Gambaran Stresor Dan Stres Kerja Perawat Kamar Bedah Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan

(1)

U

AMR N

FAKUL UNIVERSI

i SKRIP

OLEH RIZAL HU

NIM : 1211

LTAS KEP ITAS SUM 2014

PSI

H

TASUHUT 121038

ERAWAT MATERA U

4

T

AN UTARA


(2)

ii Nama : Amrizal Hutasuhut NIM : 121121038

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul : Gambaran Stresor Dan Stres Kerja Perawat Kamar Bedah Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan kepada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan kaidah ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Medan, Februari 2014 Yang menyatakan,

Amrizal Hutasuhut NIM 121121038


(3)

(4)

iv

Tahun : 2014

ABSTRAK

Stres kerja merupakan reaksi seseorang terhadap tuntutan atau tekanan di tempat kerja yang merugikan dan seorang dituntut untuk beradaptasi. Stres karja dapat terjadi pada perawat kamar bedah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stresor dan stres kerja perawat kamar bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif eksploratif yang bertujuan untuk mengetahui stressor dan stres kerja perawat kamar bedah. Sampel adalah perawat kamar bedah sebanyak 47 responden dengan menggunakan tehnik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stressor perawat kamar bedah meliputi beban kerja tinggi 25 orang (53,2%), lingkungan kerja yang tidak kondusif 24 orang (51,1%), waktu pembedahan yang lama 24 orang (51,1%), stresor hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat menyatakan buruk 12 orang (25,5%). Perawat kamar bedah mengalami stress kerja dalam kategori sedang 22 orang (46,8%), perawat yang mengalami stress kerja dalam kategori berat 7 orang (14,9%), perawat mengalami stres kerja dalam kategori ringan sebesar 18 orang (38,3%). Diharapkan pihak manajemen membantu mengatasi stres kerja perawat kamar bedah dengan cara melatih manajemen stres pada perawat kamar bedah.

Kata kunci : Stresor kerja, stres, perawat kamar bedah


(5)

v Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Stress at work is a reaction of a person to the demands or pressures at work that harms and requires someone to adapt. Job stress can occur in an operating room nurse. The purpose of this study is to determine the stressor and work stress of surgical room nurse working in local general hospital of Dr. Pirngadi. This study used a descriptive exploratory design that aims at identifying stressors and work stress of surgical room nurse. The sampels are surgical room nurses as many as 47 total respondents. The research used sampling techniques. The results showed that the stressor of surgical room nurse include high workload as many as 25 people (53.2%), unconducive working environment with 24 people (51.1%) ,long surgery time with 24 people (51.1%) , stressor of relationships with other professionals and peers showed bad states with 12 people (25.5%). Surgical room nurses experiencing work stress in medium category are 22 people (46.8%) , in serious category by 7 people (14.9%) , in mild category by 18 people (38.3 % ) . It is expected to management to help overcome the work stress of surgical room nurse by giving them a training stress management.


(6)

vi

menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana keperawatan. Peneliti menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan saran berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Erniyati S.Kp., MNS, selaku Pembantu Dekan I, Evi Karota Bukit, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan II, Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan III di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Amran Lubis Sp.KV (K) FIHA selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan yang telah memberi izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.

4. Sri Eka Wahyuni S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam menyusun skripsi ini.


(7)

vii

saran dan arahan bagi peneliti dalam menyusun skripsi ini.

7. Ayahanda tercinta Amron Hutasuhut dan Ibunda tersayang Endang Suryani Ningsih dan adik – adikku Nila, Taufik, Tari, Ridho yang memberi dukungan kepada peneliti.

8. Teristimewa untuk istriku Umi Fitri Anggrayani dan putri kecilku Fawwazi Arka Rizfi Hutasuhut yang selalu memberi dukungan moril kepada peneliti.

9. Seluruh teman-teman seperjuangan S1 Keperawatan Ekstensi universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti menerima berbagai kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempunaan penelitian ini. Peneliti berharap ALLAH SWT berkenan membalas semua kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan penelitian ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2013

Peneliti


(8)

viii

Halaman Pernyataan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Abstrak ... iv

Abstract ... v

Prakata ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Skema ... x

Daftar Tabel ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Konsep Stres ... 10

2.1.1 Defenisi Stres ... 10

2.1.2 Respon Tubuh Terhadap Stres ... 10

2.1.3 Gejala dan Akibat Stres ... 13

2.1.4 Tingkatan Stres ... 15

2.2 Stres Kerja ... 16

2.2.1 Defenisi Stres Kerja ... 16

2.2.2 Jenis – Jenis Stres Kerja ... 17

2.2.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja ... 18

2.2.4 Sumber Stres Kerja ... 21

2.2.5 Penyebab Stres Kerja Perawat Kamar Bedah ... 22

2.2.6 Usaha Mengatasi Stres Kerja ... 30

2.3 Perawat Kamar Bedah ... 31

2.3.1 Peran Perawat Kamar Bedah ... 32

2.3.2 Fungsi Perawat Kamar Bedah ... 32

2.3.3 Sistem Organisasi Kamar Bedah ... 33

2.3.4 Personil yang Terlibat di Kamar Bedah ... 34

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 41

3.1 Kerangka Konsep ... 41


(9)

ix

4.5 Instrument Penelitian dan pengukuran ... 46

4.6 Uji Validitas dan Reabilitas Penelitian ... 49

4.7 Pengumpulan Data ... 51

4.8 Analisa Data ... 52

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

5.1 Hasil Penelitian ... 53

5.1.1 Data Demografi ... 53

5.1.2 Stresor Kerja Perawat Kamar Bedah ... 55

5.1.3 Stres Kerja Perawat Kamar Bedah ... 56

5.2 Pembahasan ... 56

5.2.1 Stresor Kerja Perawat Kamar Bedah ... 56

5.2.2 Stres Kerja Perawat Kamar Bedah ... 65

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

6.1 Kesimpulan ... 72

6.2 Saran ... 72


(10)

(11)

xi

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Perawat Kamar Bedah ... 54 Tabel 5.2 Distribusi Tabel Stresor Kerja Perawat Kamar Bedah ... 55 Tabel 5.3 Distribusi Tabel Stres kerja Perawat Kamar Bedah ... 56


(12)

xii Lampiran 3 Surat Permohonan Uji Validitas Lampiran 4 Surat Permohonan Uji Validitas

Lampiran 5 Surat Balasan Permohonan Uji Validitas Lampiran 6 Surat Balasan Permohonan Uji Validitas Lampiran 7 Surat Uji Realibilitas

Lampiran 8 Surat Pengambilan Data

Lampiran 9 Surat Balasan Pengambilan Data Lampiran 10 Surat Penyataan Keaslian Terjemahan Lampiran 11 Hasil Uji Reabilitas

Lampiran 12 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 13 Lembar Bukti Bimbingan


(13)

iv

Tahun : 2014

ABSTRAK

Stres kerja merupakan reaksi seseorang terhadap tuntutan atau tekanan di tempat kerja yang merugikan dan seorang dituntut untuk beradaptasi. Stres karja dapat terjadi pada perawat kamar bedah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stresor dan stres kerja perawat kamar bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif eksploratif yang bertujuan untuk mengetahui stressor dan stres kerja perawat kamar bedah. Sampel adalah perawat kamar bedah sebanyak 47 responden dengan menggunakan tehnik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stressor perawat kamar bedah meliputi beban kerja tinggi 25 orang (53,2%), lingkungan kerja yang tidak kondusif 24 orang (51,1%), waktu pembedahan yang lama 24 orang (51,1%), stresor hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat menyatakan buruk 12 orang (25,5%). Perawat kamar bedah mengalami stress kerja dalam kategori sedang 22 orang (46,8%), perawat yang mengalami stress kerja dalam kategori berat 7 orang (14,9%), perawat mengalami stres kerja dalam kategori ringan sebesar 18 orang (38,3%). Diharapkan pihak manajemen membantu mengatasi stres kerja perawat kamar bedah dengan cara melatih manajemen stres pada perawat kamar bedah.

Kata kunci : Stresor kerja, stres, perawat kamar bedah


(14)

v Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Stress at work is a reaction of a person to the demands or pressures at work that harms and requires someone to adapt. Job stress can occur in an operating room nurse. The purpose of this study is to determine the stressor and work stress of surgical room nurse working in local general hospital of Dr. Pirngadi. This study used a descriptive exploratory design that aims at identifying stressors and work stress of surgical room nurse. The sampels are surgical room nurses as many as 47 total respondents. The research used sampling techniques. The results showed that the stressor of surgical room nurse include high workload as many as 25 people (53.2%), unconducive working environment with 24 people (51.1%) ,long surgery time with 24 people (51.1%) , stressor of relationships with other professionals and peers showed bad states with 12 people (25.5%). Surgical room nurses experiencing work stress in medium category are 22 people (46.8%) , in serious category by 7 people (14.9%) , in mild category by 18 people (38.3 % ) . It is expected to management to help overcome the work stress of surgical room nurse by giving them a training stress management.


(15)

1

Profesi keperawatan merupakan profesi yang berperan penting dalam pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang memberikan pelayanan keperawatan dan menyelengarakan pelayanan keperawatan yang bermutu di rumah sakit. Pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dengan terus–menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu di rumah sakit (Aditama, 2004).

Tenaga keperawatan merupakan sumber daya manusia terbanyak di rumah sakit dari segi jumlah dan paling lama berinteraksi dengan klien. Tenaga keperawatan di rumah sakit merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan (Sondang, 2003). Perawat merupakan sumber daya terpenting di rumah sakit karena selain jumlahnya dominan (55-65%) juga merupakan profesi yang memberi pelayanan yang konstan dan terus–menerus 24 jam kepada pasien setiap hari.

Perawat sebagai salah satu anggota yang membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat membantu dan memfasilitasi pasien untuk mendapat pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan. Perawat berperan sebagai penghubung penting dalam suatu rumah sakit. Salah satu contohnya perawat kamar bedah.


(16)

Peran perawat kamar bedah bertanggung jawab secara klinis dan berfungsi sebagai scrub nurse (instrumentator) atau perawat sirkulasi. Perawat kamar bedah memiliki kemahiran dan tanggung jawab dalam melakukan asuhan keperawatan, baik asuhan keperawatan pre operatif, intra operatif, maupun post operatif (Kemenkes, 2010).

Tugas dan tanggung jawab perawat kamar bedah bukan hal yang ringan untuk dipikul. Perawat kamar bedah bertanggung jawab menyediakan fasilitas sebelum pembedahan dan mengelola paket alat pembedahan selama tindakan pembedahan berlangsung, administrasi dan dokumentasi semua aktivitas/tindakan keperawatan selama pembedahan dan kelengkapan dokumen medik antara lain kelengkapan status lengkap, laporan pembedahan, laporan anastesi, pengisian formulir patologi, check-list pasient safety di kamar bedah, mengatasi kecemasan dari pasien yang akan di operasi, persiapan alat, mengatur dan menyediakan keperluan selama jalannya pembedahan baik menjadi scrub nurse atau pun sirkuler nurse, dan asuhan keperawatan setelah pembedahan di ruang pulih sadar (recovery room). Hal diatas menyebabkan ketegangan dan kejenuhan dalam menghadapi pasien, teman sejawat, tekanan dari pimpinan, selain itu juga perawat harus dituntut tampil sebagai perawat yang baik oleh pasien (Hipkabi, 2012). Berbagai situasi dan tuntutan kerja yang di alami perawat dapat menjadi sumber potensial stres kerja.

