BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Tahapan Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di
Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati.
Pasien yang akan menjalani perawatan di instalasi rehabilitasi medik baik berupa rawat inap maupun rawat jalan akan melewati berbagai rangakaian
tahapan tersendiri. Pada tahap awal pasien akan melewati proses penerimaan oleh pekerja sosial medik, pasien yang datang ke ruang pelayanan sosial medik
pada dasarnya berasal dari berbagai instalasi yang ada di RSUP Fatmawati bahkan ada pula yang melalui rujukan atau referal dari dokter atau suster di
poliklinik. Selama pasien menjalani perawatan pekerja sosial akan melakukan
berbagai bimbingan sosial demi membantu pasien dalam membantu menghadapi berbagai permasalahan sosial pasien yang dapat menghambat
proses penyembuhan pasien. Selain itu pekerja sosial juga melakukan evalusai dan pemantauan perkembangan pasien serta mencarikan alternatif pemecahan
masalah yang dialami pasien baik berupa masalah sosial maupun masalah ekonomi.
Adapun tahapan dari pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Tahap Penerimaan atau Intake
Tahap ini adalah tahap yang mengawali semua proses pelayanan sosial medis di intalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati bagi
penderita paraplegia. Hal ini sesuai dengan Buku Saku Pekerja Sosial bab II, hal:22
Pada tahap ini, pekerja sosial biasanya mendapat rujukan dari dokter atau suster yang ada di poliklinik, rujukan tersebut menyatakan
bahwa pasien yang dirujuk memerlukan biaya untuk pengobatan dan memerlukan bantuan pekerja sosial untuk mencarikan alternatif bantuan
dana. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya selaku Pekerjaa Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik;
“ Tahap pertama kita itu adalah tahap penerimaan atau intake terhadap pasien yang datang berdasarkan rujukan atau referral
dari dokter atau suster di poli. “
67
Selain menerima rujukan dari poliklinik, pekerja sosial juga selalu rutin melakukan kunjungan ke ruang rehabilitasi selain untuk
mengetahui perkembangan pasien lama juga guna mengetahui apakah ada pasien baru namun belum terdata. Selain melakukan kunjungan rutin
biasanya suster yang bertugas di rawat inap memberitahukan keberadaan pasien baru guna didata oleh pekerja sosial. Pak Madina
selaku Pekerja Sosial mengatakan hal yang serupa mengenai tahap penerimaan ini;
67
Informan Soraya, 27 Mei 2009
“… yaa,, pasien yang datang itu bukan cuma dari poli aja. Tapi juga dari suster ruangan… tiap minggunya kan kita selalu rounde
sekalian pemantauan dari situ juga bisa diketahui apa ada pasien baru atau enggak…”
68
Pasien rawat inap intensitas pertemuan dengan pekerja sosial medis jauh lebih banyak dibanding dengan pasien yang rawat jalan, jadi
yang lebih banyak melakukan bimbingan sosial adalah pasien rawat inap. Sedang pada pasien rawat jalan pekerja sosial sangat jarang
melakukan bimbingan sosial. Hal ini diakui oleh seorang pasien rawat jalan bernama Bapak Nana Tarna;
“…yang namanya bimbingan sosial atau cuhat-curhatan dulu sering banget. Tapi itu dulu waktu saya masih dirawat sama
masih belom bisa nerima keadaan saya yang sekarang… tapi sekarang mah saya udah ikhlas makanya udah jarang curhat,,,
tapi masih sering kesini mbak… biasa mau minta bantuan buat biaya obat sama alat Bantu pan mahal tu, apa lagi alat bantu…”
69
2. Tahap Assessment
Pada tahap ini, pekerja sosial melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang tengah dihadapi oleh pasien. Pekerja sosial
melakukan berbagai wawancara baik dengan pasien maupun dengan keluarga pasien itu sendiri, sehingga pekerja sosial akan mendapatkan
berbagai pemahaman mengenai kondisi pasien. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“… naah yang kedua itu namanya assessment, setelah melakukan penerimaan dari dokter atau suster kita melakukan assessment
guna mendapatkan data-data dasar mengenai pasien…”
70
68
Informan Madina, 28 Mei 2009
69
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009
70
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Pada tahap ini, pekerja sosial melakukan wawancara mengenai biodata pribadi pasien, riwayat penyakit atau kecelakaan, pertolongan
pertama saat sakit atau kecelakaan hingga pada akhirnya sampai di RSUP Fatmawati. Selai itu pekerja sosial juga melakukan wawancara
atau menanyakan latar belakang keluarga serta ekonomi pasien, hal ini berguna untuk mengetahui siapa penanggung jawab pasien selama
pasien menjalani pengobatan di ruang rehabilitasi medik. Berikut penjelasan dari Ibu Soraya;
“… seperti yang tadi saya bilang, bahwa pada tahap assessment ini kami melakukan wawancara dengan pasien dan keluarganya.
