BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Tahapan  Pelayanan  Sosial  Medis  bagi  Penderita  Paraplegia  di
Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati.
Pasien  yang  akan  menjalani  perawatan  di  instalasi  rehabilitasi  medik baik berupa rawat inap maupun rawat jalan akan melewati berbagai rangakaian
tahapan  tersendiri.  Pada  tahap  awal  pasien  akan  melewati  proses  penerimaan oleh pekerja sosial medik, pasien yang datang ke ruang pelayanan sosial medik
pada  dasarnya  berasal  dari  berbagai  instalasi  yang  ada  di  RSUP  Fatmawati bahkan  ada  pula  yang  melalui  rujukan  atau  referal  dari  dokter  atau  suster  di
poliklinik. Selama  pasien  menjalani  perawatan  pekerja  sosial  akan  melakukan
berbagai  bimbingan  sosial  demi  membantu  pasien  dalam  membantu menghadapi  berbagai  permasalahan  sosial  pasien  yang  dapat  menghambat
proses penyembuhan pasien. Selain  itu pekerja  sosial juga melakukan  evalusai dan  pemantauan  perkembangan  pasien  serta  mencarikan  alternatif  pemecahan
masalah  yang  dialami  pasien  baik  berupa  masalah  sosial  maupun  masalah ekonomi.
Adapun tahapan dari pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Tahap Penerimaan atau Intake
Tahap ini adalah tahap yang mengawali semua proses pelayanan sosial  medis  di  intalasi  rehabilitasi  medik  RSUP  Fatmawati  bagi
penderita  paraplegia.  Hal  ini  sesuai  dengan  Buku  Saku  Pekerja  Sosial bab II, hal:22
Pada  tahap  ini,  pekerja  sosial  biasanya  mendapat  rujukan  dari dokter  atau  suster  yang  ada  di  poliklinik,  rujukan  tersebut  menyatakan
bahwa  pasien  yang  dirujuk  memerlukan  biaya  untuk    pengobatan  dan memerlukan bantuan pekerja sosial  untuk mencarikan alternatif bantuan
dana.  Hal  ini  serupa    dengan  yang  dikatakan  oleh  Ibu  Soraya  selaku Pekerjaa Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik;
“  Tahap  pertama  kita  itu  adalah  tahap  penerimaan  atau  intake terhadap  pasien  yang  datang  berdasarkan  rujukan  atau  referral
dari dokter atau suster di poli. “
67
Selain  menerima  rujukan  dari  poliklinik,  pekerja  sosial  juga selalu  rutin  melakukan  kunjungan  ke  ruang  rehabilitasi  selain  untuk
mengetahui  perkembangan  pasien  lama  juga  guna  mengetahui  apakah ada pasien baru namun belum terdata. Selain melakukan kunjungan rutin
biasanya  suster  yang  bertugas  di  rawat    inap  memberitahukan keberadaan  pasien  baru  guna  didata  oleh  pekerja  sosial.  Pak  Madina
selaku  Pekerja  Sosial  mengatakan  hal  yang  serupa  mengenai  tahap penerimaan  ini;
67
Informan Soraya, 27 Mei 2009
“… yaa,, pasien yang datang itu   bukan cuma dari poli aja. Tapi juga dari suster ruangan… tiap minggunya kan kita selalu rounde
sekalian pemantauan dari situ juga bisa diketahui apa ada pasien baru atau enggak…”
68
Pasien  rawat  inap  intensitas  pertemuan  dengan  pekerja  sosial medis jauh lebih banyak dibanding dengan pasien yang rawat jalan, jadi
yang  lebih  banyak  melakukan  bimbingan  sosial  adalah  pasien  rawat inap.  Sedang  pada  pasien  rawat  jalan  pekerja  sosial  sangat  jarang
melakukan  bimbingan  sosial.  Hal  ini  diakui  oleh  seorang  pasien  rawat jalan bernama Bapak Nana Tarna;
