Penyebab stres kerja perawat kamar bedah

circadian ryhtem , yaitu tipe jam biologis tubuh. c Interpersonal stres, rendahnya hubungan interpersonal individu dapt mengakibatkan stres kerja. Hubungan interpersonal dibutuhkan oleh pekerja. Jaringan sosial meliputi dukungan pekerja lain, manajemen, keluarga dan teman. d Perkembangan karir, stres kerja juga dapat disebabkan oleh ketidaksediaan kebutuhan karir oleh pekerja, empat faktor yang mempengaruhi perkembangan karier adalah tidak ada kesempatan mendapat promosi, promosi yang berlebihan over promotion, pengamanan terhadap pekerjaan, ambisi yang bersifat frustasi. e Struktur organisasi, biasanya disebabkan karena permasalahan dari struktur organisasi yang tidak jelas, ketidakstabilan politik dalam organisasi dan ketidakmampuan supervisi dalam manajemen. f Permasalahan pribadi di rumah yang menyebabkan stres kerja di lingkungan pekerjaan. g Kebosanan dan situasi monoton. h Technostress, teknologi dapat menyebabkan stres kerja karena ketidakmampuan dari pekerja dalam mengoperasikan peralatan canggih dan teknologi baru yang akan digunakan dalam organisasi tersebut. i Ambiguitas peran, ambiguitas peran menunjukan ekspektasi sosial yang akan ditunjukan individu pada perilakunya saat individu menduduki posisi tertentu. Ambiguitas peran terjadi saat seseorang tidak mengetahui apa yang diharapkan manajemen untuk dilakukan. Efeknya meliputi rendahnya performa kerja, tingginya kecemasan dan adanya motivasi meninggalkan perusahaan.

2.2.5 Penyebab stres kerja perawat kamar bedah

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azizpour 2013menunjukkan bahwa penyebab stres kerja adalah beban kerja yang berlebihan, lingkungan kerja yang beresiko, waktu pembedahan yang menekan, hal tersebut menunjukan stres yang berhubungan dengan aktivitas dan lingkungan fisik. Sedangkan hubungan dengan dokter dan teman sejawat karena komunikasi buruk dapat menyebabkan stres yang berhubungan dengan mental. A. Beban kerja sebagai jumlah dari perawatan dan kerumitan yang diperlukan oleh pasien yang rawat di rumah sakit Huber, 2006. Marquis Housten 2001 mendefinisikan beban kerja sebagai jumlah hari rawat dalam istilah lain unit beban kerja dikaitkan dengan jumlah dan prosedur pemeriksaan, kunjungan pasien, injeksi, dan tindakan lainnya yang diberikan pada pasien. Beban kerja merupakan stresor kerja, beban kerja yang berlebihan atau terlalu sedikit dapat menimbulkan stres. Beban kerja kuantitatif terjadi karena adanya tugas yang berlebihan atau terlalu sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif terjadi karena karyawan merasa tidak mampu melakukan tugasnya, atau karyawan tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan keterampilan atau dengan kompetensinya. Beban kerja kuantitatif dan kualitatif dapat menyebabkan kebutuhan waktu kerja yang berlebihan sehingga menyebabkan stres kerja. Everly Girdano dalam supardi, 2007 menambahkan kategori lain yaitu kombinasi dari kedua beban kerja kuantitatif dan kualitatif yang berlebihan, hal itu dapat menyebabkan beban berlebihan secara fisik dan mental, karena semua pekerjaan dilakukan pada batas waktu tertentu. Berdasarkan hal diatas dapat menyebabkan stres kerja, jika pekerjaan tersebut dilakukan secara tepat dan cermat dapat menghasilkan prestasi atau kinerja yang bagus, tetapi jika pekerjan itu didesak oleh waktu maka akan menimbulkan banyak kesalahan dan dapat menyebabkan kesehatan seseorang berkurang dan menimbulkan kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan. Carayon dan Alvarado 2007 mengemukakan bahwa beban kerja perawat kamar bedah terdiri dari 6 dimensi, dimensi – dimensi tersebut meliputi beban kerja fisik, kognitif, tekanan waktu, emosional, kuantitatif, kualitatif dan varian beban kerja. Beban kerja perawat kamar bedah memiliki beban kerja yang tinggi dapat mempengaruhi dimensi beban kerja fisik seperti mengangkat pasien, berdiri lama sewaktu operasi, berjalan selama operasi bila menjadi perawat sirkuler, menarik bagian tubuh saat operasi ortopedi. Pengaruh lain adalah dimensi kognitif seperti memproses informasi dengan cepat agar dapat mengambil keputusan dan memberi saran kepada ahli bedah, perawat harus mengetahui anatomi fisiologi tubuh, mengingat jumlah kasa, jarum, alat yang digunakan. Dimensi tekanan waktu dimana perawat kamar bedah dituntut untuk melakukan tindakan cepat dalam memenuhi kebutuhan jalannya