latihan yang dilakukan memperhatikan prinsip ini, maka latihan akan lebih efektif, sehingga hasil yang diperoleh diharapkan akan lebih
optimal.
c. Latihan Fisik
Banyak pendapat tentang latihan fisik. Pendapat para ahli adalah sebagai berikut: latihan fisik adalah kegiatan dalam memberikan beban pada
tubuh secara teratur, sistematis, berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan kerja Brooks Fahey,
1984:395. Agak berbeda dengan pendapat Suharno 1993:7 menyatakan bahwa latihan adalah suatu proses penyempurnaan atlet secara sadar untuk
mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik, teknik, taktik dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang-
ulang. Hal senada disampaikan oleh Bompa 1994:3 bahwa latihan adalah
merupakan kegiatan sistematis dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual mengarah kepada ciri-ciri fisiologis dan psikologis
manusia untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Sedangkan menurut Pate, et al 1984:317 bahwa latihan fisik didefinisikan sebagai peran serta yang
sistematis dalam latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan daya tahan latihan.
Pendapat ahli yang lain, yaitu menurut Lamb 1984:2 latihan fisik merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan dengan
tujuan untuk meningkatkan respon fisiologi terhadap intensitas, durasi dan frekuensi latihan, keadaan lingkungan dan status fisiologis individu.
Pendapat Engkos 1993:55, bahwa latihan ialah proses kerja yang harus dilakukan secara sistematis, berulang-ulang dan jumlah beban yang
diberikan semakin hari semakin bertambah. Pendapat senada disampaikan oleh Harsono dalam Rusli 1988:90 yaitu latihan atau training sustu proses
berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang dan kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah.
1 Tujuan Latihan Fisik Tujuan latihan fisik secara umum tergantung dari macam sasaran
yang akan dikembangkan yang dapat mencakup sebagai berikut: 1 meningkatkan kualitas fisik, 2 meningkatkan prestasi, 3 pencegahan
terhadap kerusakan, 4 rehabilitasi maupun pengobatan akibat kerusakan, 5 rehabilitasi karena penyakit Soekarman, 1987:10 atau sesuai
olahraga yang dilakukan, baik untuk rekreasi, pendidikan, kesegaran jasmani dan prestasi Sajoto, 1995:1-2.
Untuk masalah utama pada tujuan latihan fisik dalam olahraga prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotor dalam
standart yag paling tinggi atau secara fisiologi atlet dapat mencapai tujuan perbaikan organisme dan fungsinya untuk mencapai prestasi
olahraga yang maksimal. Menurut Harre 1982:10-12 menyampaikan tujuan secara rinci adalah untuk: 1 mengembangkan kepribadian, 2
kondisioning, dengan sasaran utama meningkatkan stamina, power dan
kecepatan, 3 meningkatkan teknik dan koordinasi gerak, 4 meningkatkan taktik serta, 5 meningkatkan mental.
Sedangkan menurut Bompa 1994:1-5 tujuan-tujuan latihan berupa: 1 mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara
menyeluruh, 2 menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus sebagai suatu kebutuhan yang telah ditentukan didalam olahraga, 3
menanamkan kualitas kemauan melalui latihan yang mencukupi, 4 mempertahankan keadaan kesehatan, 5 mencegah cidera, 6 memberi
sejumlah pengetahuan teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar fisiologis, psikologis latihan, perencanaan gizi dan regenerasi.
Sedangkan menurut Soekarman 1987:12-13 bahwa tujuan latihan seharusnya dibuat bertingkat, yaitu tingkat umum sampai akhirnya ke
tingkat khusus untuk mencapai prestasi tertinggi. Tujuan latihan harus mengarah ke suatu cabang olahraga tertentu. Isi dari tujuan latihan harus
meliputi bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.