“…yang  namanya  bimbingan  sosial  atau  cuhat-curhatan  dulu sering  banget.  Tapi  itu  dulu  waktu  saya  masih  dirawat  sama
masih  belom  bisa  nerima  keadaan  saya  yang  sekarang…  tapi sekarang  mah  saya  udah  ikhlas  makanya  udah  jarang  curhat,,,
tapi  masih  sering  kesini  mbak…  biasa  mau minta  bantuan  buat biaya obat sama alat Bantu pan mahal tu, apa lagi alat bantu…”
69
2. Tahap Assessment
Pada  tahap    ini,  pekerja  sosial  melakukan  identifikasi  terhadap permasalahan  yang  tengah  dihadapi  oleh  pasien.  Pekerja  sosial
melakukan  berbagai  wawancara  baik  dengan  pasien  maupun  dengan keluarga  pasien  itu  sendiri,  sehingga  pekerja  sosial  akan  mendapatkan
berbagai  pemahaman  mengenai  kondisi  pasien.  Hal  ini  sesuai  dengan apa yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“… naah yang kedua itu namanya assessment, setelah melakukan penerimaan  dari  dokter  atau  suster  kita  melakukan  assessment
guna mendapatkan data-data dasar mengenai pasien…”
70
68
Informan Madina, 28 Mei 2009
69
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009
70
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Pada  tahap  ini,  pekerja  sosial  melakukan  wawancara  mengenai biodata  pribadi  pasien,  riwayat  penyakit  atau  kecelakaan,  pertolongan
pertama  saat  sakit  atau  kecelakaan  hingga  pada  akhirnya  sampai  di RSUP  Fatmawati.  Selai  itu  pekerja  sosial  juga  melakukan  wawancara
atau  menanyakan  latar  belakang  keluarga  serta  ekonomi  pasien,  hal  ini berguna  untuk  mengetahui  siapa  penanggung  jawab  pasien  selama
pasien  menjalani  pengobatan  di  ruang  rehabilitasi  medik.  Berikut penjelasan dari Ibu Soraya;
“… seperti  yang tadi saya bilang, bahwa pada tahap assessment ini kami melakukan wawancara dengan pasien dan keluarganya.
Adapun  yang  kami  tanyakan  mengenai  biodata  pribadi  pasien, latar  belakang  keluarga  dan  ekonomi  ini  penting  karena
menyangkut  biaya  administrasi  selama  pasien  dirawat  disini. Kemudian  kami  juga  menanyakan  mengenai  riwayat  penyakit
atau asal muasalnya pasien jadi cacat…”
71
Seorang  pasien  bernama  Dewi,  mengakui  bahwasanya  memang benar adanya wawancara pribadi yang dilakukan oleh pekerja sosial dan
hal tersebut dilakukan oleh pekerja sosial hampir setiap hari sampai data yang  diperlukan  telah  mencukupi.  Adapun  pengakuan  dari  Nona  Dewi
adalah sebagai berikut; “Hmm…  iya  kok  mbak,  emang  saya  pernah  ditanya-tanya  soal
awal mula saya sakit, terus dulunya dirawat dimana,,, terus… ya banyak deh pokoknya sampe nanya soal kerjaan Bapak gitu,,,”
72
Pada tahap ini pekerja sosial memiliki tiga tahap tersendiri dalam melakukan  assessmen,  hal  ini  serupa  dengan  yang  dikatakan  oleh  Ibu
Soraya sebagai berikut;
71
Informan Soraya, 28 Mei 2009
72
Informan Dewi, 18 Mei 2009
“… Assessment itu pada dasarnya memiliki tiga tahap tersendiri dalam  pelaksanaannya.  Mulai  dari  pengumpulan  data,  diagnosa
sosial dan menentukan fokos pemecahan masalahnya…”
73
Seperti yang
telah dijelaskan
diatas bahwa
dalam pelaksanaannya  assessment  memiliki  tiga  tahap  tersendiri,  berikut
penjabarannya; a.