Adapun yang kami tanyakan mengenai biodata pribadi pasien, latar belakang keluarga dan ekonomi ini penting karena
menyangkut biaya administrasi selama pasien dirawat disini. Kemudian kami juga menanyakan mengenai riwayat penyakit
atau asal muasalnya pasien jadi cacat…”
71
Seorang pasien bernama Dewi, mengakui bahwasanya memang benar adanya wawancara pribadi yang dilakukan oleh pekerja sosial dan
hal tersebut dilakukan oleh pekerja sosial hampir setiap hari sampai data yang diperlukan telah mencukupi. Adapun pengakuan dari Nona Dewi
adalah sebagai berikut; “Hmm… iya kok mbak, emang saya pernah ditanya-tanya soal
awal mula saya sakit, terus dulunya dirawat dimana,,, terus… ya banyak deh pokoknya sampe nanya soal kerjaan Bapak gitu,,,”
72
Pada tahap ini pekerja sosial memiliki tiga tahap tersendiri dalam melakukan assessmen, hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu
Soraya sebagai berikut;
71
Informan Soraya, 28 Mei 2009
72
Informan Dewi, 18 Mei 2009
“… Assessment itu pada dasarnya memiliki tiga tahap tersendiri dalam pelaksanaannya. Mulai dari pengumpulan data, diagnosa
sosial dan menentukan fokos pemecahan masalahnya…”
73
Seperti yang
telah dijelaskan
diatas bahwa
dalam pelaksanaannya assessment memiliki tiga tahap tersendiri, berikut
penjabarannya; a.
Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah dimana pekerja sosial
mengumpulkan berbagai data penting mengenai pasien seperti nama, umur, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosa dokter dan alamat lengkap pasien. selain itu pekerja sosial mewawancarai pasien mengenai
riwayat penyakit pasien mulai dari awal mengalami sakit atau kecelakaan alur pengobatan pasien hingga pada akhirnya pasien
sampai di RSUP Fatmawati dan di rawat di ruang rehabilitasi medik. Setelah itu pekerja sosial juga mendata struktur keluarga
pasien apakah pasien sudah memiliki keluaarga atau masih tinggal bersama keluarganya, pekerja sosial juga menanyakan
secara rinci mengenai kondisi lingkungan terutama keadaan rumah pasien yang nantinya akan disusul dengan melakukan
kunjungan rumah dan data mengenai kondisi ekonomi pasien hal ini bertujuan untuk mengetahui siapa penjamin pasien selama
pasien menjalani perawatan di ruang rehabilitasi medik RSUP
73
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Fatmawati. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“… pada langkah awal kami melakukan pendataan data- data penting pasien seperti biodata pasien, riwayat
sakitnya pasien, struktur keluarganya, keadaan rumah pasien hingga bagaimana kondisi ekonomi pasien
biasanya khusus untuk kondisi rumah dan ekonomi kami melakukan kunjungan rumah yang bertujuan untuk
