Pengertian Sanksi Pidana Pengertian Tindak Pidana dan Sanksi Pidana a. Pengertian Tindak Pidana

1. Bahwa feit dalam strafbaar feit berarti handeling kelakuan atau tingkah laku 2. Bahwa pengertian strafbaar feit dihubungakn dengan kesalahan orang yang mengadakan kelakuan tadi. Terhadap perbuatan Tindak Pidana dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran, s esuai menurut buku “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”KUHP. Yaitu yang terdapat pada buku II dan buku III yang memuat perincian berbagai jenis tindak pidana. Tujuannya adalah guna melindungi kepentingan hukum yang dilanggar, kepentingan hukum pada dasarnya dapat dirinci dalam tiga jenis, yaitu antara lain : a kepentingan hukum perorangan, b kepentingan hukum masyarakat, c kepentingan hukum negara. 33 Dalam sistematika KUHP perlu diperjelas tentang perbedaan antara kejahatan misdrijiven pasal 104 s.d. 488 dengan pelanggaran overtredingen pasal 498 s.d. 569. “kejahatan menunjuk pada suatu perbuatan, yang menurut nilai-nilai kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur secara tertulis dalam ketentuan undang-undang. Oleh karenannya disebut dengan Rechtsdelicten. Sedangkan pelanggaran menunjukan pada perbuatan yang oleh masyarakat bukan sebagai perbuatan tercela. Diangkatnya sebagai perbuatan pidana karena ditentukan oleh undang-undang. Oleh karenannya disebut sebagai wetsdelicten ”. 34

b. Pengertian Sanksi Pidana

Sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidana karena sering kali menggambarkan nilai-nilai sosial budaya bangsa. Artinya, pidana mengandung tata 33 Moh. Taufik makarao,Suhasril, H. Moh. Zakky, Op.cit., hal 41 34 Ibid ., Universitas Sumatera Utara nilai value dalam suatu masyarakat mengenai apa yang baik dan tidak baik, apa yang bermoral dan apa yang amoral serta apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Meskipun tata nilai itu sendiri ada yang bersifat universal dan abadi, tetapi dari zaman ke zaman ia juga dapat bersifat dinamis. 35 Pada`mulanya sanksi pidana menganut single track system, yakni jenis sanksi pidana saja sebagai representasi melekatnya pengaruh aliran klasik dalam hukum pidana. Aliran ini berpaham indeterminisme mengenai kebebasan kehendak manusia yang menekankan kepada perbuatan pelaku kejahatan sehingga dikehendakilah hukum pidana perbuatan daad-strafrecht . Karenanya, sistem pidana dan pemidanaan aliran klasik ini sangat membatasi kebebasan hakim dalam menetapkan jenis sanksi dengan berbagai bentuknya. 36 Pengaruh perkembangan kesadaran hukum masyarakat memunculkan aliran neo-klasik yang menitikberatkankonsepsinya kepada kebebasan kehendak manusia. Pada sekitar tahun 1810 mulai mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual terhadap pelaku tindak pidana. Aliran neo-klasik memberikan kekuasaan kepada hakim untuk menetapkan pidana penjara antara batas minimum dan maksimum yang ditentukan dalam undang-undang. Dengan demikian sistem the definite sentence ditinggalkan dan beralih kepada sistem the indefinite sentence. 37 Bermuara dari konsepsi-konsepsi kedua aliran hukum tersebut, lahirlah ide individualisasi pidana. Sebagai konsekunsi ide dari individualisasi pidana, maka sistem pemidanaan dalam hukum pidana modern juga berorientasi kepada pelaku dan 35 Sholehuddin, “Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana.” Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal 55 36 Ibid ,. hal 57 37 Ibid., hal.57 Universitas Sumatera Utara perbuatan daad-dader straafrecht sehingga jenis sanksi yang ditetapkan tidak hanya meliputi sanksi pidana, tetapi juga sanksi tindakan yang relatif lebih bermuatan pendidikan dari pada penderitaan. Disamping keberadaannya telah menjadi kecenderungan internasional, sistem pemidanaan yang bertolak dari ide individualisasi pidana ini merupakan hal yang harus diperhatikan sehubung dengan pendekatan humanistik dalam penggunaan sanksi pidana untuk tujuan perlindungan masyarakat sosial defence. Hal ini tersurat dalam tujuan umum kebijakan kriminal yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat social welfare. 38 Sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan. Fokus sanksi pidana tertuju pada perbuatan salah seseorang lewat pengenaan penderitaan agar yang bersangkutan menjadi jera. Sanksi pidana lebih menekankan unsur pembalasan. Ia merupakan penderitaan yang sengaja dibebankan kepada seorang pelanggar. Sanksi pidana bertujuan memberi penderitaan istimewa bijzonder leed kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya. Dengan demikian sanksi pidana berorientasi pada ide pengenaan sanksi terhadap pelaku suatu perbuatan. 39 Ide dasar sanksi pidana yakni filsafat indeterminisme sebagai sumber ide sanksi pidana. Sebagaimana diketahui asumsi dasar filsafat indeterminisme adalah bahwa sejatinya manusia memiliki kehendak bebas, termasuk ketika ia melakukan kejahatan. Karena sebagai konsekuensi pilihan bebasnya, maka setiap pemidanaan harus diarahkan pada pencelaan moral dan pengenaan penderitaan bagi pelaku. 40 38 Ibid., hal 58 39 Ibid ., hal 32 40 Ibid ., hal 33 Universitas Sumatera Utara

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan Penelitian ini mempergunakan pendekatan Yuridis Empiris. Dimana metode pendekatan Yuridis dalam penelitian ini yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi Buku-buku serta Norma-norma Hukum yang terdapat pada peraturan Perundang-undangan, Asas-asas Hukum, Kaedah Hukum, dan Sistematika Hukum serta mengkaji ketentuan Perundang-undangan, dan bahan-bahan hukum lainya. 41 Pendekatan Empiris yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan empiris tentang hubungan hukum terhadap masyarakat, yang dilakukan dengan cara mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kehidupan yang nyata dalam masyarakat dan dihubungkan pada analisis terhadap peraturan Perundang-undangan. . 42 2. Data dan Sumber Data Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer, dimana adapun yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diperoleh dari sumber yang pertama seperti wawancara kepada pegawai di BNN Sumut , sedangkan data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari seumber yang pertama, melainkan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Seperti data yang diperolah dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian laporan, buku 41 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Bayu Media Publishing, 2005, hlm.29. 42 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm.42 Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

4 89 158

Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur Dan Penerapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan No:770/Pid.Su

1 85 157

Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/2011/PN.Mdn)

3 76 145

Peranan Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

33 230 74

Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Kurir Narkotika dalam Tinjauan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Perkara Nomor 139/Pid.B/2010/PN.Kbm )

3 111 106

Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/Pn.Mdn)

1 50 102

Penerapan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)

0 47 117

Tinjauan Hukum Terhadap Rehabilitasi Sebagai Sanksi Dalam Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 13 114

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/201

0 0 38