operasi dan waktu operasi yang lama juga dapat menyebabkan kelehahan. Dimensi emosional adalah perawat harus menghadapi situasi emosional karena berhubungan dengan seperti adanya serangan verbal dari ahli bedah karena tekanan waktu yang dibutuhkan sewaktu operasi. Dimensi kuantitatif dan kualitatif dimana perawat kamar bedah harus menyelesaikan berbagai tugas dengan kesulitan tinggi yang berbeda pada masing–masing operasi. Dimensi varian kerja, dimana perawat kamar bedah harus beradaptasi secara cepat dengan perubahan shift kerja. Semakin tinggi proporsi jumlah perawat dengan keterampilan campuran maka semakin menurun angka kejadian merugikan pasien. Perawat yang memiliki beban kerja yang lebih tinggi dilaporkan sering melakukan kesalahan medis dibandingkan dengan perawat yang memiliki beban kerja rendah. Tuntutan pekerjaan memiliki konsekuensi yang berkaitan dengan keselamatan pasien, keterbatasan waktu dalam menyediaan persiapan operasi dan perlengkapan obat-obatan, kegiatan rutin di kamar operasi, waktu yang panjang dalam operasi, menunggu pasien sebelum operasi dapat menimbulkan kebosanan, pasien yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat, semua dapat meningkatkan beban kerja Berland, et al, 2007. B. Lingkungan kerja kerja di kamar operasi adalah bagian khusus dari rumah sakit yang digunakan untuk melakukan pembedahan secara elektif dan emergensi. Oleh karena itu diharapkan lingkungan kamar operasi dalam keadaan terbebas dari kondisi yang merugikan pasien. Perlu dipikirkan dengan baik meliputi letak, bentuk, ukuran, pintu, suhu, kelembaban, ventilasi, lantai, dinding, sistem penerangan dan lainnya, untuk itu perlu dipikirkan untuk keselamatan pasien dan perawat kamar bedah Kemenkes, 2010. Lingkungan kamar operasi memiliki suhu rendah dan memiliki kelembaban yang tinggi dengan ventilasi AC sentral, cahaya ruangan sangat terang, lingkungan kerja yang sangat bising dan ruangan yang sempit dan terlalu lebar. Perawat bekerja di ruangan beresiko terhadap kecelakaan kerja secara biologi, fisika, kimiawi dan radiasi Hibkabi, 2010. Kondisi lingkungan kerja yang buruk, berpotensi kurang baik terhadap kesehatan karyawan, misalnya mengalami stres sehingga mudah sakit dan mengalami penurunan produktifitas kerja. Kondisi lingkungan beresiko terhadap keselamatan karyawan. Hal tersebut dapat dirasakan oleh perawat di kamar bedah menimbulkan kecemasan dan ketakutan terhadap kondisi kesehatan. Kondisi lingkungan kerja dipengaruhi juga dengan kebisingan di kamar operasi. Peningkatan kebisingan dalam pembedahan dapat menyebabkan stres kerja. penelitien terbaru mengenai kebisingan di kamar operasi, pada tahun 2003 misalnya operasi ortopedi rata rata kebisingan terjadi sebesar 75-83 dB Love, 2003 dalam stringer et all, 2008 dan pada tahun 2007 kebisingan di kamar operasi seperti operasi ortopedi, neurologi, dan urologi dapat menyebabkan kebisingan. Kebisingan tersebut dapat menyebabkan gangguan pendengaran seluruh tim operasi sehingga anggota tim bedah kurang memahami komunikasi selama operasi, peralatan yang menyebabkan kebisingan di kamar operasi berupa peralatan listrik, misalnya gergaji, alat bor, mesin diatermi, Kracht et al 2007, dalam stringer et al, 2008. Penyebab lingkungan tidak kondusif selain kebisingan yaitu asap dari elektrocauter yaitu asap gas yang dihasilkan dari pembakaran jaringan protein dan lemak dengan menggunakan elektrosurgeri atau laser Ott, 1997 dalam Barret et all., 2004. Dan kandungan dari uap air 95 dan 5 partikel dari darah, virus, bakteri, dan senyawa kimia lainnya. Bahaya dari hasil pembakaran akan menghasilkan efek mutagenik, satu gram jaringan yang di bakar oleh elektrocauter setara dengan 6 batang rokok yang dihisap Barret et all, 2004. Karena kandungan asap elektrocauter adalah gas carbon monoksida, benzene, metana, acetylene, formaldehide. C. Waktu pembedahan dipengaruhi jenis pembedahan, jenis pembedahan yang dilakukan seperti operasi minor memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan operasi mayor. Bedah minor adalah pembedahan yang sederhana dan risikonya sedikit, biasanya menggunakan anastesi lokal, dan bedah minor dapat dilakukan dengan anastesi umum, sedangkan bedah mayor adalah pembedahan yang mengandung risiko yang cukup tinggi dan memiliki area yang luas dilakukan pembedahan, biasanya mengunakan anastesi regional dan umum, waktu pembedahan mayor umumnya lebih