Sebab Wanprestasi Pertanggung Jawaban Agen Pemasaran Atas Penjualan Crude Palm Oil (CPO) PT Perkebunan Nusantara Ii Di Kota Medan (Studi Pada PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara)

Perkebunan Nusantara II PTPN II selaku produsen dapat dikenakan demurrage selama hari menunggu sesuai dengan tarif umum yang berlaku. Dalam kenyataannya belum terjadi wanprestasi antara PT. Perkebunan Nusantara II PTPN II dengan pihak ketiga. Bentuk wanprestasi pihak ketiga selaku pembeli terhadap PT. Perkebunan Nusantara II PTPN II selaku produsen yaitu, apabila pihak pembeli dalam jangka waktu 15 lima belas hari belum melunasi maka akan dikenakan overdue interest. Selama overdue interest, pembeli yang bersangkutan tidak dapat mengikuti tender dan membeli produk lainnya dari penjualprodusen. Apabila dalam waktu 30 tiga puluh hari dari batas waktu pembayaran pembeli tidak melunasi pembayaran, maka PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara PT. KPBN selaku penjual dapat membatalkan kontrak dan penjual berhak mencairkan jaminan pembayaran. Kenyataannya belum pernah terjadi wanprestasi antara para pihak.

B. Sebab Wanprestasi

Dalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan dalam suatu perjanjian yang sah, tidak jarang terjadi wanprestasi oleh pihak yang dibebani kewajiban debitur tersebut. Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau kewajiban wanprestasi ini dapat dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. Dua kemungkinan alasan tersebut antara lain yakni : 1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya. Kesalahan di sini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian. 63 Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya debitur jika ada unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan itu pada diri debitur yang dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Kita katakan debitur sengaja kalau kerugian itu memang diniati dan dikehendaki oleh debitur, sedangkan kelalaian adalah peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian. Dikatakan orang mempunyai kesalahan dalam peristiwa tertentu kalau ia sebenarnya dapat menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan itu baik dengan tidak berbuat atau berbuat lain dan timbulnya kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya. Dimana tentu kesemuanya dengan memperhitungan keadaan dan suasana pada saat peristiwa itu terjadi. 64 Disini debitur belum tahu pasti apakah kerugian akan muncul atau tidak, tetapi sebagai orang yang normal seharusnya tahu atau bisa menduga akan kemungkinan munculnya kerugian tersebut. 65 Dengan demikian kesalahan disini berkaitan dengan masalah “dapat menghindari” dapat berbuat atau bersikap lain dan “dapat menduga” akan timbulnya kerugian. 66 63 J. Satrio, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1999, hal. 90. 64 Ibid., hal. 91. 65 Ibid. 66 Ibid. 2. Karena keadaan memaksa overmacht force majure , diluar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah. Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan. 67 Vollmar menyatakan bahwa overmacht itu hanya dapat timbul dari kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan tidak dapat diduga lebih dahulu. 68 Dalam hukum anglo saxon Inggris keadaan memaksa ini dilukiskan dengan istilah “frustration” yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi diluar tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perikatan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan sama sekali. 69 Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena keadaan memaksa tersebut timbul diluar kemauan dan kemampuan debitur. Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan memaksa bisa terjadi karena benda yang menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, bisa juga terjadi karena perbuatan debitur untuk berprestasi itu terhalang seperti yang telah diuraikan diatas. Keadaan memaksa yang menimpa benda objek perikatan bisa menimbulkan kerugian sebagian dan dapat juga menimbulkan kerugian total. 70 67 Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 27. 68 Ibid., hal. 31. 69 Ibid., hal. 27. 70 Ibid. Sedangkan keadaan memaksa yang menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi itu bisa bersifat sementara maupun bersifat tetap. 71 Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa itu ialah : 72 1. Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap; 2. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau sementara. 3. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur. Ajaran tentang Keadaan Memaksa overmacht Mengenai keadaan memaksa yang menjadi salah satu sebab timbulnya wanprestasi dalam pelaksaanaan perjanjian. Dikenal dua macam ajaran mengenai keadaan memaksa tersebut dalam ilmu hukum, yaitu ajaran memaksa yang bersifat objektif dan subjektif. Yang mana ajaran mengenai keadaan memaksa overmachtsleer ini sudah dikenal dalam Hukum Romawi, yang berkembang dari janji beding pada perikatan untuk memberikan suatu benda tertentu. 