untuk dan atas nama prinsipal, tentu saja prinsipal harus bertanggung jawab terhadap perbuatan agen yang merugikan konsumen.
33
C. Dasar Hukum Perjanjian Keagenan
Dasar hukum berlakunya perjanjian keagenan dilihat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang secara
khusus tidak ada diatur tetapi tidak tertutup kemungkinan ketentuan Buku III Perdata tantang perikatan yang memberi kesempatan atau kebebasan untuk
membuat perjanjian apa saja walaupun perjanjian itu tidak ada diatur perjanjian tidak bernama amaupun perjanjian bernama asalkan perjanjian itu tidak
bertentangan dengan Undang-Undang, ketentuan umum, dan kesusilaan yang ada. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, maka kesempatan ini terbuka kepada subyek hukum dan badan hukum untuk membuat perjanjian apa saja walaupun perjanjian
itu telah ada diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditambah dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri yang diubah menjadi Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 naskah akademis Rancangan Undang- Undang tentang Keagenan dapat disimpulkan bahwa agen bertindak untuk dan
atas nama prinsipal sehinggga konsekuensinya prinsipal bertanggung jawab atas transaksi yang dilakukan agen dengan pihak ketiga. Akan tetapi, Pasal 7 naskah
33
Ibid.
akademis RUU tersebut, membuka kemungkinan bagi prinsipal dan agen untuk memperjanjikan bahwa prinsipal tidak bertanggung jawab kepada konsumen
pembeli atau pemakai barang yang dipasarkan oleh agen.
34
1. Agen bertanggung jawab kepada pihak ketiga sebagai pemilik
barangpemberi jasa atas barang atau jasa yang dipasarkan oleh agen kepada konsumen pembelipemakai barang atau jasa tersebut.
Pasal 7 menyebutkan jika tidak diperjanjiakan lain oleh para pihak:
2. Prinsipal bertanggung jawab kepada agen atas tanggung jawab agen
kepada pembeli atau pemakai.
35
Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak konsumen pembeli atau pemakai barang atau jasa bahwa ia berhubungan dengan agen,
bahwa agen akan bertanggung jawab atas barang, produk atau jasa yang ia berikan, perlu diberikan penegasan akan hal itu. Sebaliknya, mengingat agen
adalah bertindak atas nama dan untuk kepentingan prinsipal, sepanjang tindakan agen yang menimbulkan kerugian adalah dalam batas kewenangan yang diberikan
prinsipal kepada agen, adalah layak bahwa prinsipal akan bertanggung jawab atas tindakan agen tersebut. Namun demikian dalam hal para pihak menghendaki lain,
maka hal tersebut harus dituangkan secara tegas dalam perjanjian yang akan dibuat.
36
34
Ibid., hal. 48.
35
Ibid.
36
Ibid., hal. 49.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, maka setiap pelaku usaha baik prinsipal, agen, distributor, dealer, dan pengecer yang menjual
barang dan jasa secara langsung ataupun melalui pedagang perantara kepada konsumen bertanggung jawab terhadap kualitas barang dan jasa tersebut dan
kerugian yang diderita konsumen, selama barang tersebut tidak mengalami perubahan. Pasal 24 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan:
1. Pelaku usaha yang menjual barang danatau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila:
a Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan
perubahan apapun atas barang danjasa tersebut; b
Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual-beli tidak mengetahui adanya perubahan barang danatau jasa yang dilakukan oleh pelaku
usaha atau tidak sesuai denagn contoh, mutu dan komposisi. 2.
Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen
apabila pelaku usaha lain yang membeli barang danatau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang
danatau jasa tersebut.
37
Harus dingat bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen menganut tanggung jawab dengan kesalahan, hanya saja pembuktian adanya kesalahan
37
Ibid.
pelaku usaha dibebankan kepada pelaku usaha bukan kepada konsumen sebagai penggugat. Hal ini berbeda dengan tanggung jawab berdasarkan Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dimana beban pembuktian tantang adanya kesalahan dibebankan kepada penggugat dalam hal ini konsumen. Pengadilan di
Amerika Serikat menganut strict product liability, sehingga dalam terjadi perubahan secara subtansial maka penjual tidak dapat diminta
pertanggungjawabannya.
38
Pengecualian adakalanya diberikan dalam hal perubahan substansial itu terjadi pada saat packaging danatau penjual mengetahui bahwa produk yang
dijualnya akan mengalami perubahan secara substansial ketika sampai di tangan konsumen, sehinggga membayahakan konsumen. Dalam hal demikian penjual
tetap bisa dikenakan tanggung jawab berdasarkan strict tort liability yang menganut doktrin tanggung jawab tanpa kesalahan atau liability without fault.
39
Permasalahan yang timbul dari ketentuan dalam naskah Akademis Rancangan Undang-Undang tentang Keagenan adalah bagaimana jika
diperjanjikan secara tegas bahwa prinsipal tidak bertanggung jawab terhadap tindakan agen, karena dinyatakan dengan tegas bahwa agen bertindak atas nama
dan dan untuk kepentingannya sendiri padahal dalam kenyataanya pihak prinsipal yang mengendalikan jalannya perusahaan agen, day to day operation.
40
38
Ibid., hal. 50.
39
Steven R. Finz, Product Liability, NY:Emanuel Law Outlines, Inc, 1993, hal. 64.
40
Suharnoko, Op. cit., hal. 51.
D. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Keagenan