memperkuat pengakuan pasien mengenai kondisi ekonomi dan rumah atau lingkungan pasein…”
74
b. Diagnosa Sosial
Tahap pelaksanaan kedua dari assessment adalah diagnosa sosial. Diagnosa sosial ini lebih kepada kondisi
kejiwaan atau psikologis dan fisik pasien serta kondisi ekonomi pasien apakah termasuk pada golongan keluarga mampu,
menengah atau bawah sekali lagi hal ini berkaitan dengan penjamin pasien selama pasien mengalami perawatan. Seperti
yang dijelaskan oleh Ibu Soraya, sebagai berikut; “… sedangkan diagnosa sosial yaa… memang kita masih
membahas kondisi ekonomi dan rumah pasien namun bukan cuma itu saja pada dianosa sosial ini kita juga
memperhatikan kondisi fisik serta psikis pasien juga…”
75
c. Fokus Pemecahan Masalah
Fokus pemecahan masalah atau biasa disebut dengan rencana tindakan adalah dimana pekerja sosial mencarikan
alternatif jalan keluar bagi pasien dengan berpedoman pada hasil pengumpulan data dan diagnosa sosial dan hasil dari assessment
ini terangkum secara singkat dan jelas dalam study kasus. Ibu
74
Informan Soraya, 28 Mei 2009
75
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Soraya selaku pekerja sosial mengatakan hal yang sama mengenai fokus pemecahan masalah, sebagai berikut;
“Fokus pemecahan masalah biasa dikenal dengan rencana tindakan untuk pasien hal ini berupa rencana kedepan apa
saja yang cocok untuk pasien dengan berpegangan pada hasil dari pengumpulan data dan diagnosa sosial…semua
hasil dari serangkaian assessment ini tertuang dalam yang namanya study kasus”
76
3. Tahap Rencana Intervensi
Tahap ketiga dalah tahap rencana intervensi yang dimaksud dengan rencana intervensi atau pemecahan masalah ini adalah dimana
pekerja sosial menentukan rencana kedepan untuk pasien, dalam menentukan rencana tersebut pekerja sosial berpedoman pada hasil
wawancara saat melakukan assessment. Dari hasil assessment tersebut akan menentukan tindaklanjut seperti apa cocok untuk pasien.
Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ibu Soraya selaku pekerja sosial medis;
“…Rencana intervensi itu gunanya menentukan jalan keluar seperti apa yang cocok untuk tiap pasien. Yaa… meskipun pada
dasarnya tidak ada perbedaan yang mencolok dari tiap-tiap pasien…”
77
Hal serupa juga dikatakan oleh Bapak Madina selaku pekerja sosial medis bagian lapangan;
“… yaa… kurang lebih seperti mencarikan jalan keluar untuk pasien. Kasus dari tiap pasien kan beda yaa… ada juga sih
beberapa yang sama, tapi yang jelas berbeda itu kan kondisi kejiwaan, tapi inti sari intervensi yaa… itu tadi jalan keluat atau
pemecaahan masalah untuk pasien.”
76
Informan Soraya, 28 Mei 2009
77
Informan Soraya, 28 Mei 2009
4. Tahap Implementasi Rencana Intervensi
Tahap pelaksanaan rencana pemecahan masalah atau yang lebih dikenal dengan implementasi rencana intervensi adalah tahap dimana
pasien mulai mendapatkan berbagai layanan sosial medis berdasarkan dari hasil assessment, dalam pelaksanaannya itu sendiri meliputi
berbagai kegiatan penting seperti penumbuhan kesadaran dan pemberian motivasi, pemberian kemampuan atau keterampilan, pemberian
kesempatan dan mobilisasi sumber. Sebagai mana yang telah dijelaskan oleh Ibu Soraya sebagai berikut;
“Pada pelaksanaan rencana pemecahan masalah biasanya kami memiliki empat kegiatan yang meliputi pemberian motivasi dan
penumbuhan kesadaran,
pemberian keterampilan
atau kemampuan, pemberian kesempatan dan mobilisasi sumber…
dan dari tiap-tiap kegiatan itu memiliki tujuan dan manfaat tersendiri…”
78
Adapun kegiatan-kegiatan pelaksanaan rencana pemecahan masalah itu sendiri adalah sebagai berikut;
a. Penumbuhan Kesadaran dan Pemberian Motivasi
Kebanyakan pasien yang ditangani oleh pekerja sosial medis adalah pasien paraplegia baru yang artinya awalnya mereka adalah
orang normal yang selula beraktifitas dengan kedua kakinya. Pada kasus pasien baru ini biasanya pasien akan mengalami depresi berat yang
mengakibatkan hilangnya rasa kepercayaan diri dan harapan hidup mereka, berbagai perasaan takut merepotkan orang terdekat tau takut
kehilangan baik keluarga atau cita-cita.
78
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Oleh karenanya, sangatlah penting adanya penumbuhan kesadaran dan pemberian motivasi bahwa tak selamanya seorang
paraplegic adalah seorang yang memiliki masa depan suram. Pekerja sosial bukannya hanya memberikan nasihat saja tetapi juga memberikan
buktinya nyata bahwa seorang paraplegic pun dapat bergerak maju meski dengan keterbatasan yang dimilikinya. Hal ini serupa dengan apa
yang dijelaskan oleh Ibu Soraya; “…begini yaa… Fit, kan kamu tahu bahwa kebanyakan pasien
yang dirawat diruang rehabilitasi medik itu kan pasien korban kecelakaan. Jadi awalnya mereka itu yaa… normal seperti kita,
makanya banyak yang prustasi begitu difonis paraplegia sama dokter. Nah… disini tugas kita lumayan berat sosalnya kita harus
mampu mengembalikan kepercayaan diri mereka, kita juga harus mengubah sudut pandang mereka mengenai kecacatan. Meski
terbatas mereka juga tetap bisa maju mewujudkan impian mereka masing-masing…”
79
Hal ini juga diyakinkan oleh Bapak Nana Tarna yang pernah menjalani perawatan di RSUP Fatmawati, beliau meng-iya-kan
bahwa benar adanya tentang pemberian motivasi dan kesadaran ini. Bapak Nana Tarna awalnya mengalami depresi berat kemudian Ibu
Soraya memberikan berbagai pencerahan dan Bapak Madina mengajak Bapak Nana Tarna keberbagai tempat rehabilitasi sosial khusus
paraplegia. Beliau diperlihatkan kepada kenyataan bahwa seorang paraplegic pun dapat terus maju dan dapat menghidupi dirinya sendiri
serta keluarga meski dengan berbagai keterbatasan. Berikut pengakuan dari Bapak Nana Tarna yang kini telah mempunyai sepeda motor khusus
orang cacat, hasil rangkaian seorang temannya yang sesama paraplegia;
79
Informan Soraya, 28 Mei 2009
“… saya ini awalnya normal,, tapi karena kecelakaan waktu kerja bangunan… waktu itu saya jatoh dari atep genteng terus
jatohnya duduk gitu, saya pikir mah kaga kenapa-kenapa eh kaga taunya gak bisa diri. Pokoknya pas tau jadi cacat saya putus asa
banget untung ada Ibu Soraya yang terus-terusan kasih pengertian ke saya.. terus Pak madina juga ngajak saya ke
Bambu Apus ama tempat rehabilitasi yang di Bogor itu yang katanya bikinan orang jepang cuma dikelola sama orang
DEPSOS. Yaa… akhirnya saya sadar kalo hidup saya masih harus dijalani….”