Gambar 1. SiklusDaur Ulang Perencanaan dan Pelaksanaan Program Latihan Soekarman, 1987:12
INFORMASI EVALUASI
PENGUKURAN HASIL LATIHAN
PROSEDUR LATIHAN
TUJUAN
HIPOTESIS
2 Prinsip-Prinsip Latihan Fisik Untuk mencapai hasil latihan fisik yang optimal dan sesuai tujuan
latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Banyak pendapat para pakar yang mendeskripsikan tentang prinsip-
prinsip latihan fisik. Menurut Pyke 1991:115-121 mengemukakan mengenai prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan
latihan sebagai berikut: 1 prinsip beban berlebih, 2 prinsip pemulihan, 3 prinsip kembali asal reversibility, 4 prinsip kekhususan, dan 5
prinsip individualitas. Pendapat pakar yang lain, yaitu Soekarman 1987:60 latihan
berprinsip pada pedoman: 1 kekhususan, 2 tambah beban over load principle, 3 hari berat dan hari santai, 4 latihan dan kelebihan latihan
over training, 5 latihan dasar dan pencapaian puncak, 6 kembali asal reversibility. Sedangkan menurut Harsono 1988:307, prinsip-prinsip
latihan yang penting mencakup prinsip overload, dan prinsip yang lainnya seperti prinsip individualitas, multilateral, spesialisasi densitas
latihan, sistem recovery, reversibility, spesificity dan lain-lain. Pada literatur yang lain Harsono dalam Rusli 1988:88-109
mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip latihan mencakup: 1 pemanasan tubuh, 2 metode, 3 berpikir positif, 4 prinsip beban lebih, 5 intensitas
latihan, 6 kualitas latihan, 7 variasi latihan, 8 metode bagian dan metode menyeluruh, 9 perbaiki kesalahan, 10 model latihan, 11
penetapan sasaran.
Pada dasarnya latihan-latihan fisik untuk kekuatan, termasuk pada plyometrics, berpedoman pada prinsip-prinsip dasar yang meliputi:
prinsip over load penambahan beban, prinsip progressive, prinsip specificity, prinsip individuality, dan prinsip reversibility.
a Prinsip Overload Penambahan beban lebih Prinsip over load adalah pemberian beban terhadap kinerja otot
yang dilatih harus melebihi beban yang biasa diterima dalam keadaan normal atau dengan kata lain pembebanan latihan yang semakin berat
Harsono, 1988:94. Dengan prinsip over load, maka tubuh akan beradaptasi terhadap beban yang diberikan, sehingga mampu
merangsang penyesuaian fisiologis tubuh Bompa, 1990:44. b Prinsip Progressive
Prinsip progressive berarti bahwa dalam latihan, peningkatan latihan harus diberikan tahap demi tahap secara cermat. Sharkey
2003:12 menyatakan bahwa bila beban latihan ditingkatkan terlalu cepat, tubuh tidak akan mampu mengadaptasi beban yang diberikan
dan bahkan kemungkinan akan terjadi overtraining. Untuk itu diperlukan pengontrolan terhadap beban latihan secara cermat akan
menjamin peningkatan secara terus menerus. Menurut Bompa dalam Harsono 1988:96 menyarankan untuk memakai sistem step type
approach atau sistem tangga.
c Prinsip Specificity Prinsip specificity merupakan substansi latihan harus dipilih
sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga. Menurut Pyke 1991:119 latihan harus ditujukan khusus terhadap sistem energi atau serabut
otot yang digunakan juga dikaitkan peningkatan ketrampilan motorik khusus. Specificity dalam olahraga mencakup: a specificity
kebutuhan energi, b specificity model latihan, c specificity pola gerak dan kelompok otot yang terlibat pada masing-masing cabang
olahraga. d Prinsip Individuality
Prinsip individuality berarti bahwa setiap atlet memiliki potensi sejak lahir yang berbeda baik berupa karakteristik maupun kondisi
atlet. Oleh karena itu mengacu pada prinsip individual maka beban latihan untuk atlet yang satu dengan yang lain tidak sama, atau
penentuan dosis latihan secara individual. Hal ini sesuai dengan pendapat Bompa 1994:36-37 mengemukakan bahwa faktor-faktor
seperti umur, jenis kelamin, kematangan, latar belakang pendidikan, kemampuan berlatih, tingkat kesegaran jasmaniah, ciri-ciri
psikologinya. Semua itu harus ikut dipertimbangkan dalam mendesain program latihan.
e Prinsip Reversibility Prinsip reversibility berarti bahwa adaptasi yang terjadi sebagai
akibat perlakuan suautu latihan selalu bersifat kebalikan, keadaan ini
menunjukkan bila latihan dihentikan maka atlet secara otomatis mengalami penurunan kualitas fungsional tubuhnya.
