Pandangan Ulama ANALISA KANDUNGAN HADIS TENTANG

59 Dari riwayat-riwayat autentik telah dinyatakan bahwa Rasulullah senantiasa memohon yang terbaik dan mendorong orang-orang di sekitarnya keluarga dan sahabat untuk melakukan Istikhârah. Rasulullah melarang banyak orang yang memandang remeh Istikhârah dengan sabdanya “walaupun kadang-kadang hasil Istikhârah yang dilakukan oleh orang-orang adalah buruk, namun hal itu menunjukan bahwa mereka telah bergantung kepada Allah dan tetap melakukan pekerjaaannya. Oleh sebab itu, tidak ada masalah dengan Istikhârah entah melalui al- Qur‟an atau melalui cara-cara lain. Karena jika hasil suatu Istikhârah akan melaksanakan yang ia Istikhârah- kan dengan hati yang puas dan jiwa yang murni dan jika hasil Istikhârah itu buruk, maka berarti ia telah bergantung kepada Allah dan tetap melakukan hidupnya seperti biasa. 74 Menurut Abû „Ubaîdah Masyhûr Ibn Hasan Mahmûd Ibn Salmân dalam menyatakan bahwa para ulama sepakat bahwa sesungguhnya orang yang beristikharah melakukan apa yang menjadi kelapangan dan kemantapan dalam hatinya, bukan sekedar melalui mimpi atau orang lain, sebab ia telah berdo‟a kepada Allah melalui salat, sedangkan salat itu sendiri adalah do‟a yang dengannya Allah memilihkan sebuah kebaikan dari setiap urusan, kemudian menyempurnakannya. 75 74 M. Baqir Haideri, Istikhârah Cara Praktis Meminta Petunjuk dan Jalan Keluar dari Allah SWT., hal. 58-59 75 Masyhûr ibn Hasan Mahmûd ibn Salmân, Al-Qaulu al- Mubĭn Akhtâ’I al- Muslim, h. 98 60 Jika Allah memberikan kelapangan dada dan kemantapan hati maka Allah akan memberikan pula kemudahan untuk mendapatkan kebaikan, yang akhirnya berbuah ridha dan bahagia. Akan tetapi, jika hal itu adalah hal yang tidak di kehendaki, ketahuilah bahwa sesungguhnya itu juga sebuah kebaikan, dia harus ridha dengan setiap ketentuannya. Menurut Abû Bakar Jâbir al-Jazaîrî berkata salat istikhârah tidak dilakukan kecuali karena urusan-urusan yang diperbolehkan, bukan urusan- urusan yang wajib. Karena, urusan-urusan yang wajib itu diperintahkan, dan urusan-urusan yang haram dilarang. Jadi orang muslim tidak dituntut mengerjakan salat istikhârah karena urusan yang diperintahkan mengerjakannya atau karena urusan yang diperintahkan meninggalkannya. Menurut Syaîkh Ibn Taîmiyah mengatakan boleh membaca do‟a istikhârah ketika dalam salat atau sesudah salam. Menurut Syaîkh Jibrîl dalam mengatakan bukan suatu keharusan do‟a ini harus dihafal, boleh dibaca dengan membaca teks do‟a tersebut. Muhammad Harun mengatakan bahwa hendaknya setiap seseorang melakukan Istikhârah dalam memilih sebuah pilihan yang sama, jangan memilih terlebih dahulu sebelum melakukan Istikhârah atau memaksakan pilihannya dalam do‟anya, karena di khawatirkan ketika ia memilih pilihannya kemudian terjadi kesalahan maka akan timbul kekecewaan atau bahkan akan menyalahkan takdir Allah SWT. 61

