Dari hasil uji Kolmogorov Smirnov, dapat dilihat bahwa p-value pada kolom Asimp. Sig2-tailed memiliki nilai-nilai diatas nilai ini 0.05 level of
significant. Hal ini menunjukkan bahwa residual terdistribusi normal.
4.1.3.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolineritas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terdapat korelasi antar variabel independen. Pengujian
multikolinearitas dilakukan dengan melihat VIF antar variabel independen. Jika VIF menunjukkan angka 10
menandakan terdapat gejala multikolinearitas. Adapun hasil pengolahan data dengan analisis regresi
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.3 Persamaan Regresi
Sumber : Output SPSS, diolah penulis, 2013
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error
Beta Tolerance
VIF 1 Constant
19425.001 70512.734
.275 .785
CAR 152599.313 321146.144
.047 .475
.639 .881
1.135 NPL
469092.159 862029.154 .060
.544 .591
.717 1.395
ROA 6452650.019 802470.350
.824 8.041 .000
.832 1.202
LDR -137378.273
57109.825 -.263 -2.406
.024 .730
1.369 a. Dependent Variable: TPK
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel 4.3, masing- masing variabel independen memiliki VIF tidak lebih dari 10 sehingga dapat dinyatakan bahwa model regresi linier
berganda terbebas dari multikolinieritas dan dapat digunakan dalam penelitian.
4.1.3.3 Uji Heteroskedastisitas
Tujuan dilakukannya uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terdapat ketidaksamaan pengganggu
antara satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Berikut disajikan hasil dari uji heteroskedastisitas yang ditunjukkan dalam grafik scatterplot
pada gambar
Gambar 4.3 Output Pengujian Heteroskedastisitas
Sumber : Output SPSS, diolah penulis, 2013
Universitas Sumatera Utara
Hasil uji grafik Scatterplot menunjukkan tidak terjadinya
heteroskedastisitas pada model regresi. Hal ini terlihat dari titik-titik yang menyebar secara acak yang terdapat diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu
Y, titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja, dan penyebaran titik-titik data tidak berpola.
4.1.3.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dalam suatu model regresi adalah
dengan melakukan uji Durbin-Watson DW test. Dalam model regresi tidak terjadi autokorelasi apabila hasil uji Durbin-Watson mencakup
beberapa kriteria secara umum, seperti yang diungkapkan Syafrizal Helmi, dkk 2007 : 86 yaitu :
1 Jika 0 dw dl, keputusannya tidak ada autokorelasi positif tolak 2 Jika dl
≤ dw ≤ du, keputusannya t idak ada autokorelasi positif no decision
3 Jika 4 – dl dw 4, keputusannya tidak ada korelasi negatif tolak 4 Jika 4 – du
≤ dw ≤ 4 – dl, keputusannya tidak ada korelasi negatif no decision
5 Jika du dw 4 – du, keputusannya tidak ada autokorelasi positif atau negatif tidak ditolak.
Universitas Sumatera Utara
Adapun cara lain yang secara umum dapat digunakan untuk mengambil keputusan terkait uji Durbin-Watson antara lain dengan
kriteria sebagai berikut 1 angka D – W di bawah – 2, berarti ada autokorelasi posistif,
2 angka D – W diantara – 2 sampai + 2, berarti tidak ada autokorelasi, 3 angka D – W di atas + 2, berarti ada autokorelasi negatif.
Berikut ini disajikan hasil uji Durbin-Watson untuk penelitian ini
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Mod el
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics Durbin-
Watson R Square
Change F Change
df1 df2
Sig. F Change
1 .884
a
.782 .747
37241.642 .782
22.365 4
25 .000
1.841 a. Predictors: Constant, LDR, CAR, ROA, NPL
b. Dependent Variable: TPK
Sumber : Output SPSS, diolah penulis, 2013
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel, nilai Durbin Watson yaitu 1,841 dl dw 4 – du, 0,941 1,841 4 – 1,511, maka dapat dinyatakan bahwa data penelitian
terbebas dari autokorelasi sehingga data yang digunakan dapat dipakai dalam penelitian.
4.1.4 Pengujian Hipotesis