3 Sistem Energi pada Latihan Fisik Olahraga merupakan implementasi dari serangkaian gerak fisik
yang sistematis dan memiliki tujuan. Dengan gerak fisik akan terjadi kontraksi otot yang berulang-ulang. Terjadinya kontraksi otot
memerlukan energi. Energi dalam otot berupa ATP yang berasal dari mitokhondria. Kebutuhan energi pada setiap latihan fisik tergantung dari
jenis olahraga yang dilakukan. Antara olahraga aerobik dan anaerobik mempergunakan sistem energi yang berbeda.
Struktur ATP terdiri atas satu komponen yang sangat kompleks, yakni adenosin dan tiga bagian lainnya yang tidak begitu komplek yaitu
kelompok-kelompok fosfat. ATP dalam sel otot jumlahnya terbatas dan dapat dipakai sebagai sumber energi hanya dalam waktu 1-2 detik.
Menurut Rushall Pyke 1990:15 bahwa ATP-PC disimpan dalam otot dengan kadar yang sangat kecil. Agar supaya kontraksi otot tetap
berlangsung, maka ATP ini harus diisi kembali melalui penguraian zat- zat lain yang juga tersimpan di dalam otot. ATP bisa diberikan pada sel-
sel otot melalui 3 cara, yaitu dua cara anaerobik dan satu cara aerobik.
Gambar 2. Hubungan Sistem Energi Pyke, 1991:15
Proses anaerobik artinya tanpa menggunakan oksigen, yaitu pada kerja dengan intensitas tinggi dan waktu pendek. Sistem energi anaerobik
terdiri dua jalur, yaitu a sistem ATP-PC atau sistem alaktasid, dan b sistem glikolisis anaerobik yang menghasilkan asam laktat sehingga
disebut juga sistem laktasid Pate, et al, 1984:11-14. Sistem ATP-PC disebut juga sistem phospahgen. Pada olahraga
yang memerlukan intensitas yang sangat tinggi dalam waktu pendek seperti “in play” pada pertandingan bolavoli diperlukan persediaan
energi yang sangat cepat, dan ini hanya dapat dipenuhi melalui ATP yang sudah tersedia dalam otot. Apabila ATP habis, ATP harus
diresintesis menggunakan energi dari pemecahan PC pospo creatin. Pospo creatin PC yang tersedia dalam otot dalam jumlah terbatas, apa
bila pecah akan keluar energi, dan energi yang keluar dari PC ini digunakan untuk resintesis ATP Fox, et al, 1984:11-21.
ENERGY
AEROBIC ANAEROBIC
PHOSPHATE LACTIC
a Sistem Anaerobik 1 Sistem ATP-PC
Molekul ATP :
Pemecahan ATP :
Energi dari pemecahan ATP untuk energi mekanik, sintesis zat, transport aktif.
Pemecahan PC : PC à Pi + Creatin + Energi
Energi untuk : resintesis ATP, yaitu energi + Pi + ADP à ATP
2 Sistem glikolisis anaerobik atau sistem LA. Berasal dari pemecahan glikogen dalam otot tanpa menggunakan oksigen dan
setiap satu molekul glikogen hanya menghasilkan 3 ATP, sedangkan apabila pemecahan glikogen menggunakan oksigen
menghasilkan 39 ATP. Pemecahan glikogen : C
6
H
12
O
6 n
2C
3
H
6
O
3
+ Energi Glikogen Asam laktat
Energi untuk : energi + 3 ADP + 3 Pi 3 ATP
Tabel 1. Tenaga Maksimal dan Kapasitas Maksimal dari Sistem Energi Sistem
Tenaga maksimal unit ATP yang disediakan per menit
Kapasitas Maksimal Jumlah unit ATP tersedia
ATP-PC 3.6
0.7 Glikolisis Anaerobic
1.6 1.2
Aerobic 1.0
Tak terbatas Adenosine
P P
P
Adenosine P
P + Energi
b Sistem energi aerobik dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : 1 Glikolisis aerobik: pemecahan glikogen atau glukose dengan
menggunakan oksigen
pada tahap
permulaan hanya
menghasilkan 2 ATP glukose atau 3 ATP glikogen. C
6
H
12
O
6
n- 2C
3
H
4
O
3
+ Energi Glikogen Asam piruvat
Energi + 3 ADP + 3 Pi 3 ATP 2 Siklus Krebs: Asam piruvat selanjutnya dipecah dengan
pertolongan Co enzym A. Asam Piruvat + Co enzym A Acetyl A + 2CO
2
+ 4H Siklus ini dimulai dari setelah terbentuknya asam piruvat
selama glikosis aerobik, terus masuk ke mitokondria dan melanjutkan rangkaian reaksi pemecahannya dalam siklus krebs
Siklus Asam Trikarbosilat TCA. Pemecahan asam piruvat menjadi karbondioksida dan air di intramitokondrial sangat
komplek. Fase-fasenya sebagai berikut : a Apabila suplai oksigen memadai, molekul asam piruvat
diproduksi pada fase pertama glikolisis, kemudian berdifusi dari sarkoplasma memasuki membran mitokondria, dan
setiap molekul asam piruvat kehilangan atom karbon dan dua atom oksigen sebagai CO
2
. Pada waktu yang bersamaan, setiap molekul asam piruvat dioksidasi dengan adanya
NAD
+
; dan kehilangan dua elektron dan dua ion hidrogen.