Handoko (2001) mendefenisikan stres sebagai suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikir, dan kondisi seseorang.


(17)

Jika stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau rumah sakit tempat individu bekerja. Seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja.

Kristanto (2009), menyatakan bahwa kemampuan individu dalam mengambil sikap dan keputusan dapat menyebabkan stres kerja. Faktor penyebab yang dominan stres kerja perawat disebabkan kondisi yang dihadapi perawat sehari-hari, baik dalam hal pekerjaan ataupun dalam kehidupannya sehari-hari. Penelitian dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan perawat sebagai profesi beresiko sangat tinggi terhadap stres. Hal tersebut disebabkan oleh karena perawat memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyelamatkan nyawa pasien. (Basuki dalam Widodo, 2010).

Banyak studi mengenai stres kerja perawat terutama pada pelayanan klinis, stres kerja dapat terjadi karena beban kerja yang tinggi, peran ambiguitas perawat, konflik dengan dokter dan teman sejawat lainnya, kekurangan jumlah perawat, terlalu sering lembur, kurang kesempatan mendapat pelatihan atau pendidikan yang berkelanjutan, sekarat dan kematian, dan perencanaan dalam karir dan prestasi (Evan, 2002 ; Mac Vicar 2003, Parikh et al, 2004 dalam Azizpour, 2013).

Stres kerja perawat kamar bedah disebabkan mendapat tekanan waktu dan pengalaman tinggi dalam melaksanakan prosedur yang kompleks dan harus memiliki kompetensi dan menguasai teknologi baru. Perawat harus memiliki memori, kognitif, dan skill yang tinggi. Perawat dituntut agar


(18)

meningkatkan kemampuannya dan jika kemampuan tersebut terus menerus dipergunakan maka dapat menyebabkan stres (Arora et al., 2010).

Lingkungan kerja kerja di kamar bedah adalah bagian khusus dari rumah sakit yang digunakan untuk melakukan pembedahan secara elektif dan emergensi, karena kondisi lingkungan kamar bedah rentan terhadap paparan patogen dari darah, ekskresi saluran cerna, genetalia, feses, bekas muntahan, cairan parenteral, selaput lendir dan kulit yang terluka cairan lain yang mungkin menularkan penyakit semua darah dan cairan darah manusia yang ditangani seolah-olah diketahui menularkan HIV, VHB, TB paru dan patogen lain. Oleh karena itu, perawat kamar bedah mempunyai kewajiban untuk memperlakukan pasien dengan aman dan nyaman. Prinsip asuhan keperawatan di kamar operasi harus asepsis bedah (Kemenkes, 2010).

Hasil penelitian Azizpour et al., (2013) menunjukkan bahwa penyebab tingginya stres perawat kamar bedah takut atau cemas karena terinfeksi oleh pasien HIV dan hepatis rerata 3,2 dan 58%. Hal tersebut disebabkan kontaminasi dengan cairan ekskresi dari pasien, darah, luka dari jarum suntik.

Waktu pembedahan menjadi adalah satu stresor perawat kamar bedah, hal ini disebabkan jenis operasi yang dilakukan, jenis operasi mayor lebih lama dari pada operasi minor, operasi seng menggunakan laparaskopi lebih lama karena lapangan operasi yang sempit dan perlu berhati-hati dalam melakukannya karena pembedahan ini dapat memotong atau menjepit jaringan di sekitarnya. Operasi dengan laparatomi atau membuka lebar area insisi rongga tubuh sehingga dapat memperlama waktu operasi (Boradero, et


(19)

al., 2009). Perawat kamar bedah bekerja waktu pembedahan yang lama merupakan faktor yang menyebabkan kelelahan dan ketegangan (Kingdom, 2007). Salah satu pekerjaan perawat kamar bedah bekerja adalah berdiri selama melakukan pembedahan, perawat dapat bekerja dengan berdiri selama 8 jam tanpa istirahat, hal tersebut dapat menyebabkan varises (McCulloc, 2005).

Hakim (2011) menyatakan lamanya pembedahan disebabkan beberapa faktor diantaranya kelengkapan dan peralatan di kamar bedah (23,1%), cara kerja team bedah selama operasi berlangsung (47,6%), dan karena kurang efektifnya komunikasi dan koordinasi dari tim bedah menghambat jalan operasi (27,6%), berdasarkan hal di atas menyebabkan waktu operasi tidak sesuai dengan yang ditetapkan dan menambah waktu yang panjang dalam melakukan pembedahan. Semua penyebab tersebut menjadi keluhan tim bedah termasuk perawat bedah.

Hubungan dengan dokter dan teman sejawat adalah salah satu stresor kerja. Hasil penelitian Maria dan Sullivan (1998, dalam Azizpour 2013) personil kamar bedah mengalami stres kerja dalam kategori tinggi, karena ada hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan hubungan kerja perawat dengan dokter dan teman sejawat lainnya, hal ini disebabkan konflik dengan rekan kerja yang tidak tepat menyebabkan komunikasi dan kolaborasi tidak tidak terjalin baik dan pada gilirannya mengarah perawat kurang mendapat dukungan mental dan sosial dari rekan sejawat. Perilaku agresif dokter menjadi faktor terbesar stres perawat kamar bedah, hal ini disebabkan oleh


(20)

karena ketidakmampuan perawat memenuhi kebutuhan yang diperlukan dokter bedah, perawat kurang kompeten dalam melakukan tugasnya dan tidak mempersiapkan operasi dengan baik (Skjorshammer, 2003 dalam Berland,et al., 2007). Rosenstein & O’Daniel (2005 dalam Berland et al, 2007) menyatakan prilaku buruk dokter bedah kepada perawat kamar bedah yang paling sering terjadi dapat memberi efek negatif kepada kedua profesi, dapat menyebabkan stres, frustasi, konsentrasi menurun, komunikasi dan pertukaran informasi terganggu di tempat kerja. Dan hal ini dapat menjadi konflik antara profesi, terutama dokter dan perawat (Mc Vicar, 2003 dalam Berland et al, 2007).

Beban kerja yang tinggi perawat kamar bedah secara terus menerus karena mendapatkan tekanan yang tinggi dari pekerjaan dapat menyebabkan stres secara fisik, emosi, sosial, psikologis, perubahan spritual. Respon stres yang terjadi fisik secara berulang dapat menyebabkan ketegangan dan kelelahan. Respon yang terjadi secara psikologi dapat menyebabkan kecemasan, depresi, ketakutan, marah. Hal tersebut diatas dapat menimbulkan perilaku negatif seperti konsumsi alkohol, merokok, absensi permusuhan dan agresi prilaku ini akhirnya menurunkan produktivitas dan efisiensi secara signifikan dapat menghambat upaya keselamatan pasien dan efektifitas dari organisasi ( Kingdon et.al, 2006).

Berdasarkan hasil riset Persatuan Perawat nasional Indonesia, (2006, dalam Widodo, 2010) bahwa 50,9% perawat Indonesia mengalami stres kerja


(21)

sering pusing, lelah, tidak ada istirahat karena beban kerja yang terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah dan insentif yang tidak memadai.

Hasil studi pendahuluan didapatkan data di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan terdapat 5 ruangan kamar bedah yaitu Instalasi Bedah Sentral (IBS), Kamar Bedah Emergensi (KBE) Instalasi Gawat Darurat, kamar bedah mata, kamar bedah kulit, dan kamar bedah reproduksi. Jumlah seluruh perawat kamar bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Kota Medan berkisar 48 orang (termasuk peneliti), masing kamar bedah memiliki jumlah perawat yaitu jumlah perawat kamar bedah di IBS sebanyak 19 orang, kamar bedah emergensi sebanyak 18 orang, kamar bedah mata sebanyak 5 orang, kamar bedah kulit sebanyak 3 orang, kamar bedah reproduksi sebanyak 3 orang.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap perawat kamar bedah mengenai stres kerja dari 10 orang di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan. Maka didapat hasil 7 orang perawat mengalami stres ringan dengan gejala memiliki motivasi/semangat tinggi, energi berlebih, mampu mengerjakan semua tugas, dan penglihatan tajam. 3 orang mengalami stres kerja sedang ditandai dengan kelelahan fisik, kurang kosentrasi, kejenuhan dan sulit tidur. Penyebab stres perawat yaitu beban kerja yang tinggi, kondisi lingkungan yang beresiko, dan konflik dengan teman sejawat, kebosanan dan lain-lain. Berdasarkan fenomena yang terjadi dan uraian tersebut peneliti tertarik meneliti “Gambaran Stresor dan Stres


(22)

Kerja Perawat Kamar Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ”Bagaimana gambaran stresor dan stres kerja perawat kamar bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi stresor kerja perawat kamar bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.

2. Mengidentifikasi stres kerja perawat kamar bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan keperawatan

Penelitian ini bermanfaat bagi institusi pelayanan kesehatan sebagai informasi dan sarana evaluasi. Institusi dapat menggunakan penelitian ini untuk mengetahui tentang stresor kerja perawat kamar bedah dan sebagai evaluasi tentang tingkat stres kerja perawat di kamar bedah. Selain itu, institusi dapat mengetahui informasi dari penelitian ini dan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan terkait dengan manajemen stres kerja yang efektif bagi perawat kamar bedah.


(23)

2.Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran atau rujukan dalam mengembangkan pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan beragam karakteristik perawat terutama dunia keperawatan. Dan sebagai masukan sebagai perawat kamar bedah untuk meningkatkan koping agar dapat mengatasi stres kerja dengan baik dan terarah.

3. Bagi penelitian keperawatan

Penelitian ini diharapkan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam kerangka stres kerja dalam bidang pekerjaan lainnya. Manfaat lain dari penelitian ini meningkatkan kemampuan atau pengetahuan peneliti dalam melakukan penelitian dan sebagai bahan informasi dan pengembangan keilmuan yang berkelanjutan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(24)

10 2.1.1 Definisi Stres

Tiga pendekatan teoritis pada disiplin ilmu fisiologi, sosiologi dan psikologi telah mendefinisikan stres dalam riset keperawatan. Pendekatan fisiologi mendefenisikan stres sebagai respon non spesifik tubuh tanpa memperhatikan sifat (Selye, 1976 dalam Potter & Perry, 2005). Pendekatan psikologi sebagai stimulus atau penyebab adanya respon yang berada di luar individu dan sebagai faktor predisposisi atau faktor pencetus yang meningkatkan kepekaan individu terhadap penyakit (Smeltzer & Bare, 2005).