80
b. Pemberian Kemampuan
Dalam pemberian kemampun pekerja sosial bekerjasama dengan Okupasi Terapi. Okupasi terapi itu sendiri adalah tempat pembelajaran
bagi semua pasien cacat baik yang rawat inap maupun yang rawat jalan, ditempat ini pasien akan diberi berbagai kemampuan melakukan
kegiatan sehari-hari seperti cara naik dan turun dari kursi roda, berpindah tempat dari kursi roda ke tempat duduk atau kloset.
Sementara itu tugas dari pekerja sosial itu sendiri adalah merekomendasikan pasien agar mendapatkan pelatihan tersebut dan
memantau atas perkembangan pasien dari hari kehari. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“… disini kami bekerja sama dengan okupasi terapi, dan disana nantinya pasien akan mendapatkan pelatihan bagaimana cara
melakukan kegiatan sehari-hari mereka. Dan… tugas kami pekerja
sosial adalah
melakukan pemantauan
dan merekomendasikan pasien kepada okupasi terapi, yaa…
meskipun pada dasarnya sudah direkomendasikan oleh dokter yang menangani pasien…”
81
80
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009
81
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Nona Dewi, selaku pasien rawat inap diruang rehabilitasi medik mengakui bahwa benar adanya beliau mendapatkan pelatihan keseharian
yang diberikan oleh para terapis di okupasi terapi dan pekerja sosial yang merekomendasikan serta memantau perkembangan beliau setiap
harinya. Selain itu Nona Dewi merasa tertolong dengan adanya pelatihan ini beliau jadi dapat melakukan kegiatan sehari-harinya di rumah sakit
dengan mandiri dan tanpa bantuan dari orang lain, meski beliau mengaku bahwa sulit melakukan hal tersebut pada walnya terutama saat
berpindah dari kursi roda ketempat lainnya. Berikut pengakuan dari Nona Dewi;
“… iya, waktu itu saya ragu apa bisa saya ngapa-ngapain sendiri. Eh… pas dapet pelatihan dari kakak-kakak di okupasi terapi
Alhamdulillah sekarang saya kalo mau ngapai-ngapain bisa sendiri gak ngerepotin Umi lagi…”
82
Sudah jelas tujuan dari diadakannya pemberian kemampuan ini adalah untuk memberikan berbagai keterampilan keseharian bagi pasien
dan tatkala pasien keluar dari rumah sakit pasien telah siap dengan kemapuan melakukan kegiatan sehari-harinya tanpa harus merepotkan
oran lain dan hal in berguna untuk melatih kemandirian pasien. c.
Pemberian Kesempatan Bagi pasien yang telah siap untuk pulang kelingkungan masing-
masing sebulum benar-benar pulang pekerja sosial melakukan pemberian kesempatan kepada pasien bagi yang ingin kembali bekerja
atau sekolah, tentunya dengan mengadakan konfirmasi ketempat pasien
82
Informan Dewi, 18 Mei 2009
dulu bekerja atau sekolah. Hal ini diakui oleh Bapak Nana Tarna yang dulu sebelum keluar dari rumah sakit pernah ditawari oleh pekerja sosial
apakah mau melanjutkan kerja atau tidak, berikut penuturan Bapak Nana Tarna;
“ Iya, Mbak… dulu waktu mau keluaar dari rumah sakit kira-kira dua apa satu minggu sebelum keluar. Bu Soraya pernah tanya
saya mau kerja ditempat yang dulu apa gak, tapi saya tolak soalnya kan dulu saya cuma tukang bangunan…jadi yaa.. enggak
mungkin bisa balik kesana kan.”