Pengumpulan Data Pengumpulan  data  adalah  dimana  pekerja  sosial
mengumpulkan  berbagai  data  penting  mengenai  pasien  seperti nama,  umur,  agama,  status  perkawinan,  pendidikan,  pekerjaan,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosa dokter dan alamat lengkap pasien. selain  itu pekerja  sosial mewawancarai pasien mengenai
riwayat  penyakit  pasien  mulai  dari  awal  mengalami  sakit  atau kecelakaan alur pengobatan pasien  hingga pada akhirnya pasien
sampai  di  RSUP  Fatmawati  dan  di  rawat  di  ruang  rehabilitasi medik.  Setelah itu pekerja sosial juga mendata struktur keluarga
pasien  apakah  pasien  sudah  memiliki  keluaarga  atau  masih tinggal  bersama  keluarganya,  pekerja  sosial  juga  menanyakan
secara  rinci  mengenai  kondisi  lingkungan  terutama  keadaan rumah  pasien  yang  nantinya  akan  disusul  dengan  melakukan
kunjungan rumah dan data mengenai kondisi ekonomi pasien hal ini  bertujuan  untuk  mengetahui  siapa  penjamin  pasien  selama
pasien  menjalani  perawatan  di  ruang  rehabilitasi  medik  RSUP
73
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Fatmawati.  Hal  ini  serupa  dengan  yang  dikatakan  oleh  Ibu Soraya;
“… pada langkah awal  kami melakukan pendataan data- data  penting  pasien  seperti  biodata  pasien,  riwayat
sakitnya  pasien,  struktur  keluarganya,  keadaan  rumah pasien  hingga  bagaimana  kondisi  ekonomi  pasien
biasanya khusus untuk kondisi rumah dan ekonomi kami melakukan  kunjungan  rumah  yang  bertujuan  untuk
memperkuat  pengakuan  pasien  mengenai  kondisi ekonomi dan rumah atau lingkungan pasein…”
74
b. Diagnosa Sosial
Tahap  pelaksanaan  kedua  dari  assessment  adalah diagnosa  sosial.  Diagnosa  sosial  ini  lebih  kepada  kondisi
kejiwaan  atau psikologis dan fisik pasien  serta  kondisi ekonomi pasien  apakah  termasuk  pada  golongan  keluarga  mampu,
menengah  atau  bawah  sekali  lagi  hal  ini  berkaitan  dengan penjamin  pasien  selama  pasien  mengalami  perawatan.  Seperti
yang dijelaskan oleh Ibu Soraya, sebagai berikut; “… sedangkan diagnosa sosial yaa… memang kita masih
membahas  kondisi  ekonomi  dan  rumah  pasien  namun bukan  cuma  itu  saja  pada  dianosa  sosial  ini  kita  juga
memperhatikan kondisi fisik serta psikis pasien juga…”
75
c. Fokus Pemecahan Masalah
Fokus  pemecahan  masalah  atau  biasa  disebut  dengan rencana  tindakan  adalah  dimana  pekerja  sosial  mencarikan
alternatif jalan keluar bagi pasien dengan berpedoman pada hasil pengumpulan data dan diagnosa sosial dan hasil dari assessment
ini  terangkum  secara  singkat  dan  jelas  dalam  study  kasus.  Ibu
74
Informan Soraya, 28 Mei 2009
75
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Soraya  selaku  pekerja  sosial  mengatakan  hal  yang  sama mengenai fokus pemecahan masalah, sebagai berikut;
“Fokus pemecahan masalah biasa dikenal dengan rencana tindakan untuk pasien hal ini berupa rencana kedepan apa
saja  yang  cocok  untuk  pasien  dengan  berpegangan  pada hasil  dari pengumpulan data dan diagnosa sosial…semua
hasil dari serangkaian assessment ini tertuang dalam yang namanya study kasus”
76
3. Tahap Rencana Intervensi
Tahap  ketiga  dalah  tahap  rencana  intervensi  yang  dimaksud dengan  rencana  intervensi  atau  pemecahan  masalah  ini  adalah  dimana
pekerja  sosial  menentukan  rencana  kedepan  untuk  pasien,  dalam menentukan  rencana  tersebut  pekerja  sosial  berpedoman  pada  hasil
wawancara  saat    melakukan  assessment.  Dari  hasil  assessment  tersebut akan  menentukan  tindaklanjut  seperti  apa  cocok  untuk  pasien.
Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ibu Soraya selaku pekerja sosial medis;
“…Rencana  intervensi  itu  gunanya  menentukan  jalan  keluar seperti apa yang cocok untuk tiap pasien. Yaa… meskipun pada
dasarnya  tidak  ada  perbedaan  yang  mencolok  dari  tiap-tiap pasien…”
77
Hal  serupa  juga  dikatakan  oleh  Bapak  Madina  selaku  pekerja sosial medis bagian lapangan;
“…  yaa…  kurang  lebih  seperti  mencarikan  jalan  keluar  untuk pasien.  Kasus  dari  tiap  pasien  kan  beda  yaa…  ada  juga  sih
beberapa  yang  sama,  tapi  yang  jelas  berbeda  itu  kan  kondisi kejiwaan, tapi inti sari intervensi  yaa… itu tadi jalan keluat atau
pemecaahan masalah untuk pasien.”
76
Informan Soraya, 28 Mei 2009
77
Informan Soraya, 28 Mei 2009
4. Tahap Implementasi Rencana Intervensi
Tahap pelaksanaan rencana pemecahan masalah atau yang  lebih dikenal  dengan  implementasi  rencana  intervensi  adalah  tahap  dimana
pasien  mulai  mendapatkan  berbagai  layanan  sosial  medis  berdasarkan dari  hasil  assessment,  dalam  pelaksanaannya  itu  sendiri  meliputi
berbagai kegiatan penting seperti penumbuhan kesadaran dan pemberian motivasi,  pemberian  kemampuan  atau  keterampilan,  pemberian
kesempatan dan mobilisasi sumber. Sebagai mana yang telah dijelaskan oleh Ibu Soraya sebagai berikut;
“Pada  pelaksanaan  rencana  pemecahan  masalah  biasanya  kami memiliki empat kegiatan  yang meliputi pemberian motivasi dan
penumbuhan kesadaran,
pemberian keterampilan
atau kemampuan,  pemberian  kesempatan  dan  mobilisasi  sumber…
dan  dari  tiap-tiap  kegiatan  itu  memiliki  tujuan  dan  manfaat tersendiri…”
78
Adapun  kegiatan-kegiatan  pelaksanaan  rencana  pemecahan masalah itu sendiri adalah sebagai berikut;
a. Penumbuhan Kesadaran dan Pemberian Motivasi
Kebanyakan  pasien  yang  ditangani  oleh  pekerja  sosial  medis adalah  pasien  paraplegia  baru  yang  artinya  awalnya  mereka  adalah
orang normal yang selula beraktifitas dengan kedua kakinya. Pada kasus pasien  baru  ini  biasanya  pasien  akan  mengalami  depresi  berat  yang
mengakibatkan  hilangnya  rasa  kepercayaan  diri  dan  harapan  hidup mereka,  berbagai  perasaan  takut  merepotkan  orang  terdekat  tau  takut
kehilangan baik keluarga atau cita-cita.
