5.2 Pembahasan
Pada pembahasan ini akan didiskusikan hasil penelitian peneliti dengan hasil penelitian yang ada atau yang telah dilakukan sebelumnya dengan konsep
atau teori pada tinjauan pustaka.
5.2.1 Stresor Kerja Perawat Kamar Bedah
Hasil penelitian yang diperoleh stresor kerja perawat kamar bedah sebagian besar beban kerja dalam kategori tinggi sebesar 25 orang 53,2.
Carayon Alvarado 2007 menjelaskan bahwa beban kerja perawat kamar bedah meliputi 6 dimensi yaitu dimensi fisik, kognitif, tekanan waktu, emosional,
kuantitatif dan kualitatif dan varian kerja. Dimensi beban kerja fisik meliputi aktivitas fisik selama melakukan operasi seperti berdiri selama operasi, berjalan
selama operasi berlangsung bila menjadi perawat sirkuler, mengangkat pasien, menarik dan menahan bagian tubuh pasien selama operasi berlangsung. Dimensi
kognitif yaitu beban kerja yang memerlukan pengetahuan kognitif seperti mengetahui anatomi fisiologi dari organ yang dilakukan pembedahan, mengingat
urutan penggunaan alatinstrumen selama operasi berjalan, mengingat jumlah kasa, jarum atau nald yang digunakan, dan tahapan dalam setiap pembedahan dan
lain-lain. Dimensi tekanan waktu sangat perlu diperhatikan karena perawat dituntut untuk bertindak cepat dalam memenuhi kebutuhan alat dan bahan yang
digunakan dalam operasi untuk menyelamatkan nyawa pasien. Dimensi emosional perawat dituntut bekerja dengan serangan verbal dari operatorahli bedah.
Dimensi kuantitatif dan kualitatif dimana perawat harus meneyelesaikan
pekerjaannya yaitu operasi yang banyak dengan kesulitan berbeda pada setiap operasi. Dimensi varian kerja perawat kamar bedah harus bekerja dengan
perubahan shift dengan cepat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Arora et al. 2010 beban kerja
perawat kamar bedah tinggi karena mendapat tekanan waktu dan pengalaman tinggi dalam melaksanakan prosedur yang kompleks dan harus memiliki
kompetensi dan menguasai teknologi baru. Perawat harus memiliki memori, kognitif, dan skill yang tinggi. Perawat dituntut agar meningkatkan
kemampuannya dan jika kemampuan tersebut terus menerus dipergunakan maka dapat menyebabkan stres.
Beban kerja perawat kamar bedah rata-rata tinggi karena aktivitas perawat kamar bedah meliputi berdiri pada saat operasi, berjalan, mengangkat
pasien, menarik bagian tubuh pasien pada waktu operasi. Selain itu, tuntutan kerja dengan tekanan waktu dan pengalaman tinggi dalam melaksanakan prosedur yang
kompleks, penggunaan alat-alat berteknologi tinggi, hal ini dapat meningkatkan beban kerja Arora et al., 2010.
Berdasarkan pengamatan selama meneliti di ruangan bedah. Peneliti menemukan bahwa perawat beban kerja kamar bedah di ruang Instalasi Kamar
Bedah, beban kerja kerja yang tinggi berkonsentrasi pada pagi hari dengan rerata jumlah operasi 12-15 pasien per hari dengan jenis operasi mayor dengan kesulitan
berbeda.
Beban kerja perawat kamar bedah emergensi berkonsentrasi pada pagi, sore dan malam hari, karena operasi yang dilakukan adalah operasi cito yang
dilakukan pada pasien emergensi yang mengancam nyawa pasien, kapan saja dapat dilakukan pada sore hari atau malam hari, dengan jenis operasi mayor dan
khusus. Pembedahan di kamar bedah emergensi dilakukan sebagian besar oleh ResidenPPDS Program Pendidikan Dokter Spesialis yang didampingi ahli
bedah. Pembedahan setiap shift rerata 2-4 pasien per shift dengan jenis operasi mayor dengan kesulitan yang berbeda dan pembedahan dapat dilaksanakan setiap
saat. Beban kerja yang tinggi pada setiap shift berpengaruh terhadap
permasalahan pada manusia yang dapat meluas menjadi gangguan tidur, gangguan pisik, psikologi dan gangguan sosial serta kehidupan keluarga. beban kerja tinggi
berpengaruh terhadap perubahan fisik dan psikologis manusia diantaranya adalah kelelahan Wijaya dkk, 2006 dalam Widodo 2010.