83
d. Mobilisasi Sumber
Bagi pasien yang menolak untuk kembali bekerja atau sekolah ditempat yang lama, pekerja sosial memberikan alternatif lain yakni
dengan menawarkan tempat rehabilitasi cacat. Ditempat rehabilitasi ini mereka akan diberi berbagai keterampilan dan pendidikan untuk
menunjang penghudupan mereka, keterampilan yang diberikan dapat berupa menjahit, menyulam, computer, keahlian teknis yang
berhubungan dengan listrik hingga otomotif tergantung dari minat tiap pasien. Serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“ Mobilisasi sumber adalah dimana saya selaku pekerja sosial memberikan alternatif lain untuk pasienyakni memberikan
berbagai informasi mengenai tempat rehabilitasi cacat sehingga mereka
bisa mendapatkan
pembelajaran dan
berbagai keterampilan seperti menjahit, computer, otomotif, linstrik dan
lainnya…”
84
83
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009
84
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Hal ini juga diakui oleh Bapak Nana Tarna yang pernah menjalani rehabilitasi di Bogor, berikut pengakuan dari Bapak Nana
Tarna; “ Iya saya pernah ngejalanin pelatihan di Bogor tapi cuma
sebentar yaa… sekitar setahunan gitu yaa… Alhamdulillah sekarang bisa ngidupin keluarga sekarang saya buka konter pulsa
sama serpisnya sekalian. Dulu kan diajarin elektronik gitu… yaa Alhamdulillah-lah”
85
5. Tahap Monitoring dan Evaluasi
Pada tahap ini tugas pekerja sosial medis adalah memonitoring atau memantau sejauh mana hasil dari pelaksanaan rencana pemecahan
masalah yang sedang dan sudah berjalan terhadap pasien. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan pasien atas treatment yan
telah diberikan. Bapak Madina mengatakan hal serupa, sebagai berikut; “monitoring atau pemantauan atas treatment yang diberikan
apakan mengalami kegagalan atau tidak…”
86
Setelah melakukan monitoring pekerja sosial melakukan evaluasi atas perkembangan pasien baik secara psikis maupun fisik pasien itu
sendiri dan hasil evalusi ini dibicarakan dengan tim rehabilitasi medik setiap hari senin pagi. Hal ini bertujuan untuk menghindari kegagalan
dan langkah apa lagi yang akan dilakukan untuk kemajuan serta kesembuhan pasien.
6. Tahap Perencanaa dan Pelaksanaan Rencana Tindak Lanjut
85
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009
86
Informan Madina, 27 Mei 2009
Pada dasarnya inti dari tahap ini adalah persiapan yang dilakukan pekerja sosial medis dalam mempersiapkan segala kondisi atau keadaan
keluarga dan lingkungan agar dapat menerima keadaan pasien, selain itu pekerja sosial sudah melakukan kunjungan rumah sehingga saat dokter
yang menangani pasien menyatakan pasien sudah diperbolehkan untuk pulang kondisi rumah sudah dikondisikan semaksimal mungkin sesuai
dengan kondisi pasien. Tentunya pasien yang akan dipulangkan sudah siap dengan segala kemandiriannya dan tidak bergantung pada
lingkungannya serta dapat melakukan berbagai hal, oleh karena itu saat akan memutuskan bahwa pasien akan dipulangkan pasien harus berada
ditahap siap dan dalam kondisi terbaik. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“pada intinya perencanaan dan pelaksanaan tindak lanjut ini adalah persiapan pulang untuk pasien… tentunya berdasarkan
surat rujukan dari dokter terkait dan persiapan yang dilakukan adalah persipan kondisi rumah dan lingkungan yang disesuaikan
dengan keadaan pasien…”
87
Pada saat melakukan kunjungan rumah pekerja sosial medis mendapatkan beberapa rumah pasien yang tidak memungkinkan
ditempati oleh pasien berkursi roda, oleh karenanya pekerja sosial menawarkan tempat tinggal sementara ditempat rehabilitasi cacat yang
telah menjalin hubungan kerja sama dengan pihak rumah sakit. Akan tetapi tidak semua pasien bersedia ditempatkan di rehabilitasi medik dan
bersikeras untuk tinggal di rumah mereka. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Bapak Madina, sebagai berikut;
87
Informan Soraya, 28 Mei 2009
“… pada saat waktu pemulangan pasien ada aja rumah pasien yang kondisi medannya kurang tepat untuk ditinggali pasien
berkursi roda, makanya kami menawarkan tempat tinggal sementara yaa… ditempat rehabilitasi atau yayasan sosial.