78
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Oleh  karenanya,  sangatlah  penting  adanya  penumbuhan kesadaran  dan  pemberian  motivasi  bahwa  tak  selamanya  seorang
paraplegic  adalah  seorang  yang  memiliki  masa  depan  suram.  Pekerja sosial bukannya hanya memberikan nasihat saja tetapi juga memberikan
buktinya  nyata  bahwa  seorang  paraplegic  pun  dapat  bergerak  maju meski dengan keterbatasan yang dimilikinya. Hal ini serupa dengan apa
yang dijelaskan oleh Ibu Soraya; “…begini  yaa…  Fit,  kan  kamu  tahu  bahwa  kebanyakan  pasien
yang  dirawat  diruang  rehabilitasi  medik  itu  kan  pasien  korban kecelakaan.  Jadi  awalnya  mereka  itu  yaa…  normal  seperti  kita,
makanya  banyak  yang  prustasi  begitu  difonis  paraplegia  sama dokter. Nah… disini tugas kita lumayan berat sosalnya kita harus
mampu mengembalikan kepercayaan diri mereka, kita juga harus mengubah  sudut  pandang  mereka  mengenai  kecacatan.  Meski
terbatas mereka juga tetap bisa maju mewujudkan impian mereka masing-masing…”
79
Hal  ini  juga  diyakinkan  oleh  Bapak  Nana  Tarna  yang  pernah menjalani  perawatan  di  RSUP  Fatmawati,  beliau  meng-iya-kan
bahwa  benar  adanya  tentang  pemberian  motivasi  dan  kesadaran  ini. Bapak  Nana  Tarna  awalnya  mengalami  depresi  berat  kemudian  Ibu
Soraya  memberikan  berbagai  pencerahan  dan  Bapak  Madina mengajak Bapak  Nana  Tarna  keberbagai  tempat  rehabilitasi  sosial  khusus
paraplegia.  Beliau  diperlihatkan  kepada  kenyataan  bahwa  seorang paraplegic  pun  dapat  terus  maju  dan  dapat  menghidupi  dirinya  sendiri
serta  keluarga  meski  dengan  berbagai  keterbatasan.  Berikut  pengakuan dari Bapak Nana Tarna yang kini telah mempunyai sepeda motor khusus
orang cacat, hasil rangkaian seorang temannya yang sesama paraplegia;
79
Informan Soraya, 28 Mei 2009
“…  saya  ini  awalnya  normal,,  tapi  karena  kecelakaan  waktu kerja  bangunan…  waktu  itu  saya  jatoh  dari  atep  genteng  terus
jatohnya duduk gitu, saya pikir mah kaga kenapa-kenapa eh kaga taunya gak bisa diri. Pokoknya pas tau jadi cacat saya putus asa
banget  untung  ada  Ibu  Soraya  yang  terus-terusan  kasih pengertian  ke  saya..  terus  Pak  madina  juga  ngajak  saya  ke
Bambu  Apus  ama  tempat  rehabilitasi  yang  di  Bogor  itu  yang katanya  bikinan  orang  jepang  cuma  dikelola  sama  orang
DEPSOS.  Yaa…  akhirnya  saya    sadar  kalo  hidup  saya  masih harus dijalani….”
80
b. Pemberian Kemampuan
Dalam pemberian kemampun pekerja sosial bekerjasama dengan Okupasi  Terapi.  Okupasi  terapi  itu  sendiri  adalah  tempat  pembelajaran
bagi semua pasien cacat baik yang rawat inap maupun yang rawat jalan, ditempat  ini  pasien  akan  diberi  berbagai  kemampuan  melakukan
kegiatan  sehari-hari  seperti  cara  naik  dan  turun  dari  kursi  roda, berpindah  tempat  dari  kursi  roda  ke  tempat  duduk  atau  kloset.
Sementara  itu  tugas  dari  pekerja  sosial  itu  sendiri  adalah merekomendasikan  pasien  agar  mendapatkan  pelatihan  tersebut  dan
memantau  atas  perkembangan  pasien  dari  hari  kehari.  Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“… disini  kami bekerja sama dengan okupasi terapi, dan disana nantinya  pasien  akan  mendapatkan  pelatihan  bagaimana  cara
melakukan  kegiatan  sehari-hari  mereka.  Dan…  tugas  kami pekerja
sosial adalah
melakukan pemantauan
dan merekomendasikan  pasien  kepada  okupasi  terapi,  yaa…
meskipun  pada  dasarnya  sudah  direkomendasikan  oleh  dokter yang menangani pasien…”
81
80
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009
81
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Nona Dewi, selaku pasien rawat inap diruang rehabilitasi medik mengakui bahwa benar adanya beliau mendapatkan pelatihan keseharian
yang  diberikan  oleh  para  terapis  di  okupasi  terapi  dan  pekerja  sosial yang  merekomendasikan  serta  memantau  perkembangan  beliau  setiap
harinya. Selain itu Nona Dewi merasa tertolong dengan adanya pelatihan ini  beliau  jadi  dapat  melakukan  kegiatan  sehari-harinya  di  rumah  sakit
dengan  mandiri  dan  tanpa  bantuan  dari  orang  lain,  meski  beliau mengaku bahwa sulit melakukan hal tersebut pada walnya terutama saat
berpindah  dari  kursi  roda  ketempat  lainnya.  Berikut  pengakuan  dari Nona Dewi;
“… iya, waktu itu saya ragu apa bisa saya ngapa-ngapain sendiri. Eh…  pas  dapet  pelatihan  dari  kakak-kakak  di  okupasi  terapi
Alhamdulillah  sekarang  saya  kalo  mau  ngapai-ngapain  bisa sendiri gak ngerepotin Umi lagi…”
82
Sudah  jelas  tujuan  dari  diadakannya  pemberian  kemampuan  ini adalah untuk memberikan berbagai keterampilan keseharian bagi pasien
dan  tatkala  pasien  keluar  dari  rumah  sakit  pasien  telah  siap  dengan kemapuan  melakukan  kegiatan  sehari-harinya  tanpa  harus  merepotkan
oran lain dan hal in berguna untuk melatih kemandirian pasien. c.
Pemberian Kesempatan Bagi pasien  yang telah siap untuk pulang kelingkungan masing-
masing  sebulum  benar-benar  pulang  pekerja  sosial  melakukan pemberian  kesempatan  kepada  pasien  bagi  yang  ingin  kembali  bekerja
atau sekolah, tentunya dengan mengadakan konfirmasi ketempat pasien
82
Informan Dewi, 18 Mei 2009
dulu bekerja  atau  sekolah.  Hal  ini  diakui  oleh  Bapak  Nana  Tarna  yang dulu sebelum keluar dari rumah sakit pernah ditawari oleh pekerja sosial
apakah mau melanjutkan kerja atau tidak, berikut penuturan Bapak Nana Tarna;
“ Iya, Mbak… dulu waktu mau keluaar dari rumah sakit kira-kira dua  apa  satu  minggu  sebelum  keluar.  Bu  Soraya  pernah  tanya
saya  mau  kerja  ditempat  yang  dulu  apa  gak,  tapi  saya  tolak soalnya kan dulu saya cuma tukang bangunan…jadi yaa.. enggak
mungkin bisa balik kesana kan.”
83
d. Mobilisasi Sumber
Bagi  pasien  yang  menolak  untuk  kembali  bekerja  atau  sekolah ditempat  yang  lama,  pekerja  sosial  memberikan  alternatif  lain  yakni
dengan  menawarkan  tempat  rehabilitasi  cacat.  Ditempat  rehabilitasi  ini mereka  akan  diberi  berbagai  keterampilan  dan  pendidikan  untuk
menunjang  penghudupan  mereka,  keterampilan  yang  diberikan  dapat berupa  menjahit,  menyulam,  computer,  keahlian  teknis  yang
berhubungan dengan  listrik  hingga otomotif tergantung dari minat tiap pasien. Serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“  Mobilisasi  sumber  adalah  dimana  saya  selaku  pekerja  sosial memberikan  alternatif  lain  untuk  pasienyakni  memberikan
berbagai  informasi  mengenai  tempat  rehabilitasi  cacat  sehingga mereka
bisa mendapatkan
pembelajaran dan
berbagai keterampilan  seperti  menjahit,  computer,  otomotif,  linstrik  dan
lainnya…”
84
83
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009
84
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Hal  ini  juga  diakui  oleh  Bapak  Nana  Tarna  yang  pernah menjalani  rehabilitasi  di  Bogor,  berikut  pengakuan  dari  Bapak  Nana
Tarna; “  Iya  saya  pernah  ngejalanin  pelatihan  di  Bogor  tapi  cuma
sebentar  yaa…  sekitar  setahunan  gitu  yaa…  Alhamdulillah sekarang bisa ngidupin keluarga sekarang saya buka konter pulsa
sama serpisnya sekalian. Dulu kan diajarin elektronik gitu… yaa Alhamdulillah-lah”
85
5. Tahap Monitoring dan Evaluasi
Pada  tahap  ini  tugas  pekerja  sosial  medis  adalah  memonitoring atau memantau sejauh mana  hasil dari pelaksanaan rencana pemecahan
masalah  yang  sedang  dan  sudah  berjalan  terhadap  pasien.  Hal  ini bertujuan  untuk  mengetahui  perkembangan  pasien  atas  treatment  yan
telah diberikan. Bapak Madina mengatakan hal serupa, sebagai berikut; “monitoring  atau  pemantauan  atas  treatment  yang  diberikan
apakan mengalami kegagalan atau tidak…”
86
Setelah melakukan monitoring pekerja sosial melakukan evaluasi atas  perkembangan  pasien  baik  secara  psikis  maupun  fisik  pasien  itu
sendiri  dan  hasil  evalusi  ini  dibicarakan  dengan  tim  rehabilitasi  medik setiap  hari  senin  pagi.  Hal  ini  bertujuan  untuk  menghindari  kegagalan
dan  langkah  apa  lagi  yang  akan  dilakukan  untuk  kemajuan  serta kesembuhan pasien.