Pendekatan sosiologi yang dikemukakan oleh Sarafino (Hidayat, 2004) bahwa stres adalah suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak atau tuntutan yang berasal dari sumber-sumber daya sistem biologi, psikologi, sosial individu. Model transaksi ini terjadi antara individu dengan lingkungan yang memberi umpan balik pada hubungan dengan lingkungannya. Walaupun setiap individu beresiko mengalami stres maka hubungan tersebut tetap membutuhkan keseimbangan yang dinamis antara individu dengan lingkungannya (Hudak & Gallo, 1999).

2.1.2 Respon tubuh terhadap stres

Stres dapat menghasilkan berbagai respon yang berguna sebagai indikator dan alat ukur terjadinya stres. Respon stres dapat dilihat dari berbagai aspek. Respon fisiologi, adaptif, dan psikologis. Respon fisiologi berupa interpretasi otak dan


(25)

respon neuroendokrin. Respon adaptif berupa tahapan general adaptation syndrom dan local adaptation syndrom. Respon psikologi dapat berupa prilaku konstruksi maupun desktruktif (Smeltzer & Bare, 2008).

Respon fisiologi terhadap stresor merupakan mekanisme protektif dan adaptif untuk memelihara keseimbangan hemostasis tubuh. Merupakan rangkaian neural dan hormonal yang mengakibatkan konsekwensi jangka panjang dan pendek bagi otak dan tubuh. Dalam respon stres, impuls aferen yang ditangkap oleh organ penginderaan disalurkan ke sistem saraf pusat lalu diteruskan sampai ke hipotalamus. Kemudian diintegrasikan dan dikoordinasikan dengan respon yang diperlukan untuk mengembalikan tubuh dalam keadaan hemostasis (Smeltzer & Bare, 2008). Jika tubuh tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan tubuh.

Jalur neural dan neuroendokrin dibawah kontrol hipotalamus akan diaktifkan. Kemudian akan terjadi sekresi sistem saraf simpatis kemudian diikuti sekresi simpatis adrenal moduler, dan akhirnya bila stres masih ada dalam sistem sistem hipotalamus-pituitari-meduler pada kondisi stres. Respon ini menimbulkan efek atau reaksi yang berbeda di setiap sistem yang akan dijabarkan dalam indikator stres. Secara fisiologis, pada kondisi terdapat organ yang meningkatkan maupun menurunkan kinerja. Reaksi ini disebut fight or flight.

Norefineprin mengakibatkan peningkatkan fungsi organ vital dan keadaan tubuh secara umum. Sedangkan sekresi endorfin mampu menaikan ambang untuk menahan stimulus nyeri yang mempengaruhi suasana hati. Manifestasi sekresi norefineprin dan endorfin diantaranya: mengeluarkan keringat, perubahan suasana


(26)

hati, keluhan sakit kepala, sulit tidur, peningkatan denyut nadi pada perawat kamar bedah (Smeltzer & Bare, 2008).

Stres menuntut seseorang untuk menggunakan fisiologi dan psikologi untuk merespon dan beradaptasi terhadap stressor. Respon stres adalah alamiah, adaptif dan protektif. Karakteristik dari respon adalah hasil dari neuroendokrin yang terintegrasi serta terdapat perbedaan individu dalam berespon terhadap stressor yang sama (Potter & Perry, 2005).

Respon adaptif terdiri dari local adaptation syndrom dan general adaptation syindrom. Respon reflex nyeri atau inflamasi. Respon reflex nyeri merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi tubuh dari kerusakan lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2008). Respon inflamasi distimulus oleh trauma dan infeksi.

General adaptation syndrom merupakan respon fisiologi dan seluruh tubuh terhadap stres. Respon yang terlibat didalamnya adalah respon sistem syaraf otonom sistem endokrin. General adaptation syndrom memiliki tiga tahap yaitu alarm, pertahanan, dan kelelahan. Pada tahap alarm merupakan respon simpatis fight or flight yang diaktipkan yang bersifat defensif dan anti inflamasi yang beralih ke tahap pertahanan. Pada tahap ini terjadi adaptasi terhadap stresor yang berbahaya. Jika pemajanan berlanjut terus-menerus dan tubuh gagal melakukan pertahanan maka terjadi kelelahan. Tahap kelelahan terjadi peningkatan aktivitas endokrin menghasilkan efek pemberhentian pada sistem tubuh terutama pada sistem peredaran darah, pencernaan dan imun yang menyebabkan kematian.


(27)

2.1.3 Gejala dan Akibat Stres

Pada tingkat tertentu kita memerlukan stres optimal akan membuat motivasi yang tinggi, seseorang menjadi lebih bergairah, daya tangkap yang tajam, dan tenang, bila stres terlalu rendah akan mengakibatkan kebosanan, motivasi menjadi turun, sering bolos. Sebaliknya bila stres terlalu tinggi mengakibatkan insomnia, lekas marah, meningkatnya kesalahan dan kebimbangan. Bila stres terlalu tinggi dan berlangsung lama dalam waktu tanpa ada jalan keluar bisa mengakibatkan berbagai macam penyakit seperti: gangguan pencernaan, serangan jantung, tekanan darah tinggi, keringat dingin, sulit menelan, mual, sering lupa, sering panik, diare dan insomnia dan lain-lain.

Gejala stres menurut Beehr (Supardi, 2007) dibagi tiga gejala yaitu: gejala psikologis, gejala fisik, dan gejala prilaku.

Tabel 2.1 Gejala stres berdasarkan gejala psikologis, gejala fisik, dan gejala prilaku

Gejala Psikologis Gejala Fisik Gejala Prilaku Kecemasan, ketegangan Meningkatnya nadi

dan tekanan darah

Menunda,menghindari pekerjaan

Binggung, marah, sensitif Meningkatkan sekresi adrenalin

Produktivitas menurun

Memendam perasaan Gangguan lambung Minuman keras Komunikasi tidak efektif Mudah terluka Prilaku sabotase Mengurung diri Mudah lelah Absen meningkat

Depresi Kematian Banyak/kurang makan

Merasa terasing Gangguan kardiovaskuler

Napsu makan hilang


(28)

Ketidakpuasan kerja Sering berkeringat Kriminalitas

Lelah mental Gangguan kulit Interpersanal tidak baik Menurunkan intelektual Kepala pusing Cenderung bunuh diri Hilangnya kosentrasi Ketegangan otot

Hilang kreatifitas Sulit tidur Hilang semangat hidup

Cox (1990) mengategorikan akibat stres menjadi lima kategori :

a. Akibat subjektif, yang diakibatkan oleh perasaan pribadi misalnya kebosanan, rendah diri, depresi, perasaan terpencil, kelelahan dan lain-lain. b. Akibat prilaku yaitu akibat yang mudah dilihat karena tindakan tertentu,

meliputi kecelakaan, penyalahgunaan obat, peledakan emosi (agresif), berprilaku impulsif, dan tertawa gelisah.

c. Akibat kognitif yaitu akibat proses pikir meliputi tindakan yang mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang lama, sangat peka terhadap kecaman, dan mengalami rintangan mental.

d. Akibat fisilogi yaitu akibat berhubungan dengan fungsi atau kerja alat–alat tubuh seperti peningkatan gula darah, peningkatan tekanan darah, mulut menjadi kering, berkeringat, dan lain-lain.

e. Akibat keorganisasian yaitu akibat yang tampak dalam tempat kerja, meliputi absen, produktivitas rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya keterikatan dan loyaliatas terhadap organisasi (Siswanto, 2007).


(29)

2.1.4 Tingkatan stres

Potter & Perry (2005) menbagi stres menjadi tiga lingkaran besar yaitu:

a. Stres ringan, Stresor yang dihadapi orang secara teratur seperti banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan, stres ini berlangsung beberapa menit atau jam. Stres ringan ditandai dengan perasaan napsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki dan penglihatan tajam (Hawari, 2011).

b. Stres Sedang, berlangsung lebih lama, beberapa jam sampai beberapa hari, misalnya perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak sakit atau ketidakhadiran yang lama dari anggota. Stres sedang ini ditandai dengan keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, dan lekas capek, tidak mampu rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowell discomport), jantung berdebar, hal ini tersebut karena cadangan energi tidak memadai. Dan defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), kaku otot, emosinal, insomnia, mudah terjaga, dan sulit tidur lagi (middle insomnia) bangun terlalu pagi, sulit tidur lagi (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu (Hawari, 2011).

c. Stres berat, situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, seperti perselisihan perkawinan terus-menerus kesulitan finansial yang berkepanjangan. Stres berat ditandai dengan keluhan tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo). Aktivitas terasa sulit dan menjenuhkan, timbul ketakutan dan kecemasan, kelelahan fisik dan mental (phisical and psychological exchaution), ketidakmampuan mengerjakan pekerjaan ringan


(30)

dan sederhana, gangguan pencernaan akut, meningkatnya rasa takut dan cemas, jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar dingin dan banyak keringat, loyo, pingsan atau collaps (Hawari, 2011).

2.2 Stres kerja

2.2.1 Definisi Stres Kerja

Lingkungan kerja merupakan salah salah satu yang dapat menimbulkan terjadinya stres. Stres kerja merupakan respon psikologi individu terhadap tuntutan di tempat kerja dan menuntut seseorang untuk beradaptasi. Spears (2008) mendefinisikan stres kerja sebagai reaksi seseorang terhadap tuntutan ditempat kerja yang sifatnya merugikan atau tuntutan kerja yang berlebihan. Hasibuan (dalam Yazid, 2008) menyatakan bahwa stres kerja adalah stres pegawai yang ditimbulkan akibat kepuasan tidak terwujud dari pekerjaannya, prestasi kerja yang mengalami stres pada umumnya akan menurun karena mengalami ketegangan pikiran dan prilaku aneh, pemarah, dan suka menyendiri. Anoraga (2001), menyatakan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi fisik dan psikis yang dipengaruhi oleh beberapa faktor baik di dalam maupun di luar pekerjaan dan kondisi tersebut mempengaruhi prestasi kerja seseorang sehingga menyebabkan menurunkan kinerja.

Perawat setiap hari mengalami stres kerja yang berhubungan dengan memberikan asuhan keperawatan. Stres kerja perawat dapat disebabkan konflik dengan dokter dan teman sejawat, beban kerja yang tinggi, kondisi pasien yang memburuk, kematian (Perancis, Lenton et all, dalam Mark & Smith, 2011). Perawat dihadapkan dengan tugas kerja yang berbeda, bekerja dengan shift


(31)

terutama shift malam, kondisi kerja, situasi yang terkait dengan penderita dan kematian pasien (Cooper, dalam Moustaka & Contantinidis, 2010).

2.2.2 Jenis-jenis stres kerja

Agus dkk, (2003 dalam Yazid 2007) berpendapat berpendapat bahwa ada empat jenis stres kerja. Satu, quantatif overloding stress merupakan stres dikarenakan seseorang mempunyai waktu yang melebihi batas kemampuan. Dua, quantatif underloading stress merupakan stres keahlian disebabkan seseorang memiliki waktu yang terlalu sedikit sehingga dia banyak menganggur dan akibatnya sangat membosankan. Dan stres kualitatif ini disebabkan seseorang yang memiliki pekerjaan sederhana terjadi banyak pengulangan tugas dapat menimbulkan kebosanan dan rasa monoton. Atau karena tugas yang di laksanakan terlalu sedikit sehingga karyawan menjadi kurang perhatian terhadap pekerjaannya (Everly & Giardano dalam Supardi, 2007). Tiga, qualitative overloading stress adalah stres disebabkan seseorang mempunyai atau kekurangan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya. Stres kerja ini merupakan beban kerja yang menggabungan dari kemampuan teknikal dan kemampuan intelektual yang tinggi. Pada titik tertentu kemajemukan kemampuan karyawan menjadi tidak produktif sehingga menimbulkan efek desktruktif, maka timbullah kelelahan fisik dan mental (Suderland & Cooper, dalam Supardi 2007). Empat, qualitative underloading stress disebabkan seseorang itu memiliki atau kemampuan dan keahlian yang sangat tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya, sehingga pekerjaan atau tugasnya dianggap terlalu rendah sehingga pekerjaan tersebut membosankan. Stres kerja disebabkan karena beban kerja yang


(32)

terlalu sedikit sehingga peluang menggunakan keterampilan dalam bekerja sangat sedikit sehingga kurang dapat merangsang kecakapan karyawan dan kurang mendapat rangsangan motivasi atau semangat sehingga karyawan merasa tidak dapat maju dalam mengembangkan keterampilannya (Sutherlan & Cooper dalam supardi, 2007).

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres kerja Faktor - faktor yang mempengaruhi stres kerja terdiri dari : 1. Jenis kelamin

Penelitian di amerika serikat menyatakan bahwa wanita lebih cenderung mengalami stres dibandingkan pria. Umumnya wanita mengalami stres lebih tinggi 30 persen dari pria (Gunawati et al, dalam Martina, 2012).

2. Usia

penelitian Schulz & Schulz (2003) yang berjudul the effect of age on levels on over all perfomance mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara usia individu dalam mengatasi stres (Martina, 2012).

3. Tingkat pendidikan

Penelitian yang dilakukan oleh Gryzwac (2004) dengan mewawancarai sampel 1.031 orang dewasa setiap hari selama 8 hari mengenai stres dan kesehatan mereka. Berdasarkan penelitian tersebut dilaporkan bahwa orang tanpa ijazah sekolah tinggi mengalami stres sebesar 30 persen, orang dengan tingkat menengah dilaporkan 38 persen, dan orng sarjana dengan gelar sarjana dilaporkan 44 persen.


(33)

4. Masa kerja

Munandar, Masa kerja yang sebentar ataupun lama dapat menjadi pemicu terjadi stres dan memperberat dengan beban kerja yang tinggi. Namun masa kerja yang lama menimbulkan rutinitas dalam bekerja dapat menimbulkan stres seperti rutinitas yang monoton yang menimbulkan kebosanan (Munandar, 2001).

5. Status pernikahan

Menurut penelitian Martina (2012), perawat yang sudah menikah mengalami stres sedang sebanyak 90%, dan pada perawat yang belum menikah 75% mengalami stres ringan.

Griffin (2004 dalam Yazid, 2008) menyatakan bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi stres kerja terdiri dari :

a. Tuntutan fisik terkait dengan lingkungan fisik. Bekerja di ruangan yang bersuhu sangat dingin, cahaya ruangan sangat terang, lingkungan kerja yang sangat bising dan ruangan yang sempit dan terlalu lebar.

b. Tuntutan peran

Tuntutan peran bisa terkait dengan ketidakjelasan peran atau konflik peran yang mungkin dialami individu dalam kelompok misalnya seorang pegawai yang merasa ditekan atasannya untuk bekerja lebih panjang. c. Tuntutan interpersonal

Tuntutan interpersonal merupakan stresor yang dikaitan dengan hubungan dalam organisasi. Hubungan interpersonal dengan individu lain dapat menyebabkan konflik. Konflik interpersonal terjadi ketika dua


(34)

atau lebih karena sikap atau tujuan yang berbeda. Kurangnya dukungan sosial dari rekan kerja dan hubungan antar pribadi yang memburuk dapat menyebabkan stres yang cukup besar.

Greenberg (2002) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi stres kerja : 1. Sumber intrinsik pada pekerjaan, yaitu meliputi kondisi kerja yang sedikit

menggunakan aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang menekan, resiko kerja yang tinggi secara fisik.

2. Peran di dalam organisasi yaitu antara lain peran ambigu, konflik peran, tanggung jawab kepada orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi (conflicts reorganizational boundaries) baik internal maupun eksternal.

3. Perkembangan karier, meliputi promosi kejenjang yang lebih tinggi atau penurunan tingkat, kurangnya keamanan dan ambisi karir yang mengalami hambatan.

4. Hubungan dengan relasi kerja, meliputi kurangnya hubungan dengan pimpinan, rekan kerja, atau bawahan dan kesulitan dalam mendelegasikan tugas.

5. Struktur organisasi dan iklim kerja, yaitu tidak adanya atau terlalu sedikit partisipasi dalam pembuatan kebijakan, kurang efektifnya konsultasi yang terjadi di tempat kerja, hambatan dalam prilaku.

Charles dan Stanley (1997 dalam Supardi, 2007), dalam buku psikologi untuk perawat, menemukan lima sumber stres dalam keperawatan, antara lain: a. Beban kerja berlebihan misalnya jumlah pasien yang banyak di operasi,


(35)

tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sejawat dan keterbatasan tenaga.

b. Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misal mengalami konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai sumbangsih yang dilakukan, dan gagal membentuk tim kerja dengan staf.

c. Kesulitan dalam merawat pasien kritis, misal kesulitan menjalankan peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru, dan bekerja dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan cepat.

d. Berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien, misal bekerja dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional, terlibat dalam ketidaksepakatan dalam program tindakan, merasa tidak pasti sejauh mana harus memberi informasi pada pasien atau keluarga, merawat pasien sulit atau tidak mau bekerja sama.

e. Merawat pasien yang gagal untuk membaik, misal pasien lansia, pasien yang nyeri kronis, pasien yang meninggal selama dirawat.

2.2.4 Sumber Stres Kerja

Rice (1999) mengemukan beberapa sumber yang dapat menyebabkan stres kerja, antara lain : a) Physical danger, yaitu sumber potensial yang dapat mengakibatkan stres kerja terutama saat pekerja menghadapi kemungkinan terluka. Pekerja yang bekerja pada pekerjaan yang darurat seperti polisi, pemadam kebakaran, tentara memiliki kemungkinan stres kerja. b) Shift work adalah sumber stres kerja, shift work dapat menyebabkan terganggunya pola tidur, ritme neuro fisiologi, metabolisme tubuh dan efisiensi mental. Reaksi ini akan menganggu


(36)

circadian ryhtem, yaitu tipe jam biologis tubuh. c) Interpersonal stres, rendahnya hubungan interpersonal individu dapt mengakibatkan stres kerja. Hubungan interpersonal dibutuhkan oleh pekerja. Jaringan sosial meliputi dukungan pekerja lain, manajemen, keluarga dan teman. d) Perkembangan karir, stres kerja juga dapat disebabkan oleh ketidaksediaan kebutuhan karir oleh pekerja, empat faktor yang mempengaruhi perkembangan karier adalah tidak ada kesempatan mendapat promosi, promosi yang berlebihan (over promotion), pengamanan terhadap pekerjaan, ambisi yang bersifat frustasi. e) Struktur organisasi, biasanya disebabkan karena permasalahan dari struktur organisasi yang tidak jelas, ketidakstabilan politik dalam organisasi dan ketidakmampuan supervisi dalam manajemen. f) Permasalahan pribadi di rumah yang menyebabkan stres kerja di lingkungan pekerjaan. g) Kebosanan dan situasi monoton. h) Technostress, teknologi dapat menyebabkan stres kerja karena ketidakmampuan dari pekerja dalam mengoperasikan peralatan canggih dan teknologi baru yang akan digunakan dalam organisasi tersebut. i) Ambiguitas peran, ambiguitas peran menunjukan ekspektasi sosial yang akan ditunjukan individu pada perilakunya saat individu menduduki posisi tertentu. Ambiguitas peran terjadi saat seseorang tidak mengetahui apa yang diharapkan manajemen untuk dilakukan. Efeknya meliputi rendahnya performa kerja, tingginya kecemasan dan adanya motivasi meninggalkan perusahaan.

2.2.5 Penyebab stres kerja perawat kamar bedah

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azizpour (2013)menunjukkan bahwa penyebab stres kerja adalah beban kerja yang berlebihan, lingkungan kerja yang


(37)

beresiko, waktu pembedahan yang menekan, hal tersebut menunjukan stres yang berhubungan dengan aktivitas dan lingkungan fisik. Sedangkan hubungan dengan dokter dan teman sejawat karena komunikasi buruk dapat menyebabkan stres yang berhubungan dengan mental.

A. Beban kerja sebagai jumlah dari perawatan dan kerumitan yang diperlukan oleh pasien yang rawat di rumah sakit (Huber, 2006). Marquis & Housten (2001) mendefinisikan beban kerja sebagai jumlah hari rawat dalam istilah lain unit beban kerja dikaitkan dengan jumlah dan prosedur pemeriksaan, kunjungan pasien, injeksi, dan tindakan lainnya yang diberikan pada pasien.

Beban kerja merupakan stresor kerja, beban kerja yang berlebihan atau terlalu sedikit dapat menimbulkan stres. Beban kerja kuantitatif terjadi karena adanya tugas yang berlebihan atau terlalu sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif terjadi karena karyawan merasa tidak mampu melakukan tugasnya, atau karyawan tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan keterampilan atau dengan kompetensinya. Beban kerja kuantitatif dan kualitatif dapat menyebabkan kebutuhan waktu kerja yang berlebihan sehingga menyebabkan stres kerja.

Everly & Girdano (dalam supardi, 2007) menambahkan kategori lain yaitu kombinasi dari kedua beban kerja kuantitatif dan kualitatif yang berlebihan, hal itu dapat menyebabkan beban berlebihan secara fisik dan mental, karena semua pekerjaan dilakukan pada batas waktu tertentu. Berdasarkan hal diatas dapat menyebabkan stres kerja, jika pekerjaan tersebut dilakukan secara tepat dan cermat dapat menghasilkan prestasi atau kinerja yang bagus, tetapi jika


(38)

pekerjan itu didesak oleh waktu maka akan menimbulkan banyak kesalahan dan dapat menyebabkan kesehatan seseorang berkurang dan menimbulkan kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan.