Penelitian ini senada dengan penelitian Wibowo 2012 yang mengemukakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara beban kerja dengan
stres kerja p = 0,011 0,005. Hal ini memperkuat bahwa beban kerja yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya stres kerja.
Beban kerja yang berlebihan dapat berpengaruh terhadap stres kerja. Hal tersebut dapat terjadi pada perawat yang bekerja dengan masa kerja di bawah 5
tahun. Hal ini dapat disebabkan karena tidak adanya pelatihan yang dilakukan pihak rumah sakit kepada perawat baru, sehingga perawat baru harus beradaptasi
sendiri dengan lingkungan kerja dan mendapat bimbingan dari kepala ruangan dan perawat senior, sehingga pengetahuan perawat kamar bedah terbatas
mengenai prosedur di kamar bedah. faktor lain yang mengakibatkan stres kerja perawat junior di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan mempunyai beban kerja yang
lebih tinggi akibat pendelegasian beban kerja perawat senior kepada perawat junior. Perlu dipertimbangkan untuk memberikan pelatihan kepada perawat kamar
bedah. Pemberian pelatihan berguna untuk mengurangi stres kerja pada perawat sehingga kinerja dan produktivitas kerja perawat dapat meningkat.
Hasil penelitian stressor kerja dari lingkungan kerja tidak kondusif sebesar 51,1 24 orang responden. Kondisi lingkungan kerja kamar bedah
tidak kondusif disebabkan beberapa faktor. Kondisi lingkungan yang rentan terhadap paparan patogen dari darah, ekskresi saluran cerna, genetalia, feses,
bekas muntahan, cairan parenteral, selaput lendir dan kulit yang terluka cairan lain yang mungkin menularkan penyakit semua darah dan cairan darah manusia yang
ditangani seolah-olah diketahui menularkan HIV, VHB, Tb paru dan patogen lain Kemenkes, 2010.
Hasil penelitian Azizpour et al., 2013 menunjukkan bahwa penyebab tingginya stres perawat kamar bedah takut atau cemas karena terinfeksi oleh
pasien HIV dan hepatis rerata 3,2 dan 58. Hal tersebut disebabkan kontaminasi dengan cairan ekskresi dari pasien, darah, luka dari jarum suntik.
Perawat kamar bedah di RSUD Dr. Pirngadi setiap hari sering mengadakan kontak dengan pasien yang mana kebanyakan dari pasien-pasien
tersebut kemungkinan mengidap berbagai penyakit seperti hepatitis B, tuberkulosis, HIV, dan sebagainya, sehingga perawat mempunyai kemungkinan
yang lebih besar tertular. Perawat kamar bedah lebih mudah tertular dengan penyakit TB paru dari pada HIV karena penularan terjadi melalui inhalasi. Perlu
dipertimbangkan untuk diberikan pelatihan yang berhubungan dengan penanganan infeksi nosokomial secara teratur dan berkelanjutan bagi perawat
kamar bedah. Selain itu, untuk mencegah terjadi penularan penyakit dari pasien ke perawat agar dapat bekerja dengan aman, maka perlu dipertimbangkan
penyediaan alat perlindungan diri yang lengkap, pemberian vaksin terhadap penyakit menular yang dapat dicegah melalui vaksinasi misalnya vaksinasi
hepatis B dan C. Perawat kamar bedah mempunyai kewajiban untuk memperlakukan pasien
dengan aman dan nyaman. Prinsip asuhan keperawatan di kamar operasi harus asepsis bedah. AORN Association of Operating Room Nurses merekomendasi
kan “praktek pembersihan lingkungan kamar operasi dengan pengaturan praktek bedah”. tujuannya untuk menberikan pedoman kepada perawat kamar bedah
menciptakan lingkungan yang aman dan bersih untuk meminimalkan micro organisme dan melindungi perawat dan pasien dari infeksi nosokomial Neil, et al,
2005. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Neil et
al, 2005 yang berjudul Environment Survaillance in the Operating Room mengemukakan bahwa terjadi penurunan angka kejadian ditemukannya berbagai
jenis sampah di kamar operasi sehingga lingkungan kamar bedah lebih kondusif.