b Dua molekul karbon yang tersisa setelah setiap molekul asam piruvat kehilangan CO
2
, elektron dan ion hidrogen dinamakan kelompok asetil. Kelompok asetil ini kemudian
bergabung dengan molekul lain yang dinamakan Ko enzim A Co A untuk membentuk asetil KoA reaksi A pada gambar
siklus krebs. Setiap molekul asetil KoA kemudian masuk ke reaksi rangkaian siklus berikutnya siklus krebs.
c Pada proses kelanjutannya itu, dapat kita lihat bahwa asetil KoA bergabung dengan asam oksaloasetat dan kehilangan
molekul Koenzim A, dan hasil dari reaksi ini adalah molekul asam sitrat. Asam sitrat kemudian dikonversi menjadi asam
sis asonitat cis-aconitic dan selanjutnya dirubah menjadi asam isositrat isocitric-acid. Pada reaksi B, asam asositrat
dioksidasi dengan bantuan pengangkut elektron, NAD
+
menjadi asam oksalosuksinat oxalosuccinic acid. Pada reaksi C, asam oksalosuksinat kehilanganmelepaskan
molekul karbondioksida CO
2
dan menjadi asam alfa- ketoglutarat alpha-ketoglutaric acid. Dengan kehilangan
molekul CO
2
didalam reaksi C artinya, kita sekarang dapat memandang bahwa hanya satu dari ketiga atom karbon yang
berasal dari molekul asam piruvat yang tinggal. Terakhir karbon hilang sebagai CO
2
didalam rangkaian D pada waktu asam alf-ketoglutarat mengalami oksidasi dengan NAD
+
dan
kehilangan CO
2
ketika menghasilkan 1 molekul ATP. Sebenarnya hanya molekul ATP yang diproduksi didalam
siklus Krebs untuk setiap molekul asetil-KoA yang melintasi siklus.
d Setelah reaksi D, kita dapat menganggap bahwa setiap karbon yang berasal dari asam piruvat tidak dapat tinggal terlalu
lama, dan karbon tetap hanya untuk mengangkut 4 elektron tambahan dan ion hidrogen didalam reaksi E dan F. didalam
reaksi E pengangkut elektron bukan molekul NAD
+
yang biasa, tetapi molekul lain yang dinamakan flavin adenin
denukleotida flavin adenine dinucleotide –FAD. Pada reaksi F asam oksaloasetat oxaloacetic acid mengalami regenerasi,
dan siklus dapat dimulai dengan yang baru lagi.
Gambar 3. Siklus Krebs Fos Keteyian, 1998:30
3 Sistem transport elektron: kelanjutan pemecahan glikogen adalah terbentuknya H
2
O yang dihasilkan dari persenyawaan H
+
yang terjadi dalam siklus krebs serta O
2
yang kita hirup. Rangkaian reaksi sampai terjadinya H
2
O disebut sistem transport elektron yang terjadi di dalam dinding dalam mitokhondria.
4H + 4e + O
2
2H
2
O Pada sistem transport elektron lihat pada gambar transport
eletron, elektron dan ion hidrogen ditransfer dari persenyawaan yang satu ke persenyawaan berikutnya. Energi kimia dibebaskan
pada tiga langkah A, D, G untuk menyediakan energi dalam pembentukan ATP dari ADP dan kelompok fosfat. Hilangnya
elektron oksidasi
pada waktu
mengalami berbagai
persenyawaan adalah tanggung jawab untuk mengikat fosfat fosforilasi terhadap ADP untuk membentuk ATP. Jadi produksi
ATP di dalam mitokondria berhubungan dengan oksidasi molekul yang berurutan didalam sistem tranport elektron yang
diketahui sebagai fosforilasi oksidasi oxidative phosporylation. Proses ini menyediakan jumlah ATP yang terbesar untuk
kontraksi otot. Saat molekul pertama yang dioksidasi reaksi A adalah
nikotamida adenin dinukleutida NADH. Pada reaksi B, Flavoprotein H
2
yang mengalami reduksi pada A, sekarang mengalami oksidasi. Dari sini sampai langkah H, hanya elektron
yang ditransfer diantara persenyawaan, sedangkan dua ion hidrogen H
+
yang terikat ke flavoprotein H
2
sekarang masuk kedalam larutan dan dapat dipergunakan lagi pada H, pada akhir
reaksi oksidasi-reduksi. Oksigen dari darah menerima dua elektron dari persenyawaan 6 cytochrome oxidase dan
bergabung dengan larutan ion hidrogen H
+
untuk membentuk air H
2
O. Skema transport elektron dapat kita lihat bahwa, untuk
setiap dua elektron atau atom hidrogen dapat lewat dengan jalan dari NADH + H
+
menjadi H
2
O, tiga molekul ATP diproduksi
pada reaksi A, D, G. Lamb, 1984:39-63; Junusul, 1989:67- 115; Riequier, 2000:3-10; Coustou, 2003:49625-49635.
Gambar 4. Sistem Transport Elektron Lamb, 1984:49
4 Pengaruh Latihan Terhadap Fisik Latihan fisik yang dilakukan secara teratur, terprogram dan
terukur dengan baik akan menghasilkan perubahan-perubahan fisiologis yang mengarah pada kemampuan menghasilkan energi
yang lebih besar dan memperbaiki penampilan atau prestasi fisik. Menurut Fox, et al 1988:24 perubahan fisiologis yang terjadi
akibat latihan fisik diklasifikasikan menjadi tiga macam perubahan antara lain :
a Perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan yakni perubahan yang berhubungan dengan biokimia.
b Perubahan yang terjadi secara sistematik yakni perubahan pada sistem sirkulasi dan respirasi, termasuk sistem
pengangkutan oksigen. c Perubahan lain yang terjadi pada kompisi tubuh, kadar
kolesterol darah dan trigliserida, perubahan tekanan darah, dan perubahan yang berkenaan dengan aklimatisasi panas.
Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi menunjukkan bahwa tidak semua pengaruh latihan dapat diharapkan dari
program latihan tunggal. Pengaruh latihan adalah khusus, yakni sesuai dengan program latihan yang digunakan, apakah itu
program latihan aerobik endurance atau anaerobik sprint. a Perubahan-perubahan biokimia
Perbaikan penampilan dalam olahraga seperti gerakan yang bersifat cepat sprinting, kicking disatu sisi belum dapat
dijelaskan oleh adaptasi dalam metabolisme anaerobik akibat latihan. Disisi lain, bentuk-bentuk latihan anaerobik
digunakan dalam bolavoli, pencak silat, atletik, dan lain-lain untuk menimbulkan adaptasi pada serabut-serabut otot.
Terutama disini karena meningkatkan phosphate kaya energi dan glikogen intramuskuler yang bergabung untuk
meningkatkan aktivitas dari beberapa enzim.
1 Perubahan-perubahan dalam serabut otot Akibat latihan akan terlihat hipertropi otot. Karena
latihan dalam tubuh terdapat dua macam otot, yakni otot lambat slow twich fiber adan otot cepat fast twich
fiber, maka dengan sendirinya juga terjadi hipertropi pada kedua macam otot tersebut. Hipertropi ini
tergantung dari macam latihan yang dilakukan. Bila untuk ketahanan yang akan menjadi hipertropi adalah otot
lambat, sedangkan bila untuk kecepatan yang menjadi hipertropi adalah otot cepat. Hipertropi yang disebabkan
karena latihan, biasanya disertai perubahan-perubahan sebagai berikut :
a Peningkatan diameter miofibril. b Peningkatan jumlah miofibril
c Peningkatan protein kontraktil d Peningkatan jumlah kapiler
e Peningkatan kekuatan jaringan ikat, tendon, dan ligamen. Soekarman, 1987:32.