Tapi… itu semua tergantung keputusan pasien sendiri…”
88
Pernyataan Bapak Madina diatas diakui oleh Nona Dewi selaku pasien rawat inap yang dua minggu kedepan berencana mendapatkan
izin pulang. Beliau mendapat tawaran untuk tinggal di rehabilitasi cacat, karena mengingat tempat tinggalnya yang berada dikaki gunung di
daerah Bogor sehingga medan atau lingkungan kurang cocok untuk pasien berkursi roda. Akan tetapi Nona Dewi menolak da nbersikeras
untuk tetap tinggal di Bogor bersama kedua orang tuanya, selain itu keluarga pasien tidak mengizin pasien untuk tinggal direhabilitasi
dikarenakan pasien adalah anak tunggal. Berikut pengakuan Nona Dewi; “oh… ya, waktu tahu saya ada rencana pulang sama Bu Soraya
ditawari ke panti tapi saya tolak. Saya… maunya sama Umi aja, gak apa gak bisa kemana-mana karena nanti peke kursi roda kan
yang penting tinggal sama keluarga….”
89
7. Tahap Terminasi Tahap terminasi adalah tahap akhir dari pemberian pelayanan
kepada penerima layanan dalam hal ini penerima layanan adalah pasien. Meskipun pelayanan sosial medis di Instalasi Rehabilitasi Medik yang
diberikan oleh pekerja sosial sudah selesai, namun pekerja sosial tetap melakukan pemantaun atau kunjungan berkala ke rumah pasien atau
88
Informan Madina, 27 Mei 2009
89
Informan Dewi, 18 Mei 2009
ketempat rehabilitasi pasien. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Bapak Madina;
“ yaa… meski pasien sudah tidak dirawat lagi kami tetap melakukan pemantaun ketempat pasien. yaa… tahap awal dua
minggu sekali lalu jadi sebulan sekali… yaa… sampai kami yakin bahwa pasien benar-benar memang sudah sewajarnya
dilepas….”
90
Selain melakukan pemantau pekerja sosial tetap menjaga hubungan baik atau silahturahim antara keluarga pasien, pihak rumah
sakit dan bila pasien tinggal di rehabilitasi sosial tentunya menjaga hubungan baik dengan pihak pengelola rehabilitasi sosial tersebut.
Menjaga hubungan baik atau tali silahturahim ini sesuai dengan ajaran Islam, dalam Al-Qur’an surat Al-maidah ayat 2 yang berbunyi
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi`ar-syi`ar
Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan mengganggu binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-
id, dan jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keredhaan dari Tuhannya
dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah
90
Informan Madina, 27 Mei 2009
berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian mu kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka. Dan tolong- menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-
Nya.” QS. Al-maidah : 2
Hal ini juga diakui oleh Bapak Nana Tarna seorang pasien rawat jalan yang meski sudah 2 tahun keluar dari rumah sakit namun masih
tetap menjalin hubungan baik dengan pekerja sosial. Berikut pernyataan Bapak Nana Tarna;
“… yaa… saya merasa beruntung sekali dulu dirawat disini soalnya selain pelayanan sosial medisnya ngebantu banget sampe
sekarang antara saya sama Bu Soraya ama Pak Madina masih sering ketemu yaa… paling kaga masih suka telpon-telponan
yaa… itung-itung silahturahim kan,…”
91
Dari semua penjelasan diatas penulis membuatkan tabel tahapan pelayanan sosial medis yang dilakukan oleh pekerja sosial medis
terhadap pasien paraplegia yang terlampir dalam lampiran.
B. Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi