Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Mellitus

dianjurkan untuk memakai glibenklamid sehari sekali Soegondo, S., 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009. Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang masih mampu mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe 1 Soegondo, S., 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009. Hipoglikemia merupakan efek samping terpentinga dari SU terutaam bila asupan pasien tidak adekuat. Selain itu terjadi kenaikan berat badan sekitar 4-6 kg, gangguan pencernaan, fotosensitifitas, gangguan enzim hati dan flushing Soegondo, S., 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009.  Glinid Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor sulfonilurea SUR dan mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonilurea, perbedaannya dengan SU adalah pada masa kerjanya yang lebih pendek. Mengingat lama kerjanya yang pendek maka glinid digunakan sebagai obat prandial. Repaglinid dan nateglinid kedua-duanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga diberikan dua sampai tiga kali sehari. Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa paruh yang singkat karena lama menempel pada kompkeks SUR sehingga dapat menurunkan ekuivalen HbA1c pada SU Soegondo, S., 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009.

2.2.7.2 Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Mellitus

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes diabetisi. Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakuakan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan Universitas Sumatera Utara modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual Yunir, Soebardi, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009. Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: menurunkan berat badan, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, dan memperbaiki sistem koagulasi darah. Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan Yunir, Soebardi, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009: 1. Kadar glukosa darah mendekati normal: glukosa puasa berkisar 90-130 mgdl, glukosa darah 2 jam setelah makan 180 mgdl, kadar HbA1C 7 2. Tekanan darah 13080 mmHg 3. Profil lipid: kolesterol LDL100 mgdl, kolesterol HDL40 mgdl, trigliserida 150 mgdL 4. Berat badan senormal mungkin Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis ini lebih difokuskan pada perubahan pola makan yang didasarkan pada perubahan gaya hidup damn pola kebiasaan makan, status nutrisi dan faktor khusus lain yang perlu diberikan prioritas Pencapaian target perlu dibicarakan bersama dengan diabetisi, sehingga perubahan pola makan yang dianjurkan dapat dengan mudah dilaksanakan, realistik dan sederhana. Petugas kesehatan harus dapat menentukan jumlah, komposisi dari makanan yang akan dimakan oleh diabetisi. Diabetisi harus dapat melakukan perubahan pola makan ini secara konsisten baik dalam jadwal, jumlah dan jenis makanan sehari-hari. Komposisi bahan makanan terdiri terdiri dari makronutrien yang meliputi karbohidrat, protein, dan lemak, seta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat Yunir, Soebardi, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009. Universitas Sumatera Utara  Karbohidrat Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetisi tidak boleh lebih dari 55-65 dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70 jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal MUFA = monounsaturated fatty acid. Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori Yunir, Soebardi, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009.  Protein Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15 dari total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram per hari, maka perlu ditambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalorigram Yunir, Soebardi, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009.  Lemak Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada diabetisi. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal monounsaturated fatty acid = MUFA, merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang polyunsaturated acid = PUFA dapat Universitas Sumatera Utara melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer, sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL Yunir, Soebardi, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009. Pengelolaan DM yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetisi sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya: bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegiatan esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhapa DM sehari-hari. Anjuran untuk melakukan kegiatan fisik bagi diabetisi telah dilakukan sejak seabad yang lalu oleh seorang dokter dari dinasti Sui di China, dan manfaat kegiatan ini masih harus diteliti oleh para ahli hingga kini. Kesimpulan sementara dari penelitian itu ialah bahwa kegiatan fisik diabetisi tipe 1 maupun 2, akan mengurangi risiko kejadian kardiovaskular dan meningkatkan harapan hidup. Kegiatan fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik, psikis maupun sosial dan tampak sehat Yunir, Soebardi, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009.

2.2.8. Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2