Perubahan-perubahan antar tipe-tipe serabut otot, sedikit terjadi pada seseorang yang melakukan latihan
anaerobik seperti lari cepat, menendang, memukul, smash. Peningkatan pada diameter hipertropi dari
serabut otot lambat ST maupun otot cepat FT pada
vastus lateralis, terjadi hipertropi yang lebih nyata pada serabut otot cepat Fox, et al, 1984:228-231.
2 Perubahan-perubahan dalam sistem anaerobik Perubahan-perubahan dalam otot akibat dari latihan
meliputi peningkatan kapasitas atau kemampuan dari: a sistem phospagen ATP-PC, dan b sistem glikolisis
anaerobik LA. Dalam kaitannya dengan perubahan biokimia yang terjadi dalam sistem anaerobik. Costill, et
al 1979:96-99 menyatakan tiga hasil temuan penelitian mereka mengenai “adaptasi dalam otot skelet setelah
mengikuti latihan kekuatan” sebagai berikut : a Dengan menggunakan 10 kali repitisi dalam 30 detik
melawan kerja maksimal 4 kali per minggu adalah cukup
merangsang peningkatan
aktifitas phosphorylaze ATP-ase otot, phospho fruktokinase
PFK, creatinine phosphokinase CPK, myokinase MK, malate dehydrigenase MDH, dan succinate
dehydrogenase SDH. b Aktifitas enzim-enzim otot meningkat.
c Terdapat perubahan komposisi otot dari serabut vastus lateralis setelah 7 minggu latihan. Dari contoh
biopsi menunjukkan
adanya perubahan
yang
signifikan dalam prosentase komposisi area serabut otot tipe I dan II a.
Menurut Fox, et al 1988:327 perubahan biokimia yang terjadi dalam sistem anaerobik meliputi perubahan-
perubahan: a Peningkatan cadangan ATP dan PC dalam otot.
b Peningkatan aktifitas enzim-enzim anaerobik dan aerobik; dan
c Peningkatan aktifitas enzim glikolitik. 3 Perubahan-perubahan dalam sistem aerobik
Peningkatan dalam enzim-enzim aerobik tampak setelah latihan anaerobik atau lari cepat. Tampak pula
pada konsumsi oksigen maksimal VO
2
maksnya Fox, et al, 1984:229.
b Perubahan-perubahan pada sistem kardiorespirasi Perubahan akibat latihan kecepatan oleh Radioputro
1987:26-27 dinyatakan bahwa akibat kenaikan frekuensi detak jantung dan bertambah kuatnya kontraksi otot jantung,
maka jadilah dilatasi jantung dan hipertropi otot jantung. Kecuali hipertropi dan dilatasi jantung akibat latihan terjadi
pula perubahan-perubahan seperti : 1 Turunnya frekuensi detak jantung
2 Bertambahnya volume sekuncup
3 Kenaikan frekuensi yang lebih kecil pada waktu latihan 4 Pemulihan kembali ke frekuensi dan desakan pada waktu
istirahat berlangsung lebih cepat. c Perubahan-perubahan lain yang terjadi dalam latihan
Disamping perubahan
biokimia dan
perubahan kardiorespirasi, latihan juga menghasilkan perubahan-
perubahan lain yang terpenting seperti : 1 Perubahan dalam komposisi tubuh
2 Perubahan dalam kadar kolesterol dan trigliserida 3 Perubahan dalam tekanan darah
4 Perubahan dalam aklimatisasi panas 5 Perubahan-perubahan dalam jaringan penghubung Fox,
et al, 1988:347-348. Perubahan fisiologis yang lain, selain dari 3 hal yang
telah dikemukan adalah perubahan-perubahan pada struktur syaraf. Kebanyakan penelitian tentang pengaruh fisiologis
dari latihan terfokus pada perubahan-perubahan dalam otot skelet. Meskipun demikian, beberapa penelitian yang
memusatkan perhatian pada motor end plate dan motor neuron tidak kalah pentingnya, bahkan mungkin lebih
penting, karena ditemukan bahwa susunan-susunan atau struktur ini menunjukkan perubahan sebagai hasil dari latihan
Fox, et al, 1984:231.
Perubahan-perubahan ini termasuk adaptasi seluler dan sub seluler dalam setrukturnya, modifikasi dari transmisi dan
perubahan dalam refleks, bahan kimia dan respon biokimia yang terakhir dalam motor neuron itu sendiri.
d. Latihan Plaiometrik