Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi dalam perbankan khususnya dalam PT. Bank Mandiri.
3. Untuk mengetahui bagaimana analisis kasus tindak pidana korupsi PT. Bank Mandiri dalam perspektif hukum pidana.
4. Untuk memperoleh membuat suatu upaya penanggulangan terhadap tindak pidana korupsi di bidang perbankan dalam rangka memberikan perlindungan
hukum bagi korban kasus-kasus korupsi.
Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di
bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum khususnya mengenai tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia.
b. Manfaat Praktis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan atau diterapkan
dalam pengambilan kebijakan oleh aparat penegak hukum dalam tindak pidana korupsi di bidang perbankan dengan menerapkan konsep-konsep
kebijakan hukum pidana.
D. Keaslian Penulisan
Pembahasan skripsi ini dengan judul Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Karyawan PT. Bank Mandiri adalah sebuah masalah yang
sudah sering kita dengar namun dalam penulisan skripsi ini penulis khusus meninjau dari segi perspektif hukum pidana Indonesia dalam kasus tindak
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
pidana korupsi di PT. Bank Mandiri. Permasalahan yang dibahas didalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis dalam rangka melengkapi
tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di fakultas hukum Universitas Sumatera Utara dan apabila ternyata di kemudian hari
terdapat judul dan permasalahan yang sama maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah
korupsi. Tidak berlebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman.
4
Menurut Fockema Andrea kata korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau corruptus Webster Student Dictionary:1960. Selanjutnya
disebutkan bahwa corruption itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua.
5
4
Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2001, halaman 7
5
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, halaman 4
Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption; Belanda, yaitu corruptie
korruptie dan dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” dari bahasa Latin: corruption = penyuapan; corruptore = merusak gejala dimana para pejabat,
badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harafiah dari
korupsi dapat berupa : a. kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan
ketidakjujuran S. Wojowasito-W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Penerbit: Hasta, Bandung.
b. perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Penerbit: Balai Pustaka, 1976. c. 1. korup busuk; suka menerima uang suap uang sogok; memakai
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya; 2. korupsi perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok, dan sebagainya; 3. koruptor orang yang korupsi
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Penerbit Pustaka Amani Jakarta
Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan
semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
jabatannya. Dengan demikian, secara harafiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.
1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi dan orang lain.
2. Korupsi : busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi.
Adapun menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum, yang dimaksud curruptie adalah korupsi; perbuatan curang; tindak pidana yang
merugikan keuangan negara. Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers,
menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di
bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Kesimpulan ini diambil dari defenisi yang dikemukakan antara lain berbunyi,
financial manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled corrupt manipulasi dan keputusan mengenai keuangan yang
membahayakan perekonomian sering dikategorikan perbuatan korupsi. Selanjutnya ia menjelaskan the term is often applied also to misjudgements by
officials in the public economies istilah ini sering juga digunakan terhadap kesalahan ketetapan oleh pejabat yang menyangkut bidang perekonomian
umum. Dikatakan pula, disguised payment in the form og gifts, legal fees,
employment, favors to relatives, social influence, or any relationship that sacrifices the public and welfare, with or without the implied payment of
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
money, is usually considered corrupt pembayaran terselubung dalam bentuk pemberian hadiah, ongkos administrasi, pelayanan, pemberian hadiah kepada
sanak keluarga, pengaruh kedudukan social, atau hubungan apa saja yang merugikan kepentingan dan kesejahteraan umum, dengan atau tanpa
pembayaran uang, biasanya dianggap sebagai perbuatan korupsi. Ia menguraikan pula bentuk korupsi yang lain, yang diistilahkan political
corruption korupsi politik adalah electoral corruption includes purchase of vote with money, promises of office or special favors, coercion, intimidation,
and interference with administrative of judicial decision, or governmental appointment korupsi pada penelitian umum, termasuk memperoleh suara
dengan uang, janji dengan jabatan atau hadiah khusus, paksaan, intimidasi, dan campur tangan terhadap kebebasan memilih. Korupsi dalam jabatan
melibatkan penjualan suara dalam legislatif, keputusan administrasi, atau keputusan yang menyangkut pemerintahan.
