Stres kerja perawat kamar bedah

perawat kamar bedah. Hubungan perawat dengan profesi lain dan teman sejawat adalah baik karena perawat kamar bedah Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Kota Medan menganut sistem kekeluargaan, hubungan komunikasi antara perawat kamar bedah dengan dokter terjalin baik dan saling menghormati kompetensi masing-masing..

5.2.3 Stres kerja perawat kamar bedah

Hasil penelitian ini, sebagian besar responden mengalami stres sedang 46,8 22 orang. Kebanyakan perawat kamar bedah RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan mengeluhkan target tuntutan pekerjaan dan tugas yang terlalu tinggi yang harus mereka jalankan setiap hari, sehingga terkadang waktu istirahat para perawat harus terabaikan dan berpindah ke waktu lain. Ini faktor dominan dari pembangkit stres kerja yang dirasakan perawat kamar bedah. Kondisi ini menuntut pergerakan yang cepat perawat dalam menangani pasien secara terus menerus melakukan operasi sampai waktu istirahat dan terkadang melebihi waktu istirahat karena apabila operasi sudah dilakukan perawat tidak dapat meninggalkan pekerjaannya sebagai perawat instrumen atau sirkuler. Kondisi inilah yang disebut dengan kelebihan beban kerja work overload secara kualitatif dan kuantitatif, hal ini mengindikasikan bahwa perawat kamar bedah RSUD Dr. Pirngadi Kota medan mengalami stres kerja karena kelebihan beban kerja secara kualitatif adalah kondisi dimana perawat merasa terlalu banyak melakukan pekerjaan yang harus dikerjakan terlalu beragam dan tidak dapat cukup waktu untuk mengerjakan tugas yang dibebankan Munandar, 2001. Hasil penelitian ini menemukan bahwa gejala stres kerja yang terjadi secara fisik seperti meningkat frekuensi nadi dan pernapasan karena bekerja dengan ahli bedah senior, terdapat gangguan saluran cerna, rasa nyeri pada punggung, mudah mengalami kelelahan, dan gangguan pada muskuletal, kecemasan, kejenuhan ketegangan. Keadaan ini dapat terjadi pada perawat dengan menghasilkan respon tubuh yang berbeda pada tubuh manusia, hal ini disebabkan stresor mengaktifkan sistem noradrenergik pada otak dan menyebabkan pengeluaran katekolamin dari sistem syaraf otonom. Selain noradrenergik, stresor juga mengaktivasi serotonik di otak dengan meningkatkan ambilan serotonik, peningkatan dopamin pada mesoprefrontal . Akibatnya peningkatan denyut nadi sehingga gejala fisik yang muncul antara lain : jantung berdebar, lebih cepat, tidak teratur, pernapasan cepat dan pendek, berkeringat, muka merah, otot tegang , napsu makan berubah, sulit tidur, gugup, sakit kepala, tangan, kaki lemas, gangguan pencernaan, sering buang air kecil, dada sesak rasa nyeri yang tidak jelas, susah BAB atau diare, kesemutan dan nyeri pada ulu hati Depkes, 2009. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aiken et al, 2002 menyatakan bahwa tingginya beban kerja perawat dapat menyebabkan beberapa pengaruh yang kurang baik seperti : 1 pengaruh kesehatan terutama beban kerja fisik seringkali menyebabkan menderita muskuletal misalnya gangguan pada tulang belakangnyeri tulang punggung. 2 pengaruh perawat mengalami kejenuhan, ketidakpuasan, stres dan kelelahan Arora et al., 2010 Semakin tinggi beban kerja semakin tinggi pula stres kerja, tetapi perawat kamar bedah Di rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi mengalami stres sedang, hal ini dapat disebabkan dari pengalaman kerja perawat yang telah lama bekerja di kamar bedah. Pada umumnya semakin lama masa kerja perawat di rumah sakit maka semakin rendah terjadinya stres. Hal ini terkait dengan semakin tingginya pengalamam kerja yang mereka peroleh dan kemampuan beradaptasi terhadap stresor yang mereka terima. Dan pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang kadang dapat menyebabkan pekerjaan itu dirasakan monoton dan dapat menimbulkan kebosanan. Hal ini dapat timbul ketika perawat melakukan pekerjaan yang berulang dan kurang menarik sehingga akhirnya dapat menyebabkan kelelahan, perasaan yang tidak gembira, kurangnya