Carayon dan Alvarado (2007) mengemukakan bahwa beban kerja perawat kamar bedah terdiri dari 6 dimensi, dimensi – dimensi tersebut meliputi beban kerja fisik, kognitif, tekanan waktu, emosional, kuantitatif, kualitatif dan varian beban kerja. Beban kerja perawat kamar bedah memiliki beban kerja yang tinggi dapat mempengaruhi dimensi beban kerja fisik seperti mengangkat pasien, berdiri lama sewaktu operasi, berjalan selama operasi bila menjadi perawat sirkuler, menarik bagian tubuh saat operasi ortopedi. Pengaruh lain adalah dimensi kognitif seperti memproses informasi dengan cepat agar dapat mengambil keputusan dan memberi saran kepada ahli bedah, perawat harus mengetahui anatomi fisiologi tubuh, mengingat jumlah kasa, jarum, alat yang digunakan. Dimensi tekanan waktu dimana perawat kamar bedah dituntut untuk melakukan tindakan cepat dalam memenuhi kebutuhan jalannya operasi dan waktu operasi yang lama juga dapat menyebabkan kelehahan. Dimensi emosional adalah perawat harus menghadapi situasi emosional karena berhubungan dengan seperti adanya serangan verbal dari ahli bedah karena tekanan waktu yang dibutuhkan sewaktu operasi. Dimensi kuantitatif dan kualitatif dimana perawat kamar bedah harus menyelesaikan berbagai tugas dengan kesulitan tinggi yang berbeda pada masing–masing operasi. Dimensi varian kerja, dimana perawat kamar bedah harus beradaptasi secara cepat dengan perubahan shift kerja.


(39)

Semakin tinggi proporsi jumlah perawat dengan keterampilan campuran maka semakin menurun angka kejadian merugikan pasien. Perawat yang memiliki beban kerja yang lebih tinggi dilaporkan sering melakukan kesalahan medis dibandingkan dengan perawat yang memiliki beban kerja rendah. Tuntutan pekerjaan memiliki konsekuensi yang berkaitan dengan keselamatan pasien, keterbatasan waktu dalam menyediaan persiapan operasi dan perlengkapan obat-obatan, kegiatan rutin di kamar operasi, waktu yang panjang dalam operasi, menunggu pasien sebelum operasi dapat menimbulkan kebosanan, pasien yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat, semua dapat meningkatkan beban kerja (Berland, et al, 2007).

B. Lingkungan kerja kerja di kamar operasi adalah bagian khusus dari rumah sakit yang digunakan untuk melakukan pembedahan secara elektif dan emergensi. Oleh karena itu diharapkan lingkungan kamar operasi dalam keadaan terbebas dari kondisi yang merugikan pasien. Perlu dipikirkan dengan baik meliputi letak, bentuk, ukuran, pintu, suhu, kelembaban, ventilasi, lantai, dinding, sistem penerangan dan lainnya, untuk itu perlu dipikirkan untuk keselamatan pasien dan perawat kamar bedah (Kemenkes, 2010).

Lingkungan kamar operasi memiliki suhu rendah dan memiliki kelembaban yang tinggi dengan ventilasi AC sentral, cahaya ruangan sangat terang, lingkungan kerja yang sangat bising dan ruangan yang sempit dan terlalu lebar. Perawat bekerja di ruangan beresiko terhadap kecelakaan kerja secara biologi, fisika, kimiawi dan radiasi (Hibkabi, 2010). Kondisi


(40)

lingkungan kerja yang buruk, berpotensi kurang baik terhadap kesehatan karyawan, misalnya mengalami stres sehingga mudah sakit dan mengalami penurunan produktifitas kerja. Kondisi lingkungan beresiko terhadap keselamatan karyawan. Hal tersebut dapat dirasakan oleh perawat di kamar bedah menimbulkan kecemasan dan ketakutan terhadap kondisi kesehatan. Kondisi lingkungan kerja dipengaruhi juga dengan kebisingan di kamar operasi. Peningkatan kebisingan dalam pembedahan dapat menyebabkan stres kerja. penelitien terbaru mengenai kebisingan di kamar operasi, pada tahun 2003 misalnya operasi ortopedi rata rata kebisingan terjadi sebesar 75-83 dB (Love, 2003 dalam stringer et all, 2008) dan pada tahun 2007 kebisingan di kamar operasi seperti operasi ortopedi, neurologi, dan urologi dapat menyebabkan kebisingan. Kebisingan tersebut dapat menyebabkan gangguan pendengaran seluruh tim operasi sehingga anggota tim bedah kurang memahami komunikasi selama operasi, peralatan yang menyebabkan kebisingan di kamar operasi berupa peralatan listrik, misalnya gergaji, alat bor, mesin diatermi, (Kracht et al 2007, dalam stringer et al, 2008). Penyebab lingkungan tidak kondusif selain kebisingan yaitu asap dari elektrocauter yaitu asap / gas yang dihasilkan dari pembakaran jaringan protein dan lemak dengan menggunakan elektrosurgeri atau laser (Ott, 1997 dalam Barret et all., 2004). Dan kandungan dari uap air 95% dan 5% partikel dari darah, virus, bakteri, dan senyawa kimia lainnya. Bahaya dari hasil pembakaran akan menghasilkan efek mutagenik, satu gram jaringan yang di bakar oleh elektrocauter setara dengan 6 batang rokok yang dihisap (Barret et all, 2004).


(41)

Karena kandungan asap elektrocauter adalah gas carbon monoksida, benzene, metana, acetylene, formaldehide.

C. Waktu pembedahan dipengaruhi jenis pembedahan, jenis pembedahan yang dilakukan seperti operasi minor memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan operasi mayor. Bedah minor adalah pembedahan yang sederhana dan risikonya sedikit, biasanya menggunakan anastesi lokal, dan bedah minor dapat dilakukan dengan anastesi umum, sedangkan bedah mayor adalah pembedahan yang mengandung risiko yang cukup tinggi dan memiliki area yang luas dilakukan pembedahan, biasanya mengunakan anastesi regional dan umum, waktu pembedahan mayor umumnya lebih panjang (Baradero et all, 2009).

Pembedahan dengan menggunakan endoskopi serat optik seperti pembedahan laparoscopy yang tujuan dari pembedahan ini sebagai diagnostik dan terapetik. Pembedahan ini juga mempengaruhi waktu pembedahan karena aksesnya minimal, artinya insisi yang dibuat kecil, dengan menggunakan porthole incision sehingga harus lebih hati-hati agat tidak memotong / merusak jaringan lain . Pembedahan dengan prosedur terbuka yaitu pembedahan dengan pembuatan insisi yang lebar dengan menbuka bagian rongga tubuh, pembedahan ini memiliki insisi yang luas, hal tersebut juga dapat memperlama waktu pembedahan (Baradero et all, 2009).

Ditinjau dari kegawatdaruratannya pembedahan dapat dibagi menjadi pembedahan cito, urgen, dan elektif. Pembedahan cito adalah prosedur pembedahan yang dilakukan segera untuk menyelamatkan nyawa pasien,


(42)

misalnya perdarahan hebat di abdomen, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tusuk atau tembak, dan lain-lain. Pembedahan urgen pembedahan yang dilakukan pada pasien yang mendapat perhatian segera, pembedahan dapat dilakukan 24-30 jam. Sedangkan pembedahan elektif adalah pembedahan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dan indikasi pembedahan tidak terlalu berbahaya (Baradero et all, 2009).

Selain dari jenis pembedahan yang mempengaruhi lamanya pembedahan adalah prasarana dan perlengkapan selama operasi, sistem koordinasi dan komunikasi antara ahli bedah, asisten bedah, dan perawat scrub, dan desain kerja yang di lakukan di kamar bedah, jika terjadi gangguan maka batas waktu yang telah ditetapkan menjadi lebih panjang (Hakim, 2011), meningkatkan beban kerja yang berlebihan, sehingga terjadi kelelahan fisik dan mental mengakibatkan daya tahan tubuh menurun akhirnya sakit.

D. Hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat

Perawat menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat tidak dapat bekerja sendiri, perawat perlu berkolaborasi dengan profesi lain dan teman sejawat lainnya. Profesi lain bekerja sama dengan perawat adalah dokter, apoteker, ahli gizi, ahli patologi, ahli rontgen, dan sebagainya. Kolaborasi merupakan salah satu bentuk upaya penting dalam menjalankan tugas keperawatan. Kolaborasi adalah merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu yang berdasarkan prinsip yang sama yaitu kebersamaan, kerja


(43)

sama, berbagi tugas, kesetaran, tanggung jawab dan tanggung gugat (Nasional Joint Practice Commison, 1977 dalam Siegler & Withney 2000).

Kolaborasi perawat dengan dokter dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : kontrol kekuasaan, lingkungan praktik, kepentingan bersama, tujauan bersama, struktur, proses dan hasil akhir (Siegler & Whitney, 2000). Prinsip dasar agar praktek keperawatan dapat berjalan dengan baik menurut Nasional Joint Comission (1981) yaitu adanya saling pengertian, menghargai satu sama lain, komunikasi, kompetensi, persepsi kolaborasi, dukungan kebijakan administarasi dari institusi, dan pendekatan profesional (Siegler & Whitney, 2000).

Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dapat dilakukan dengan kerjasama dan saling menghargai profesi masing-masing, jika komunikasi tidak terjalin dengan baik maka kolaborasi tidak dapat berjalan dengan baik pula. Sebaliknya masing-masing profesi tidak saling menghormati dan menghargai profesi maka akan terjadi konflik. Jika konflik tidak ditangani segera maka meningkatkan stres kerja dari perawat (Siegler & Whitney, 2000). Rosenstein & O’Daniel (2005 dalam berland, 2007) menyatakan perilaku buruk dokter bedah dan sikap buruk perawat kamar bedah yang paling sering terjadi dapat memberi efek negatif kepada kedua profesi, dapat menyebabkan stres, frustasi, konsentrasi menurun, bila terus - menerus terjadi akan mengalami depresi, komunikasi menjadi tidak efektif dan pertukaran informasi terganggu di tempat kerja. Dan hal ini dapat


(44)

menjadi konflik antara profesi, terutama dokter dan perawat (Mc Vicar, 2003 dalam Berland et all., 2007 ).

Meurier et al.,1997 (dalam Berland et al, 2007) menyatakan bahwa penyebab stres perawat karena pengetahuan dan pengalaman yang berbeda. Hal tersebut mengakibatkan hubungan dengan teman sejawat kurang baik, karena hubungan perawat senior yang kurang peduli dengan perawat junior, perawat senior tidak memberi dukungan psikologis dan sosial terhadap perawat junior. Hal ini menyebabkan ketegangan, kecemasan, depresi.

2.2.6 Usaha Mengatasi stres kerja

Hasibuan (2002) berpendapat bahwa usaha untuk mengatasi stres dilakukan dengan konseling. Konseling adalah pembahasan suatu masalah dengan seseorang karyawan dengan membantu pegawai tersebut agar dapat mengatasi masalah secara lebih baik. Tujuan dari konseling untuk membuat seseorang menjadi lebih efektif dalam memecahkan masalah masalah mereka. Adapun fungsi konseling sebagai berikut:

a. Memberi nasehat yaitu dengan mengarahkan mereka dalam pelaksanaan serangkaian kegiatan yang diinginkan.

b. Penentraman hati yaitu dengan meyakinan karyawan bahwa dia mampu mengerjakan tugasnya asalkan dilaksanakan dengan sungguh sungguh.

c. Komunikasi, yaitu melakukan komunikasi dua arah, formal, dan informal. d. Menurunkan ketegangan emosional, yaitu memberi kesempatan bagi orang

tersebut untuk mengemukakan problem yang dihadapinya secara mudah dan jangan diinstrupsi sampai mereka menyelesaikannya.


(45)

e. Penjernihan pemikiran pembahasan problem secara serius dengan orang lain, membantu seseorang untuk berpikir realistik dan objektif.

Selain konseling penanggulangan stres dapat dilakukan dengan cara: pengaturan diet dan nutrisi, istrirahat dan tidur, olah raga atau latihan teratur, berhenti merokok, tidak mengkonsumsi minuman keras, pengaturan berat badan, pengaturan waktu, dan terapi psiko farmaka (terapi obat-obatan untuk mengatasi stres dengan cara memutuskan jaringan antara psikoneuro dengan imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, atau psikomotor yang dapat mengganggu organ lain). Obat-obat yang digunakan adalah anti cemas dan anti depresi (Azis, 2011).

2.3 Perawat Kamar Bedah

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki melalui pendidikan keperawatan (Undang-Undang Kesehatan No 23, 1992). Seorang perawat dikatakan profesional jika pengetahuan, dan keterampilan keperawatan profesional serta memiliki sikap profesional sesuai dengan kode etik.

Asuhan keperawatan perioperatif merupakan komponen universal dari keperawatan yang bertindak sebagai kerangka konseptual untuk keperawatan perioperatif. Istilah perioperatif menggambarkan pengalaman pasien sebelum, selama dan segera setelah proses pembedahan. Seorang perawat yang memiliki spesialisasi dalam perawatan kamar bedah bertanggung jawab untuk mengkaji, merencanakan dan mengimplementasikan (mendelegasikan), dan mengevaluasi


(46)

perawatan selama pase pre operatif, intra operatif, dan post operatif (Rochrock, 2000).

2.3.1 Peran Perawat Kamar Bedah

Perawat kamar bedah dalam melakukan praktek keperawatan harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan (Hibkabi, 2012). Adapun peran perawat kamar bedah sama dengan perawat lain di unit lain. Menurut konsersium ilmu kesehatan tahun 1989 perawat memiliki peran sebagai pemberi asuhan keperawatan (Care Giver), advokasi Client, pendidik (Edukator), Koordinator, Collaborator, konsultan, Change agent (agen dari perubahan), dan sebagai peneliti (Hidayat, 2004).

2.3.2 Fungsi Perawat Kamar Bedah

Perawat kamar bedah juga menjalankan fungsi perawat sebagaimana fungsi perawat di unit lain. Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya fungsi tersebut. Dapat berubah disesuaikan dengan keadaannya dalam menjalankan perannya. Hidayat (2004) menjelaskan bahwa fungsi perawat sebagai berikut :

1. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (kebutuhan oksigenasi, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, kebutuhan aktivitas dan lain-lain), pemenuhan


(47)

keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta-mencitai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

2. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan pesan atau instruksi dari perawat lain, Sehingga sebagai pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialisasi kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

3. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang sifatnya ketergantungan diantara tim satu dengan tim yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam memberikan pelayanan seperti asuhan keperawatan dengan penyakit kompleks atau asuhan keperawatan di kamar bedah keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan dokter ataupun lainnya.

2.3.3 Sistem Organisasi di Kamar Bedah

Kamar operasi atau kamar bedah yang lebih dikenal dengan OK. Singkatan dari Bahasa Belanda Operatin Kamar (OK), yaitu suatu unit kerja yang terorgansir, sangat kompleks dan terintegrasi merupakan fasilitas untuk melaksanakan kegiatan operasi di rumah sakit.

Sebuah kamar operasi merupakan ruang paling istimewa di rumah sakit, pengelolaannya bisa dikatakan paling khusus dibandingkan dengan ruangan lain pada umumnya. Di tempat ini dilakukan segala tindakan invasif terhadap tubuh manusia. Untuk menjamin tindakan operasi berjalan dengan lancar dan


(48)

meminimalisir faktor-faktor pengganggu maka perlu pengendalian di kamar operasi, untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kamar operasi, kerjasama yang baik sangat diperlukan antara personelnya, baik dokter, perawat, maupun personel operasi yang lain (Kemenkes, 2010).

2.3.4 Personil yang Terlibat di Kamar Bedah

Jenis Tenaga adalah personil yang boleh masuk di dalam kamar bedah baik itu tim inti maupun tim penunjang yang antara lain : Tim bedah terdiri dari : Ahli bedah, Asisten Ahli bedah, Perawat Instrumen (Scrub Nurse), Perawat Sirkuler (Circuler Nurse), Ahli Anestesi, Perawat Anestesi .

Tanggung jawab perawat kamar bedah : Perawat sebagai kepala kamar bedah dan Perawat sebagai pelaksana. Tenaga lain terdiri dari : Pekerja kesehatan, Tata Usaha, Penunjang Medis. Uraian tugas dan fungsi personil kamar bedah adalah sebagai berikut:

a. Kepala perawat kamar bedah

Kepala perawat kamar bedah adalah seorang tenaga perawat profesional yang bertanggung jawab dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di kamar bedah.

Tanggung jawab secara fungsional bertanggung jawab kepala bidang keperawatan melalui kepala seksi perawatan. Secara profesional bertanggung jawab kepada kepala instalasi kamar bedah.


(49)

1) Perencanaan

Menentukan macam dan jumlah pelayanan operasi, menentukan macam dan jumlah alat yang diperlukan sesuai spesialisasinya, Menentukan tenaga perawat yang dibutuhkan, menampung keluhan penderita secara aktif, menentukan pengembangan pengetahuan petugas dan peserta didik, bekerjasama dengan dokter, tim bedah, dan kepala instalasi untuk menyusun prosedur dan tata kerja di kamar operasi.

2) Pengarahan

Memantau staf dalam hal penerapan kode etik kamar bedah, mengatur pelayanan pembedahan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan tim, membuat jadwal kegiatan, memamfaatan tenaga seefektif mungkin, mengatur pekerjaan secara merata, memberi bimbingan kepada peserta didik, memantau pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada staf mengatur pemanfatan sumber daya secara efektif , menciptakan suasana kerja yang harmonis.

3) Pengawasan

Mengawasi pelaksanaan tugas masing-masing staf, mengawasi penggunaan alat dan bahan secara tepat, mempertahankan kelengkapan alat dan bahan, mengawasi kegiatan tim bedah sehubungan dengan tindakan pembedahan, menyesuaikan tindakan di kamar operasi dengan kegiatan pembedahan.

4) Penilaian

Menganalisa secara kontinu jalannya tim pembedahan, menganalisa kegiatan tata laksana kamar bedah yang berhubungan dengan penggunaan alat dan secara efektif dan hemat.


(50)

b. Perawat Instrumen/Scrub nurse

Perawat instrumen adalah seorang perawat profesional yang diberi wewenang dan ditugaskan dalam pengelolaan paket alat pembedaahan dalam tindakan pembedahan berlangsung.

1) Tanggung jawab

Secara administatif dalam kegiatan keperawatan, perawat instrumen bertanggung jawab kepada perawat kepala kamar bedah dan secara profesional bertanggung jawab kepada ahli bedah dan perawat kamar bedah.

2) Uraian tugas, sebelum pembedahan :

Melakukan kunjungan pasien yang akan dilakukan pembedahan minimal sehari sebelumnya untuk menjelaskan prosedur/memperkenalkan tim bedah, Menyiapkan kamar bedah dalam keadaan siap pakai seperti kebersihan kamar bedah, peralatan meja mayo, instrumen steril, dan lain-lain, menyiapkan instrumen steril sesuai dengan jenis pembedahan, menyiapkan cairan desinfektan dan bahan lain yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan operasi, menyiapkan sarung tangan dan alat tenun steril (jas pack, lap pack).

Saat pembedahan : Memperingatkan tim bedah steril jika terjadi penyimpangan prosedur aseptik, membantu menggunakan gaun dan sarung tangan steril untuk ahli bedah dan asisten bedah, menata instrumen steril di meja mayo dan meja instrumen sesuai dengan prosedur pembedahan, memberikan desinfektan untuk desinfeksi lapangan operasi, memberikan laken steril untuk prosedur drapping, memberikan instrumen sesuai dengan urutan prosedur dan kebutuhan operasi secara tepat, menyiapkan benang jahit sesuai dengan kebutuhan dan keadan siap


(51)

pakai, mempertahankan instrunen dalam keadaan bersih, steril, dan tersusun sistematis selama pembedahan, Menghitung kasa, jarum, dan instrumen dan memberitahukan kepada ahli bedah sebelum menutup lapangan operasi, menyediakan cairan untuk membersihkan luka operasi setelah dijahit, menutup luka dengan kasa steril dan meyiapkan bahan untuk PA.

Setelah pembedahan : Memfiksasi drain dan kateter bila terpasang, membersihkan kulit pasien dari sisa desinfektan dan memeriksa adanya kerusakan kulit pada daerah pemasangan elektroda, memeriksa ulang catatan dan dokumentasi pembedahan secara lengkap, membersihkan / mencuci instrumen bekas pakai dan membungkus sesuai dengan jenis, macam, bahan, dan kegunaan dan ukuran, memasang indikator autoclave dan membuat label nama alat pada bungkusan instrumen dan kemudian disterilkan, membersihkan kamar bedah setelah tindakan pembedahan selesai.

c. Perawat sirkulasi/ Circulating Nurse

Perawat sirkuler adalah tenaga perawat profesional yang memberikan wewenang dan tanggung jawab untuk kelancaran pelaksanaan tindakan pembedahan.

1) Tanggung jawab

Secara administrasi dan operasional perawat sirkuler bertanggung jawab kepada kepala perawat kamar bedah dan ahli bedah.

2) Uraian tugas, sebelum pembedahan :

Menerima pasien diruang persiapan kamar bedah dan memeriksa kelengkapan dokumen medis pasien seperti, izin operasi, hasil laboratorium


(52)

terakhir, hasil pencitraan, hasil pemeriksaan ahli bedah dan anestesi, pemeriksaan ahli lain sesuai kebutuhan, tersedianya lembar check-list patien safety, memeriksa kelengkapan obat dan persiapan darah yang dibutuhkan bila diperlukan, melakukan serah terima pasien dan perlengkapan untuk pembedahan dari perawat rawat, bersama sama dokter bedah dan dokter anestesi melakukan check-list pasien safety.

Saat pembedahan : Mengatur posisi pasien sesusi jenis pembedahan dan bekerja sama dengan petugas anestesi, membuka set steril dengan memperhatikan teknik aseptik, mengingat tim bedah jika mengetahui jika mengetahui adanya penyimpangan penerapan teknik aseptik, memasang plate mesin diatermi, memfasilitasi kebutuhan selama jalannya pembedahan, menghubungi petugas penunjang Patologi Anatomi dan menyediakan bahan pemeriksaan Patologi Anatomi, menghitung dan mencatat pemakaian kasa, jarum, instrumen sebelum luka ditutup dan bekerja sama dengan perawat instrumen, membantu mengukur dan mencatat kehilangan darah/cairan, merawat bayi untuk kasus secsarie setelah pembedahan.

Setelah pembedahan : membersihkan dan merapikan pasien setelah dilakukan pembedahan, memindahkan pasien dari meja kereta dorong yang telah disiapkan, melakukan observasi dan mencatat hasil pengukuran tanda-tanda vital, serta mengukur tingkat kesadaran pasien, menghitung dan mencatat penggunaan obat, alat kesehatan, dan cairan yang digunakan oleh pasien saat operasi, mendokumentasikan tindakan keperawatan selama pembedahan dan memeriksa kelengkapan dokumentasi medis antara lain status lengkap, laporan pembedahan,


(53)

laporan anestesi pengisian formulir Patologi Anatomi, check-list patien safety, melakukan serah terima dengan petugas ruang pulih sadar tentang kelengkapan dokumen medis instruksi paska operasi dan obat/resep baru, membantu perawat instrument melakukan pembersihan, menyetrilkan instrumen, dan membersihkan kamar bedah.

d. Perawat Anestesi

Perawat anestesi adalah tenaga profesional yang diberi wewenang dan tanggung jawab dalam membantu terselenggaranya pelaksanaan tindakan pembiusan di kamar bedah.

1) Tanggung jawab secara administrasi bertanggung jawab kepada perawat kepala kamar bedah dan secara operasional bertanggung jawab kepada ahli anestesi/bedah dan perawat kepala kamar bedah.

2) Uraian tugas, sebelum pembedahan :

Melakukan kunjungan pra operasi untuk menilai status fisik pasien sebatas tanggung jawabnya dan memonitor vital sign dan kondisi fisik, menyiapkan alat dan mesin anestesi serta perlengkapan formulir anestesi menyiapkan kelengkapan di meja anestesi dan mesin suction, memindahkan pasien dan meja operasi dan memasang membantu ahli anestesi dalam proses dalam pembiusan.

Saat pembedahan : Membebaskan jalan napas dengan cara mempertahankan jalan napas posisi endotracheal-tube, memantau O2 dan CO2 dengan menggunakan flow meter pada mesin anestesidan cairan dengan cara memonitor input dan output cairan yang hilang, memberi obat sesuai dengan program pengobatan, melaporkan hasil pemantauan kepada dokter ahli anestesi.


(54)

Setelah pembedahan : Mempertahankan jalan napas pasien dan memonitor tanda-tanda vital, memantau dan mencatat tentang perkembangan pasien yang telah dilakukan pembedahan dan menilai respon terhadap efek obat anestesi, memindahkan pasien ke ruang pulih sadar bila kondisi stabil atas izin ahli anestesi, melengkapi catatan perkembangan pasien sebelum selama dan sesudah pembiusan, merapikan dan mengembalikan alat-alat anestesi ke tempat agar siap pakai untuk operasi berikutnya ( Hibkabi, 2012).


(55)

41

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stresor dan stres kerja dalam memberikan asuhan keperawatan di kamar bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi 2013.

Skema 3.1 : Kerangka konseptual penelitian stresor dan stres kerja perawat kamar bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi 2013.

Keterangan : : Diteliti

: Ada hubungan diteliti

Faktor yang penyebab stres perawat:

1. Beban kerja

2. Waktu pembedahan 3. Lingkungan kerja

4.Hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat


(56)

3.2Defenisi Operasional

Tabel 3.1

Defenisi Operasional Penelitian stresor dan stes kerja perawat kamar bedah No Variabel Defenisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1. 2. 3. 4. 5. Beban kerja Waktu pembedahan Lingkungan kerja Hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat Stres Kerja

Tugas / pekerjaan yang harus di lakukan perawat kamar bedah RSUD pirngadi pada setiap shift kerja Lamanya proses pembedahan yang dilakukan oleh perawat kamar bedah RSUD pirngadi

Situasi / kondisi dan sarana / prasarana

pendukung proses pembedahan Cara perawat kamar bedah berinteraksi dengan profesi lain dan teman sejawat Ketidaknyamanan / kondisi tertekan secara fisik dan psikologis yang dialami perawat saat bekerja di kamar bedah Kuesioner sebanyak 10 pernyataan Kuesioner sebanyak 10 pernyataan Kuesioner sebanyak 10 pernyataan Kuesioner sebanyak pernyataan Kuesioner sebanyak 20 pernyataan Tinggi 23 – 40 Rendah 4 – 22

Lama 23 - 40 Singkat 4 - 22

Kondusif 4 - 22 Tidak kondusif 23 - 40 Baik 23 - 40 Buruk 4 - 22

Ringan 20 - 40 Sedang 41- 60 Berat 61 - 80

Ordinal

Ordinal

Nominal

Nominal


(57)

43

Desain dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif eksploratif. Penelitian ini menggambarkan, dan klasifikasi dan menyajikan data. Tujuan dari penelitian untuk mengidentifikasi / mengetahui, menyajikan gambaran stresor dan tingkat stres kerja perawat kamar bedah.

4.2 Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan teliti (Notoatmojo, 1993 dalam Setiadi, 2007). Populasi dapat berupa orang, benda, gejala yang ingin diketahui oleh peneliti. Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan dari penelitian (Sugiono, 2004 dalam Hidayat, 2011) populasi dari penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di ruangan kamar bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan yang berjumlah 48 orang (termasuk peneliti).

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel


(58)

adalah elemen-elemen populasi yang dipilih berdasarkan kemampuan yang mewakilinya (Hidayat, 2011).

Tehnik pengambilan sample yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling, artinya populasi diambil seluruhnya menjadi sampel. Jumlah sampel dari penelitian ini adalah 47 orang tidak termasuk peneliti.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan pertengahan September 2013. Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan. Adapun lokasi ini dipilih menjadi tempat penelitian dengan pertimbangan:

1. Pihak Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi memberikan kemudahan kepada peneliti.

2. Belum ada penelitian mengenai gambaran stresor dan stres kerja perawat kamar bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.

3. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan merupakan rumah sakit tipe B dan rumah sakit rujukan dari daerah lain yang ada di sumatera utara selain Rumah Sakit H. Adam Malik, oleh karena itu rumah sakit ini banyak menerima pasien untuk dilakukan operasi sehingga beban kerja di kamar bedah pun bertambah dan hal tersebut menjadi penyebab stres.


(59)

4.4 Pertimbangan Etik

Dalam pelaksanaan penelitian khususnya jika subjek/objek dari penelitian adalah manusia, maka peneliti hatus mempertimbangkan masalah etik, peneliti memberikan kebebasan untuk menentukan bagi responden dan memberikan hak memilih mengikuti penelitian, sehingga penelitian tersebut menjunjung tinggi hak dari manusia (Hidayat, 2011). Oleh sebab itu peneliti sangat memperhatikan masalah etika penelian dengan cara sebagai berikut :

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembaran persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk responden. Tujuan informed consent adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya.

2. Anomimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberi jaminan dalam pengunaan subjek penelitien dengan cara tidak memberi atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan inisial nama responden.


(60)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.

4.5 Instrumen penelitian dan pengukuran

Instrumen atau alat ukur yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner tersebut terdiri dari pertanyaan berstruktur dimana responden dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan petunjuk yang ada. Lembar kuesioner terdiri dari tiga bagian, pertama berisi data demografi responden, terdiri dari ruangan, usia, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, status kepegawaian.

Bagian kedua merupakan kuesioner stresor kerja yang dibuat sendiri oleh peneiliti berdasarkan tinjauan pustaka. Instrumen stresor kerja ini terdiri dari beban kerja 10 pernyataan, terdiri dari 1 pernyataan positif, yaitu no 4, dan 9 pernyataan negatif, masing-masing pernyataan terdiri dari skala likert, nilai pernyataan negatif mendapat nilai sebagai berikut: 1) Tidak pernah terjadi = 1, 2) kadang-kadang terjadi = 2, 3) sering terjadi = 3, 4) selalu terjadi = 4, sedangkan pernyataan positif mendapat nilai sebagai berikut: 1) Tidak pernah terjadi = 4, 2) kadang-kadang terjadi = 3, 3) sering terjadi = 2, 4) selalu terjadi = 1. Penilaian stresor dari beban kerja, Untuk mengetahui penghitungan skor beban kerja perawat kamar


(61)

bedah yang dapat diperoleh dengan rumus yang dijelaskan oleh Sudjana (2002) :

Rentang nilai : nilai tertinggi – nilai terrendah = 40 - 4 = 18

Lebar kelas 2

Jika dikatakan beban kerja rendah maka memiliki rentang nilai dari 4 – 22 dan beban kerja dikatakan tinggi maka rentang nilai dari 23 – 40.

Stresor waktu pembedahan terdiri dari 10 pernyataan negatif, pernyataan terdiri dari skala likert dengan skor jawaban sebagai berikut: 1) Tidak pernah terjadi = 1, 2) kadang-kadang terjadi = 2, 3) Sering terjadi = 3, 4) selalu terjadi = 4. Penilaian stresor dari waktu pembedahan, Untuk mengetahui penghitungan nilai stresor waktu pembedahan dapat diperoleh dengan rumus yang dijelaskan oleh Sudjana (2002) :

Rentang nilai : nilai tertinggi – nilai terrendah = 40 - 4 = 18

Lebar kelas 2

Jika waktu pembedahan dikatakan singkat maka memiliki rentang nilai dari 4 – 22 dan lingkungan dikatakan lama maka rentang nilai dari 23 – 40.

Stresor lingkungan kerja 10 pernyataan negatif, masing-masing pernyataan terdiri dari skala likert dengan skor jawaban sebagai berikut: 1) Tidak pernah = 1, 2) kadang-kadang terjadi = 2, 3) Sering terjadi = 3, 4) selalu terjadi = 4. Penilaian stresor dari lingkungan kerja, Untuk mengetahui penghitungan nilai stresor lingkungan kerja dapat diperoleh dengan rumus yang dijelaskan oleh Sudjana (2002) :


(62)

Rentang nilai : nilai tertinggi – nilai terrendah = 40 - 4 = 18

Lebar kelas 2

Jika lingkungan kerja dikatakan tidak kondusif maka memiliki rentang nilai dari 4 – 22 dan lingkungan kerja dikatakan kondusif maka rentatang nilai dari 23 – 40.

Hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat 10 pernyataan, masing-masing pernyataan terdiri 4 pernyataan positif, no : 3, 5, 7, 10 dan 6 pernyataan negatif, no : 1, 2, 4, 6, 8, 9, masing- masing pernyatan tersebut terdiri dari skala likert, jika pernyataan positif maka nilai jawaban sebagai berikut: 1) Tidak pernah terjadi = 4, 2) kadang-kadang terjadi = 3, 3) Sering terjadi = 2, 4) selalu terjadi = 1, jika pernyaan negatif maka nilai jawaban sebagai berikut: 1) Tidak pernah terjadi = 1, 2) kadang-kadang terjadi = 2, 3) sering terjadi = 3, 4) selalu terjadi = 4. Penilaian stresor dari hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat, Untuk mengetahui penghitungan nilai stresor hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat pada perawat kamar bedah dapat diperoleh dengan rumus yang dijelaskan oleh Sudjana (2002) :

Rentang nilai : nilai tertinggi – nilai terrendah = 40 - 4 = 18

Lebar kelas 2

Jika hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat dikatakan buruk maka memiliki rentang nilai dari 4 – 22 dan hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat dikatakan baik maka rentang nilai dari 23 – 40.


(63)

Bagian ketiga merupakan kuesioner stres kerja, instrumen stres kerja berasal instrumen yang dimodifikasi dan dikembangkan dari instrumen stres kerja dari penelitian Rahmatul F (2007 dalam Nursalam 2011) yang berjudul Hubungan Shift Kerja Dengan Stres Kerja Dan Circardian Rhythm Perawat di Ruang Intermediet Bedah Flamboyan RSU Dr. Soetomo Surabaya. Kuesioner ini yang terdiri dari 20 pernyataan terdiri dari 1 pernyataan positif yaitu no 12, 19 pernyataan negatif, masing-masing pernyataan menggunakan skala likert dengan skor jawaban bila pernyataan positif sebagai berikut: 1) Tidak pernah terjadi = 4, 2) Kadang-kadang terjadi = 3, 3) Sering terjadi = 2, 4) Selalu terjadi = 1, sedangkan pernyaataan negatif dengan nilai jawaban sebagai berikut: 1) Tidak pernah terjadi = 1, 2) kadang-kadang terjadi = 2, 3) sering terjadi = 3, 4) selalu terjadi = 4. Penilaian stres kerja perawat kamar bedah dapat diketahui dengan rumus yang dijelaskan oleh Sudjana (2002) :

Rentang Nilai : Nilai tertinggi – Nilai terrendah = 80 – 20 = 20

Lebar kelas 3

Pengukuran stres kerja dapat dikategorikan sebagai berikut: apabila nilai 20 - 40 dikategorikan stres ringan, nilai 41 – 60 dikategorikan sebagai stres sedang dan nilai 61 – 80 dikategorikan sebagai stres berat.

4.6 Uji Validitas dan Realiabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan dan keshalihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau shahih mempunyai validitas tinggi (Arikunto, 2010). Sebaliknya, Instrumen yang


(64)

kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat, validitas dilakukan dengan konsul pada ahlinya, yaitu staf pengajar manajemen keperawatan dan keperawatan jiwa.

Uji instrumen pada penelitan ini terdiri dari 2 instrumen yaitu instrumen stresor kerja terdiri dari dari 4 item yaitu beban kerja, lingkungan kerja, waktu pembedahan, dan hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat. Uji validitas pada instrumen stres kerja dilakukan oleh staf pengajar manajemen dasar. Uji validitas ini dilakukan pada tangal 22 september 2013 s/d 4 oktober 2013 dapat disebarkan untuk mengetahui keshahihan instrumen ini. Uji validitas instrumen beban kerja dan lingkungan kerja tidak perlu modifikasi, sementara pernyataan instrumen waktu pembedahan dan hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat harus dimodifikasi dengan menambahkan keluhan gejala stres kerja pada tiap pernyataan. Pernyataan yang harus dimodifikasi yaitu 1-10 dari masing-masing instrumen tersebut. Pernyataan tersebut telah dimodifikasi untuk mewakili instrumen yang diperlukan. Instrumen ini telah divaliditas pada tanggal 4 Oktober 2013. Uji validitas pada instrumen stres kerja dilakukan oleh staf pengajar keperawatan jiwa. Uji validitas ini dilakukan pada tanggal 22 September 2013 – 22 Oktober 2013. Uji validitas terhadap instrumen gejala stres kerja terdiri dari 20 pernyataan. Beberapa instrumen telah dimodifikasi yaitu pernyataan no 2, 3, 5, 7, 13, 16, sehingga dapat


(65)

digunakan sebagai instrumen penelitian. Uji validitas ini telah dilakukan pada 22 Oktober 2013 dan dapat disebarkan untuk mengetahui keshahihan instrumen penelitian.

Sedangkan Realiabilitas memiliki pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut baik (Arikunto, 2010). Uji reabilitas pada instrumen penelitian ini dilakukan pada 10 orang perawat kamar bedah sesuai dengan kriteria sampel di Rumah Sakit Haji Mina Medan dengan menggunakan realibilitas diatas 0,70 (Polit & Hungler).

Uji reliabelitas instrumen ini dilaksanakan pada tanggal 8 November 2013 di Rumah Sakit Haji Mina Medan. Dengan kriteria

sampel yang sesuai dengan sampel penelitian ini sebanyak 10 perawat. selanjutnya dilakukan uji dengan nilai Cronbach Alpha untuk stresor kerja dan stres kerja. Uji reliabilitas dari stresor kerja diperoleh hasil 0,94, sementara stres kerja diperoleh hasil 0,78. Karena nilai alpha dari stresor kerja dan stres kerja > dari 0,70 , maka dinyatakan seluruh instumen atau pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel.

4.7 Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner kepada reponden. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: Peneliti mengajuan surat permohonan izin pelaksanan penelitian pada pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara). Setelah mendapatkan surat tersebut peneliti mengirimkan surat izin


(66)

penelitian ke tempat penelitian. Setelah mendapat izin dari kepala bidang Diklat Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi kota Medan peneliti mengumpulkan data. Peneliti menjelaskan tentang prosedur, manfaat dan cara pengisian kuesioner, kemudian peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian. Setelah mendapat persetujuan responden, mengumpulkan data dimulai. Peneliti memberikan instrumen penelitian secara langsung berupa kuesioner kepada responden yang terdiri dari kuesioner mengenai stresor dan tingkat stres kerja perawat kamar bedah. dan sebagian kuesioner diberikan secara tidak langsung dan peneliti meninggalkan kuesioner kepada kepala ruangan untuk diberikan kepada perawat yang tidak hadir pada pertemuan tersebut.

4.8Analisa Data

Setelah data terkumpul maka dilakukan analisa data yang pertama yaitu melakukan persiapan sebagai berikut: mengecek kode dan kelengkapan identitas lainnya, mengecek kelengkapan data, dan isian data. Kemudian melakukan tabulasi data dengan skor, kode dan menganalisis data tersebut dengan masalah yang dicari yaitu stresor dan stres kerja perawat kamar bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi dan disajikan dalam bentuk frekwensi distribusi dan persentasi.

   


(67)

53

mengenai stressor kerja dan stres kerja di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan.

5.1 Hasil penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2013 di seluruh Kamar Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan dengan jumlah sampel sebanyak 47 orang responden (tidak termasuk peneliti). Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi meliputi : ruangan, usia, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan status kepegawaian perawat yang bekerja di kamar bedah Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan.

5.1.1 Data Demografi

Deskripsi karakteristik demografi perawat yang bekerja di kamar bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi didapat 47 responden. Terlihat bahwa perawat kamar bedah sebagian besar berasal dari ruangan Instalasi Bedah Sentral (IBS) berjumlah 19 orang orang (40,4%), berusia 31- 50 sebanyak 34 orang (72,3%), jenis kelamin perempuan sebanyak 37 orang (78,7%), berpendidikan terakhir diploma sebanyak 25 orang(53,2%), memiliki masa kerja diatas 13 tahun sebanyak 24 orang (51,1%), dan berstatus kepegawaian PNS sebanyak 28 orang (59,6%), untuk lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 5.1 sebagai berikut :


(68)

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Data Demografi perawat yang bekerja di kamar bedah Rumah Sakit Dr.Pirngadi Kota Medan (n = 47)

Karakteristik Frekuensi Persentase ( % )

1. Ruangan

Instslasi Bedah Sentral Kamar Bedah Emergensi Kamar Bedah Mata Kamar Bedah Kulit Kamar Bedah Reproduksi

19 17 5 3 3 40,4 36,2 10,6 6,4 6,4 2. Usia

18 – 30 tahun 31- 50 tahun > 50 tahun

7 34 6 14,9 72,3 12,8

3. Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan 10 37 21,3 78,7 4. Pendidikan SPK Diploma S – 1 kep D – IV

7 25 8 7 14,9 53,2 17,0 14,9

5. Masa Kerja

0 – 4 tahun

5 – 8tahun

9 – 12 tahun >13 tahun 4 12 7 24 8,5 25,5 14,9 51,1

6. Status kepegawaian

PNS Honorer 28 19 59,6 40,4


(69)

5.2Stresor Kerja Perawat kamar Bedah

Hasil penelitian ini didapatkan dijelaskan bahwa stresor kerja dari beban kerja perawat di kamar bedah termasuk dalam kategori tinggi 25 orang (53,2%) responden, stresor kerja dari lingkungan kerja termasuk kategori tidak kondusif 24 orang (51,1%) responden, stresor waktu pembedahan yaitu waktu pembedahan yang dilakukan adalah lama sebesar 24 orang (51,1%) responden, dan stressor kerja yang berasal dari hubungan dengan profesi lain dan teman sejawat menyatakan baik sebanyak 35 orang (74,5% ). Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 5.2 sebagai berikut :

Distribusi Tabel 5.2

Stresor Kerja Perawat Kamar Bedah di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Kota Medan

(n = 47)

Stressor Frekuensi Persentase (%)

1. Beban Kerja

Tinggi Rendah 25 22 53,2 46,8

2. Lingkungan Kerja

Kondusif Tidak Kondusif 23 24 48,6 51,1

3. Waktu pembedahan

Lama Singkat 24 23 51,1 48,9

4. Hubungan

denganprofesi lain dan teman sejawat

Baik Buruk 35 12 74,5 25,5


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

101

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Amrizal Hutasuhut Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 24 September 1979 Jenis Kelamin : Laki – Laki

Agama : Islam

Alamat : Jln. Pelaksanaan no. 22 Bandar Setia Dsn IV Percut Sei Tuan Deli Serdang 20371

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1987-1992 : SDN. 0101765 Bandar Setia 2. Tahun 1992-1995 : SMP MTs Alwashliyah Tembung 3. Tahun 1995-1998 : MAN I Medan

4. Tahun 1999-2002 : DIII Keperawatan USU

5. Tahun 2012-2013 : PSIK Fakultas Keperawatan USU