2. Manfaat Praktis.
Bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum mengenai perjanjian keagenan penjualan Crude Palm Oil
CPO bagi para akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan
khususnya Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum ada penelitian yang mengangkat masalah pertanggung jawaban agen pemasaran atas penjualan
Crude Palm Oil CPO PTPN II di kota Medan Studi pada PT. Kharisma
Pemasan Bersama Nusantara. Dengan demikian penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi, “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
11
Ada pula yang menyatakan bahwa, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari uraian tersebut
maka dapat diterangkan lebih lanjut bahwa, perjanjian adalah sebuah kesepakatan
11
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramitha, 2001, hal. 338.
antara 2 dua orang atau lebih dalam lapangan hukum kebendaan untuk saling memberi dan menerima sesuatu.
Perjanjian adalah suatu ikatan atau hubungan hukum mengenai benda- benda barang atau kebendaan jasa antara dua pihak atau lebih, dimana para
pihak tersebut saling berjanji atau dianggap saling berjanji untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Menurut pendapat Sri Soedewi Masjehoen Sofwan menyebutkan bahwa perjanjin itu adalah “suatu peruatan hukum dimana seorarng ata lebih
mengingatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih”.
12
Menurut R. wirjono Prodjodikoro menyebutkan sebagai berikut “suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda
kekayaan antara dua pihak , dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedankan
pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.
13
Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau
lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melakukan prestasi.
14
12
A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,
Yogyakarta : Liberty, 1985, hal. 7.
13
Wirjono Prodjodikoro, Azaz-azaz Hukum Perjanjian, Bandung : PT Bale, 1986, hal. 9.
14
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung : Penerbit Alumni, 1986, hal. 6.
Menurut pendapat A. Qirom Samsudin Meliala bahwa perjanjian adalah “suatu peristiwa simana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana seorang
lain itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.
15
Menurut R. Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang lain saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.
16
Agen adalah adalah orang yang diberi kuasa oleh orang lain yang disebut prinsipal, untuk mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama prinsipal.
Menurut Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah
suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.
Menurut J. Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang
menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan lain-lain. Dalam arti sempit
perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
17
Agen merupakan orang atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas pihak lain yang disebut prinsipal yang memberikan kuasa sebagai agen kepadanya.
18
15
A. Qirom Syamsuddin Meliala., Loc. cit.
16
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 1985, hal. 1.
17
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni, 2006, hal. 277.
18
Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Loc. cit.
Menurut KRMT. Titodiningrat, agen adalah orang yang mempunyai perusahaan
untuk memberikan perantara membuat perjanjian tertentu misalnya jual-beli diantara seorang yang mempunyai hubungan tetap dengan agen tersebut atau lebih
dikenal dengan prinsipal dengan pihak ketiga, atau juga membuat perjanjian atas nama dan perhitungan prinsipal itu.
19
Pada hakikatnya usaha dalam bidang keagenan adalah jasa perantara untuk melakukan bisnis tertentuyang
menghubunhkan pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha yang lain, atau menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain.
20
Keagenan merupakan hubungan hukum antara prinsipal dan agen dalam hal mana agen hanya akan melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga
untuk dan atas nama prinsipalnya, perbuatan hukum tersebut mengikat prinsipal.
21
Melihat celah ini maka banyak sekali timbul perantara-perantara dagang dan biro jasa atau yang biasa disebut agen yang menawarkan diri sebagai
penerima kuasa dalam melakukan perbuatan hukum dari si pemberi kuasa, bahkan Perjanjian keagenan adalah salah satu alternatif dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan bisnis bagi masyarakat luas maupun bagi perusahaan- perusahaan, khususnya mereka yang hanya memiliki sedikit waktu untuk.
mengerjakan sebuah pekerjaan. Perjanjian keagenan dirancang khusus sebagai perjanjian pemberian wewenangkuasa dari satu pihak ke pihak lainnya untuk
melaksanakan suatu perbuatan hukum. Di masa yang sarat dengan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini, tidak semua orang ataupun
badan hukum yang memiliki cukup waktu dan keahlian untuk melakukan kegiatan bisnisnya.
19
KRMT. Titodiningrat, Loc. cit.
20
Levi Lana, Loc. cit.
21
Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Op. cit., hal. 4.
tak jarang terjadi perselisihan antara agen dan prinsipil pemberi kuasa yang diakibatkan karena ketidakjelasan status badan hukum sebuah biro jasa.
Untuk itu pengaturan mengenai perjanjian keagenan ini perlu dilakukan secara khusus, seperti mengenai syarat-syarat mutlak sebuah badan hukum dapat
disebut sebagai agen dan batasan klausula-klausula yang harus di penuhi sehingga perjanjian tersebut dapat dikatakan sebuah perjanjian keagenan, walaupun
peraturan-peraturan yang umum seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih tetap diberlakukan.
F. Metode Penulisan