6
Menurut Gurnar Myrdal menyebutkan: To include not only all forms of improper or selfish exercise of power and influence attached to a public office
or the special position one occupies in the public life but also the activity of the bribers. korupsi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak patut yang
berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas-aktivitas pemerintahan, atau usaha- usaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta kegiatan
lainnya seperti penyogokan.
7
6
Evi Hartanti, Op. cit, halaman 9
7
Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi berikut Studi Kasus, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, halaman 33
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Istilah korupsi pertama sekali hadir dalam khasanah hukum Indonesia dalam peraturan Penguasa Perang Nomor PrtPerpu0131958 tentang
Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kemudian dimasukkan juga dalam Undang-undang Nomor 24Prp1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan
Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini kemudian dicabut dan digantikan oleh Undang-undang Nomor 3 tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian sejak tanggal 16 Agustus 1999 digantikan oleh Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 dan akan
mulai berlaku efektif paling lambat 2 tahun kemudian 16 Agustus 2001 dan kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tanggal 21
November 2001.
8
Memperhatikan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang- undang Nomor 20 Tahun 2001, maka Tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat
dari 2 dua segi, yaitu Korupsi Aktif dan Korupsi Pasif. Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah sebagai berikut :
9
- Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999;
- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suat
korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
8
Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, halaman 1
9
Ibid, halaman 1-6
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
keuangan negara atau perekonomian negara Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999;
- Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau
kedudukan tersebut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999; -
Percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan Tindak Pidana Korupsi Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999;
- Memberi atau menjanjikan ssuatu kepada Pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya Pasal
5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001; -
Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
- Pemborong, ahli bangunan yang ada pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang ada pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang Pasal 7 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
- Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan
bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a Pasal 7 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001; -
Setiap orang yang ada pada waktu mneyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang Pasal 7 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001; -
Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang kerperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan sengaja membiarkan pebuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 7 ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001; -
Pegawai Negeri atau orang lain selain Pegawai Negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum scara terus menerus atau untuk smentara
waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau mmbiarkan uang atau surat berharga
tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001; -
Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara
waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
untuk pemeriksaan administrasi Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
- Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu dengan sengaja; menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuar tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut; atau membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut Pasal 10 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
- Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang :
a. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, atau menerima pembayaran
dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
b. Pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang lain atau Kas Umum tersebut mempunyai hutang kepadanya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang huruf f;
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
c. Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang seolah-olah merupakan hutang pada dirinya, padahal diketahui bahwa hak tersebut bukan merupakan hutang huruf
g; d.
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan; atau e.
Baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan yang pada saat
dilakukan perbuatan untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya huruf i.
- Memberi hadiah kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan
atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan
itu Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Sedangkan korupsi pasif adalah sebagai berikut :
- Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima pemberian
atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001; -
Hakim atau Advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
atau untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili Pasal 6
ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001; -
Orang yang menerima penyerahan bahan atau keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisaian Negara Republik Indonesia yang membiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a atau huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 7 ayat 2 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001; -
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga, bahwa
hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
- Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau
janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; atau sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya Pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001; -
Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadali Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
- Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal dketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
- Setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima
gratifkasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001. Demikianlah pengertian tentang korupsi yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
2. BentukJenis Tindak Pidana Korupsi
Menurut J. Soewartojo 1988 ada beberapa bentukjenis tindak pidana korupsi, yaitu sebagai berikut :
10
10
Evi Hartanti, Op.cit, halaman 20
a. Pungutan liar jenis tindak pidana, yaitu korupsi uang negara, menghindari pajak dan bea cukai, pemerasan dan penyuapan.
b. Pungutan liar jenis pidana yang sulit dibuktikan, yaitu komisi dalam kredit bank, komisi tender proyek, imbalan jasa dalam pemberian izin-izin,
kenaikan pangkat, pungutan tterhhadap uang perjalanan, pungli pada pos- pos pencegatan di jalan, pelabuhan, dan sebagainya.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
c. Pungutan liar jenis pungutan tidak sah yang dilakukan oleh Pemda, yaitu pungutan yang dilakukan tanpa ketetapan berdasarkan peraturan daerah,
tetapi hanya dengan surat-surat keputusan saja. d. Penyuapan, yaitu seorang penguasa menawarkan uang atau jasa lain
kepada seseorang atau keluarganya untuk suatu jasa bagi pemberi uang. e. Pemerasan, yaitu orang yang memegang kekuasaan menuntut pembayaran
uang atau jasa lain sebagai ganti atau timbal balik fasilitas yang diberikan. f. Pencurian, yaitu orang yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya
dan mencuri harta rakyat, langsung atau tidak langsung. g. Nepotisme, yaitu orang yang berkuasa memberikan kekuasaan dan fasilitas
pada keluarga atau kerabatnya, yang seharusnya orang lain juga dapat atau berhak bila dilakukan secara adil.
Menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003 disingkat KAK 2003 ada 4 macam tipe tindak pidana korupsi sebagai
berikut:
11
Ketentuan tipe tindak pidana korupsi ini diatur dalam ketentuan Bab III tentang kriminalisasi dan penegakan hukum Criminalization and Law
Enforcement dalam Pasal 15, 16, dan Pasal 17 KAK 2003. Pada ketentuan Pasal 15 diatur mengenai penyuapan pejabat-pejabat publik nasional bribery
of national public officials yaitu dengan sengaja melakukan tindakan janji, a. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan Pejabat-Pejabat Publik Nasional
Bribery of National Public Officials
11
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoretis, Praktik, dan Masalahnya, Alumni, Bandung, 2007, halaman 41
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
menawarkan atau memberikan kepada seorang pejabat publik secara langsung atau secara tidak langsung suatu keuntungan yang tidak pantas layak, untuk
pejabat tersebut atau orang lain atau badan hukum agar pejabat bersangkutan bertindak atau menahan diri dari melakukan suatu tindakan dalam
melaksanakan tugas resminya. Selain itu, dikategorisasikan juga aspek ini adalah permohonan atau penerimaan seorang pejabat publik, secara langsung
atau tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak pantas layak, untuk pejabat itu sendiri atau orang lain atau suatu badan hukum, agar pejabat itu bertindak
atau menahan diri dari melakukan suatu tindakan dalam melaksanakan tugas resminya. Kemudian, terhadap penyuapan pejabat-pejabat publik asing dan
pejabat-pejabat dari organisasi-organisasi internasional publik bribery of foreign public officials dan officials of public internasional organizations
diatur dalam ketentuan Pasal 16 dan penggelapan, penyelewengan atau pengalihan kekayaan dengan cara lain oleh seorang pejabat publik
embezzlement, misappropriation or other diversion of proverty by a public official diatur dalam ketentuan Pasal 17 KAK 2003.
b. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan di Sektor Swasta Bribey in the Private Sector
Tipe tindak pidana korupsi jenis ini diatur dalam ketentuan Pasal 21, 22 KAK 2003. Pada ketentuan Pasal 21 disebutkan bahwa :
Each State Party shall consider adopting such legislative and other measures as may be necessary to establish as criminal offences, when
commited internationally in the course of economic, financial or commercial activities:
a. The promise, offering or giving, directly or indirectly, of an undue
advantage to any person who directs or works, in any capacity, for a private sector entity, for the person himself or herself or for another
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
person, in other that he or she, in breach of his or her duties, act or refrain from acting.
b. The solicitation or acceptance, directly or indirectly, of an undue advantage by any person who directsor works, in any capacity, for a
private sector entity, for the person himself or herself or for another person, in order that he or she, in breach of his or her duties, act or
refrain from acting.