73 Dalam hal benda tersebut karena adanya keadaan yang memaksa musnah maka tidak hanya kewajibannya untuk menyerahkan tetapi seluruh perikatan menjadi hapus, tetapi prestasinya harus benar-benar tidak mungkin lagi. 74 71 Ibid. 72 Ibid. 73 J. Satrio, Op. cit., hal. 254 74 Ibid. Pada awalnya dahulu hanya dikenal ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat objektif. Lalu dalam perkembangannya, kemudian muncul ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat subjektif. 1. Keadaan memaksa yang bersifat objektif Objektif artinya benda yang menjadi objek perikatan tidak mungkin dapat dipenuhi oleh siapapun. 75 Menurut ajaran ini debitur baru bisa mengemukakan adanya keadaan memaksa overmacht kalau setiap orang dalam kedudukan debitur tidak mungkin untuk berprestasi sebagaimana mestinya. 76 Jadi keadaan memaksa tersebut ada jika setiap orang sama sekali tidak mungkin memenuhi prestasi yang berupa benda objek perikatan itu. Oleh karena itu ukurannya “orang” pada umumnya tidak bisa berprestasi bukan “debitur” tidak bisa berprestasi, sehingga kepribadiannya, kecakapan, keadaannya, kemampuan finansialnya tidak dipakai sebagai ukuran, yang menjadi ukuran adalah orang pada umumnya dan karenanya dikatakan memakai ukuran objektif. 77 Dasar ajaran ini adalah ketidakmungkinan. 78 Vollmarr menyebutkan keadaan memaksa ini dengan istilah “absolute overmacht” apabila benda objek perikatan itu musnah diluar kesalahan debitur. 79 Marsch and soulsby juga menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak mungkin dilaksanakan apabila setelah perjanjian dibuat terjadi perubahan dalam hukum yang mengakibatkan bahwa perjanjian yang telah dibuat itu menjadi 75 Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 28. 76 J. Satrio, Loc. cit. 77 Ibid., hal. 255. 78 Abdulkadir Muhammad, Loc. cit. 79 Ibid. melawan hukum jika dilaksanakan. 80 Dalam keadaan yang seperti ini secara otomatis keadaan memaksa tersebut mengakhiri perikatan karena tidak mungkin dapat dipenuhi. Dengan kata lain perikatan menjadi batal, keadaan memaksa disini bersifat tetap. 81 2. Keadaan Memaksa yang Bersifat Subjektif Dikatakan subjektif dikarenakan menyangkut perbuatan debitur itu sendiri, menyangkut kemampuan debitur sendiri, jadi terbatas pada perbuatan atau kemampuan debitur. 82 Salah seorang sarjana yang terkenal mengembangkan teori tentang keadaan memaksa adalah houwing. Menurut pendapatnya keadaan memaksa ada kalau debitur telah melakukan segala upaya yang menurut ukuran yang berlaku dalam masyarakat yeng bersangkutan patut untuk dilakukan,sesuai dengan perjanjian tersebut. 83 Yang dimaksud dengan debitur oleh houwing adalah debitur yang bersangkutan. Disini tidak dipakai ukuran “debitur pada umumnya”objektif, tetapi debitur tertentu, jadi subjektif. Oleh karena yang dipakai sebagai ukuran adalah subjek debitur tertentu, maka kita tidak bisa melepaskan diri dari pertimbangan “debitur yang bersangkutan dengan semua ciri- cirinya” atau dengan perkataan lain kecakapan, tingkat sosial, kemampuan ekonomis debitur yang bersangkutan turut diperhitungkan. 84 80 Ibid., hal. 29. 81 Ibid. 82 Ibid. 83 J. Satrio, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1999, hal. 263, dikutip dari V.Brakel, Leerboek van het Nederlandse Verbintenissenrecht, Jilid Kesatu, Cetakan Keempat, Tjeenk Willink, Zwolle, 1948, hal. 122. 84 J. Satrio, Op. cit., hal. 263. Dasar ajaran ini adalah kesulitan-kesulitan. 85 Menurut ajaran ini debitur itu masih mungkin memenuhi prestasi walaupun mengalami kesulitan atau menghadapi bahaya. Vollmar menyebutnya dengan istilah “relatieve overmacht”. Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat sementara. 86 Timbulnya ajaran mengenai keadaan memaksa seperti yang telah diuraikan di atas dikarenakan keadaan memaksa tidak mendapatkan pengaturan secara umum dalam undang-undang. Oleh karenanya perikatan tidak otomatis batal melainkan hanya terjadi penundaan pelaksanaan prestasi oleh debitur. Jika kesulitan yang menjadi hambatan pelaksanaan prestasi tersebut sudah tidak ada lagi maka pemenuhan prestasi diteruskan. 87 85 Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 30. 86 Ibid. 87 Ibid., hal. 31. Karena itu hakim berwenang menilai fakta yang terjadi wanprestasi bahwa debitur sedang dalam keadaan memaksa overmacht atau tidak, sehingga diketahui apakah debitur dapat dibebani kewajiban atas resiko atau tidak atas wanprestasi tersebut. Dalam prakteknya antara PT. Perkebunan Nusantara II PTPN II dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara PT. KPBN atau sebaliknya yaitu tidak terlaksananya hak dan kewajiban para pihak. Antara PT. Perkebunan Nusantara II PTPN II dengan pihak ketiga yaitu keterlambatan dalam pengiriman barang. Antara pihak ketiga dengan PT. Perkebunan Nusantara II PTPN II yaitu terjadinya keterlambatan dalam pembayaran. Tetapi sampai sekarang belum terjadi wanprestasi antara para pihak.

C. Akibat Wanprestasi

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas dan Konsistensi Mutu Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit Pt. Perkebunan Nusantara III (Persero) Sei Mangkei Perdagangan

9 90 41

Analisis Konsistensi Mutu dan Rendemen CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero)

7 58 77

Analisis Kehilangan Crude Palm Oil pada Pabrik Kelapa Sawit Bah Jambi PT. Perkebunan Nusantara IV

34 131 131

Analisis Konsistensi Mutu Dan Rendemen Crude Palm Oil (CPO) Di Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO)

12 54 85

Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Dari Crude Palm Oil ( CPO ) Pada Tangki Timbun Di PT. Sarana Agro Nusantara

3 67 36

Analisis Pemasaran CPO(Crude Palm Oil)PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN-IV) (Studi Kasus : Kantor Pusat PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN-IV) dan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara I-V Cabang Medan)

12 61 159

Analisis strategi pemasaran minyak kelapa swawit 9Crude palm oil) pada PT. Kharisma pemasaran bersama Nusantara Jakarta

21 96 136

Analisis peramalan penjualan minyak sawit kasar atau crude palm oli (CPO) pada PT. Kharisma pemasaran bersama (KPB0 Nusantara di Jakarta

6 86 151

Pertanggung Jawaban Agen Pemasaran Atas Penjualan Crude Palm Oil (CPO) PT Perkebunan Nusantara Ii Di Kota Medan (Studi Pada PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara)

1 1 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggung Jawaban Agen Pemasaran Atas Penjualan Crude Palm Oil (CPO) PT Perkebunan Nusantara Ii Di Kota Medan (Studi Pada PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara)

0 0 33