Penelitiaan ini dengan metode deskriptif komperatif, dengan membandingkan jumlah kontaminasi di kamar operasi secara harian selama 6 bulan, hasil
penelitian yang diperoleh terjadi penurunan 3709 kejadian dari jumlah ini 3429 93 adalah debu menjadi 23 98 kejadian, 5 dari kejadian termasuk dan
menurun sebesar 69 pada bulan ke-6, sedangkan darah 1,4 dan benang jahitan 1,5 dari total kejadian dan masing-masing turun sebesar 77 dan 62 selama
enam bulan. Selain itu, kelengkapan dan peralatan yang kurang baik dapat
menghambat proses pembedahan, seperti yang dikemukakan oleh Hakim 2011 menyatakan beberapa faktor menghambat proses pembedahan yaitu kelengkapan
dan peralatan di kamar bedah kurang baik 23,1, cara kerja team bedah selama operasi berlangsung 47,6 yang tidak efisien, dan karena kurang efektifnya
komunikasi dan koordinasi dari tim bedah menghambat jalan operasi27,6, hal ini di menyebabkan kondisi lingkungan tidak kondusif.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh data bahwa suhu di kamar bedah RSUD Dr. Pirngadi 18
C – 22 C, sementara suhu ruangan 26
C – 28 C. Selisih
ruangan luar dengan ruangan kamar bedah berkisar 8 C – 10
C dan perawat kamar bedah perlu beradaptasi dengan lingkungan dingin.
Pengatuaran suhu di kamar bedah sesuai dengan ketetapan oleh Hibkabi Perhimpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia, 2012 bahwa lingkungan kamar
bedah sebaiknya memiliki sistem pengatur suhu sentral dan dapat diatur dngan menggunakan alat kontrol berupa filter. Dimana udara yang dipompakan masuk
kedalam alat melalui filter. Sistem ini menjamin udara luar yang masuk bebas dari mikro organisme dan tidak menimbunan gas buang anastesi didalam kamar
bedah. Suhu kamar bedah didaerah tropis 19 C – 22
C, sedangan daerah yang memiliki musim dingin suhu kamar bedah antara 20
C–24 C dengan kelembaban
udara 45 - 60 . Paparan suhu dingin dan kelembaban yang tinggi yang berlebihan dapat
berdampak pada kesehatan, efek dari tekanan dingin adalah mendinginkan jaringan parahnya jaringan yang mendingin tergantung pada tekanan dingin
tersebut, lamanya waktu terpapar dari udara dingin dan kelembaban jaringan. Berbagai efek dari pengaruhi dingin terhadap keselamatan. Hal ini dapat merusak
mengurangi efisiensi kerja perawat secara manual, mental dan keterampilan dalam melaksanakan pekerjaan sehingga tubuh mudah mengalami penurunan imun dan
mudah tertular penyakit Seminar keselamatan kerja, 2006. Bahaya yang dihadapi perawat karena lingkungan yang tidak kondusif di
kamar bedah dapat disebabkan kebisingan, temperatur suhu, bahaya sinar radiasi, terluka karena tertusuk jarum, percikan darah dan cairan tubuh yang diekskresi
dari pasien, Selain itu perawat kamar bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi sering terpapar dengan gas kimia seperti asap cauter, formalin dan
desinfektan dan beban kerja yang berlebihan. Hal ini menjadi stresor kerja perawat kamar bedah. Berdasarkan hal diatas, perlu dipertimbangkan pemberian
extra fooding bagi perawat agar daya tahan tubuh perawat lebih baik sehingga
perawat tidak mudah sakit dan kinerja dan produktivitas perawat dapat meningkat.