Ketentuan tersebut menentukan setiap negara peserta konvensi mempertimbangkan kejahatan yang dilakukan dengan sengaja dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan ekonomi, keuangan dan perdagangan menjanjikan, menawarkan atau memberikan, secara langsung atau tidak
langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya kepada seseorang yang memimpin atau bekerja pada suatu badan di sektor swasta untuk diri sendiri
atau orang lain melanggar tugasnya atau secara melawan hukum. Apabila diperbandingkan, ada korelasi erat antara tipe tindak pidana korupsi
penyuapan di sektor publik maupun swasta. Romli Atmasasmita
12
“Laporan penjelasan mengenai Criminal Law Convention menyebutkan 2 dua pertimbangan dimasukkannya kriminalisasi tindak pidana korupsi di
sektor swasta ke dalam konvensi ini, yaitu : pertama, bahwa korupsi di sektor swasta telah melemahkan nilai-nilai seperti, kepercayaan, loyalitas yang
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan hubungan sosial dan ekonomi. Sekalipun dampak negatif kepada korban tidak tampak nyata, tetapi
korupsi disektor swasta menimbulkan akibat kerugian kepada masyarakat sehingga perlindungan atas persaingan sehat perlu dilakukan. Kriminalisasi
menyebutkan dimensi ini lebih detail, bahwa :
12
Romli Atmasasmita, Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi dan Implikasinya terhadap Sistem Hukum Pidana Indonesia, Paper, Jakarta, 2006, halaman 8-9
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
korupsi di sektor swasta justru bertujuan memulihkan kepercayaan dan loyalitas di dalam memeliharara hubungan sosial dan ekonomi suatu negara.
Kedua, terdapat teori yang dapat dijadikan justifikasi atas kriminalisasi tersebut, yaitu teori interdepence of others. Berdasarkan teori ini, seluruh sub-
sistem sosial saling mempengaruhi secara timbal balik termasuk nilai-nilainya. Atas dasar itu, mustahil kiranya pemberantasan korupsi dilakukan di satu
sektor sementara itu juga mengabaikan kegiatan yang sama di sektor yang lain. Oleh karena itu, hambatan-hambatan di sektor ekonomi dan regulasinya
akan berdampak terhadap sistem sosial yang lain seperti, di sektor politik dan administrasi. Bertolak dari pernyataan teori di atas, pemberantasan korupsi
melalui peraturan perundang-undangan di bidang persaingan usaha hanya akan melemahkan seluruh institusi pemberantasan korupsi.
Akan tetapi, apabila diperhatikan pada KAK 2003 tampaknya negara peserta dalam proses negosisasi penyusunan konvensi tidak mencantumkan
secara tegas bahwa korupsi di sektor swasta sebagai mandatory obligation, hal ini terbukti bahwa adanya kalimat “shall consider adopting” dalam ketentuan
Pasal 21 sedangkan terminologi “shall adopt” dalam ketentuan Pasal 15 untuk kriminalisasi dan penegakan hukum terhadap penyuapan pejabat-pejabat
publik nasional bribery of national public officials. c.
Tindak Pidana Korupsi Terhadap Perbuatan Memperkaya Secara Tidak Sah Illicit Enrichment
Pada asasnya, tindak pidana korupsi perbuatan memperkaya secara tidak sah illicit enrichment diatur dalam ketentuan Pasal 20 KAK 2003 yang
menentukan, bahwa :
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
“ subject to its constitution and the fundamental principles of its legal system, each State Party shall consider adopting such legislative and other measures as
may be necessary to establish as a criminal offence, when commited intentionally, illicit enrichment, that is, a significant increase in the assets of
public official that he or she cannot reasonably explain in relation to his or her lawful income.”
Ketentuan Pasal 20 KAK 2003 mewajibkan kepada setiap negara peserta konvensi mempertimbangkan dalam prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya
untuk menetapkan suatu tindak pidana bila dilakukan dengan sengaja, memperkaya secara tidak sah yaitu suatu kenaikan yang berarti dari aset-aset
seorang pejabat publik yang tidak dapat dijelaskan secara masuk akal berkaitan dengan pendapatannya yang sah. Apabila dijabarkan, kriminalisasi
perbuatan memperkaya diri sendiri sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri mempunyai implikasi terhadap ketentuan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999
khususnya unsur kerugian negara yang bukan sebagai anasir esensial dalam Pasal 3 butir 2 KAK 2003 tentang scope of application yang menegaskan
bahwa, “For the purpose of implementating this Convention, it shall not be necessary except otherwise stated herein. For the offence … to result in
damage or harm to State property.” d.
Tindak Pidana Korupsi Terhadap Memperdagangkan Pengaruh Trading in Influence
Tipe tindak pidana korupsi ini diatur dalam ketentuan Pasal 18 KAK 2003. tipe tindak pidana korupsi baru dengan memperdagangkan pengaruh trading
in influence sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sngaja menjanjikan, menawarkan atau memberikan kepada seorang pejabat publik atau orang lain,
secara langsung atau tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya, agar pejabat publik itu menyalahgunakan pengaruhnya yang nyata, atau yang
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
diperkirakan, suatu keuntungan yang tidak semestinya bagi si penghasut asli tindakan tersebut atau untuk orang lain.
