Latar Belakang Kajian hadis tematik seputar bersin: perspektif ilmu medis

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis adalah sumber ajaran Islam kedua setelah al- Qur‟an. Dilihat dari periwayatannya, hadis Nabi berbeda dengan al- Qur‟an. Al-Qur‟an periwayatan semua ayat-ayatnya secara mutawătir, sedang hadis Nabi, sebagian periwayatannya secara mutawătir dan sebagian lagi secara ahād. Karenanya, al-Qur‟an dilihat dari segi periwayatannya mempunyai kedudukan qaţ’ī al-wurūd dan sebagian lagi zannī al- wurūd, sehingga tidak diragukan lagi orisinalitasnya. Berbeda dengan hadis Nabi yang berkategori āhād, diperlukan penelitian terhadap orisinalitas dan otentisitas hadis-hadis tersebut. Untuk hadis-hadis yang periwayatannya secara mutaw ātir, diperlukan pemaknaan yang tepat, proporsional dan representatif terhadap hadis tersebut melalui beberapa kajian, di antaranya kajian linguistik, 1 kajian tematis komprehensif, 2 kajian konfirmatif 3 dan kajian-kajian lainnya dalam rangka pemahaman teks hadis tersebut. 4 1 Penggunaan prosedur-prosedur gramatikal bahasa Arab mutlak diperlukan dalam kajian ini, karena setiap teks hadis harus ditafsirkan dalam bahasa aslinya. 2 Mempertimbangkan teks-teks hadis lain yang memiliki tema yang sama dengan tema hadis yang dikaji untuk memperoleh pemahaman yang tepat, komprehensif dan representatif. 3 Konfirmasi makna yang diperoleh dengan petunjuk-petunjuk al- Qur‟an. 4 Kajian – kajian lanjutan seperti kajian atas realitas, situasi, problem historis makro atau mikro, pemahaman universal dan pemaknaan hadis dengan pertimbangan realitas kekinian dengan pertimbangan metode yang ditawarkan Syuhudi Ismail, Yusuf Qardhawi dan Musahadi HAM. Hadis dapat dipahami secara tekstual dan kontekstual. Tekstual dan kontekstual adalah dua hal yang saling berseberangan, seharusnya pemilahannya seperti dua keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan secara dikotomis, sehingga tidak semua hadis dapat dipahami secara tekstual dan atau kontekstual. Di samping itu ada hal yang harus diperhatikan seperti yang dikatakan Komaruddin Hidayat 5 bahwa di balik sebuah teks sesungguhnya terdapat sekian banyak variabel serta gagasan yang tersembunyi yang harus dipertimbangkan agar mendekati kebenaran mengenai gagasan yang disajikan oleh pengarangnya. Dalam melihat sebuah hadis, kita tidak bisa serta merta langsung meyakini bahwa hadis tersebut adalah shahih, melainkan kita patut untuk melakukan sebuah pengkajian kualitas sebuah hadis demi memberikan keyakinan penuh dalam pengaplikasiannya. Untuk menentukan kualitas sebuah hadis diperlukan serangkaian penelitian, selain serentetan metodologi kaidah yang digunakan untuk menentukan kualitas sanadnya, juga digunakan metodologi untuk menentukan kualitas matan, karena kualitas sanad dan matan tidak selalu sejalan. 6 Ada kalanya Sanadnya shahih akan tetapi matannya mardud. Dengan melakukan penelitian matan dapat diketahui matan sebuah hadis tersebut maqbul atau mardud. Selanjutnya sebagai hasil akhir akan diketahui kualitas hadith tersebut secara keseluruhan baik dilihat dari sanad dan 5 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama Jakarta: Paramadina, 1996, h. 2 6 Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Jakarta: Bulan Bintang, 2007, h. 115. matannya. Meskipun penelitian hadith tergolong ijtihadi relatif, namun paling tidak dapat diketahui proses penentuan kualitas hadis tersebut. Dalam agama Islam, banyak sekali perintah-perintah yang terdapat di dalam hadis Nabi, baik itu yang bersifat ibadah maupun muamalah, baik yang bersifat ḥablu min Allah ataupun ḥablu min al-nãs. Salah satu contoh kongkritnya adalah hadis seputar bersin. Mendoakan orang bersin merupakan hak Muslim atas Muslim lainnya. Seperti yang tertera pada hadis berikut: Telah menceritakan kepada kami Ya ḥ ya bin Ayyub dan Qutaibah serta Ibn Hujr mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Ismail yaitu Ibn Jafar dari Al Alla dari Bapaknya dari Abū Hurairah bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Hak seorang muslim terhadap seorang muslim ada enam perkara. Lalu beliau ditanya; “Apa yang enam perkara itu, ya Rasul Allah?” Jawab beliau: 1 Bila engkau bertemu dengannya, ucapkankanlah salam kepadanya. 2 Bila dia mengundangmu, penuhilah undangannya. 3 Bila dia minta nasihat, berilah dia nasihat. 4 Bila dia bersin lalu dia membaca tahmid, doakanlah semoga dia memperoleh rahmat . 