Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku
hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi Perkeni, 2006.
2.2.10. Komplikasi Diabetes Mellitus
Peningkatan insidensi DM akan diikuti oleh mengingkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik DM. Berbagai penelitian prospektif jelas
menunjukkan meningkatnya penyakit akibat penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti
penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah Waspadji, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009.
2.2.10.1 Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes
memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Risiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat
sejalan dengan lamanya diabetes. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan, sekitar 25 sudah menderita retinopati diabetik
nonproliferatif background retinopathy. Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60 dalam berbagai
derajat Pandelaki, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009.
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetik non-proliferatif sampai perdarahan retina, kemudian
juga ablasio retina dan lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutaan. Diagnosis dini retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan retina
secara rutin.Pada praktik pengelolaan DM sehari-hari, dianjurkan untuk memeriksa retina mata pada kesempatan pertama pertemuan dengan
penyandang DM dan kemudia setiap tahun atau lebih cepat lagi kalau
Universitas Sumatera Utara
diperlukan sesuai dengan keadaan kelainan retinanya Waspadji, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009.
2.2.10.2. Nefropati Diabetik
Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai dengan albuminuria menetap 300
mg24 jam pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan
penyebab utama gagal ginjal terminal. Di Amerika, nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di antara semua
komplikasi DM. Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada DM lebih banyak dipelajari pada DM tipe 1 dari pada tipe 2, dan oleh Mogensen
dibagi menjadi 5 tahapan Hendromartono, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus, Setiati, 2009.
Tahap 1, terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus dan laju ekskresi albumin dalam urin
meningkat. Tahap 2, secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi glomerulus tetap meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan
tekanan darah normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa penebalan membrana basalis yang tidak spesifik. Terdapat pula
peningkatan volume mesangium farksional dengan peningkatan matriks mesangium. Tahap 3, pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau
nefropati insipien. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 20-200
igmenit 30-300 mg24 jam. Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membranan basalis dan
volume mesangium fraksional dalam glomerulus. Tahap 4, merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebih jelas, juga
timbul hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus menuru, sekitar 10
mlmenittahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan dengan
Universitas Sumatera Utara
tingginya tekanan darah. Tahap 5, timbulya gagal ginjal terminal Hendromartono, 2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Marcellus,
Setiati, 2009.
2.2.10.3. Neuropati Diabetik