Hakikatnya, ketentuan ini berkorelasi apabila dibandingkan dengan ketentuan Pasal 15 KAK 2003 dengan pengertian :
“bribery of national public officials, “yang menentukan: “…when commited intentionally: a to promise, offering or giving, to a public official, directly or
indirectly, of an undue advantage, for the himself or herself or another person or entity, in order that the official act or refrain from acting in the exercise of
his or her officials duties.” Lebih lanjut, Romli Atmasasmita beramsumsi yaitu masalah hukum dari
dua ketentuan ini adalh, bagaimana secara teknis hukum dalam pembuktian membedakan antara menyalahgunakan pengaruh dan tidak menjalankan tugas
dan kewajibannya. Sekalipun ketentuan tersebut bersifat mendatory “Shall Consider”, tetapi harus dicermati dan dikaji secara teliti.
3. Pengertian Tindak Pidana Perbankan
Perbedaan pendapat adalah merupakan suatu hal yang wajar didalam fenomena kehidupan sosial karena dari sinilah akan didapatkan hikmah yang
pada akhirnya tercapai suatu kebenaran. Ada pula pernyataan yang bernada ideologis menyatakan bahwa perbedaan pendapat itu demokratis. Dan masih
banyak lagi untaian kata filosofis yang pada hakikatnya menyiratkan bahwa pola pemkiran manusia adalah berbeda satu dengan yang lain.
Konsepsi tentang pola pikir manusia yang sedemikian nampaknya juga berlaku dalam disiplin ilmu hukum, dimana tidak jarang ditemukan adaya
perbedaan pendapat mengenai pengertiandefenisi sesuatu hal. Hal tersebut
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
kiranya juga terjadi terhadap peristilahan pada perbuatan melanggar hukum di bidang perbankan.
Beragam istilah dijumpai dalam literatur hukum perbankan maupun hukum pidana. Sebagian menentukan istilah tindak pidana perbankan dan
sebagian lagi menyebutnya dengan tindak pidana di bidang perbankan. Namun juga ada yang mengistilahhkannya dengan kejahatan perbankan dan kejahatan
bisnis business crime. Disamping itu, ada pula sebagian orang yang berpendapat bahwa
keanekaragaman peristilahan tersebut tidak perlu dibedakan karena hakikat pengertiannya hampir sama, sehingga tidak perlu diperdebatkan dengan
argumentasi masing-masing. Hal ini dapat dimaklumi karena tidak ada satu pun peristilahan dan pengertian secara limitatif atas hal dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan baik hukum positif perbankan nasional maupun hukum pidana positif. Namun demikian untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dalam menguraikan perbuatan melanggar hukum di bidang perbankan perlu diadakan perumusan untuk mencapai kesepakatan.
Bagi sebagian ahli yang memilih istilah “tindak pidana di bidang perbankan”, argumentasi yang dikemukakan bahwa pengertian dari istilah ini
mencakup ruang lingkup yang lebih luas. Hal ini dikarenakan tindak pidana di bidang perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan
kegiatan dalam menjalankan usaha pokok bank.
13
13
H.A.K Moch. Anwar, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Alumni, Bandung, 1986, halaman 45
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Pengertian dari istilah “tindak pidana di bidang perbankan” tersebut nampaknya sejalan dengan hasil Seminar Nasional yang bertemakan “Tindak
Pidana Perbankan” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Diponegoro bekerja sama dengan Kejaksaan Agung di Semarang pada tanggal
11-12 Juni 1990. Kesimpulan seminar tersebut bahwa semua tindak pidana yang berhubungan dengan kegiatan dan usaha perbankan disebut sebagai
“tindak pidana di bidang perbankan”. Tidak dipersoalkan apakah tindak pidana itu diatur dalam undang-undang tentang perbankan maupun
diluarnya.