5 Bila dia sakit, kunjungilah dia. 6 Dan bila dia meninggalkan, ikutlah mengantar jenazahnya ke kubur. 8 7 Al- Imām al-Ḥāfidz Abī al-Ḥusain bin al-Ḥajjāj al-Qushairī al-Naisaburī, al-Musnad al- Ṣ a ḥ ī ḥ al-Mukhta ṣ ar min al-Sunan bi naql al- ‘Adl ‘an al-‘Adl ilā Rasūl Allāh, kitab salām, bab min Ḥ aq al-Muslim li al-Muslim Rad al- Salām, no. 5, jilid 1 Riyadh: Dār al-Ṭ aubah, 2006 M, h. 1035. Hadis ini juga terdapat di dalam al-Tirmidzi, no 2661; al- Nasa‟i, no. 1912; Abu Daud, no. 43375; Ibn Majah, no. 1423, 1424, 1425; Ahmad bin Hanbal, no. 636, 5103, 7922, 8321, 8334, 8490, 8671, 8973, 10543, 21310; al-Darimi, no. 2519 8 Hadis ini tergolong hadis yang ṣ a ḥ ī ḥ . Seperti yang tercantum dalam kitab Subul al- Salām. Shar ḥ Bulūgh al-Marām, juz 4, al-Qāhirah: Dār al-Ghag al-Jadīd, 2007 M, cet. II, h. 249 Bersin adalah tindakan refleks untuk mengeluarkan udara semi otonom yang terjadi dengan keras dan secara tiba-tiba lewat hidung dan mulut akibat iritasi di saluran hidung. 9 Bersin atau yang biasa disebut dalam bahasa Inggris dengan sneezing adalah kegiatan manusia yang hampir rutin dilakukan setiap harinya dan terkadang berada di luar kontrol manusia. Namun demikian, Islam sebagai agama rahmatan li al- ‘ãlamīn tetap memberikan perhatian khusus terhadap hal yang nampak sepele seperti bersin tersebut. Hal ini bisa kita lihat di dalam sejumlah hadis-hadis Nabi baik yang berada dalam Shahih Bukhari ataupun kitab hadis lainnya. Namun tentu bersin yang dimaksud bukan bersin karena sakit pilek dan semisalnya. 10 Islam telah menganjurkan kepada pemeluknya segala hal yang bisa mendatangkan kebaikan dan memperingatkan dari segala hal yang bisa mendatangkan kejelekan. Termasuk dalam hal bersin, syariat ini telah membimbing kita dengan beberapa adab yang sangat bermanfaat bagi diri orang yang bersin ataupun orang lain. Di dalam hadis tersebut ada yang menarik perhatian penulis, ketika mengucap ta ḥ mīd sebagai bentuk syukur menjadi salah satu tuntutan etik bagi seorang Muslim yang bersin, sementara Muslim lainnya dianjurkan menjawab dengan mendoakan orang yang bersin tadi. Bunyi hadis lengkapnya adalah sebagai berikut: 9 Paramita, Kamus Keperawatan, Edisi Kedua, Jakarta: PT. Indeks, 2013, h. 475 10 Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al- Bāri 29: Shahih Bukharial-Imam al-Hafidz Ibn Hajar al- Asqalani; penerjemah, Amiruddin, Jakarta: Pustaka Azam, 2008, h. 671 Telah menceritakan kepada kami Adam bin Iyas telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b telah menceritakan kepada kami Said Al Maqburi dari Ayahnya dari Abu Hurairah radliallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam: Sesungguhnya Allah menyukai bersin, dan membenci menguap, apabila salah seorang dari kalian bersin, hendaklah ia memuji Allah, dan kewajiban seorang Muslim yang mendengarnya untuk mendoakan , sedangkan menguap datangnya dari syetan, hendaknya ia menahan semampunya, jika ia sampai mengucapkan haaah, maka syetan akan tertawa karenanya. Jika dihubungkan dengan definisi bersin di atas yang mengatakan bahwa bersin terjadi akibat adanya iritasi yang terjadi di hidung, sedangkan dalam hadis di atas Nabi justru mengajarkan untuk mengucap ta ḥ mid bukan istighfar ataupun istirja’ setelah bersin. Tentu hadis ini akan nampak bertentangan dengan definisi bersin tersebut jika dilihat secara sekilas saja. Bacaan ta ḥ mid seperti yang terdapat dalam Q. S. Al-Fātiḥ aḥ ayat 2; ّ ر هدمحلا نيمل علا , al-ḥ amdu yang berarti segala macam pujian dan li Allah yang berarti hanya semata-mata untuk Allah. Sehingga secara lengkap kalimat al ḥ amdulillah mempunyai makna penegasan bahwa “segala macam pujian hakikatnya adalah 11 Muhammad bin Isma‟il Abu „Abdullah al-Bukhari al-Ja‟fiy, al-Jami’ al-Shahih al- Mukhtashar, Kitab: Adab, Bab: Bersin disukai, menguap dimakruhkan, No. Hadith: 5755, Beirut: Daar Ibn Katsir, 1987 berasal dari Allah dan untuk Allah”. 12 Kalimat ini merupakan ungkapan terima kasih yang ditunjukkan kepada Allah atas segala nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya. 13 Bila hal tersebut diajarkan Nabi untuk diucapkan ketika seseorang bersin, hal ini mengisyaratkan bahwa dalam bersin terdapat sesuatu yang istimewa sehingga patut untuk disyukuri. Hal ini mengundang pertanyaan-perrtanyaan dari Rasulullah tersebut. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang akan digunakan sebagai skripsi dengan judul KAJIAN HADIS TEMATIK SEPUTAR BERSIN: PERSPEKTIF ILMU MEDIS .

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah