BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memiliki penampilan menarik serta sempurna adalah dambaan setiap manusia di bumi ini. Namun kenyataan hidup tak selalu sejalan
dengan apa yang diharapkan dan diidamkan. Hal ini sebagaimana dialami oleh mereka yang lahir kedunia dalam keadaan tidak sempurna secara fisik
atau dalam keadaan cacat. Meskipun kecacatan seseorang tidak hanya terjadi karena bawaan lahir namun juga karena suatu penyakit, kecelakaan,
korban peperangan atau pun sebab lainnya yang mengakibatkan pada kelumpuhan permanen atau seumur hidup.
Belum dapat diketahui secara pasti berapa jumlah penyandang cacat di Indonesia, namun berdasarkan hasil survey yang dilakukan Departemen
Sosial RI tahun 1978 populasi penyandang cacat di Indonesia adalah 3,11 dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara menurut data yang berhasil
dihimpun oleh WHO pada tahun 2004 penderita cacat tubuh di Indonesia mencapai 10 dari jumlah penduduk Indonesia.
1
Sedangkan menurut data kantor wilayah DKI tahun 2004 tercatat sekitar 3.849 penyandang cacat
tubuh di Jakarta, akan tetapi data-data tersebut masih jauh dari kenyataan yang ada di masyarakat. Hal ini karena masih belum adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melapor pada pemerintah setempat tentang keberadaan
1
www.depsos.go.id , 12 Januari 2009
1
keluarga atau kerabat mereka yang mengalami kecacatan. Serta kurangnya pendataan yang dilakukan oleh pemerintah tentang berapa banyak populasi
penyandang cacat tubuh di Indonesia. Seperti mereka yang mengalami kelumpuhan pada dua anggota gerak bawah atau kaki belum dapat diketahui
berapa jumlah atau populasi mereka. Jelas sekali bagi seseorang yang mengalami kelumpuhan akan
mendapatkan kesulitan dalam bergerak dan beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia kedokteran atau dunia medis seorang pasien yang
mengalami kelumpuhan disebut juga sebagai paraplegics. Sedang, kelumpuhan itu sendiri dikenal dengan nama paraplegia. Paraplegia adalah
terjadinya kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah yakni kaki, hal ini terjadi karena adanya penyepitan syaraf di tulang belakang yang disebabkan
oleh kecelakaan, jatuh duduk, trauma atau pun karena suatu penyakit. Tingkat kelumpuhan yang dialami oleh setiap penderita sangat bervariasi
mulai dari perlemahan gerakan kaki, kelayuan pada kaki, hilangnya rasa sakit, dan pada akhirnya mengalami kelumpuhan total mulai dari batas perut
hingga ujung jari kaki.
2
Kondisi tersebut membuat para penderita paraplegia mengalami kelumpuhan secara permanen atau seumur hidup. Hal ini tentunya tidak
dapat dengan mudah diterima oleh penderita, terlebih jika kelumpuhan tersebut terjadi bukan karena bawaan lahir melainkan karena suatu penyakit
atau kecelakaan. Berbagai masalah akan timbul dengan kelumpuhan yang dialami oleh seseorang. Secara fisik jelas sekali mereka akan mengalami
2
www.apparelyzed.com , 26 November 2008
keterbatasan gerak dan kesulitan beraktifitas. Kondisi psikis atau kejiwaan penderita paraplegi ini tentunya pun ikut berubah. Mereka akan mengalami
depresi yang dalam, kehilangan kepercayaan diri, kehilangan semangat hidup dan akan mengalami keputusasaan yang dalam. Kondisi kejiwaan
penderita paraplegia akan menjadi lebih labil dan sensitive dengan berbagai hal yang ada disekitar penderita paraplegia, terlebih jika lingkungan
sosialnya baik keluarga, sekolah, kantor dan masyarakat tempat tinggal tidak dapat menerima penderita paraplegia ini dengan baik karena
kelumpuhan yang ada pada dirinya. Dari segi finansial pun akan sangat berpengaruh, terutama bagi penderita paraplegia yang menjadi tulang
punggung keluarga atau pencari nafkah. Beban hidup para penderita paraplegia bertambah karena seperti kita ketahui bahwa penderita paraplegia
membutuhkan kursi roda, biaya obat-obatan dan kontrol ke rumah sakit, hingga biaya perubahan rumah demi menunjang kemudahan penderita
paraplegia dalam beraktifitas di atas kursi rodanya. Jika penderita paraplegia ini tidak memiliki keterampilan khusus yang dapat menunjang penghidupan
dan kehidupannya, karena seperti kita ketahui di Indonesia ini jarang sekali ada perusahaan atau perkantoran yang mau menerima para penderita
paraplegia dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. Dalam undang-undang kenegaraan telah dijelaskan secara jelas
bahwa setiap manusia siapa pun itu memiliki hak dan kewajiban yang sama. Seperti yang tertera dalam UU RI NO. 4 tahun 1997 tentang penyandang
cacat yang berbunyi;
3
3
UU RI No. 41997 Tentang Penyandang Cacat
“ bahwa penyandang cacat merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang juga memiliki hak, kedudukan, kewajiban dan peran yang sama.
Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan penghidupan.
Oleh karenanya, para penderita paraplegia ini membutuhkan suatu lahan atau tempat rehabilitasi yang dapat mengembalikan keberfungsian
sosial mereka. Seperti yang tertuang dalam UU RI No. 4 tahun 1997 pasal 7 tentang penyandang cacat yang berbunyi;
4
“ Rehabilitasi
diarahkan untuk
memfungsikan kembali
dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang cacat
agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan penglaman. “
Rehabilitasi bagi penderita paraplegia yang diselenggarakan di rumah sakit dikenal dengan istilah rehabilitasi medik, yaitu suatu bentuk
pelayanan kesehatan total yang dilakukan secara multidisipliner untuk membantu memulihkan kemampuan-kemampuan fisik, mental dan sosial
penderita paraplegia sehingga ia mampu melaksanakan fungsi dan perannya kembali di masyarakat secara optimal.
5
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah salah satu rumah sakit yang menyediakan pelayanan rehabilitasi mediknya. Rehabilitasi medik ini
dikenal dengan nama Instalasi Rehabilitasi Medik IRM, dalam Instalasi Rehabilitasi Medik ini ada tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter
ahli rehabilitasi, psikologi, perawat rehabilitasi, fisioterapi, okupasiterapi, prostetik ortetik, terapi wicara, bengkel kursi roda dan pekerja sosial medis.
Tim ini bekerja sama memberikan pelayanan terbaik pada pasien paraplegia,
4
UU RI No. 4 Pasal 71997 Tentang Penyandang Cacat
5
Pedoman Rehabilitasi Medik Prevevtif di Rumah Sakit, 1997, hal. 5
tidak hanya membantu menangani masalah fisik sebagai akibat dari kelumpuhan yang disandangnya tetapi juga masalah fungsi sosial yang
menyertainya. Pelayanan rehabilitai merupakan suatu usaha untuk memulihkan organ-organ yang tersisa, sehingga penderita paraplegia
mampu menjalankan kembali fungsi sosialnya di masyarakat. Dari uraian di atas jelas bahwa penderita paraplegia mengalami
berbagai gangguan pada fisiknya yang berpengaruh besar pada kondisi psikologis dan sosialnya, karena kelumpuhan yang dialaminya dapat
membuat seseorang menjadi rendah diri, frustasi dan sebagainya. Dalam setting
rumah sakit khususnya di instalasi rehabilitasi medik pelayanan sosial yang diberikan oleh pekerja sosial medis dianggap mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada diri penderita paraplegia. Pelayanan sosial medis yang diberikan dapat dilakukan dengan cara
menjalin hubungan baik dengan penderita paraplegia dalam rangka mengurangi tekanan sosial dan emosional yang dapat memperlambat
penyembuhan penderita. Selain itu pelayanan yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial medis adalah melakukan kunjungan rumah hal ini dilakukan
agar pekerja sosial lebih memahami keadaan yang dihadapi oleh penderita paraplegia. Pelayanan yang dilakukan sampai pada tahap pemberian bantuan
dalam mencarikan dana atau donatur untuk pembelian alat bantu hingga biaya perawatan.
Berdasarkan pada uraian diatas penulis bermaksud mengadakan penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam skripsi, berjudul :
“PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI JAKARTA”
B. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah. 1. Pembatasan Masalah