14
Sedangkan yang memakai istilah “kejahatan perbankan”, dalil yang dikemukakan cenderung bermuara kepada peristilahan kejahatan kerah putih
white collar crime yang dicetuskan oleh Edward A. Ross dan kemudian dipopulerkan oleh E.H.Sutherland di tahun 1949-an. Secara konseptual, istilah
kejahatan kerah putih ini digunakan terutama untuk mengidentifikasikan kejahatan yang dilakukan oleh kalangan pengusaha eksekutif ataupun pejabat
yang akibatnya adalah merugikan kepentingan umum. Oleh karena pelaku perbuatan melanggar hukum di bidang perbankan dapat dikatakan hampir
Sehubungan dengan hal tersebut, Polri memberikan pengertian tentang tindak pidana di bidang perbankan sebagai suatu pelanggaran terhadap
perundang-undanganketentuan perbankan dan Undang-Undangketentuan pidana lainnya yang menjadikan bidang kegiatan dan warkat-warkat bank
sebagai obyek danatau alat tindak pidana.
14
Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, halaman 14
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
semuanya berasal dari kalangan pengusahaeksekutif dan pejabat, maka praktis istilah yang dipakai adalah kejahatan perbankan.
15
Selain kedua istilah yang sudah disebutkan di atas, dikenal pula istilah “kejahatan bisnis”. Peristilahan ini digunakan oleh Michael Clarke untuk
menyebutkan perbuatan melanggar hukum di bidang perbankan. Hal ini dikarenakan kejahatan bisnis adalah suatu kegiatan yang memiliki konotasi
legitimasi bisnis dan tidak identik sama sekali dengan kegiatan suatu sindikat criminal sebagaimana lazimnya kejahatan-kejahatan konvensional.
16
Adapun tentang pengertian istilah “tindak pidana perbankan”, Drs. H.A.K. Moch. Anwar, S.H. mengartikannya sebagai tindak pidana yang hanya terdiri
atas perbuatan-perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Pokok- pokok Perbankan, pelanggaran mana dilarang dan diancam dengan hukuman
oleh undang-undang itu.
17
Terhadap peristilahan terakhir tersebut di atas M. Sholehuddin S.H., M.H. sependapat, namun tidak dengan pengertiannya. Dengan kata lain, peristilahan
Tindak Pidana Perbankan sudah tepat dan pas akan tetapi pengertiannya perlu diperlengkap dan atau disempurnakan.
18
Berdasarkan tata bahasa grammar Indonesia, khususnya yang diteoritikalnya di morfologi, gabungan awaan dan akhiran konfiks “per-an”
pada kata “bank” sehingga menjadi “perbankan”; adalah menunjukkan kesatuan arti yang luas ruang lingkupnya atas kata dasarnya. Oleh karena yang
menjadi kata dasarnya adalah “bank”, maka arti dari kata bentukan
15
M. Sholehuddin, Op. cit, halaman 9
16
Ibid, halaman 10
17
H.A.K. Moch. Anwar, Op. cit, halaman 45
18
M. Sholehuddin, Op. Cit, halaman 10
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
“perbankan” ialah segala hal yang berkenaan menyangkut berhubungan dengan bank itu sendiri. Konkretnya, bilamana ingin menunjukkan bahwa
sesuatu hal dinyatakan berhubungan dengan bank maka cukup disebutkan perbankan. Tidak menambah dengan kata yang menghubungkannya lagi,
semisal “di bidang”; demi efisiensi kata. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka M. Sholehuddin, S.H., M.H.
cenderung memilih istilah “tindak pidana perbankan”. Hal ini dikarenakan arti sebenarnya yang terkandung ialah tidak hanya mencakup setiap perbuatan
yang melanggar ketentuan UU Perbankan saja, melainkan melainkan juga UU Bank Indonesia, KUHP, peraturan hukum pidana khusus seperti : Undang-
undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang tentang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-undang tentang Peraturan Lalu
Lintas Devisa, dan Undang-undang tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi.
19
Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk tindak pidana dibagi 2 dua jenis, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan adalah sebagian dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melakukannya. Pada dasarnya perbuatan kejahatan diatur dalam Buku Kedua
KUH Pidana. Selain itu, ada pula kejahatan yang diatur dalam undang-undang di luar KUH Pidana. Dengan demikian, kejahatan adalah perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana yang termuat dalam Buku Kedua KUH
4. BentukJenis Tindak Pidana Perbankan
19
Ibid, halaman 11
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Pidana dan undang-undang lain yang dengan tegas menyebutkan suatu perbuatan sebagai kejahatan.
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana bagi barangsiapa yang melakukannya
bukan semata-mata kejahatan, tetapi meliputi juga pelanggaran. Pelanggaran ini pada pokoknya diatur dalam Buku Ketiga KUH Pidana dan undang-undang
lain yang menyebutkan secara tegas suatu perbuatan sebagai pelanggaran. Berkaitan dengan itu, memang dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998
tentang Perbankan telah dinyatakan secara tegas mengenai pembagian bentuk tindak pidana yang terdiri dari 2 dua jenis yaitu kejahatan dan pelanggaran
yang diatur dalam UU Perbankan tersebut diuraikan sebagai berikut :
20
a. Tindak Pidana Kejahatan Di Bidang Perbankan menurut UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998
Yang dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan di bidang perbankan menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 51 ayat 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Adapun
ketentuan Pasal 51 ayat 1 tersebut adalah sebagai berikut : Pasal 51 ayat 1 :
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 ayat 1 , Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A adalah kejahatan.
20
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, halaman 142-148
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Berkaitan dengan itu, dalam penjelasannya dikemukakan bahwa perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut dalam
ayat ini digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-perbuatan dimaksud akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih
berat dibandingkan dengan apabila hanya sekadar sebagai pelanggaran. Dengan digolongkan sebagai tindakan kejahatan, diharapkan akan dapat
lebih terbentuk ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan dalam undang-undang ini.
Mengenai tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, direksi, atau pegawai Bank Perkreditan Rakyat pada dasarnya
berlaku ketentuan-ketentuan tentang sanksi pidana dalam Bab VIII, mengingat sifat ancaman pidana dimaksud berlaku umum.
Adapun ketentuan dari pasal-pasal yang digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan yang ditentukan dalam Pasal 51 ayat 1 di atas secara
lengkap mengemukakan sebagai berikut : Pasal 46 ayat 1:
Barangsiapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.
10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 dua ratus miliar rupiah.
Pasal 46 ayat 2 :
Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau
koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang
bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Pasal 47 ayat 1 : Barangsiapa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 4 empat tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 dua ratus miliar rupiah.
Pasal 47 ayat 2 : Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi
lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam denga pidana penjara sekurang-kurangnya 2 dua
tahun dan paling lama 4 empa tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 empat miliar rupiah dan paling banyak Rp.
8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah.
Menurut penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan pegawai bank dalam ketentuan Pasal 47 ayat 2 di atas adalah semua pejabat dan karyawan
bank. Pasal 48 ayat 1 :
Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuh sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 10
sepuluh tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 seratus miliar
rupiah.
Dalam penjelasannya dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan “pegawai bank” dalam Pasal 48 ayat 1 di atas adalah pejabat bank yang
diberi wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas operasional bank, dan karyawan yang mempunyai akses terhadap informasi mengenai
keadaan bank. Pasal 49 ayat 1 :
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Anggota Dewan Komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja : a.
membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening suatu bank;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan; maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening
suatu bank;
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atua dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan
pembukuan tersebut diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 dua ratus miliar rupiah.
Pasal 49 ayat 2 : Anggota Dewan Komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima
suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya,
dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank,
atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya,
ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank;
b.tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank; diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tiga tahun dan paling lama 8
delapan tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 seratus miliar
rupiah.
Menurut penjelasan Pasal 49 ayat 1 dan ayat 2 butir a dan b, istilah pegawai bank dalam pasal tersebut mempunyai pengertian yang berbeda.
Dalam ketentuan Pasal 49 ayat 1 dan ketentuan Pasal 49 ayat 2 butir a, bahwa yang dimaksud dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
karyawan bank sedangkan dalam Pasal 49 ayat 2 butir b, yang dimaksud dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang mempunyai wewnang dan
tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.
Pasal 50 : Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah
yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku
bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tiga tahun dan paling lama 8 delapan tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.
5.000.000.000,00 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah.
Pasal 50 A : Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komosaris, direksi,
atau pegawai bank untuk melakukan atau tiak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah- langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 tujuh tahun dan paling lama 15 lima belas tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00
sepuluh miliar rupiah dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 dua ratus miliar rupiah.
b. Tindak Pidana Pelanggaran di Bidang Perbankan
Yang dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 51 ayat 2.
Adapun ketentuan Pasal 51 ayat 2 tersebut menyatakan secara tegas bahwa :
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 2 adalah pelanggaran.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Selengkapnya ketentuan Pasal 48 ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank yang lalai memberikan
keterangan yang wajb dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 1 satu tahun dan paling lama 2 dua tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah dan
paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 dua miliar rupiah.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, jelaslah bahwa Undang- undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 mengenal 2 dua jenis tindak pidana di bidang perbankan, yaitu tindak pidana kejahatan dan tindak pidana
pelanggaran.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian
21
yang digunakan adalah penelitian hukum normatif penelitian hukum doktriner. Penelitian hukum normatif disebut juga sebagai
penelitian kepustakaan atau studi dokumen. Penelitian hukum normatif disebut penelitian hukum doktriner karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya
pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Penelitian hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen
disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.
21
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, halaman 42
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
2. Data
Data sekunder yang diteliti terdiri atas : 1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang berupa
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan korupsi dan perbankan.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain berupa :
a. Tulisan dan pendapat pakar hukum pidana mengenai asas-asas berlakunya hukum pidana dalam tindak pidana korupsi dan perbankan.
b. Tulisan dan pendapat pakar hukum pidana mengenai kejahatan korupsi yang dilakukan di bidang perbankan.
3. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif yang
berpedoman kepada teori-teori hukum pidana khususnya tentang tindak pidana
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
korupsi. Analisis secara deduktif artinya semaksimal mungkin penulis berupaya memaparkan data-data sebenarnya. Metode deduktif artinya
berdasarkan yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia tentang tindak pidana korupsi yang dijadikan pedoman untuk mengambil
kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan dapat pula
memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang sangat berhubungan antara yang satu dengan yang lain yang dapat dilihat
sebagai berikut : Bab I
Pendahuluan Bab ini merupakan bab yang menguraikan latar belakang penulisan
skripsi ini, perumusan masalah dalam penulisan skripsi ini, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan menguraikan
tentang tinjauan kepustakaan yang membahas mengenai pengertian tindak pidana korupsi, bentuk jenis tindak pidana korupsi,
pengertian tindak pidana perbankan dan bentuk jenis tindak pidana perbankan.
Bab II Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Bab ini memberikan pemaparan tentang subjek hukum tindak pidana korupsi, sanksi pidana terhadap tindak pidana korupsi dan
pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi. Bab III
Tindak Pidana Korupsi di PT. Bank Mandiri Bab ini memberikan pemaparan tentang pengertian perbankan
secara umum dan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi di PT. Bank Mandiri.
Bab IV Kasus Posisi dan Analisis Kasus
Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan kasus posisi tindak pidana korupsi di PT. Bank Mandiri dan analisis kasus
tindak pidana korupsi di PT. Bank Mandiri dalam perspektif hukum pidana Indonesia.
Bab V Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi dalam Bidang
Perbankan Bab ini membahas tentang upaya-upaya penanggulangan tindak
pidana korupsi dalam bidang perbankan. Bab VI
Kesimpulan dan Saran Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari
masalah-masalah yang telah dibahas pada bab-bab terdahulu dan saran yang berguna bagi semua pihak untuk mengantisipasi
perkembangan tindak pidana korupsi yang cenderung meningkat saat ini.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi
Subjek hukum tindak pidana dalam hukum pidana korupsi Indonesia pada dasarnya adalah orang pribadi sama seperti yang tercantum dalam hukum pidana
umum. Hal ini tidak mungkin ditiadakan, namun ditetapkan pula suatu badan yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi sebagaimana dimuat dalam
Pasal 20 jo Pasal 1 dan Pasal 3 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
22
Subjek hukum tindak pidana tidak terlepas pada sistem pembebanan tanggung jawab pidana yang dianut, yang dalam hukum pidana umum sumber pokoknya
1. Subjek Hukum Orang
22
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, halaman 341