6. Tahap Perencanaa dan Pelaksanaan Rencana Tindak Lanjut
85
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009
86
Informan Madina, 27 Mei 2009
Pada dasarnya inti dari tahap ini adalah persiapan yang dilakukan pekerja sosial medis dalam mempersiapkan segala kondisi atau keadaan
keluarga dan lingkungan agar dapat menerima keadaan pasien, selain itu pekerja  sosial  sudah  melakukan  kunjungan  rumah  sehingga  saat  dokter
yang  menangani  pasien  menyatakan  pasien  sudah  diperbolehkan  untuk pulang  kondisi  rumah  sudah  dikondisikan  semaksimal  mungkin  sesuai
dengan  kondisi  pasien.  Tentunya  pasien  yang  akan  dipulangkan  sudah siap  dengan  segala  kemandiriannya  dan  tidak  bergantung  pada
lingkungannya serta dapat melakukan berbagai hal, oleh karena itu saat akan  memutuskan  bahwa pasien  akan  dipulangkan  pasien  harus  berada
ditahap  siap  dan  dalam  kondisi  terbaik.  Hal  ini  serupa  dengan  yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“pada  intinya  perencanaan  dan  pelaksanaan  tindak  lanjut  ini adalah  persiapan  pulang  untuk  pasien…  tentunya  berdasarkan
surat  rujukan  dari  dokter  terkait  dan  persiapan  yang  dilakukan adalah persipan kondisi rumah dan lingkungan yang disesuaikan
dengan keadaan pasien…”
87
Pada  saat  melakukan  kunjungan  rumah  pekerja  sosial  medis mendapatkan  beberapa  rumah  pasien  yang  tidak  memungkinkan
ditempati  oleh  pasien  berkursi  roda,  oleh  karenanya  pekerja  sosial menawarkan  tempat  tinggal  sementara  ditempat  rehabilitasi  cacat  yang
telah  menjalin  hubungan  kerja  sama  dengan  pihak  rumah  sakit.  Akan tetapi tidak semua pasien bersedia ditempatkan di rehabilitasi medik dan
bersikeras  untuk  tinggal  di rumah  mereka.  Hal  ini  serupa  dengan  yang dikatakan oleh Bapak Madina, sebagai berikut;
87
Informan Soraya, 28 Mei 2009
“…  pada  saat  waktu  pemulangan  pasien  ada  aja  rumah  pasien yang  kondisi  medannya  kurang  tepat  untuk  ditinggali  pasien
berkursi  roda,  makanya  kami  menawarkan  tempat  tinggal sementara  yaa…  ditempat  rehabilitasi  atau  yayasan  sosial.
Tapi… itu semua tergantung keputusan pasien sendiri…”
88
Pernyataan Bapak Madina diatas diakui oleh Nona Dewi selaku pasien  rawat  inap  yang  dua  minggu  kedepan  berencana  mendapatkan
izin pulang. Beliau mendapat tawaran untuk tinggal di rehabilitasi cacat, karena  mengingat  tempat  tinggalnya  yang  berada  dikaki  gunung  di
daerah  Bogor  sehingga  medan  atau  lingkungan  kurang  cocok  untuk pasien  berkursi  roda.  Akan  tetapi  Nona  Dewi  menolak  da  nbersikeras
untuk  tetap  tinggal  di  Bogor  bersama  kedua  orang  tuanya,  selain  itu keluarga  pasien  tidak  mengizin  pasien  untuk  tinggal  direhabilitasi
dikarenakan pasien adalah anak tunggal. Berikut pengakuan Nona Dewi; “oh…  ya, waktu tahu saya ada rencana pulang sama Bu Soraya
ditawari ke panti tapi saya tolak. Saya… maunya sama Umi aja, gak apa gak bisa kemana-mana karena nanti peke kursi roda kan
yang penting tinggal sama keluarga….”
