat indonesi yang cukup besar dan solidaritas antara pekerjaburuh juga kuat sehingga ketika pekerjaburuh merasa bahwa hak-hak mereka sebagai warga negara dan sebagai pekerja sudah dikesampingkan maka ini dapat menimbulkan perpecahan sosial dalam bangsa dan negara. Jamsostek memberikan jaminan akan hak-hak pekerjaburuh sehingga pekerjaburuh merasa sebagian hak-haknya telah terlindungi dan hal ini akan mengurangi potensi perpecahan tersebut. 4. Sila KerakyatanMusyawarah Di dalam HIP setiap ada perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencari mufakat yang dilakukan secara kekeluargaan bukan dengan adu kekuatan. Begitu juga dengan penyelesaiaan permasalahan Jamsostek harus diselesaikan dengan musyawarah terlebih dahulu 5. Sila Keadilan Sosial Di dalam menikmati hasil perusahaan dibagi secara kekeluargaan, secara adil dan merata sesuai dengan pengorbanan masing-masing. Jamsostek juga merupakan bagian dari pembagian hasil perusahaan yang dialokasikan untuk melindungi dan menjamin hak-hak pekerjaburuh sehingga Jamsostek juga dapat menimbulkan rasa keadilan bagi pekerjaburuh.

C. Hubungan Pengawasan dan Pelaksanaan Jamsostek menurut Peraturan Ketenagakerjaan yang berlaku.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jamsostek merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan hukum perburuhan nasional. Peraturan perundang-undangan yang pertama sekali mengatur tentang jaminan bagi tenaga kerja yaitu Undang-Undang No. 33 Tahun 1947 jo Udang-Undang No. 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan Kerja, kemudian Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja, dan terakhir Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 yang memuat pengaturan lebih lanjut tentang teknis-operasional pelaksanaan Jamsostek pertama sekali diatur dalam Peraturan Pemerintah PP Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. PP ini telah direvisi beberapa kali untuk menyesuaikan aturan dengan perkembangan masyarakat melalui : 35 1 PP No. 79 Tahun 1998 2 PP No. 83 Tahun2000 3 PP No. 28 Tahun 2002 4 PP No. 64 Tahun 2005, dan 5 PP No. 76 Tahun 2007 Eksistensi jaminan sosial bagi redistribusi pendapatan telah diratifikasi dalam deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB sebagai Universal Declaration of Human Rights dan deklarasi ini telah mendapat dukungan penuh 35 Agusmidah, Op.Cit hal. 117 dari anggota PBB. Sebagaimana yang dimuat dalam article 22 Universal Declaration of Human Rights yang berbunyi “Everyone, as a member of a society, has the right to social security and is entitiled to realization, trought national effort and international co-operation an in accordance with the organization and resources of each state, of the economic, social and cultural rights indispensable for his dignity and the free development of his personality.” 36 Pemerintah bertanggung jawab atas terlaksananya setiap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ketenagakerjaan terutama yang mengatur tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, khususnya pasal 10 dan 15 37 Pasal 10 menyatakan : Pemerintah membina perlindungan tenaga kerja yang mencakup; a Norma Keselamatan Kerja b Norma Kesehatan Kerja dan Hygiene perusahaan c Norma Kerja dan d Pemberian Ganti Kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja. Pasal 15 menyatakan : Pemerintah mengatur penyelenggaraan pertanggungan sosial dan bantuan sosial bagi tenaga kerja dan keluarganya. Atas dasar amanat peraturan perundang-undangan tersebutlah pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab membentuk Pengawas 36 Ahmad Fauzan, Konvensi ILO yang Berlaku dan Mengikat di Indonesia, Bandung: Penerbit Yrama Widya,2005, hal.15 37 Sendjun H Manullang, Op.Cit, hal. 129