b Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
3 Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Ayat 2 huruf b batal demi hukum. 4
Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasehat hukumnya dan penyidik, pada saat
bersamaan dengan penyampaiaan surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.
Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan yang telah dilimpahkan ke Pengadilan. Pengubahan surat dakwaan oleh penuntut umum diatur dalam Pasal 144
menyatakan : 1 Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan
hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya.
2 Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat- lambatnya 7 tujuh hari sebelum sidang dimulai.
3 Dalam hal Penuntut Umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.
3. Pemeriksaan di persidangan
Dalam proses persidangan khususnya untuk perkara tindak pidana narkotika,hakim harus betul-betul mengingat 2 dua pasal yang terdapat dalam UU
No. 35 Tahun 2009, yaitu Pasal 99 dan Pasal 100 yang mengatur sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1 Di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara
tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang menyebutkan nama dan alamat pelapor atau hal yang memberikan
kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor. 2
Sebelum sidang dibuka, hakim mengigatkan saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika
untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1.
Pasal 100 1
Saksi, pelapor, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika beserta keluarganya berwajib
diberi perlindungan oleh negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, danatau hartanya, baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan
perkara.
2 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perlindungan oleh negara sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur dengan peraturan pemerintah.
Dari ketentuan Pasal 99 UU No. 35 Tahun 2009 diketahui bahwa pelapor dalam perkara narkotika dalam perkara narkotikaprekursor narkotika benar-benar
dilindungi. Hal ini merupakan hal yang wajar mengingat kejahatantindak pidana narkotika bukanlah tindak pidana biasa melainkan tindak pidana yang secara umum
merupakan tindak pidana terorganisir. Bayangkan apabila identitas pelapor diungkapakan dalam persidangan dan
kebetulan mafia narkotika atau salah satu pihak menyaksikan persidangan di pengadilan. Besar kemungkinan si pelapor dapat terancam hidupnya seperti dibunuh,
disiksa dan hal lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam UU No. 35 Tahun 2009 tidak ada secara tegas memberi definisi “pelapor”. Tetapi kalau dilihat dari definisi laporan sebagaimana yang diatur dalam
UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, maka yang dimaksud dengan pelapor dalam tindak pidana narkotika adalah orang yang memberitahukan tentang adanya atau akan
adanya terjadinya tindak pidana narkotika prekursor narkotika dan orang tersebut memberitahukan karena kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang
berwenang. Dari definisi tersebut, tentunya dapat dimaknai bahwa pelapor ini adalah orang yang mengetahui karena melihat, mendengar, dan mengalami sendiri hal yang
berhubungan dengan tindak pidana narkotika yang pengertiannya berarti tidak jauh dari pengertian saksi. Sehubungan dengan ini, maka Pasal 100 UU No. 35 Tahun 2009
telah menegaskan bahwa saksi, pelapor, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika beserta
keluargannya wajib diberi perlindungan oleh negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, danatau hartanya, baik sebelum, selama maupun sesudah
proses pemeriksaan perkara. Jadi, dalam penanganan perkara narkotika, yang sangat mendapatkan perhatian dari negara adalah :
67
1 Pelapor dan keluarganya
2 Saksi dan keluarganya
3 Hakim dan keluarganya
4 Penuntut umum dan keluarganya
5 Penyidik dan keluarganya
67
AR. Sujono, Bony Daniel, Op. cit., hal 203
Universitas Sumatera Utara
Melihat hal tersebut tentunya yang harus diperhatikan adalah: bagaimana mekanisme perlindungan terhadap para pihak tersebut? Walaupun dikatakan oleh
Pasal 100 Ayat 2 UU No.35 Tahun 2009 bahwa perlindungan diatur dengan peraturan pemerintah, namun tidak kalah penting untuk diperhatikan yaitu
perlindungan terhadap saksi yang telah diatur dalam undang-undang khususnya yang dikenal dengan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Perlindungan terhadap saksi dan korban pada prinsipnya merupakan pelaksanaan dari asas universal sebagaimana yang tertuang dalam pasal 28D Ayat 1 UUD 1945 yang
mengatur bahwa : “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum di samping kewajiban negara untuk menjamin kedudukan hukum dan pemerintahan yang sama
kepada segala warga negara Indonesia, sehingga agar warga negara dapat memperoleh keadilan hukum dan pelayanan pemerintahan yang sama, maka hukum dibentuk dan
diberlakukan sebagai sarana untuk memberikan perlindungann kepada setiap orang tampa diskriminasi. Hubungannya dengan UU No. 35 Tahun 2009, maka dengan
prinsip equality before the law, saksi dan pelapor juga korban dalam proses peradilan pidana harus diberi hak yang sama seperti halnya hak-hak yang diberikan tersangka,
sehingga saksi dalam tindak pidana narkotika berani mengatakan yang sebenarnya tampa meliputi rasa takut walaupun rasa takut itu ada dan nyata apalagi dalam kasus
kejahatan narkotika yang telah mencakup
scoup
terorganisir dan besar.
68
68
Ibid ., hal 204
Universitas Sumatera Utara
BAB III
KENDALA-KENDALA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA
A. Kendala-kendala Umum yang Terjadi Dalam Pemberantasan Narkotika di Indonesia Sejak Lahirnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Kejahatan narkotika merupakan salah satu kejahatan yang memerlukan keseriusan dari berbagai pihak untuk memberantasnya, karena kejahatan ini
merupakan kejahatan yang dapat merusak bangsa ini, dengan cara membuat generasi muda bangsa menjadi rusak baik secara mental maupun fisik. Namun pada
kenyataanya pemberantasan kejahatan narkotika tidaklah dapat dilakukan dengan mudah karena masih banyak kendala-kendala yang dijumpai oleh aparat penegak
hukum dalam menumpas kejahatan ini, dimana menurut bapak adapun yang menjadi kendala pada umumnya dalam pemberantasan kejahatan narkotika di Indonesia
meliputi:
69
1. Kendala dari segi jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar Pada dasarnya jumlah penduduk yang besar pada suatu negara, merupakan salah
satu potensi yang cukup baik bagi suatu negara dalam melakukan pembangunan, namun apabila potensi penduduk yang ada tidak diusahakan dengan baik seperti
misalnya dengan membuka lapangan pekerjaaan untuk menghindari terjadinya pengangguran, maka potensi dari segi besarnya jumlah penduduk dalam suatu
negara tadi akan menjadi beban bagi negara itu sendiri. Dimana adapun beban yang
69
Kompol Rustam Gultom, Wawancara, Kepala Sesi Penyidikan bidang pemberantasan narkotika BNNP Sumut, Tanggal, 24 November 2015
Universitas Sumatera Utara
dapat ditimbulkan dari besarnya jumlah penduduk salah satunya adalah dengan memanfaatkan jumlah penduduk yang besar dan masih pengangguran untuk
dipekerjakan menjadi pengedar narkotika oleh gembong narkotika dengan diiming- imingkan mendapatkan keuntungan yang besar, sehingga dengan begitu potensi
jumlah penduduk yang besar jika tidak dikelolah dengan baik oleh negara akan menjadi kendala dalam pemberantasan kejahatan narkotika oleh aparat penegak
hukum. 2. Kendala yang datangnya dari segi geografis negara Indonesia yang merupakan
negara kepulauan Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari kepulauan-kepulauan yang
notabenenya terdiri dari banyaknya pantai-pantai serta pelabuhan-pelabuhan yang dijadikan tempat untuk berlabuhnya kapal-kapal, dimana situasi seperti ini dapat
dimanfaatkan oleh pengedar gelap narkotika yang datangnya bisa dari luar negeri ataupun bahkan dalam negeri sendiri untuk mengedarkan narkotika melalui
pelabuhan-pelabuhan yang tidak resmi, sehingga hal ini menyebabkan aparat penegak hukum seperti BNN dan Kepolisian sulit mendeteksi peredaran gelap
narkotika yang melalui jalur laut. 3. Kendala dari segi Rehabilitasi pengguna narkotika
Proses rehabilitasi merupakan suatu proses yang sangat penting dalam menyembuhkan pemakai narkotika dari rasa ketergantungan terhadap narkotika
tersebut. Terhadap pemakai narkotika sendiri proses rehabilitasi merupakan cara penanganan yang lebih tepat terhadap pemakai narkotika, ketimbang pemakai
narkotika harus berada di Lembaga Pemasyarakatan Lapas. Sebagaimana yang
Universitas Sumatera Utara
disampaikan oleh Kepala BNN Sumut Brigjen. Pol. Andi Loedianto, yang menyatakan bahwa maraknya penyalahgunaan narkoba yang terjadi dalam Lapas
tidak terlepas dari model penanganan yang keliru. Pemakai narkotika seharusnya direhabilitasi jangan disamakan dengan tahanan yang lain. Mereka tahanan
narkotika sedang menderita penyakit adiksi narkotika sehingga menyebabkan terjadinya persoalan-persoalan baru dalam Lapas seperti tawuran dan tindakan
kriminal lainya dalam Lapas.
70
Namun dalam pelaksanaan proses rehabilitasi pihak BNN Sumut menemukan beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Adapun
kendala yang dihadapi oleh pihak BNN Sumut dalam melaksanakan rehabilitasi terhadap pemakai narkotika meliputi:
71
a. Kendala dari segi tempat Dimana untuk melakukan rehabilitasi ini pihak BNN Sumut masih belum
memiliki tempat tersendiri untuk merehabilitasikan pemakai narkotika, dimana selama ini pihak BNN Sumut hanya melakukan kerjasama dengan memberikan
bantuan dana kepada rumah sakit, yayasan dan sebagainya, sehingga hal ini mengakibatkan BNN Sumut tidak bisa melakukan proses rehabilitasi secara
maksimal terhadap pemakai narkotika b. Kendala dari segi anggaran
Anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah untuk melakukan rehabilitasi terhadap pemakai narkotika selama ini masih sangatlah kurang, karena masih
banyak program-program pihak BNN Sumut dan juga kebutuhan-kebutuhan
http:indonesiabergegas.bnn.go.id2015-09-22Kepala-bnnp-sumut-rehabilitasi-pecandu- narkoba-menghindari-masalah-baru, diakses pada tanggal 28 November 2015
71
Indriana, Wawancara, Staff Penguatan lemabaga rehabilitasi BNNP Sumut, Tanggal 24 November 2015
Universitas Sumatera Utara
pemakai narkotika selama menjalankan proses rehabilitasi yang harus dipenuhi. namun proses tersebut menjadi terhambat karena anggaran yang dikucurkan oleh
pemerintah kepada pihak BNN Sumut masih kurang. c. Kendala dari segi program
Pihak BNN Sumut dalam melakukan proses rehabilitasi, memiliki beberapa program-program yang menunjang terlaksananya proses rehabilitasi. Adapun
program-program yang dilaksanakan oleh pihak BNN Sumut antara lain: 1 Program rawat jalan
Merupakan program rehabilitasi yang difokuskan kepada kelompok- kelompok penyalahguna dalam kategori B pengguna teratur lebih 2
kaliminggu baik 1 atau lebih jenis narkotika yang punya produktivitas tetap seperti: pelajar, mahasiswa, karyawan, swasta, PNSTNIPolri. Dimana
dengan adanya perawatan seperti ini tidak menganggu kegiatan aktivitas sehari-hari kelompok pengguna narkotika tadi.
2 Program rawat inap Merupakan program rehabilitasi yang ditujukan terhadap kelompok
penyalahguna narkotika yang menginginkan perawatan rehabilitasi yang lebih intensif, sehingga penyalahguna narkotika dapat benar-benar terbebas dari
rasa kecanduan pemakaian narkotika. Program rawat inap ini dilaksanakan selama jangka waktu antara 1 hingga 6 bulan.
Program-program rehabilitasi ini pada pelaksanaanya menemui beberapa kendala, dimana salah satu kendalanya adalah kurangnya sosialisasi program-
program tersebut kepada masyarakat, dimana hal ini terjadi karena masyarakat
Universitas Sumatera Utara
masih belum memiliki akses informasi yang memadai untuk mencari tahu program-program rehabilitasi yang dicanangkan oleh BNN Sumut, selain akses
informasi yang memadai kendala dalam pelaksanaan program-program rehabilitasi juga terjadi karena masih kurangnya anggaran yang dikucurkan oleh
pemerintah untuk mendukung program-program rehabilitasi tersebut. 4. Kendala dari segi penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika terhadap pemberantasan narkotika. Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
sudah berjalan selama 6 tahun ini memiliki beberapa kendala dalam pengaturan atau dalam pelaksanaannya. dimana adapun yang menjadi kendala yang datangnya
dari segi pengaturan mengenai narkotika itu sendiri dapat terlihat dari beberapa hal antara lain:
72
a. Kendala dari segi pengaturan jenis narkotika
Seharusnya pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tidak disebutkan secara spesifik zat-zat apa saja yang tergolong ke dalam
narkotika, akan tetapi hanya disebutkan jenisnya saja, karena jika disebutkan secara spesifik zat-zatnya akan mengakibatkan jika ada penemuan zat-zat baru
yang dapat dikatakan tergolong narkotika, dan sementara zat baru tersebut belum diatur di dalam Undang-Undang Narkotika, maka pengguna zat baru
tersebut sulit untuk dijerat sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika. Tidak bisanya dijerat pemakai zat baru tersebut sebagai pelaku penyalahguna narkotika
karena adanya asas legalitas yang diatur dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang
72
Kompol Rustam Gultom, Op.Cit., Tanggal 24 November 2015.
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa “tiada suatu perbuatan dapat dipidana apabila belum ada aturan hukum yang mengaturnya, seperti contohnya yang terjadi pada kasus artis
Raffi Ahmad yang positif menggunakan 3,4
methylenedioxymethcathinone,
turunan zat katinona atau biasa disebut metilona. Polisi belum bisa menjerat Raffi karena zat baru ini belum dijabarkan dalam undang-undang.
b. Kendala dari segi karena tidak ada batas daluwarsa yang jelas bagi pengguna narkotika
Undang-Undang Narkotika tidak memberikan batasandaluwarsa yang jelas atas tindak pidana yang dapat dikenakan bagi pengguna narkotika. Dimana bagi
pengguna narkotika yang sedang menjalani proses rehabilitasi atas kemauan sendiri bukan berdasarkan putusan hakim bisa dikenakan pidana atas perbuatan
yang telah lampau membeli, menggunakan, menguasai, atau menyimpan narkotika tanpa hak dan melawan hukum bisa dikenakan pidana atas perbuatan
yang telah lampau membeli, menggunakan, menguasai, atau menyimpan narkotika tanpa hak dan melawan hukum berpeluang sewaktu-waktu dapat
dikenakan hukuman. Permasalahan tersebut timbul karena adanya ketentuan mengenai batas waktu dalam hukum pidana bagi pelaku tindak pidana
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 78 Ayat 1 KUHP yang menyebutkan: “ Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa: 1. Mengenai semua
pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, sesudah 1 tahun, 2. Mengenai kejahatan yang diancam dengan denda, kurungan, atau
pidana penjara paling lama 3 tahun, sesudah 6 tahun, 3. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun, sesuadah 12 tahun, 4.
Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup, sesudah 18 tahun.”
Universitas Sumatera Utara
Tidak diaturnya pengecualian jangka waktu terhadap pengguna narkotika yang sedang atau sudah dalam tahap mantan pengguna narkotika
mengakibatkan, aparat penegak hukum yang menentukan pengguna sebagai Daftar Pencarian Orang DPO akan melakukan pengawasan terhadap pengguna
narkotika dimana tidak tertutup dilakukan di tempat-tempat rehabilitasi.
B. Kendala-kendala Dalam Memberantaskan Kurir Narkotika