Hubungan Masa Kerja Dan KVP Pada Pekerja Pengolahan Batu Hubungan Lama Paparan dan KVP Pada Pekerja Pengolahan Batu

memberikan informasi yang berguna mengenai kekuatan otot-otot pernapasan dan aspek fungsi paru lainnya. Besarnya penyimpangan atau penurunan nilai yang di dapat dari pemeriksaan dapat menentukan paru seseorang dalam keadaan normal atau tidak PDPI, 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 24 orang pekerja pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama terdapat 20,8 pekerja memiliki KVP tidak normal dan sebanyak 79,2 pekerja memiliki KVP normal. Standar yang digunakan untuk menentukan tidak normalnya KVP ditentukan dari adanya restriksi, obstruksi atau campuran restriksi dan obstruksi pada paru. Hal ini sejalan dengan penelitian Agustanti 2003 yang menunjukkan bahwa kapasitas fungsi paru normal 72,42 lebih banyak dibandingkan kapasitas fungsi paru tidak normal 27,59 pada pekerja industri peleburan timah hitam di lingkungan industri kecil di Bugangan Baru Semarang. Selain itu, hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Aryuni dan Russeng 2014 yang menjelaskan bahwa pekerja di bagian Cement Mill PT.Semen Bosowa Maros memiliki kapasitas paru normal yaitu 63,6 lebih besar dibandingkan pekerja dengan kapasitas paru tidak normal sebanyak 36,4. Hasil pengukuran yang didapatkan tidak bisa mendiagnosis penyakit yang berhubungan dengan paru, namun hasil tersebut dapat menjadi acuan untuk menjaga kesehatan terkait KVP. Hasil yang diperoleh dapat menjadi saran bagi pekerja untuk mulai menjaga kesehatan diri. Pada penelitian ini penurunan KVP dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor yang terkait dengan penurunan KVP antara lain kadar debu PM 1,0 dan PM 2,5 , suhu udara, kelembaban udara, masa kerja, lama paparan dan penggunaan masker dengan penjelasan dibawah ini. Hasil pengukuran kadar debu PM 2,5 , suhu udara dan kelembaban udara pada plant 1, 2 dan 3 hampir sama. Kadar debu PM 2,5 dan suhu udara memiliki nilai tertinggi pada plant 1 dan kelembaban udara tertinggi berada di plant 3. Diketahui juga faktor yang berisiko menurunkan KVP yaitu kadar debu PM 1,0 dengan hasil sebanyak 17 pekerja 70,8 terpapar debu dengan NAB yang tidak memenuhi syarat. Faktor lainnya adalah banyaknya pekerja yang memiliki paparan lebih dari 8 jam dan berdasarkan hasil observasi, masih adanya pekerja yang tidak menggunakan masker saat berada di lingkungna kerja. Berdasarkan hasil pengukuran, dapat diketahui bahwa plant 1 memiliki kadar debu paling tinggi dibandingkan plant lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena plant 1 memiliki suhu udara paling tinggi sebesar 36,3 o C dibandingkan suhu udara pada plant lainnya sehingga memepengaruhi kadar debu yang ada. Simaela 2000 menjelaskan bahwa semakin tinggi suhu udara, maka potensi debu untuk berada di udara semakin besar pula. Jenis debu yang ada di lokasi pengolahan batu split adalah SPM Suspended Partikulate Matter atau partikel debu yang melayang dan tetap berada di udara sehingga dengan tingginya suhu udara maka akan berbanding lurus dengan tinggi kadar debu di udara. Tidak adanya pohon di plant 1 juga menjadi penyebab tingginya kadar debu di plant tsb dibandingkan dengan plant 2 dan plant 3 karena masih terdapat pohon di sekitar plantnya. Konsentrasi debu dalam suatu lingkungan tergantung pada jumlah pohon. Semakin banyak pohon, maka semakin rendah konsentrasinya. Hal ini disebabkan karena debu terserap dan terjerap secara