Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
ada dan berusaha menyelesaikannya dengan cara-caranya sendiri yang kemudian dapat menimbulkan praktek korupsi yang lain.
62
C. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada Aspek Masyarakat
63
Masyarakat juga kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut berperan aktif. Pada umumnya masyarakat
berpandangan masalah korupsi itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Aspek masyarakat berkaitan dengan lingkungan masyarakat dimana
individu dan organisasi tersebut berada seperti nilai-nilai yang berlaku di masyarakat yang kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa ditimbulkan
oleh budaya masyarakat misalnya masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak
kritis pada kondisi misalnya darimana kekayaan itu didapatkan. Masyarakat juga masih kurang menyadari bahwa yang paling dirugikan
dari terjadinya praktik korupsi adalah masayarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang
rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
Selain itu masyarakat juga tidak menyadari bahwa mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi. Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat.
Hal ini kurang disadari oleh masyarakat itu sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan
cara-cara terbuka namun tidak disadari.
62
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Op.cit, halaman 92
63
Strategi Pemberantasan Korupsi, http: www. bpkp. go.id, diakses pada tanggal 19 April 2008
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Oleh karena itu, peran serta masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat dalam menentukan berhasilnya pemberantasan korupsi.
D. Aspek Peraturan Perundang-undangan
1. Kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai Peraturan perundang-undangan banyak yang kualitasnya kurang memadai
dalam arti tujuan yang ingin dicapai dari dikeluarkannya peraturan perundang- undangan yang dibuat sering tidak jelas. Untuk dapat melaksanakan suatu
peraturan perundang-undangan yang baik, maka di dalam peraturan perundang-undangan tersebut perlu dirumuskan dengan jelas latar belakang
dan tujuan diberlakukannya undang-undang tersebut. Kedua hal tersebut sering diletakkan di bagian konsideran, padahal bagian itu kurang diperhatikan
dibandingkan dengan batang tubuhnya. Kadang-kadang kedua hal tersebut dirumuskan dengan jelas di bagian penjelasan peraturan perundang-undangan
padahal bagian penjelasan sering kurang diperhatikan oleh pembaca peraturan perundang-undangan tersebut.
Dengan rumusan latar belakang dan tujuan yang jelas, maka penjabaran aturan-aturan di dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan akan
lebih mudah. Disamping itu, evaluasi untuk menilai tingkat efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut jelas lebih mudah.
Peraturan perundang-undangan seringkali terlalu banyak celahnya sehingga mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin melakukan
korupsi tanpa melanggar ketentuan peraturan yang ada. Si pembuat peraturan gagal mengidentifikasikan jenis, caramodus serta frekuensi korupsi sehingga
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
masih ada perbuatan korupsi yang tidak dapat dicegah dengan peaturan yang dibuat. Si pelaku korupsi karena kepandaiannya sering menggunakan cara-
cara korupsi yang sulit dikenai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang ada.
Kemungkinan besar perumusan perundang-undangan yang kualitasnya kurang baik tersebut dikarenakan penyusunan tidak didukung dengan suatu
telaah akademik yang baik. Mungkin perumusannya hanya dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang sama kemudian memikirkan
perbaikannya tanpa mengkaji secara mendalam keadaan di lapangan. Kajian komprehensif keadaan di lapangan seharusnya tertuang di dalam telaah
akademiknya yang mendasari perumusan peraturan perundang-undangan tersebut. Kemungkinan juga, telaah akademik yang dibuat hanya sekedar
formalitas saja.
64
Korupsi dapat timbul karena didasarkan pada penyimpangan- penyimpangan yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan.
Misalnya karena adanya penyimpangan yang termuat di dalam suatu Keppres, maka pihak tertentu dapat melakukan kegiatan yang termasuk kategori korupsi
tanpa dapat dipersalahkan karena memang ada dasar hukumnya. Penyimpangan-penyimpangan seperti itu memang mungkin terjadi karena itu
2. Tidak efektifnya Judicial Review oleh Mahkamah Agung
64
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Op.cit, halaman 99-100
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
harus ada kewenangan judicial review yang dijalankan secara efektif oleh Mahkamah Agung.
65
Disosialisasikan disini dimaksudkan adalah peraturan tersebut disebarluaskan kemudian diperkenalkan dan dijaga agar sewaktu-waktu
seorang anggota masyarakat memerlukannya maka peraturan tersebut akan dapat tersedia dengan mudah dan murah. Misalnya apabila peraturan yang
berkaitan dengan ketentuan korupsi yang ada disebarluaskan, kemungkinan besar akan mennyebabkan adanya deteren efect yaitu kurangnya korupsi
karena calon koruptor takut akan hukuman yang akan dikenakan padanya sehingga tidak berbuat korupsi dan takut karena kalau dia melakukan korupsi
maka semua orang akan segera tahu bahwa yang dia lakukan adalah perbuatan korupsi.
3. Peraturan kurang disosialisasikan Walaupun sudah terdapat peraturan perundang-undangan yang memadai,
namun kalau tidak disosialisasikan maka akan banyak orang yang tidak mengetahui isi peraturan tersebut. Anggota masyarakat seringkali mempunyai
bukti suatu perbuatan korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintah tetapi tidak melaporkan ke pihak yang berwenang karena tidak tahu bahwa
perbuatan tersebut sebenarnya merupakan korupsi yang dilarang oleh undang- undang.
66
4. Sanksi terlalu ringan
65
Ibid, halaman 101
66
Ibid, halaman 102
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Apabila sanksi yang terdapat dalam peraturan yang ada terlalu ringan, maka menyebabkan peraturan tersebut tidak efektif lagi dimana orang akan
menghitung untung ruginya jika melakukan korupsi. Sanksi dari suatu perbuatan korupsi yang terlalu ringan misalnya hanya disuruh mengembalikan
hasil korupsi jika orang akan dihukuam beberapa bulan atau beberapa tahun saja, maka orang akan mempertimbangkan untuk berbuat korupsi.
Namun permasalahan ini telah ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan bentuk penerapan sanksi yang meletakkan adanya batas minimal dan
maksimal sehingga dalam melakukan tindak pidana korupsi jika telah dilakukan maka akan dapat dikenai pasal yang ada dalam Undang-Undang No.
31 Tahun 1997 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , bahkan dalam melakukan tindak pidana korupsi yang
dilakukan dengan keadaan tertentu dapat dipidana mati.
5. Penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu Korupsi berkembang baik di Indonesia karena kemungkinan bagi
pelakunya untuk ditahan sangat kecil dan lebih kecil kemungkinan untuk dihukum. Seseorang akan mudah melakukan korupsi jika sanksi dari peraturan
yang ada tidak diberlakukan sama kepada setiap individu yang terbukti melakukan korupsi. Penerapan sanksi yang dapat dipengaruhi dengan
kedudukan atau pangkat seseorang akan mengurangi efektivitas dari peraturan tersebut. Apalagi jika aparat penegak hukum dapat disogok agar perbuatan
korupsi kemudian dibuat seakan-akan tidak terbukti atau sanksi yang diberikan menjadi lebih ringan maka orang mudah melakukan korupsi.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
Jadi, jika hendak memberantas korupsi di Indonesia harus dilakukan tanpa pandang bulu artinya setiap individu yang melakukan korupsi baik korupsi
dengan jumlah besar ataupun jumlahnya kecil berupa pungutan liar, semua harus diajukan ke pengadilan tanpa ada yang diberi maaf karena kerugian
negara telah dikembalikan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999.
6. Lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan Para pembuat peraturan perundang-undangan termasuk pihak DPR pada
waktu membuat peraturan tidak memikirkan bagaimana cara mengevaluasi efektivitas peraturan yang dibuat. Akibatnya, setelah bertahun-tahun
dilaksanakan pihak DPR baru mengetahui bahwa suatu undang-undang ternyata tidak efektif dan harus diperbarui.
Sebaiknya pada waktu membuat peraturan perundang-undangan, pihak pembuat peraturan sudah memikirkan bagaimana caranya menilai
efektivitasnya dan kapan penilaian tersebut harus dilakukan untuk kemudian diputuskan perlu atau tidaknya dilakukan revisi. Dengan cara seperti ini
peraturan perundang-undangan akan menjadi lebih up to date,benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan keadaan. Disamping itu, kelemahan dalam
bidang evaluasi perundang-undangan ini juga mengakibatkan terjadinya konflik berbagai undang-undang. Bunyi pasal suatu undang-undang akan
dapat bertentangan dengan bunyi pasal undang-undang yang lain yang pada akhirnya menimbulkan kepastian hukum.
67
67
Ibid, halaman 104
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri Studi Kasus No. 2120 PID. B 2006 PN. Mdn, 2008.
USU Repository © 2009
BAB IV KASUS DAN ANALISIS KASUS
A. KASUS 1. Posisi Kasus
Terdakwa Nining Sukaisih, Amd; umur 37 tahun selaku pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin dan bertugas sebagai Teller pada PT. Bank
Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin dengan teller ID 1050251 secara berturut- turut sejak tanggal 3 Oktober 2005 sampai dengan tanggal 20 Desember 2005
atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu tertentu yang masih termasuk dalam tahun 2005 bertempat di PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin atau
setidak-tidaknya pada tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dan perbuatan tersebut
merupakan serangkaian perbuatan yang berhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, perbuatan mana
dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : Bahwa ia terdakwa Nining Sukaisih, Amd adalah pegawai pada PT. Bank
Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin yang diangkat berdasarkan Surat No. 6066HR1999 tanggal 13 September 1999 dan bertugas sebagai Teller pada PT.
Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin dengan teller ID 1050251. Bahwa di dalam ketentuan Bank Mandiri, proses pencairan uang nasabah haruslah