minat dan energi, berdasarkan riset yang menyeluruh diketahui bahwa kebosanan berkaitan dengan penurunan produktivitas Schultz Schultz, 2003. Usia juga mempengaruh stres kerja perawat kamar bedah sehingga menyebabkan stres sedang. Usia kelompok pekerja yang rentan terhadap stres kerja adalah kelompak kerja muda dan kelompok kerja 31- 50 tahun. Perawat pada usia 18-30 tahun, pada usia ini perawat tergolong usia muda, dengan pertimbangan fisik yang kuat, motivasi dan produktivitas yang tinggi dibandingkan dengan usia lanjut, pada usia ini secara umum memiliki kondisi kesehatan yang prima untuk menyelesaikan beban kerja di tempat kerja Wibowo, 2012. Pada kondisi ini, perawat memiliki kecenderungan terjadi stres kerja karena beban kerja yang tinggi, produktif yang tinggi pada saat yang sama mereka berhadapan dengan target yang kompetitif. Sedangkan perawat kamar bedah sebagian besar berusia 31-50 tahun pada usia ini memasuki dewasa madya, dimana pada usia ini kondisi tubuh mulai mengalami penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti dengan penurunan daya ingat, walaupun dewasa ini mengalami perubahan secara lambat dari masa lalu, dengan kondisi fisik yang sudah mulai menurun Murbin, 2006. Penelitian yang terkait bahwasanya usia tidak berpengaruh terhadap tingkat stres seperti pada penelitian Schulz Schulz 2003 yang berjudul the effect of age on levels on over all perfomance mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara usia individu dalam mengatasi stres Martina, 2012. Bart Smett 1993 mengatakan bahwa stres tidak memandang umur tetapi disebabkan latar belakang pekerja yang dapat bersumber dari keluarga, masalah dengan rekan kerja, lingkungan, pola hubungan atasan dengan bawahan. Jenis kelamin juga mempengaruhi stres kerja dalam kategori sedang pada perawat kamar bedah di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, Hal ini disebabkan hubungan stres kerja dengan jenis kelamin bersifat kompleks, beberapa faktor dapat memperberat stres kerja perempuan karena peran perempuan sebagai ibu rumah tangga. Kita juga mengetahui bahwa beban kerja dari perempuan lebih tinggi dari pada pekerja laki-laki secara full time. Tanggung jawab perempuan dalam bekerja full time dan juga bertangggung jawab terhadap keluarganya. Penelitian ini senada dengan penelitian Gunawati 2006 dalam Martina 2012 yang menyebutkan bahwa perempuan stres lebih tinggi 30 dari laki- laki, dan pada wanita stres dapat timbul karena keadaan fisiologi, psikologis dan sosialnya. Hal ini disebabkan ini disebabkan karena respon fisiologi antara laki-laki dam perempuan, pada saat perempuan stres tubuh akan memberi respon fisiologi berupa beberapa hormon dan neurotransmitter di otak. Lebih lanjut perempuan lebih menderita stres dari pada laki-laki disebabkan karena prolaktin perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki hormon ini memberi umpan negatif pada otak sehingga meningkatkan trauma emosinal dan stres fisik. Faktor selanjutnya adalah jumlah perawat kamar bedah lebih banyak perempuan dari pada laki-laki, sehingga jumlah responden laki-laki tidak proporsional dan belum memperlihatkan perbedaan stres kerja yang sesungguhnya Corwin , 2006. Perawat kamar bedah sebagaian besar berpendidikan terakhir adalah diploma, tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap mutu pekerjaan seseorang, kualitas yang rendah akan menimbulkan beban kerja bertambah dan menyebabkan stres. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Cohen 2006, dalam Martina 2012 penelitian menunjukan bahwa semakin rendah tingkat pendapatan dan pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin tingkat ketiga hormon stres yaitu epineprin, norephineprine, kortisol. Hal ini terjadi karena belum ada perbedaan tugas yang jelas antar perawat yang berbeda dengan tingkat pendidikan, sehingga beban perawat di kamar bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan tidak berbeda dengan tingkat pendidikan yang lain.

5.3 Keterbatasan penelitian