panjang Baradero et all, 2009. Pembedahan dengan menggunakan endoskopi serat optik seperti pembedahan laparoscopy yang tujuan dari pembedahan ini sebagai diagnostik dan terapetik. Pembedahan ini juga mempengaruhi waktu pembedahan karena aksesnya minimal, artinya insisi yang dibuat kecil, dengan menggunakan porthole incision sehingga harus lebih hati-hati agat tidak memotong merusak jaringan lain . Pembedahan dengan prosedur terbuka yaitu pembedahan dengan pembuatan insisi yang lebar dengan menbuka bagian rongga tubuh, pembedahan ini memiliki insisi yang luas, hal tersebut juga dapat memperlama waktu pembedahan Baradero et all, 2009. Ditinjau dari kegawatdaruratannya pembedahan dapat dibagi menjadi pembedahan cito, urgen, dan elektif. Pembedahan cito adalah prosedur pembedahan yang dilakukan segera untuk menyelamatkan nyawa pasien, misalnya perdarahan hebat di abdomen, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tusuk atau tembak, dan lain-lain. Pembedahan urgen pembedahan yang dilakukan pada pasien yang mendapat perhatian segera, pembedahan dapat dilakukan 24-30 jam. Sedangkan pembedahan elektif adalah pembedahan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dan indikasi pembedahan tidak terlalu berbahaya Baradero et all, 2009. Selain dari jenis pembedahan yang mempengaruhi lamanya pembedahan adalah prasarana dan perlengkapan selama operasi, sistem koordinasi dan komunikasi antara ahli bedah, asisten bedah, dan perawat scrub, dan desain kerja yang di lakukan di kamar bedah, jika terjadi gangguan maka batas waktu yang telah ditetapkan menjadi lebih panjang Hakim, 2011, meningkatkan beban kerja yang berlebihan, sehingga terjadi kelelahan fisik dan mental mengakibatkan daya tahan tubuh menurun akhirnya sakit. D. Hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat Perawat menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat tidak dapat bekerja sendiri, perawat perlu berkolaborasi dengan profesi lain dan teman sejawat lainnya. Profesi lain bekerja sama dengan perawat adalah dokter, apoteker, ahli gizi, ahli patologi, ahli rontgen, dan sebagainya. Kolaborasi merupakan salah satu bentuk upaya penting dalam menjalankan tugas keperawatan. Kolaborasi adalah merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu yang berdasarkan prinsip yang sama yaitu kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaran, tanggung jawab dan tanggung gugat Nasional Joint Practice Commison, 1977 dalam Siegler Withney 2000. Kolaborasi perawat dengan dokter dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : kontrol kekuasaan, lingkungan praktik, kepentingan bersama, tujauan bersama, struktur, proses dan hasil akhir Siegler Whitney, 2000. Prinsip dasar agar praktek keperawatan dapat berjalan dengan baik menurut Nasional Joint Comission 1981 yaitu adanya saling pengertian, menghargai satu sama lain, komunikasi, kompetensi, persepsi kolaborasi, dukungan kebijakan administarasi dari institusi, dan pendekatan profesional Siegler Whitney, 2000. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dapat dilakukan dengan kerjasama dan saling menghargai profesi masing-masing, jika komunikasi tidak terjalin dengan baik maka kolaborasi tidak dapat berjalan dengan baik pula. Sebaliknya masing-masing profesi tidak saling menghormati dan menghargai profesi maka akan terjadi konflik. Jika konflik tidak ditangani segera maka meningkatkan stres kerja dari perawat Siegler Whitney, 2000. Rosenstein O’Daniel 2005 dalam berland, 2007 menyatakan perilaku buruk dokter bedah dan sikap buruk perawat kamar bedah yang paling sering terjadi dapat memberi efek negatif kepada kedua profesi, dapat menyebabkan stres, frustasi, konsentrasi menurun, bila terus - menerus terjadi akan mengalami depresi, komunikasi menjadi tidak efektif dan pertukaran informasi terganggu di tempat kerja. Dan hal ini dapat menjadi konflik antara profesi, terutama dokter dan perawat Mc Vicar, 2003 dalam Berland et all., 2007 . Meurier et al.,1997 dalam Berland et al, 2007 menyatakan bahwa penyebab stres perawat karena pengetahuan dan pengalaman yang berbeda. Hal tersebut mengakibatkan hubungan dengan teman sejawat kurang baik, karena hubungan perawat senior yang kurang peduli dengan perawat junior, perawat senior tidak memberi dukungan psikologis dan sosial terhadap perawat junior. Hal ini menyebabkan ketegangan, kecemasan, depresi.

2.2.6 Usaha Mengatasi stres kerja