Berdasarkan penelitian ini faktor kebisingan juga mempengaruhi kondisi lingkungan kerja yang tidak kondusif karena kebisingan di kamar operasi dapat
berbahaya bagi keselamatan pasien dan dapat menyebabkan stres kerja. kebisingan ini dapat disebabkan oleh alat listrik seperti alat ortopedi, alat bedah
syaraf, dan mesin anestesi, alat cauter dan kain sebagainya. Karena kebisingan dapat menyebabkan komunikasi terganggu atau buruk, ketegang antara perawat
dengan ahli bedah karena tidak dapat mendengar permintaan ahli bedah. Tingkat kebisingan di kamar bedah ketika melakukan prosedur
pembedahan, WHO merekomendasikan tingkat kebisingan pembedahan pada setiap hari 35 dB, dan pada malam hari sebesar 30 dB Stringer et.al, 2008, agar
dalam operasi perawat dapat menjawab semua pertanyaan yang didengar secara baik sehingga semua tim dapat mengerti mengenai pembicaraan yang dibicarakan.
Hasil penelitian ini didapat bahwa waktu yang diperlukan untuk pembedahan adalah lama sebanyak 24 orang 51,1 responden. Pembedahan
atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang akan menggunakan cara invasif
dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani, berdasarkan tingkat keseriusannya penbedahan dibagi menjadi dua yaitu bedah
mayor dan bedah minor. Bedah mayor melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang luas pada bagian tubuh dan lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lama.
Salah satu pekerjaan perawat kamar bedah selama proses pembedahan atau operasi adalah berdiri hal ini beresiko terhadap terjadi varises. Muttaqin Sari,
2009. Waktu yang lama dapat menyebabkan kelelahan dan ketegangan Kingdon et al., 2006.
Hakim 2011 menyatakan lamanya pembedahan disebabkan beberapa faktor diantaranya kelengkapan dan peralatan di kamar bedah 23,1, cara kerja
team bedah selama operasi berlangsung 47,6, dan karena kurang efektifnya komunikasi dan koordinasi dari tim bedah menghambat jalan operasi27,6,
berdasarkan hal di atas menyebabkan waktu operasi tidak sesuai dengan yang ditetapkan dan menambah waktu yang panjang dalam melakukan pembedahan.
Semua penyebab tersebut menjadi keluhan tim bedah termasuk perawat bedah. Hasil penelitian ini stresor hubungan dengan profesi lain dan teman
sejawat menyatakan baik sebesar 74,5, 35 orang. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Rosenstein O’Daniel 2005 dalam Berland, 2007
menyatakan perilaku buruk dokter bedah, dan sikap buruk perawat kamar bedah yang paling sering terjadi dapat memberi efek negatif kepada kedua profesi, dapat
menyebabkan stres, frustasi, konsentrasi menurun, bila terus-menerus terjadi akan mengalami depresi, komunikasi menjadi tidak efektif dan pertukaran informasi
terganggu di tempat kerja. Hal ini dapat menjadi konflik antara profesi, terutama dokter dan perawat Mc Vicar, 2003 dalam Berland et al, 2007. Perawat juga
setiap hari mengalami stres karena konflik dengan dokter, diskriminasi, beban kerja yang tinggi, menghadapi kondisi pasien yang kritis, kematian pasien dan
keluarga perancis et al, dalam smith, 2011 Aholaakko 2011 mengemukan bahwa Sesama perawat saling memberi
dukungan secara psikologis untuk memudahkan dan melancarkan pekerjaan perawat di kamar bedah serta dukungan sosial dan jalinan komunikasi yang baik
dari dokter dan teman sejawat dapat mengurangi ketegangan yang dialami
perawat kamar bedah. Hubungan perawat dengan profesi lain dan teman sejawat adalah baik karena perawat kamar bedah Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi
Kota Medan menganut sistem kekeluargaan, hubungan komunikasi antara perawat kamar bedah dengan dokter terjalin baik dan saling menghormati kompetensi
masing-masing..
5.2.3 Stres kerja perawat kamar bedah