D. Kandungan Hadis

Hadis yang diriwayatkan oleh Anas dan dikeluarkan oleh al- Nasâî sebagai berikut: “Memberitahukan kepada kami Suwaîd Ibn Nasr berkata: memberitahukan kepada kami „Abdullah, berkata: memberitahukan kepada kami Sulaîmân Ibn al-Mugîrah dari Tsâbit dari Anas ra. Berkata: “ketika masa iddah Zaîd telah habis, maka Rasulullah SAW berkata kepada Zaîd: “tolong lamarkan dia untukku, wahai Zaîd”. Maka Zaîd segera pergi kerumah Zaînab dan berkata: “wahai Zaînab bergembiralah Rasulullah SAW telah mengutusku melamar dirimu untuk beliau”. Kata Zaînab: “aku tidak dapat berbuat apa-apa hingga aku menyerahkan urusa nku kepada Allah”. Kemudian ia salat di musholah rumahnya. Maka turunlah ayat ke-37 surat al-Ahzab. Lalu Rasulullah datang kepadanya dan menikahinya tanpa ada masalah. HR. al-Nasâî Kandungan hadis di atas berkenaan dengan kasus Zaînab Ibn Jahesî yang dipinang oleh Rasulullah SAW untuk mantan anak yang di adopsinya yakni Zaîd Ibn Haritsah. Zaînab pada mulanya menolak demikian juga saudara Zaînab, Abdullah. Keduanya merasa memiliki garis keturunan 76 Ah mad Ibn Syu‟aib Abû „Abdurrahmân al-Nasâî, Sunan Al-Nasâî, h. 174 62 terhormat dari suku Quraisy, sedang status Zaîd sebelum di posisi Nabi adalah seorang budak. Ada beberapa riwayat tentang sikap Zaînab ketika itu. Ada yang mengatakan bahwa dia meminta agar diberi waktu untuk Istikhârah , dia menerima pinangan Rasulullah walau dengan berat hati. Maka turun ayat al- Qur‟an surat Al-Ahzâb 33 ayat 36 , yaitu                           Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul- Ny a Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. QS. Al-Ahzâb 33: ayat 36. Ayat diatas menegaskan bahwa, “Dan tidaklah kepatutan bahkan tidak akan ada wujudnya bagi laki-laki yang mukmin siapapun dia dan akan pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan hukum, tiadalah bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka yang bersifat pribadi sekalipun setelah ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Ini bila Allah dan Rasul-Nya tidak memberi pilihan lain. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dengan menolak ketetapan- Nya maka sesungguhnya ia telah sesat, kesesatan yang nyata”. 77 Al- Biqâ‟I berpendapat bahwa ketaatan Zaînab ra. Kepada Allah dan Rasul-Nya itu, mendapatkan imbalan yang luar biasa, yakni perkawinan 77 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian, Jilid 11Jakarta: Lentera Hati, 2002, hal. 276-277 63 beliau dan Rasul setelah dicerai oleh Zaîd dan ini juga yang mengantar beliau akan bersama Rasulullah SAW di surga kelak. 78

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan segala hal yang telah penulis kemukakan dalam bab I hingga bab III penulis dapat menyimpulkan beberapa poin penting dalam memahami salat sunnah istikhârah yaitu: Jumlah raka‟at salat sunnah istikhârah tidak terbatas. Walaupun nash hadis menyebutkan dua raka‟at, akan tetapi penyebutan ini sebagai pemberitahuan tentang jumlah minimalnya. Adapun waktu mengerjakannya tidak ditentukan, sehingga dapat dikerjakan kapan saja, baik siang maupun malam. Namun yang lebih utama dikerjakan pada malam hari sebagaimana salat Tahajjud, yaitu pada sepertiga malam yang terakhir. a. Di dalam hadis terkandung pengertian bahwa salat istikhârah itu disyariatkan dalam segala urusan, baik urusan itu besar maupun kecil. b. Para ulama berpendapat bahwa salat sunnah istikhârah hukumnya sunah mu‟akad bagi yang sedang menghajatkan petunjuk itu. c. Bahwa hadis-hadis tentang salat Istikharah dapat dipertanggungjawabkan, karena tidak bertentangan dengan al- Qur‟an dan hadis lain. 78 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian, hal. 277