Prediktor-prediktor Penggunaan Internet sebagai Sumber Belajar

35 kekuatan dari niat tersebut mencapai level tertentu siswa mewujudkan perilaku penggunaan internet sebagai sumber belajar. Model perilaku penggunaan internet beserta faktor-faktor penyebabnya dari Ajzen, I. 2006:1 dapat dilihat pada gambar 8. Fishbein, M. Ajzen, I. 1975:368-372 menjelaskan juga bahwa hubungan antara niat dan perilaku tersebut tidak selalu berhubungan secara sempurna atau signifikan. Terdapat tiga aspek yang dapat mempengaruhi signifikansi hubungan niat dan perilaku yang ditanyakan atau perilaku target. Gambar 8. Model Perilaku beserta Faktor-faktor penyebabnya Ajzen, I., 2006:1 Aspek pertama adalah kesamaan tingkat spesifikasi atau correspondence in level of specificity . Niat yang ditanyakan harus memiliki tingkat spesifikasi yang setingkat dengan perilaku yang ditanyakan. Contohnya adalah pengkajian tentang “Perilaku Siswa dalam Mengunjungi Pertunjukan Pukul 7.30 di bioskop Rialto pada Malam Tanggal 19 Juli 1974”. Pengkajian ini ditujukan untuk memprediksi 36 apakah para siswa akan datang atau tidak pada pertunjukan pukul 7.30 di bioskop Rialto. Pertanyaan tentang niat yang seharusnya dibuat adalah sebagai berikut Fishbein, M. Ajzen, I., 1975:369 : Saya berniat untuk datang ke Pertunjukan Pukul 7.30 di bioskop Rialto pada malam tanggal 19 Juli 1974. Mungkin 1 2 3 4 5 6 7 tidak mungkin Pertanyaan di atas tentu lebih jelas dan dapat menghasilkan prediksi yang lebih baik dari pada “Saya berniat untuk datang ke bioskop Rialto pada malam tanggal 19 Juli 1974” atau “Saya berniat untuk datang ke bioskop Rialto”. Aspek kedua adalah stabilitas niat atau stability of the intention. Niat seseorang dapat berubah setiap saat. Perubahan ini tergantung pada interval antara waktu pengukuran niat untuk melakukan suatu perilaku dan pengamatan perilaku tersebut, semakin lama jeda waktunya semakin besar kemungkinan perubahan niat tersebut. Hal ini dikarenakan orang tersebut mungkin mendapatkan informasi baru atau kejadian tertentu yang dapat merubah niatnya. Hal lain yang menyebabkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara niat dan perilaku adalah jika terdapat perilaku-perilaku lain yang harus dikerjakan terlebih dahulu secara sekuensial sebelum melakukan perilaku yang hendak diukur,seperti “melanjutkan studi ke perguruan tinggi tertentu”. Perilaku melanjutkan studi tersebut mempersyaratkan perilaku-perilaku lain yang harus dikerjakan terlebih dahulu yakni “lulus sekolah menengah” dan “lulus 37 ujian masuk perguruan tinggi”. Hal terakhir yang dapat menyebabkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara niat dan perilaku adalah ketergantungan pada individu lain atau kejadian untuk melakukan perilaku tertentu. Semakin besar ketergantungan, semakin besar kemungkinan kecilnya koefisien korelasi antara niat dan perilaku Fishbein, M. Ajzen, I., 1975:370-371. Aspek ketiga adalah kontrol kekuatan atau volitional control. Pelaksanaan perilaku oleh seorang individu pasti tergantung pada kontrol kekuatan dia atau seberapa besar kekuatan yang dirasakan. Terdapat banyak perilaku yang perwujudannya tergantung pada kontrol kekuatan ini, misalnya adalah perilaku berhenti merokok. Perilaku berhenti merokok bagi para pecandu rokok tentu sangat sulit dilakukan meskipun dia meniatkannya. Hal ini dikarenakan perlunya perilaku persiapan yang harus dilakukan para pecandu rokok sebagai awalan hingga ia mampu melakukan perilaku berhenti merokok. Akhirnya yang terjadi adalah niat untuk berhenti merokok tidak mewujud menjadi perilaku berhenti merokok melainkan perilaku lain. Contoh lain adalah perilaku-perilaku yang dilakukan tanpa kesadaran penuh seperti mengendarai mobil pada jalan yang biasa dilalui, berjalan di tengah malam dalam kondisi tidur dan sebagainya Fishbein, M. Ajzen, I., 1975:371-372. Fishbein, M. Ajzen, I. 1975:368-372 menjelaskan 3 aspek di atas menyebabkan niat dan perilaku tidak berhubungan secara signifikan. Ketiga aspek tersebut mengarahkan perilaku yang hendak diteliti pada 38 perilaku yang memiliki kriteria 1 memiliki spesifikasi yang sama dengan niat yang diukur; 2 interval waktu pengukuran yang pendek; 3 tidak memiliki perilaku yang harus dikerjakan sebelumnya secara sekuensial; 4 memungkinkan individu melakukannya secara mandiri tidak tergantung pada individu dan atau kejadian lain; 5 berada di bawah kontrol individu.

4. Sikap

Sikap terbentuk berdasarkan kumpulan keyakinan bahwa suatu perilaku menghasilkan keuntungan tertentu yang disebut sebagai keyakinan perilaku dan penilaian terhadap hasil yang diharapkan dapat diperoleh dari perwujudan perilaku tersebut. Ajzen, I. 2005:123-124 menyatakan bahwa sikap yang dimaksud bukan sikap terhadap objek tetapi lebih mengarah kepada penilaian positif atau negatif dari individu terhadap perilaku tertentu yang ingin dilakukannya. Sikap terhadap perilaku ini ditentukan oleh keyakinan yang diperoleh mengenai konsekuensi atau manfaat atau kerugian yang dapat diperoleh dari suatu perilaku. Keyakinan tersebut disebut dengan keyakinan perilaku Ajzen, I., 2005:123-124. Fogarty Shaw 2004 dalam Ketut Ima Ismara 2010:32 menyatakan kekuatan dari sikap dijabarkan menjadi keyakinan terhadap perilaku behavioral belief dan ditentukan atas dasar evaluasi hasil 39 outcome yang diharapkan. Model matematis pembentukan sikap dapat dilihat pada persamaan 1. Fogarty Shaw, 2004 dalam Ketut Ima Ismara, 2010:32 dengan, A β b = Attitude toward behavior B Sikap terhadap perilaku B i e = Behavioral Belief that performing B will lead to outcome i Keyakinan bahwa melakukan perilaku B akan menyebabkan terjadinya hasil i i i = Index behavior attitude Indeks perilaku dan sikap = the evaluation of out-come i Penilaian senang-tidak senang terhadap hasil i Evaluasi terhadap perilaku yang dilakukan dapat berupa perasan senang atau tidak senang. Kaitannya dengan perilaku penggunaan internet sebagai sumber belajar berdasarkan persamaan 1 adalah perilaku menggunakan internet sebagai sumber belajar B diyakini b individu dapat membantunya menyelesaikan tugas-tugas sekolah dengan cepat dan berkualitas b 1 . Penyelesaian tugas-tugas sekolah dengan cepat dan berkualitas adalah sesuatu yang netral, objektif, dan diperoleh individu berdasarkan pengalaman langsung atau dapat juga dari berita orang lain. Penilaian e yang dilakukan individu selama ini bahwa menyelesaikan tugas-tugas sekolah dengan cepat dan berkualitas e 1 A β = Σ b i . e i 1 membuatnya merasa lebih puas dan senang. Perasaaan senang dan puas merupakan perasaan subyektif individu yang spesifik dapat berbeda dengan yang dirasakan orang lain karena sudah ada pengaruh harapan. Pengaruh harapan itu adalah penyelesaian tugas-tugas sekolah yang berkualitas maupun cepat 40 dan nilai-nilai yang dianut individu. Individu memilih atau juga tidak memilih perilaku tertentu dipengaruhi oleh apakah perilaku tersebut dapat memenuhi harapannya untuk memperoleh perasaan senang dan apakah perilaku tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya Ajzen, I., 2005:123-124. Pengukuran sikap menurut Ajzen dalam Francis, J. J., et. al. 2004:13-16 memiliki dua cara yaitu pengukuran sikap secara langsung dan pengukuran sikap secara tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dilakukan dengan menanyakan secara langsung kepada responden tentang sikap secara keseluruhan dari dia terhadap perilaku target, apakah menurutnya perilaku target adalah perbuatan yang “baik” atau “buruk”. Pengukuran sikap secara tidak langsung dilakukan dengan menanyakan kepada responden tentang keyakinan perilaku yang spesifik penilaian hasilnya. Francis, J. J., et. al. 2004:9 menyatakan bahwa sangat dianjurkan untuk menggunakan kedua jenis pengukuran sekaligus untuk kepentingan pengujian konsistensi internal angket yang digunakan. Jumlah butir angket juga harus dipertimbangkan supaya responden tidak jenuh, pusing lelah bahkan malas yang pada akhirnya akan mempengaruhi validitas angket Francis, J. J., et. al., 2004:9. Metode pengukuran yang digunakan hanya pengukuran sikap secara tidak langsung berdasarkan alasan tersebut. Contoh butir pertanyaan untuk pengukuran sikap secara tidak langsung adalah pertanyaan tentang keyakinan perilaku yaitu “Penggunaan