89
7. Tahap Terminasi Tahap  terminasi  adalah  tahap  akhir  dari  pemberian  pelayanan
kepada penerima layanan dalam hal ini penerima layanan adalah pasien. Meskipun  pelayanan  sosial  medis  di  Instalasi  Rehabilitasi  Medik  yang
diberikan  oleh  pekerja  sosial  sudah  selesai,  namun  pekerja  sosial  tetap melakukan  pemantaun  atau  kunjungan  berkala  ke  rumah  pasien  atau
88
Informan Madina, 27 Mei 2009
89
Informan Dewi, 18 Mei 2009
ketempat rehabilitasi pasien. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Bapak Madina;
“  yaa…  meski  pasien  sudah  tidak  dirawat  lagi  kami  tetap melakukan  pemantaun  ketempat  pasien.  yaa…  tahap  awal  dua
minggu  sekali  lalu  jadi  sebulan  sekali…  yaa…  sampai  kami yakin  bahwa  pasien  benar-benar  memang  sudah  sewajarnya
dilepas….”
90
Selain  melakukan  pemantau  pekerja  sosial  tetap  menjaga hubungan  baik  atau  silahturahim  antara  keluarga  pasien,  pihak  rumah
sakit  dan  bila  pasien  tinggal  di  rehabilitasi  sosial  tentunya  menjaga hubungan  baik  dengan  pihak  pengelola  rehabilitasi  sosial  tersebut.
Menjaga  hubungan  baik  atau  tali  silahturahim  ini  sesuai  dengan  ajaran Islam, dalam Al-Qur’an surat Al-maidah ayat 2 yang berbunyi
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi`ar-syi`ar
Allah,  dan  jangan  melanggar  kehormatan  bulan-bulan  haram,  jangan mengganggu  binatang-binatang  had-ya,  dan  binatang-binatang  qalaa-
id,  dan  jangan  pula  mengganggu  orang-orang  yang  mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keredhaan dari Tuhannya
dan  apabila  kamu  telah  menyelesaikan  ibadah  haji,  maka  bolehlah
90
Informan Madina, 27 Mei 2009
berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian mu kepada sesuatu kaum karena  mereka  menghalang-halangi  kamu  dari  Masjidilharam,
mendorongmu  berbuat  aniaya  kepada  mereka.  Dan  tolong- menolonglah  kamu  dalam  mengerjakan  kebajikan  dan  takwa,  dan
jangan  tolong-menolong  dalam  berbuat  dosa  dan  pelanggaran.  Dan bertakwalah  kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-
Nya.” QS. Al-maidah : 2
Hal ini juga diakui oleh Bapak Nana Tarna seorang pasien rawat jalan  yang  meski  sudah  2  tahun  keluar  dari  rumah  sakit  namun  masih
tetap menjalin hubungan baik dengan pekerja sosial. Berikut pernyataan Bapak Nana Tarna;
“…  yaa…  saya  merasa  beruntung  sekali  dulu  dirawat  disini soalnya selain pelayanan sosial medisnya ngebantu banget sampe
sekarang  antara  saya  sama  Bu  Soraya  ama  Pak  Madina  masih sering  ketemu  yaa…  paling  kaga  masih  suka  telpon-telponan
yaa… itung-itung silahturahim kan,…”
91
Dari semua penjelasan diatas penulis membuatkan tabel tahapan pelayanan  sosial  medis  yang  dilakukan  oleh  pekerja  sosial  medis
terhadap pasien paraplegia yang terlampir dalam lampiran.
B. Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi