Pengaruh konsentrasi pupuk akar dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan produksi bayam (amaranthus hybridus dengan metode nutrient film technique (NFT)

(1)

PENGARUH KONSENTRASI PUPUK AKAR DAN PUPUK DAUN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAYAM

(Amaranthus

hybridus)

DENGAN METODE NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT)

MAIRUSMIANTI NIM : 105095003135

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PENGARUH KONSENTRASI PUPUK AKAR DAN PUPUK DAUN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAYAM

(Amaranthus

hybridus)

DENGAN METODE NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

MAIRUSMIANTI NIM : 105095003135

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul“Pengaruh Konsentrasi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bayam (Amaranthus hybridus) Dengan Metode Nutrient Film Technique (NFT)” yang ditulis oleh Mairusmianti, NIM 105095003135 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang munaqosyah Fakultas Sain dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Februari 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui,

Penguji 1, Penguji 2,

Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud Nani Radiastuti, M.Si

NIP. 1969404.200501.2.005 NIP. 9650902.20011.2.001

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Dasumiati, M.Si Ir. Junaidi, M.Si

NIP. 19730923.199903.2.002 NIP.

Mengetahui,

Dekan

Fakultas Sain dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. NIP. 19680117.200112.1.001 NIP. 1969404.200501.2.005


(4)

KATA PENGANTAR

Pujiserta syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang di anugerahkan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW.

Selanjutnya dalam penulisan tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan motivasi dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sainsdan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ibu Dr. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud. 3. Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ibu Dini Fardilla, M.Si.

4. Ibu Dasumiati, M.Si, selaku pembimbing I dan bapak Ir. Junaidi, M.Si, pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan dorongan bagi penulis.

5. Para dosen dan tatausaha di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan informasi kepada penulis.


(5)

7. Untuk keluarga besar Sain dan kakak-kakak tercintakak Arpiah, Syuryana , Syuryani,Yuliani serta adik-adikku AsepSubarna, Hanyfa dan Mawaddah yang tiada hentinya memberikan bantuan materil dan non materil kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Seluruh rekan mahasiswa Prodi Biologi angkatan 2005 yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

Semoga amal baik dan bantuannya mendapat ganjarand ari Allah SWT dan tugas akhir ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.

Jakarta, Februari 2011


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan... 3

1.5 ManfaatPenelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Botani Bayam ... 5

2.2 Sistem Budidaya Secara Hidroponik ... 8

2.3 Sistem Nutrien Film Technique ... 10

2.4 Pupuk Sebagai Sumber Nutrisi ... 13

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 19

3.2 Bahan dan Alat... 19

3.3 Cara Kerja... 19

1. Pembuatan Larutan Nutrisi ... 19

2. Penanaman ... 20

3. Panen... 23

4. Pengamatan ... 23


(7)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Kondisi Umum... 26

4.2. Tinggi Tanaman ... 26

4.3. Jumlah Daun ... 29

4.4. Luas Daun... 30

4.5. Lingkar Batang ... 32

4.6. Panjang Akar ... 34

4.7. Berat Akar Basah ... 36

4.8. Berat Basah Tanaman... 38

4.9. Berat Kering Tanaman ... 39

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan Bayam Segar dalam 100 gram Bahan ... 7

Tabel 2. Kandungan Unsur Hara dalam ”AB mix”... 16

Tabel 3. Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman Setelah Panen (cm) ... 51

Tabel 4. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Tinggi Tanaman Setelah Panen ... 51

Tabel 5. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Tinggi Tanaman ... 52

Tabel 6. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Tinggi Tanaman ... 52

Tabel 7. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Tinggi Tanaman... 53

Tabel 8. Tinggi Tanaman Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 54

Tabel 9. Hasil Pengukuran Jumlah Daun Setelah Panen (helai) ... 55

Tabel 10. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Daun Setelah Panen. . 55

Tabel 11. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Jumlah Daun ... 56

Tabel 12. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Jumlah Daun ... 56

Tabel 13. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Jumlah Daun ... 57

Tabel 14. Jumlah Daun Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 58

Tabel 15. Hasil Pengukuran Luas Daun Setelah Panen (cm2) ... 59

Tabel 16. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Luas Daun Setelah Panen. ... 59

Tabel 17. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Luas Daun ... 60

Tabel 18. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Jumlah Daun ... 60


(9)

Tabel 19. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Luas Daun ... 61

Tabel 20. Luas Daun Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 62

Tabel 21. Hasil Pengukuran Lingkar Batang Setelah Panen (cm) ... 63

Tabel 22. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Lingkar Batang Batang Setelah Panen... 63

Tabel 23. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Lingkar Batang ... 64

Tabel 24. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Lingkar Batang ... 64

Tabel 25. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Lingkar Batang ... 65

Tabel 26. Lingkar Batang Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 66

Tabel 27. Hasil Pengukuran Panjang Akar Setelah Panen (cm) ... 67

Tabel 28. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Panjang Akar Setelah Panen.. 67

Tabel 29. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Panjang Akar ... 68

Tabel 30. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Panjang Akar ... 68

Tabel 31. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Panjang Akar ... 69

Tabel 32. Panjang Akar Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 70

Tabel 33. Hasil Pengukuran Berat Akar Setelah Panen (g) ... 71

Tabel 34. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Berat Akar Setelah Panen. ... 71

Tabel 35. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Berat Akar ... 72

Tabel 36. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Berat Akar ... 72

Tabel 37. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Berat Akar Basah... 73


(10)

Tabel 39. Hasil Pengukuran Berat Tanaman Setelah Panen (g)... 75 Tabel 40. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Berat Tanaman Setelah

Panen... 75 Tabel 41. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Basah Tanaman ... 76 Tabel 42. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Basah Tanaman ... 76 Tabel 43. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Basah Tanaman ... 77 Tabel 44. Berat Tanaman Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 78

Tabel 45. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Kering Tanaman (g) ... 79 Tabel 46. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Berat Kering Tanaman

Setelah Panen... 79 Tabel 47. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Kering Tanaman ... 80 Tabel 48. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Kering Tanaman ... 80 Tabel 49. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Kering Tanaman ... 81 Tabel 50. Hasil Pengukuran Berat Kering Tanaman Setelah


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Bayam (Amaranthus Hybridus) ... 6

Gambar 2.Green Houseyang BerbentukPiggy BackJenis Serra... 22

Gambar 3. Susunan Set Alat Percobaan ... 24

Gambar 4. Denah Penelitian Tampak Atas ... 25

Gambar 5. Grafik Rata-Rata Tinggi Tanaman Setelah Panen ... 27

Gambar 6. Grafik Rata-Rata Jumlah Daun Setelah Panen... 29

Gambar 7. Grafik Rata-Rata Luas Daun Setelah Panen ... 31

Gambar 8. Grafik Rata-Rata Lingkar Batang Setelah Panen... 33

Gambar 9. Grafik Rata-Rata Panjang Akar Setelah Panen ... 35

Gambar 10. Grafik Rata-Rata Berat Akar Basah Setelah Panen ... 37

Gambar 11. Grafik Rata-Rata Berat Basah Tanaman Setelah Panen ... 39


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Glosarium ... 49

Lampiran 2. Produksi Sayuran di Indonesia, 2002 - 2008... 50

Lampiran 3. Hasil Pengukuran Bayam 4 Minggu Setelah Tanam ... 51


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Pertambahan penduduk terus meningkat yang juga diiringi dengan meningkatnya kebutuhan pangan termasuk kebutuhan terhadap sayuran, seperti tanaman bayam yang tiap tahun produksinya semakin meningkat. Hal ini berarti juga menunjukkan semakin tingginya permintaan pasar atau minat masyarakat terhadap tanaman bayam (lampiran 2). Untuk pemenuhan kebutuhan ini perlu dikembangkan sistem budidaya tanaman yang memberikan hasil yang tinggi dalam kualitas dan kuantitas, seperti budidaya secara organik dan hidroponik.

Sistem budidaya secara organik telah menampakkan hasil yang cukup signifikan pada tingkat peneliti tetapi masih terbatas penerapannya ditingkat petani. Begitu juga halnya penerapan budidaya secara hidroponik, yaitu teknik budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah. Budidaya hidroponik ini memiliki beberapa keunggulan atau keuntungan dibanding penanaman secara konvensional, diantaranya yaitu menanam tidak bergantung pada musim, banyaknya variasi penanaman, pengendalian lebih baik, tanpa media tanah, hasil lebih besar, hasil lebih seragam, lebih bersih, lebih sedikit tenaga kerja, hampir tidak ada rumput liar dan sebagai suatu pengembangan hobi.

Salah satu budidaya hidroponik yang dikembangkan adalah Sistem Nutrient Film Technique (NFT). NFT merupakan budidaya tanaman tanpa tanah dengan akar tanaman berada dalam aliran dangkal bersirkulasi dalam air mengandung unsur yang diperlukan tanaman. Lapisan aliran tersebut sangat


(14)

dangkal (tipis seperti film) sehingga sebagian akar tanaman terendam dalam lapisan larutan dan sebagian lagi berada pada bagian atasnya. Sistem ini memiliki beberapa keunggulan dibanding sistem hidroponik lainnya. Apabila saluran air tersumbat, akar tetap berwarna putih, tidak pucat, lebih murah, serta tanaman tidak cepat layu. Sementara untuk system lainnya seperti aeroponik dan rakit apung, apabila gejala listrik mati ± 15 menit, maka akar akan menjadi coklat, sering tersumbatnya jetspray, serta tanaman mudah layu (Karsono, et.al., 2002). Banyak sayuran yang ditanam dengan NFT dan salah satunya yaitu bayam Amaranthus hybridus.

Selain mudah dibudidayakan sayuran ini juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Penanaman bayam secara intensif dengan menggunakan sistem hidroponik NFT mempunyai prospek yang baik. Produktivitas tanaman cukup tinggi dengan umur panen yang relatif pendek. Selain itu, sayuran hasil budidaya dengan sistem NFT terbukti dapat mempunyai kualitas yang baik, sehat, segar, renyah, beraroma dan disertai cita rasa yang tinggi (Sutiyoso, 2003).

Agar pertumbuhan bayam lebih cepat dan menghasilkan produksi yang baik maka pemberian pupuk tidak hanya pada akar, tetapi ditambahkan pemberian pupuk anorganik pada daun. Selama ini dengan metode NFT tanaman hanya diberikan pupuk akar saja, yang dialiri ke akar dengan tinggi larutan pupuk 3-4 mm. Untuk itu dikaji pemberian pupuk daun dengan dosis yang tepat pada tanaman bayam agar tanaman cepat panen dan menghasilkan produksi yang baik.


(15)

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah pemberian berbagai konsentrasi pupuk daun berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam?

2. Apakah pemberian berbagai konsentrasi pupuk akar berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam?

3. Apakah pemberian berbagai konsentrasi pupuk daun dan akar berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam?

1.3 Hipotesis

1. Pemberian berbagai konsentrasi pupuk daun berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

2. Pemberian berbagai konsentrasi pupuk akar berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

3. Pemberian berbagai konsentrasi dosis pupuk daun dan akar berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

1.4 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh pupuk daun terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam pada sistem hidroponik NFT.

2. Untuk mengetahui pengaruh pupuk akar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam pada sistem hidroponik NFT.


(16)

3. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi pupuk daun dan akar yang cocok untuk tanaman bayam yang ditanam dengan NFT.

1.5 Manfaat

1. Memberikan informasi kepada petani tanaman bayam tentang pemberian konsentrasi pupuk daun dan akar NFT dengan dosis yang tepat.

2. Mampu menjadi salah satu alternatif bercocok tanam dengan lahan yang terbatas dan lebih efisien.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Bayam

Bayam merupakan tanaman sayuran yang dikenal dengan nama ilmiah Amaranthus spp. Kata "amaranth" dalam bahasa Yunani berarti "everlasting" (abadi). Bayam dalam klasifikasi termasuk ke dalam Amaranthaceae (suku bayam-bayaman) genus Amaranthus; spesies Amaranthus hybridus. Bayam berasal dari daerah Amerika tropik, yang semula dikenal sebagai tumbuhan hias. Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman bayam dipromosikan sebagai bahan pangan sumber protein, terutama untuk negara-negara berkembang. Diduga bayam masuk ke Indonesia pada abad XIX ketika lalu lintas perdagangan orang luar negeri masuk ke wilayah Indonesia (Williamet al., 1993).

Sosok tanaman bayam sangat mudah dikenali yaitu berupa herba yang tumbuh tegak, berserat dan sukulen, pada beberapa jenis bayam mempunyai duri, tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 – 2 m, berumur semusim atau lebih (Gambar 1). Daunnya bisa tebal atau tipis, besar atau kecil, berwarna hijau, atau ungu kemerahan (pada jenis bayam merah). Bunganya muncul di pucuk tanaman atau pada ketiak daunnya. Bijinya berukuran sangat kecil berwarna hitam atau coklat dan mengkilap (Bandini dan Aziz, 2002). Sistem perakaran menyebar dangkal pada kedalaman antara 20–40 cm dan berakar tunggang. Batang tanaman bayam kecil berbentuk bulat, lunak, dan berair. Batang tumbuh tegak bisa mencapai satu


(18)

meter dan percabangannya monopodial. Batangnya berwarna merah (Henssayon, 1985).

Daun tanaman bayam adalah daun tunggal. Berwarna kehijauhan, bentuk bundar telur memanjang (ovalis). Panjang daun 1,5 sampai 6,0 cm. lebar daun 0,5 sampai 3,2 cm. Ujung daun obtusus. Tangkai daun berbentuk bulat dan permukaannya opacus (Rismunandar, 1996). Merupakan bunga berkelamin tunggal, yang berwarna hijau. Setiap bunga memiliki 5 mahkota, panjangnya 1,5–

2,5 mm. Kumpulan bunga berbentuk bulir untuk bunga jantan (Hendro, 1984).

Gambar 1. Tanaman Bayam (Amaranthus hybridus).

Ditinjau dari nilai gizinya, bayam merupakan jenis sayuran hijau yang banyak manfaatnya bagi kesehatan dan pertumbuhan badan. Di dalam bayam terdapat cukup banyak kandungan protein, mineral, kalsium, zat besi dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Bandini dan Aziz, 2002). Tanaman ini memiliki keberagaman jenis dan varietas serta memiliki kegunaan dan manfaat


(19)

yang beragam pula, mulai dari konsumsi pangan, tanaman hias, pengobatan, kosmetik, bahkan dapat dijadikan sumber energi alternatif.

Sebagai sayuran, daun bayam kaya akan mineral dan sumber gizi.

Komposisi gizi yang terkandung dalam batang dan daun bayam segar dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Bayam Segar dalam 100 gram Bahan

No Komposisi Gizi Kandungan

Gizi Satuan

1 Kalori 36,00 kalori

2 Protein 3,50 kalori

3 Lemak 0,50 g

4 Karbohidrat 6,50 g

5 Kalsium 267,00 g

6 Fosfor 67,00 mg

7 Besi 3,90 mg

8 Vitamin A 6.090,00 mg

9 Vitamin B1 0,08 SI

10 Vitamin C 80,00 mg

11 Air 86,90 mg

12 Bagian yang dapat dimakan 71,00 %

sumber : Depkes, 1981 dalam Dermawati 2006

Tanaman bayam mudah dibudidayakan dan tidak menghendaki persyaratan tumbuh yang sulit. Selain itu, tanaman bayam dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran tinggi, pada semua jenis lahan baik secara konvensional maupun hidroponik juga dapat tumbuh sepanjang tahun (tidak mengenal musim) (Bandini dan Aziz, 2002). Bayam juga termasuk sayuran yang telah lama dikenal dan dibudidayakan secara luas oleh petani di seluruh Indonesia, bahkan di negara lain.


(20)

Tanaman bayam dapat tumbuh kapan saja baik pada waktu musim hujan ataupun kemarau, tetapi paling tepat ditanam pada awal musim hujan, yaitu sekitar bulan Oktober-November. Bisa juga ditanam pada awal musim kemarau, sekitar bulan Maret-April. Bayam sebaiknya ditanam pada tanah yang gembur dan cukup subur. Terutama untuk bayam cabut, pada tekstur tanah yang berat akan menyulitkan produksi dan panennya. Tanah netral ber-pH antara 6-7 paling disukai bayam untuk pertumbuhan optimalnya.

2.2. Sistem Budidaya Secara Hidroponik

Hidroponik adalah teknik budidaya tanaman yang menggunakan media tumbuh selain tanah, dengan kata lain dapat juga diartikan sebagai budidaya tanpa tanah (soilles culture) (Untung, 2000). Hidroponik berarti melakukan budidaya tanaman tanpa media tanah. Dalam bahasa asal yaitu bahasa Yunani, hidroponik berasal dari kata hydro (air) danponos (kerja) yang berarti pengerjaan (budidaya tanaman) dengan air, jadi hidroponik adalah budidaya tanaman dengan air (Lingga, 1999).

Banyak tafsiran mengenai hidroponik seperti budidaya tanpa tanah, dilakukan di green house, harus pakai pupuk organik, dan tanpa pestisida. Penanaman hidroponik harus ada pengaturan baik terhadap pH larutan, komposisi hara, konsentrasi unsur hara, sirkulasi oksigen, suhu dan sebagainya. Definisi hidroponik modern dikemukakan Harris (1994), bahwa hidroponik adalah seni bertanam tumbuhan di dalam medium padat selain lahan, diairi dengan bahan gizi unsur tumbuhan yang penting dilarutkan di dalam air.


(21)

Menurut Lingga (1999), berdasarkan media tanam yang digunakan, maka hidroponik dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu. 1) Metode kultur air, pada metode ini, air digunakan sebagai media tanam. 2) Metode kultur pasir, dengan menggunakan pasir sebagai media. 3) Metode kultur poros, bahan yang digunakan antara lain kerikil, pecahan genting dan gabus putih atau bahan sejenis ditambah larutan hara yang mengandung unsur esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Lebih lanjut dikemukakan Wibowo (1993), bahwa dengan teknik ini kondisi lingkungan dapat diatur dan tidak bergantung musim sehingga tanaman terhindar dari pengaruh buruk cuaca dan serangan hama penyakit. Tanaman sayuran yang cocok dengan cara hidroponik antara lain sawi, pakchoy, selada, caisim, dan bayam (Karsonoet al., 2002).

Dalam budidaya hidroponik ada beberapa faktor yang harus diperhatikan diantaranya: unsur hara, media tanam, suplai oksigen dan suplai air. Selain itu dibutuhkan juga unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Beberapa unsur tersebut diantaranya adalah C, H, O, N, S, P, K, Ca dan Mg. Unsur hara mikro adalah unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit diantaranya: B, Cl, Cu, Fe, Mn, Mo dan Zn (Marschner, 1986dalamDermawati, 2006). Oleh karena itu, pemupukan sangat diperlukan bagi semua sistem pola tanam tak terkecuali sistem pola tanam hidroponik.

Menurut Rini dan Yusdar (1999)dalam Suprapto (2000), ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya sayuran secara hidroponik, yaitu pengelolaan tanaman dan kesehatan tempat tumbuh tanaman. Pengelolaan tanaman meliputi


(22)

kesesuaian komoditas yang diusahakan, kesesuaian media tumbuh yang digunakan, kesesuaian larutan nutrisi yang akan diberikan dan teknik pemeliharaan. Lingkungan tempat tumbuh meliputi larutan nutrisi dalam media tumbuh dan lingkungan sekitarnya, perlu dijaga kesehatannya untuk menghindari adanya hama serta penyakit.

Keuntungan hidroponik antara lain adalah banyaknya variasi penanaman, pengendalian lebih baik, tanpa media tanah, hasil lebih besar, hasil lebih seragam, lebih bersih, lebih sedikit tenaga kerja, hampir tidak ada rumput liar dan sebagai suatu pengembangan hobi. Menurut Resh (1981), keuntungan dari sistem hidroponik antara lain kemudahan sterilisasi media, penanganan nutrisi tanaman, menghemat luasan lahan, mudah penanganan gulma dan serangan hama penyakit, kemudahan dalam hal penyiraman, kualitas produk bagus, menghemat pupuk dan panen lebih besar.

Menurut Zulkarnain (2002), sistem hidroponik sangat mahal, terutama untuk pemberian nutrisi tanamannya (70 % biaya produksi digunakan untuk hal ini). Dilain pihak produksi yang rendah disebabkan beberapa hal, yaitu banyak petani yang belum menerapkan cara budidaya yang baik, seperti penggunaan pupuk yang kurang berimbang, perawatan yang kurang intensif dan salah perhitungan waktu tanam.

2.3. Sistem Nutrient Film Technique

Ada empat sistem berbeda dalam budidaya hidroponik yaitu kultur pasir, sistem terbuka agregat, sistem hidroponik mengapung dan teknik selaput hara Nutrient Film Tecnique (NFT). Kata “film” pada hidroponik menunjukkan aliran


(23)

air tipis. Pada sistem NFT ini, tanaman diupayakan berada pada daerah perakaran sesuai kondisi optimal pertumbuhan tanaman. NFT merupakan metode budi daya tanaman tanpa tanah dengan akar tanaman berada dalam aliran dangkal bersirkulasi dalam air mengandung unsur yang diperlukan tanaman. Lapisan aliran tersebut sangat dangkal (tipis seperti film) sehingga sebagian akar tanaman terendam dalam lapisan larutan dan sebagian lagi berada pada bagian atasnya (Cooper, 1979dalam Dermawati, 1996). Dengan demikian, hidroponik ini hanya menggunakan aliran air (nutrien) sebagai medianya.

Keunggulan sistem hidroponik ini antara lain air yang diperlukan tidak banyak, kadar oksigen terlarut dalam larutan hara cukup tinggi, air sebagai media mudah didapat dengan harga murah, pH larutan mudah diatur, dan ringan sehingga dapat disangga dengan talang. Pada pangkal talang bagian atas dikucurkan larutan hara. Secara gravitasi larutan hara meluncur ke bagian bawah, membasahi helaian plastik dan kubus rockwool, serta akar anak semai. Di ujung talang bagian bawah, kelebihan larutan ditampung dan dialirkan kembali ke tangki tandon larutan hara untuk diresirkulasi ke talang.

Tebal tipisnya larutan hara pada sistem ini hanya 3-4 mm. Bentuknya berupa lapisan film tipis dan secara konstan mengairi akar. Sistem dijalankan selama 24 jam/hari, tetapi dapat dijalankan secara terputus dan berseling (intermitted) antara on dan off asalkan waktu off-nya cukup singkat, maksimum 10 menit sehingga tanaman tidak sempat layu karena segera tersiram air kembali (Karsono et. al., 2002). Hal ini telah diterapkan pada tanaman tomat dengan mempertahankan suhu larutan nutrisi pada 22°C dan dengan menggunakan


(24)

sirkulasi larutan nutrisi secara berkala. Sistem NFT, pertumbuhan tanaman tetap baik, walaupun temperatur udara dalamgreen housemencapai 37°C (Matsuokaet al., 1992).

Menurut Graves dan Hurd (1995), yang menggunakan sirkulasi berkala (30 meniton,30 menitoff), produksi mentimun naik 15-18% dan kualitas (harga) meningkat 8-10% bila dibandingkan dengan sirkulasi kontinyu (Graves dan Hurd, 1995dalamDermawati, 1996). Cara lebih praktis melakukan penyiraman dari alat ini bisa diatur sesuai kebutuhan (Karsonoet al.,2002).

Salah satu faktor penting dalam larutan hidroponik pada sistem NFT yaitu harus mempertimbangkan nilai Electrical Conductivity (EC). EC ialah konduktivitas listrik atau kemampuan untuk menghantarkan ion listrik yang ada di dalam larutan ke akar tanaman. Konduktivitas listrik merupakan parameter yang menunjukkan konsentrasi ion terlarut di dalam larutan. Semakin banyak ion terlarut maka semakin tingi konduktivitas listrik larutan nutrisi tersebut. Hal ini mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu kecepatan fotosintesis tanaman, aktivitas enzim, dan potensial penyerapan ion larutan oleh akar sehingga mempengaruhi absorbsi hara (Kristanti, 1998).

Dengan demikian EC menunjukkan kepekatan dalam suatu larutan. Penurunan kepekatan ini dapat dilihat dengan menggunakan alat yang disebut EC meter. EC meter ini penting peranannya karena dapat dengan cepat memantau tinggi rendahnya kepekatan bahan kimia dalam suatu larutan. Larutan ini harus terus dipantau kepekatannya. Kalau turun, itu berarti tanaman sudah berhasil menyerap unsur kimia yang terkandung didalamnya. Penurunan kepekatan juga


(25)

dapat timbul jika matahari bersinar cerah, tetapi kelembaban udara masih tinggi. Daya serap tanaman akan meningkat dan menghabiskan unsur makanan lebih cepat, sehingga kepekatan larutan pun akan turun dengan cepat pula. Jika hal itu terjadi, maka kepekatan larutan harus dinaikkan dengan cepat (Soeseno, 1999). EC diukur dalam satuan mS/cm, nilai EC dapat juga diberikan dalam uS/cm dimana 1 mS/cm = 1000 ppm.

Penggunaan tingkat EC dalam hidroponik untuk kelompok selada termasuk bayam berkisar antara 0,5-2,5 mS cm-1(5-25 unit). Konsentrasi larutan juga diukur dalam satuan ppm (parts per million), dimana total konsentrasi 1000 dan 1500 ppm sebanding dengan 1,5 dan 3,5 mS cm-1dalam satuan EC. Nilai pH yang sesuai untuk tanaman bayam berkisar antara 6-7.

Agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu, maka konsentrasi larutan harus selalu diperiksa. Pemeriksaan larutan hara terutama pH dan nilai EC, apabila kualitas larutan berkurang, maka dapat dilakukan penambahan bahan tertentu dan jika larutan sudah tidak mungkin dipakai, harus diganti dengan larutan baru (Roan, 1998).

2.4. Pupuk Sebagai Sumber Nutrisi

Schoenstein (1986), menyatakan bahwa hidroponik mempunyai bermacam jenis cara tanam antara lain penanaman tanpa tanah dan kultur agregat. Syarifuddin dan Abdurachman (1993), menyatakan pupuk telah memainkan peranan menentukan dalam menghasilkan peningkatan produksi. Peranan pupuk dimasa depan akan semakin menonjol apabila kita mengingat keterbatasan lahan untuk perluasan pertanian pangan. Di samping itu, penggunaan pupuk ikut pula


(26)

menentukan koefisien penggunaan air irigasi, suatu sumber yang keterbatasannya juga semakin terasa.

Dalam praktek di lapangan sering terjadi kendala untuk pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal (Handayanto dan Ismunandar, 1999). Salah satu upaya untuk memperkecil kendala ini maka diperlukan pemenuhan unsur-unsur baik makro maupun mikro. Sebagaimana tanaman lainnya, tanaman bayam memerlukan unsur hara selama pertumbuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara dapat diberikan melalui pemupukan.

Pemberian unsur hara pada tanaman dapat diberikan melalui akar dan daun. Aplikasi melalui akar dapat dilakukan dengan merendam atau mengalirkan larutan pada akar tanaman. Larutan tersebut dibuat dengan cara melarutkan garam-mineral ke dalam air. Ketika dilarutkan dalam air, garam-mineral ini akan memisahkan diri menjadi ion. Penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung secara kontinue dikarenakan akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan (Yanti, 2004dalamSuwandi, 2006).

Unsur hara hidroponik dibuat dengan menggabungkan hara makro dan hara mikro sesuai kebutuhan tanaman. Unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang banyak, terdiri atas C, H, O, N, P, K, Ca, Mg dan S. Apabila tanaman kekurangan unsur hara makro akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Harjowigeno,2003). Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman tetapi dalam jumlah sedikit. Unsur hara mikro ini mutlak dibutuhkan oleh tanaman, jika kekurangan unsur hara mikro ini maka tanaman tidak akan tumbuh dengan


(27)

optimal. Jenis unsur hara mikro ini adalah Mn, Cu, Fe, Mo, Zn, B (Lingga, 1995). Pupuk bukan substitusi air atau matahari, tetapi merupakan salah satu faktor lingkungan yang harus seimbang untuk menampilkan potensi maksimum tanaman. Pemupukan akan menjamin tidak terjadi defisiensi elemen esensial yang menghambat pertumbuhan. Pemupukan dapat dilakukan melalui akar atau melalui daun dengan cara penyemprotan ke daun.

Menurut Sutiyoso (2003), bahan kimia untuk pupuk tanaman hidroponik harus memenuhi kualitas tertentu, antara lain:

1. Kemurnian dan daya larut tinggi dan tidak ada endapan yang akan menyumbat sistem irigasi.

2. Memiliki proporsi tertentu sesuai kebutuhan jenis tanaman, fase pertumbuhan dan sasaran produksi.

Keuntungan pemberian pupuk daun yaitu dapat menghindari kerusakan akar akibat pemupukan berat dan tidak merata pada akar, di samping itu juga penyerapan hara lebih cepat sehingga lebih cepat menumbuhkan tunas (Winata, 1985 dan Lingga, 1995). Menurut Tisdale dan Nelson (1975), pemupukan melalui daun, akan mempermudah daun untuk mengadsorpsi dan menggunakan unsur hara. Menurut Fiyanti dan Prasasti (1991), pupuk daun yang mengandung nitrogen tinggi dapat merangsang pertumbuhan akar, batang dan daun tanaman anggrek. Oleh karenanya penggunaan pupuk daun pada tanaman bayam memungkinkan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bayam.

Salah satu hara yang digunakan dalam hidroponik adalah AB mix (fertimix). AB mix adalah hara yang diramu dari bahan-bahan yang berkualitas


(28)

tinggi. Semua bahan yang digunakan adalah water soluble gradesehingga sangat cocok untuk diterapkan dengan sistem irigasi tetes atau rakit apung. AB mix dikemas dalam bentuk yang praktis dan ekonomis, dengan unsur hara makro dan mikro didalamnya yang cukup lengkap.AB mixdikemas dalam bentuk paket yang terbagi menjadi dua sak, yaitu A dan B dan dalam bentuk padat (crystal dan powder). Adapun komposisi bahan yang terdapat dalamAB mixada dalam tabel 2. Tabel 2. Kandungan Unsur Hara dalam”AB

Sak Unsur hara Jumlah (g / 5000 cc)

A

B

Ca (NO3)2

K (NO3)2

Fe-kelat 13,2% Fe Fe-HEEDTA 12 % KNO3 K2PO4 mgSO4 K2SO4 mnSO4 znSO4 Borax cuSO4 Natrium Molybdenum 1100 530 38 86 4420 1360 1230 298 4.2 5.4 14.3 0.94 0.94 0.32 Sumber: Dermawati, 2006

Berdasarkan cara penggunaannya pupuk dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Pupuk daun ialah pupuk yang cara pemupukan dilarutkan dalam air dan disemprotkan pada permukaan daun.

2. Pupuk akar atau pupuk tanah ialah pupuk yang diberikan ke dalam tanah disekitar akar agar diserap oleh akar tanaman.


(29)

Pupuk Daun

Pupuk daun merupakan salah satu jenis pupuk anorganik majemuk, karena pembuatan pupuk daun bertujuan agar unsur-unsur yang terkandung di dalamnya dapat diserap oleh daun atau untuk pembentukan zat hijau daun. Itulah salah satu kelebihan pupuk daun. Penyerapan unsur hara dalam pupuk daun memang dirancang berjalan lebih cepat dibanding dengan pupuk akar. Tanaman akan tumbuh cepat dan media tanam tidak rusak akibat pemupukan yang terus menerus. Oleh karena itu, pemupukan melalui daun dianggap lebih efektif dibandingkan dengan pupuk akar (Lingga, 1995).

Di pasaran, pupuk daun dijual dalam bentuk cair di botol atau bubuk/ serbuk yang dikemas alumunium foil. Bentuk tersebut menyebabkan perbedaan dalam pemakaiannya. Sebelum digunakan, pupuk cair diencerkan terlebih dahulu dengan air hingga mencapai konsentrasi sesuai anjuran di label kemasan. Pupuk dalam bentuk serbuk juga dilarutkan sejumlah air (Lingga, 1995).suai punjuknya.

Pupuk Akar

Disebut pupuk akar karena cara pemberiannya dengan menaburkan atau menyiramkan ke media tanam dengan harapan dapat diserap oleh bulu-bulu akar tanaman secara optimal. Melalui akar tanaman, pupuk ditranslokasikan kedalam jaringan daun sebagai unsur utama fotosintesis. Ada pula yang mengartikan bahwa pupuk akar merupakan pupuk untuk merangsang pertumbuhan akar (Lingga, 1995).

Sebagai pupuk majemuk, bahan penyusun pupuk akar terdiri dari dua atau lebih unsur hara. Biasanya, pupuk ini mengandung unsur hara makro seperti N, P


(30)

dan K. Oleh karena itu pupuk tersebut dikenal dengan pupuk NPK. Pupuk ini selalu mencantumkan ketiga unsur tersebut dengan kadar yang berbeda-beda, misalnya, NPK 15 : 15 : 15 yang artinya kandungan N sebesar 15 %, P2O5sebesar


(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Februari 2009 sampai dengan bulan April 2009. Penelitian ini dilaksanakan dalamGreen housedi Depok I, Jawa Barat.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih bayam, pupuk daun, pupuk akar, dan air. Pupuk daun yang digunakan yaitu pupuk daun dengan merk dagang NASA, sedangkan pupuk akar yang digunakan yaitu pupuk akarAB mix(fertimix) dan air.

Alat yang digunakan yaitu styrofoam, wadah bekas jelly, pipa paralon, kayu, plastik transparan (UV), paranet, Electro Conductivitty (EC), pH meter, rockwool, termometer, gelas ukur, ember ukuran 60 liter, pompa air celup (submersible pump), balvalve (keran buka tutup), timbangan, timer, sprayer, dan asbes.

3.3. Cara Kerja

1. Pembuatan Larutan Nutrisi

Pupuk akar yang digunakan AB mix (fertimix) yang sudah mengandung unsur-unsur lengkap. Pembuatan larutan nutrisi dilakukan dengan membuat larutan pekat terlebih dahulu.


(32)

Membuat pekatan A

Kemasan A diisi dengan 1.100 g CaNO3, 530 g KNO3, 38 g Fe-kelat

13,2% Fe. Kemudian ditambahkan air hingga 5 liter, dikocok semua bahan hingga larut. Dengan demikian, pekatan A telah siap dipergunakan.

Membuat pekatan B

Kemasan B diisi dengan 335 g kalium di-hidro fosfat, 55 g amonium sulfat, 140 g kalium sulfat, 700 g magnesium sulfat, 14 g campuran unsur mikro. Kemudian ditambahkan air hingga 5 liter, dikocok semua bahan hingga larut, pekatan B telah siap dipergunakan.

Membuat pekatan larutan siap pakai

Pembuatan larutan siap pakai dilakukan dengan cara melarutkan pekatan A dan B tersebut menjadi larutan AB mix yang merupakan pupuk akar, masing-masing sebanyak 0 cc, 2,5 cc, 3,3 cc, 4,17 cc ke dalam 1 liter air.

Pupuk daun yang digunakan adalah pupuk NASA dengan cara melarutkan larutan pupuk ke tiap-tiap konsentrasi sebanyak 0 cc, 7,5 cc, 15 cc, 22,5 cc ke dalam 1 liter air. Masing-masing konsentrasi pupuk akar dan daun tersebut digunakan sebagai kombinasi perlakuan dalam penelitian ini.

2. Penanaman

Benih bayam yang digunakan adalah Know you seed yang diimport dari Taiwan. Setelah benih disebar atau disemai, pada umur 4-6 hari benih tersebut sudah berkecambah dan tumbuh menjadi bibit kecil. Pada umur 12-14 hari setelah benih disemai bibit yang telah berdaun 3-4 helai dicabut untuk dibungkus dengan rockwool dan disanggah dengan wadah bekas jelly. Bibit siap dipindakan dan


(33)

ditanam ke dalam sistem hidroponik NFT. Penanaman dilakukan digreen house yang berbentukpiggy backjenis serra.

Green house dibangun dengan rangka terbuat dari kayu, atapnya menggunakan plastik UV. Sisi serra menggunakan kasa, sehingga dapat mengurangi intensitas cahaya yang diterima oleh bibit bayam. Di bawah atap juga digunakan net hitam plastik untuk mengurangi teriknya sinar matahari yang masuk dari sisi atas serra. Pintu serra menggunakan kawat yang harus selalu tertutup untuk mengurangi munculnya hama penyakit tanaman. Di dalam green house dibuat tempat aliran hara NFT berupa bedengan dari asbes yang ditopang dengan kayu dengan tinggi 60 cm, dengan kemiringan 35º.

Penanaman dilakukan pada sore hari, agar tanaman tidak layu serta menjaga dari panas matahari maksimum. Bibit bayam sebanyak 2-3 batang dibungkus dengan rockwool dimasukkan ke dalam satu wadah bekas jelly, kemudian ditanam di atas styrofoam yang berukuran 1x2 m dengan jarak tanam 15x15 cm dan lubang tanam berdiameter 4 cm. Banyak lubang yang terdapat pada styrofoam sebanyak 100 lubang. Bedengan yang digunakan mempunyai ukuran 2x8 m.

Pemberian Pupuk Akar

Pupuk akar dengan masing-masing konsentrasi yang sudah larut dalam bak penampungan, diberikan dengan cara dialirkan ke akar melalui sirkulasi air.


(34)

Pemberian Pupuk Daun

Pupuk daun dengan masing-masing konsentrasi yang sudah larut dalam air dan telah dimasukkan ke dalam botol sprayer, diberikan dengan cara menyemprotkannya di atas permukaan daun.

Gambar 2.Green Houseyang BerbentukPiggy BackJenis Serra. Perawatan Jaringan Irigasi Sistem NFT

Diperiksa kelancaran pemberian hara dengan mengecek aliran hara pada tanaman. Apabila terjadi hambatan atau jalannya hara tidak lancar maka saluran airnya dibersihkan. Hal ini bertujuan agar aliran hara selalu lancar dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman tetap terpenuhi.

Pemeriksaan EC dan pH

Derajat keasaman (pH) dan EC diukur dengan cara memasukkan EC meter dan pH meter ke dalam tiap-tiap larutan nutrisi dan pupuk daun. Tujuan


(35)

dilakukannya pemeriksaan EC dan pH ini yaitu agar nilai EC dan pH tetap dalam kondisi yang stabil yang cocok untuk pertumbuhan tanaman. Apabila larutan dalam keadaan tidak stabil, maka larutan ditambahkan air atau pupuk kemudian diperiksa kembali nilai EC dan pH-nya sehingga nilainya menjadi stabil yaitu 1,5 dan 3,5 mS cm-1 dalam satuan EC. EC dan pH dikatakan tidak stabil apabila tanaman tampak pucat, daunnya kuning dan mengkerut, batang dan akar tanaman tampak coklat.

3. Panen

Tanaman bayam dipanen pada umur 28 hari. Pemanenan dilakukan pada pukul 07.00-09.00 WIB, dengan cara manual yaitu dengan mencabut tanaman bayam pada pangkalnya.

4. Pengamatan

Pengukuran dilakukan pada 100 individu tanaman. Peubah yang diamati dan waktu pengamatan yang dilakukan:

- Tinggi tanaman, diukur satu kali setelah panen yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan tanaman. Bagian yang di ukur mulai dari pangkal batang sampai pada bagian yang tertinggi dari tanaman.

- Jumlah daun, dihitung banyaknya jumlah daun satu kali setelah panen. Kuncup daun yang belum mekar sempurna tidak dihitung.

- Luas daun, diambil daun yang paling besar dan lebar setelah panen dengan cara meletakkannya di atas kertas milimeter blok. Kemudian dihitung luas daun tersebut.


(36)

- Lingkar batang, diukur satu kali setelah panen dengan cara dilingkarkan benang pada batang bagian tengah, kemudian panjang benang tersebut diukur dengan menggunakan penggaris.

- Panjang akar, diukur satu kali setelah panen. Diukur mulai dari pangkal batang di bagian bawah styrofoam sampai ujung akar.

- Berat akar basah, dilakukan setelah panen dengan dipotongnya pangkal batang, kemudian diambil bagian akarnya, lalu ditimbang.

- Berat basah tanaman, dilakukan setelah panen dengan cara diambil satu tanaman kemudian ditimbang.

- Berat kering tanaman, dilakukan penghitungan setelah panen. Dihitung berat kering tanaman secara keseluruhan, dilakukan di dalam oven selama 2 x 24 jam pada suhu 80°C.

Gambar 3. Susunan Set Alat Percobaan

3.4 Analisis Data

Penelitian menggunakan metode split plot yang terdiri dari 2 faktor yaitu pupuk akar (A0= 0 cc/l, A1= 2,5 cc/l, A2= 3,3 cc/l, dan A3= 4,17 cc/l) dan pupuk


(37)

daun (D0 = 0 cc/l, D1 = 7,5 cc/l, D2 = 15 cc/l, D3 = 22,5 cc/l) dengan tiga kali

pengulangan. Banyak perlakuan 4 x 4 = 16 perlakuan dan banyak satuan percobaan 4 x 4 x 3 = 48. Untuk mengetahui pengaruh pupuk akar dan daun dilakukan analisis uji F (ANOVA). Bila uji F berpengaruh nyata atau berpengaruh sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji BNT(α=0,05).

Gambar 4. Denah Penelitian Tampak Atas. Keterangan: A0: 0 cc/l D0: 0 cc/l

A1: 2,5 cc/l D1: 7,5 cc/l

A2: 3,3 cc/l D2: 15 cc/l


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum

Secara umum, suhu rata-rata di dalam Green House pada saat penelitian tinggi, yaitu 30 - 31,09°C. Hal ini dikarenakan saat penanaman dilakukan pada musim kemarau. Rata-rata suhu pada pada pagi hari (07.00 WIB) 28,2°C, siang (12.00 WIB) 37,8°C dan pada sore hari (17.00 WIB) 28,5°C. Kelembaban udara pada pagi hari (07.00 WIB) 69,76%, siang hari (12.00 WIB) 50,88% dan pada sore hari (17.00 WIB) 69,95%. Kemasaman larutan nutrisi dalam bak nutrisi sekitar 6,9 – 7,5. Kondisi seperti ini cocok untuk pertumbuhan tanaman bayam, sehingga produksinya meningkat.

Pertumbuhan tanaman bayam selama persemaian cukup baik dan merata. Hal itu bisa di lihat dari presentase tumbuhnya yang mencapai 95%. Hama yang menyerang pada saat penelitian adalah hama belalang. Hama ini menyerang daun bayam, sehingga hama ini perlu diberantas. Pengendalian hama tersebut dilakukan dengan cara manual yaitu mengambilnya menggunakan tangan kemudian dimusnahkan. Penyakit yang menyerang tanaman pada saat penelitian tidak ada.

4.2. Tinggi Tanaman

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 4 (lampiran 3) pupuk akar berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, sedangkan pada pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05 tabel 5 (lampiran 3) tinggi tanaman yang paling baik terdapat pada perlakuan


(39)

pupuk akar 4,17 cc/l dengan tinggi tanaman 14,10 cm. Sementara itu, untuk pengaruh interaksi pupuk akar dan pupuk daun terdapat pengaruh nyata dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A1D3) dengan tinggi tanaman

14,74 cm, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan (A3D1) dan (A3D3)

dapat dilihat pada tabel 7 (lampiran 3). Grafik rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman bayam dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik Rata-Rata Tinggi Tanaman Setelah Panen.

Menurut Morgan (1999), bayam yang dibudidayakan dalam sistem hidroponik dapat mengalami pertumbuhan yang cepat apabila kebutuhan hara tanaman tersebut tersedia dalam jumlah yang cukup. Sedangkan tinggi tanaman terendah terdapat pada kombinasi pupuk akar dan daun pada perlakuan (A2D1)

dengan tinggi tanaman 10,21 cm. Hal ini disebabkan zat hara yang dibutuhkan sangat banyak sedangkan yang tersedia kurang memenuhi kebutuhan. Tanaman yang zat haranya kurang terpenuhi dari pupuk akar dapat mengambilnya melalui


(40)

pupuk daun yang disemprotkan di atas permukaan daunnya. Selain zat hara yang diambil dari pupuk daun, tanaman tersebut juga mendapat energi atau sinar matahari yang cukup sehingga penambahan tinggi tanaman hampir sama dan kurang optimal.

Pupuk atau zat hara yang terlarut terlalu pekat membuat tanaman kurang maksimal untuk menyerap zat hara yang terdapat didalamnya sehingga tinggi tanaman tidak maksimal. Konsentrasi yang demikian juga dapat mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu kecepatan fotosintesis tanaman, aktivitas enzim, dan potensial penyerapan ion larutan oleh akar sehingga mempengaruhi absorbsi hara (Kristanti, 1998). Menurut Schwarz (1995) dalam Dermawati 2006 , konsentrasi hara yang tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman dalam melaksanakan proses fisiologis menyebabkan proses pertumbuhan dan perkembangan yang lambat dan secara visual menunjukkan gejala yang abnormal dalam warna dan atau struktur. Selain itu, terdapat kekurangan hara N dan K pada tanaman tersebut. Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaandalam Franklin (1991), tanaman yang kekurangan unsur hara N dan K akan menurunkan produksi tanaman dan membuat tanaman menjadi kerdil. Hal ini disebabkan, tanaman yang tumbuh membutuhkan N dalam membentuk sel-sel baru. Fotosintesis menghasikan karbohidrat dari CO2 dan H2O, namun proses

tersebut berlangsung kurang optimal untuk menghasilkan protein, asam nukleat dan sebagainya bilamana kekurangan N. Selain itu, diduga terdapat kekurangan unsur hara mikro Zn dan Mo. Zn berperan dalam pembelahan sel-sel meristem


(41)

dan Mo berpengaruh terhadap pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya tinggi tanaman.

Hal ini diperkuat oleh Dwijoseputro (1990) dalam Soviaty (1997), yang menjelaskan bahwa suatu tanaman akan tumbuh dengan subur apabila unsur yang dibutuhkan tersedia cukup, dan unsur tersebut mempunyai bentuk yang sesuai untuk diserap oleh tanaman.

4.3. Jumlah Daun

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 10 (lampiran 3) pupuk akar dan pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Begitu juga pada interaksi antara pupuk daun dan pupuk akar terdapat pengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun. Kombinasi pupuk akar dan daun terbaik terdapat pada perlakuan (A2D0) dengan jumlah daun 10,67 dan dapat dilihat pada tabel 13

(lampiran 3). Grafik rata-rata jumlah daun pada tanaman bayam dapat dilihat pada gambar 6.


(42)

Hal ini disebabkan karena unsur hara yang terdapat di dalamnya cukup untuk pertumbuhan daun pada perlakuan (A2D0). Jumlah daun terendah

diperlihatkan pada kombinasi pupuk pada perlakuan (A1D0) dengan rata-rata

jumlah daun yang sama yaitu 8,00 helai daun. Pada perlakuan ini konsentrasi pupuk akar sangat rendah sehingga unsur hara yang terserap kurang optimal terutama untuk pertumbuhan daunnya. Menurut Setyamidjaja (1989), kekurangan N dan Fosfor dapat mempengaruhi jumlah daun. Sejalan dengan itu, Agustina (1989)dalamPrasetiyo (1997) menjelaskan bahwa jumlah daun berhubungan erat dengan produktivitas tanaman dalam menghasilkan fotosintat yang sangat dibutuhkan oleh tanaman, dalam fase vegetatif dari suatu perkembangan tanaman menggunakan sebagian karbohidrat yang telah dibentuknya.

Selain itu, diduga pada konsentrasi pupuk akar dan daun tersebut terdapat kekurangan unsur hara mikro yaitu Zn, Mo, Fe, Mn, Co dan B. Walau dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi unsur-unsur ini sangat mutlak dan dapat menyebabkan tanaman kurang subur salah satunya jumlah daun. Menurut Supari (1999), kekurangan unsur hara Zn, Mo, Fe, Mn, Co dan B dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman khususnya jumlah daun.

4.4. Luas Daun

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 16 (lampiran 3) pupuk akar berpengaruh sangat nyata terhadap luas daun, sedangkan pada pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05 tabel 17 (lampiran 3) daun terluas terdapat pada perlakuan pupuk akar 4,17 cc/l dengan


(43)

luas daun 8,17 cm2. Sementara itu, untuk pengaruh interaksi pupuk akar dan pupuk daun tidak terdapat pengaruh nyata terhadap luas daun dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A3D2) dengan luas daun 8,49 cm2, dapat

dilihat pada tabel 19 (lampiran 3). Grafik rata-rata luas daun pada tanaman bayam dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Grafik Rata-Rata Luas Daun Setelah Panen.

Menurut Sitompul dan Guritno (1995), daun berfungsi sebagai penerima dan alat fotosintesis. Luas daun merupakan parameter utama untuk menentukan laju fotosintesis persatuan tanaman. Luas daun terluas terdapat pada kombinasi pupuk pada perlakuan (A3D2) dengan luas 8,49 cm2, dan terendah terdapat pada

kombinasi pupuk pada perlakuan (A1D1) dengan luas 5,42 cm2. Semakin luas

daun maka semakin cepat terjadi penguapan dan laju fotosintesis dan semakin cepat pula tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Pupuk daun yang


(44)

disemprotkan langsung di atas permukaan daun digunakan daun untuk proses fotosintesis.

Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh pupuk daun yang sangat nyata terhadap luas daun, juga terdapatnya interaksi yang nyata antara pupuk akar dan pupuk daun terhadap luas daun.Untuk tanaman bayam hasil fotosintesis berupa banyaknya jumlah daun juga luas daun yang tinggi. Darmawan dan Baharsyah (1983) daun merupakan organ terpenting sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis yang hasilnya akan disalurkan ke seluruh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman yang memiliki ukuran daun lebih luas dan jumlah lebih banyak seharusnya menghasilkan asimilat lebih banyak. Proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat yang dapat dijadikan sumber energi bagi tanaman. Semakin banyak energi yang diperoleh semakin besar kemampuan tanaman menyerap unsur hara.

Hasil penelitian menunjukkan daun yang memiliki daun terluas disebabkan karena pemberian pupuk daun yang baik yaitu dengan konsentrasi yang tinggi, walaupun pupuk akar yang diberikan dengan konsentrasi rendah. Hal ini diperkuat oleh Tisdale dan Nelson (1975), pemupukan melalui daun akan mempermudah daun untuk mengadsorpsi dan menggunakan unsur hara.

4.5. Lingkar Batang

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 23 (lampiran 3) pupuk akar berpengaruh sangat nyata, sedangkan pada pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap lingkar batang. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05 tabel 23 (lampiran 3) lingkar batang terbesar terdapat pada perlakuan pupuk akar 4,17 cc/l sebesar 1,82


(45)

cm. Pada interaksi pupuk akar dan pupuk daun tidak terdapat pengaruh nyata terhadap lingkar batang, dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A3D2) sebesar 1,94 cm, dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan (A3D3),

(A2D0), (A1D3) dapat dilihat pada tabel 25 (lampiran 3).Grafik rata-rata lingkar

batang pada tanaman bayam dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Grafik Rata-Rata Lingkar Batang Setelah Panen.

Lingkar batang juga dapat mempengaruhi laju aktivitas dan banyaknya unsur hara yang dapat diserap, semakin besar lingkar batang maka semakin banyak pula unsur hara yang dapat diserap. Dari hasil penelitian, lingkar batang terbesar terdapat pada perlakuan (A3D2) sebesar 1,94 cm, dan lingkar batang

terendah terendah dapat dilihat pada perlakuan (A1D2 ) dan (A2D2) sebesar 1,32

cm. Hal ini disebabkan karena pupuk akar diserap langsung oleh akar dan dan adanya daya isap daun. Hara yang diserap dari akar ini dibawa menuju ke daun digunakan dalam proses fotosintesis lalu disebarkan ke seluruh tubuh tanaman


(46)

terutama batang dan akar. Oleh sebab itu, pupuk akar berpengaruh nyata terhadap lingkar batang.

Hasil penelitian menunjukkan pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap lingkar batang. Pupuk daun yang disemprotkan diatas permukaan daun mengalami penguapan sebelum terjadinya fotosintesis, sehingga unsur hara yang diserap kurang optimal. Hal ini diperkuat oleh Wilkins (2001), yang menyatakan bahwa air berpengaruh sebagai uap dari permukaan daun yang menguapkannya ke udara luas di luarnya. Selain itu, perbesaran batang tanaman dipengaruhi oleh bertambahnya tinggi tanaman. Sejalan dengan itu, Krishnamoorthi (1981), menjelaskan bahwa perpanjangan batang disebabkan oleh dua proses yaitu pembelahan sel dan perbesaran sel, sel membesar dan mencapai ukuran maksimal kemudian diikuti oleh pembelahan sel.

4.6. Panjang Akar

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 28 (lampiran 3) pupuk akar berpengaruh sangat nyata, sedangkan pada pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05 tabel 29 (lampiran 3) akar terpanjang terdapat pada perlakuan pupuk akar 4,17 cc/l sebesar 13,72 cm. Pada interaksi pupuk akar dan pupuk daun terdapat pengaruh sangat nyata terhadap panjang akar dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A3D2) dengan

panjang 15,36 cm dan dapat dilihat pada tabel 31 (lampiran 3). Sedangkan panjang akar terendah diperlihatkan oleh satuan percobaan dengan kombinasi pupuk pada perlakuan (A1D0) dengan panjang akar 7,94 cm tabel 31 (lampiran 3).


(47)

Gambar 9. Grafik Rata-Rata Panjang Akar Setelah Panen.

Pada perlakuan (A1D0) pupuk akar dalam keadaan konsentrasi yang sangat

rendah. Pada tingkat konsentrasi hara yang rendah, perakaran mengalami defisiensi unsur hara tertentu dan penghambatan distribusi hara (Jager dalam Sonneveld dan De Kruij, 1999), serta penyerapan air yang terhambat sebagai akibat lanjut defisiensi hara yang terjadi (Dorais, et al., 2001). Hal ini diperkuat oleh Islami dan Utomo (1995), yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, tanaman harus mempunyai akar dan sistem perakaran yang cukup luas dan dalam untuk memperoleh hara dan air sesuai kebutuhan pertumbuhan. Secara umum pada tanaman yang ditanam pada tanah apabila tanaman sudah pada kondisi hara yang sudah mencukupi maka tanaman tidak selalu memerlukan sistem perakaran yang luas dan dalam. Selain itu, jumlah oksigen terlarut dalam air juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Harjdowigeno, 1995).

Menurut Izzati (2006), oksigen terlarut yang cukup dalam air akan membantu perakaran tanaman dalam mengikat oksigen. Bila kadar oksigen


(48)

terlarut cukup tinggi maka proses respirasi akan lancar dan energi yang dihasilkan akar cukup banyak untuk menyerap hara yang dapat diserap tanaman. Tanaman akan memiliki pertumbuhan yang cepat dan menghasilkan produktifitas yang tinggi dan berkualitas. Hal ini diperkuat oleh Lesmana dan Darmawan (2001), yang menyatakan bahwa pelarutan oksigen ke dalam air berkaitan dengan sirkulasi, pola arus dan turbulensi pergerakan air berupa riak air maupun gelombang akan mempercepat difusi udara ke dalam air. Pada kombinasi pupuk pada perlakuan (A1D0), terjadi kekurangan zat hara yaitu fosfor. Menurut

Setyamidjaja (1986), kekurangan N dan Fosfor dapat mempengaruhi pertumbuhan akar. Selain itu, pada keadaan ini juga tanaman mengalami kekurangan unsur hara B (Boron). Sutejo (1987) menyatakan bahwa jenis unsur hara Boron dapat diserap tanaman dalam bentuk BO3 yang berperan dalam pembentukan atau pembelahan

sel terutama pada titik tumbuh pucuk, juga dalam pertumbuhan tepung sari dan akar. Sarief (1989) menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan akar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tersedianya unsur hara.

4.7. Berat Basah Akar

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 34 (lampiran 3) pupuk akar berpengaruh sangat nyata terhadap berat akar basah, sedangkan pada pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap berat akar. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05 tabel 29 (lampiran 3) akar terberat terdapat pada perlakuan pupuk akar 4,17 cc/l sebesar 7,99 g. Pada interaksi pupuk akar dan pupuk daun terdapat pengaruh sangat nyata dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A3D2) dengan


(49)

panjang akar terendah diperlihatkan oleh satuan percobaan dengan kombinasi pupuk pada perlakuan (A1D1) dengan panjang akar 3,57 g dapat dilihat pada tabel

37 (lampiran 3). Grafik rata-rata berat akar pada tanaman bayam dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Grafik Rata-Rata Berat Akar Basah Setelah Panen.

Indikasi penyerapan unsur hara yang baik dapat dilihat dari berat akar, semakin berat akar tanaman maka semakin besar pula tanaman tersebut menyerap unsur hara. Selain itu terdapat pengaruh sangat nyata pada pupuk akar dan pupuk daun terhadap berat akar, juga terdapatnya interaksi sangat nyata antara pupuk akar dan pupuk daun terhadap berat akar. Morgan dan Lennard (2000) menyatakan bahwa tanaman selada dapat tumbuh dengan optimal jika faktor yang mempengaruhinya terpenuhi, diantaranya adalah unsur hara dan media tumbuh yang mendukung pertumbuhan akar.Begitu pula dengan tanaman bayam jika faktor yang mempengaruhinya terpenuhi maka tanaman tersebut akan tumbuh optimal.


(50)

Akar tanaman bayam terberat dimungkinkan karena tanaman bayam ini menyerap unsur hara yang berupa zat cair secara optimal. Selain itu, akarnya yang tunggang dapat memungkinkan akar menyerap hara secara optimal melalui akar primernya. Berat akar yang ringan dapat dikarenakan tanaman tersebut memiliki akar primer yang pendek, oleh karena itu penyerapan unsur haranya kurang optimal. Akar tanaman yang ringan dapat disebabkan juga karena memiliki akar primer yang pendek, yang dapat mengakibatkan akar tersebut tidak dapat menyentuh dan kurang menyerap unsur hara yang berupa zat cair. Hal ini diperkuat oleh Yanti (2004) dalam Suwandi, (2006) yang menyatakan bahwa penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung secara kontinue dikarenakan akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan hara.

4.8. Berat Basah Tanaman

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 40 (lampiran 3) pupuk akar berpengaruh sangat nyata terhadap berat akar basah dan pada pupuk daun tedapat pengaruh sangat nyata terhadap berat akar. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05 tabel 41 (lampiran 3) akar terberat terdapat pada perlakuan pupuk akar 4,17 cc/l sebesar 14,22 g. Sedangkan pada pupuk daun, akar terberat terdapat pada perlakuan 22,5 cc/l sebesar 13,20 g. Pada interaksi pupuk akar dan pupuk daun terdapat pengaruh sangat nyata dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A2D1) dengan

panjang 37,88 cm dan dapat dilihat pada tabel 37 (lampiran 3). Sedangkan panjang akar terendah diperlihatkan oleh satuan percobaan dengan kombinasi pupuk pada perlakuan (A1D1) dengan panjang akar 3,57 g dapat dilihat pada tabel


(51)

37 (lampiran 3). Grafik berat tanaman pada tanaman bayam dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Grafik Rata-Rata Berat Tanaman Setelah Panen.

Menurut Supari (1999), apabila tanaman kekurangan Zn akan berpengaruh pada batang yaitu ruas-ruas batang memendek dan pembelahan sel-sel meristem tidak sempurna. Menurut Novizan (2002), unsur hara mikro Mo berperan dalam penyerapan N dan secara tidak langsung juga berperan pada produksi asam amino dan protein. Batang yang pendek itu lebih berat dibandingkan dengan batang yang tinggi, karena batang yang pendek dapat lebih banyak menyimpan hara berupa air dalam batangnya dan lebih sedikit dibawa ke daun untuk proses fotosintesis. Sedangkan batang yang tinggi dapat lebih optimal melakukan transportasi hara menuju daun. Hal ini dapat dikarenakan hara yang terserap dioptimalkan untuk proses fotosintesis. Sehingga hara yang tersimpan dalam batang hanya sedikit.


(52)

4.9. Berat Kering Tanaman

Berdasarkan analisis ragam ANOVA tabel 46 (lampiran 3) pupuk akar dan pupuk daun berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering tanaman. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05 tabel 47 (lampiran 3) berat kering tanaman terbaik terdapat pada perlakuan pupuk akar 4,17 cc/l sebesar 3,49 g. Sedangkan pada pupuk daun, akar terberat terdapat pada perlakuan 0 cc/l sebesar 2,36 g dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan 7,5 cc/l. Pada interaksi pupuk akar dan pupuk daun terdapat pengaruh sangat nyata dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A2D0) dengan berat 4,71 g dapat dilihat pada tabel 49 (lampiran 3).

Sedangkan berat kering tanaman terendah diperlihatkan oleh satuan percobaan dengan kombinasi pupuk pada perlakuan (A1D2) dengan berat 1,22 g dapat dilihat

pada tabel 49 (lampiran 3). Grafik rata-rata berat kering keseluruhan pada tanaman bayam dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Gambar Grafik Rata-Rata Berat Kering Setelah Panen.

Produksi merupakan hasil pengurangan dari bobot basah tanaman keseluruhan dikurangi berat kering tanaman keseluruhan. Pada berat kering


(53)

tanaman bayam, dalam penelitian ini masih kurang dari berat ideal pertumbuhan, karena menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), bobot ideal tanaman bayam berkisar antara 10-40 g. Potensi produksi tanaman dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat genetik yang dimilikinya, pemupukan, dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman adalah suhu, persediaan air, dan cuaca (Heddy, 1987). Pada penelitian ini fungsi ketersediaan air diduga sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman bayam. Air yang diberikan melalui penyiraman tidak dapat diserap secara optimal oleh akar. Menurut Rahayu dan Berlian (2000), tanaman bayam memerlukan air yang cukup banyak selama pertumbuhan tanaman dan pembentukan akar, batang, dan daun. Apabila ketersediaan air kurang mencukupi, maka akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan produksinya.

Pertumbuhan dalam arti biologis didefinisikan sebagai bertambahnya berat yang tidak dapat terkendali (irreversible) dari suatu mahluk hidup ( Netovia, 2007). Kozlowski (1974) menambahkan bahwa pertumbuhan merupakan perkembangan jaringan akar, batang, daun dan struktur produksi melalui pembelahan sel dan produksi protoplasma. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), pengukuran biomassa total tanaman merupakan parameter yang paling baik digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman, karena dipandang sebagai manisfestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan. Pada perlakuan (A1D2), kandungan unsur haranya lebih rendah dibanding pada

satuan percobaan dengan kombinasi pupuk pada perlakuan (A2D0). Sehingga


(54)

optimal. Pernyataan ini didukung oleh Setyamidjaja (1989), yang menyatakan bahwa unsur hara dalam bentuk yang tersedia akan lebih cepat terserap oleh tanaman untuk digunakan dalam proses metabolisme sehingga akan memberikan respon terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Nyoman (2002) menyatakan bahwa ketika mengalami kekurangan hara, gejala yang terlihat meliputi terhambatnya pertumbuhan akar, batang dan daun sehingga hasil yang diperoleh akan turun. Bobot kering adalah hasil dari bobot basah yang dikeringkan dalam waktu tertentu. Dari hasil pengukuran bobot kering dapat dilihat efesiensi penyerapan unsur hara. Efesiensi penyerapan unsur hara yang paling baik diperlihatkan oleh satuan percobaan pada kombinasi pupuk pada perlakuan (A2D0). Hasil ini memperlihatkan bahwa pada konsentrasi ini

mempunyai daya serap unsur hara lebih baik dibanding pada kombinasi pupuk pada perlakuan (A1D2). Soeseno (1991), menyatakan secara morfologi setiap

varietas memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga memberikan respon yang berbeda pula.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pemberian pupuk akar dengan konsentrasi 4,17 cc/l berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

2. Pemberian pupuk daun dengan konsentrasi 7,5 cc/l berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

3. Pemberian kombinasi pupuk akar dan daun dengan (4,17;15 cc/l) dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian untuk jenis pupuk akar selain fertimix dan pupuk daun selain NASA dengan berbagai konsentrasi.

2. Perlu dilakukan penelitian untuk jenis sayuran hidroponik yang lain dengan menggunakan pupuk organik dan nonorganik lainnya dalam media larutan atau sebagai pupuk cair bagi hidroponik dan aeroponik.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Bandini, Y dan A. Nurudin. 2002.Bayam. Penebar Swadaya. Jakarta.

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2011. Produksi

http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/horti/EIS07/Prod.Sayuran4.htm. 21 Januari 2011. pk.14.00 WIB.

Darmawan, J dan J.S. Baharsyah. 1983. DasarDasar Ilmu Fisiologi Tanaman. P.T. Suryadaru Utama. Semarang.

Dermawati. 2006. Substitusi Hara Mineral Organik Terhadap Inorganik Terhadap Produksi Tanaman Pakchoy (Brassica rapa L.). Skripsi: Fakultas MIPA. Insitut Pertanian Bogor. Bogor.

Dorais, M., A.P. Papadopoulos, and A. Gosselin. 2001. Influence of Electric Conductivity Management on Green House Tomato Yield and Fruit Quality.Journal Agronomi. Australia.

Franklin, P. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia (UI. Press). Jakarta.

Fiyanti dan Prasasti, 1991.Anggrek Dendrobium. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Graves, C. J., H. Rudolf George. 1983. Intermitten Solution Circulation in Nutrient Film Technique. Acta Hort.

Hardjowigeno, S. 1995.Ilmu Tanah. Akademika Persindo. Jakarta.

Haris, D. 1994. The Ilustrated Guide to Hydroponics. Tien Wah Press (Pte.), Ltd. Singapore.

Handayanto E, dan Ismunandar S. 1999. Seleksi Bahan Organik Untuk Peningkatan Sinkronisasi Nitrogen Pada Ultisol Lampung.J. Habitat Vol. 11No. 109 : 37-47.

Heddy, S. 1987.Ekofisiologi Pertanaman. CV Sinar Baru. Bandung.

Hendro, S., 1984. Kunci Bercocok Tananam Sayuran Penting di Indonesia.Sinar Baru. Bandung.


(57)

Islami, T dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan Air, Tanah dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.

Izzati, I.R. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara pada Budidaya Selada (Lactuca SativaL.) secara Hidroponik dengan Tiga Cara Fertigasi. Skripsi: Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Karsono, S., Sudarmodjo, dan Sutiyoso. 2002. Hidroponik Skala Rumah Tangga. Agro Media Pustaka.

Kristanti, N. 1998 Karakteristik Konduktivitas Listrik Larutan Nutrisi Tanaman Selada (Lactuva sativaL. ) Pada SistemNutrien Film Technique( NFT ) Dengan sirkulasi Larutan Nutrisi Secara Berkala. Skripsi: Fakultas Pertanian. Insitut Pertanian Bogor. Bogor.

Krishnamoorthi. 1981. Plant Growth Subtance. Tata Mc Grew Hill Publ. New Delhi.

Kozlowski, T.T. 1974. Growth and Development of Trees. Vol. I. Academic Press. New York.

Lesmana, S. dan I. Darmawan. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lingga P. 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lingga P. 1995.Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Matsuoka T, Suhardiyanto, Herry, dan Yuwono A S. 1992. Energy and thermal aspect of interittent circulation of the cooled nutrient solution for NFT cultivation in summer. Bull. Rest; Inst. Syst. Hort. Fac. Of Agric. Kochi Univ. 9 6571.

Morgan, L. 2000. Hydroponic Capsicum Production ; A Comprehensive Practica and Scientefe Guide to Commercial Hydroponic Capsicum Production. Casper Publication. Australia.

Morgan, L. 1999.Hydroponics Lettuce Production. Casper Publication. Australia. Netovia, J. 2007. Efikasi Pupuk Mikro Majemuk sebagai Unsur Hara Mikro pada

Budidaya Bayam (Amaranthussp) dalam Sistem Hidroponik Rakit Apung. Skripsi: Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Djuanda. Bogor.


(58)

Novizan. 2002.Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. Nyoman. 2002. Diagnosis Defisiensi dan Toksisitas Hara Mineral pada

Tanaman. Makalah Falsafah Sain. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Prasetiyo, H. 1997. Pengaruh Konsentrasi Agrispon dan Dosis OFC (Organic

Compound Fertilizer) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terong (Solanum melongena) Varietas Farmers Long. Skripsi: Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Rahayu, E. dan N. Berlian V.A. 2000.Bayam. Penebar Swadaya. Jakarta.

Resh, H.M. 1981. Hydroponics: Question and Answer for Succesful Growing. Woodbride Press. Santa Barbara.

Roan, P.N.M. 1998. Pengaruh Aerasi dan Bahan Pemegang Tanaman Pada Tiga konsentrasi Larutan Terhadap Pertumbuhan Selada (Lactuca sativa L.) Dalam Sistem Hidroponik Mengapung. Skripsi: Jurusan Budidaya Pertania. IPB.

Rubatzky, E.V., Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia 2, Prinsip, Produksi, dan Gizi. Edisi kedua. Eds. ITB.Bandung.

Rismunandar., 1996.Bertanam Sayur Sayuran. Terate. Bandung.

Sarief, S. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.

Schoenstein, G. 1986. Hydroorganics. Will it work ? . Proceeding of 17th Conference Hydroponics Society of Amerika. Hlm :121-125.

Setyamidjaja. 1986.Pupuk dan Pemupukan. CV. Simplex. Jakarta.

Sitompul, S. M. dan Guritno. 1995.Analisis Perumbuhan Tanaman.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soeseno, S. 1999. Bisnis Sayuran Hidroponik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sonneveld, C. and C. de Kreij. 1999. Response Cucumber (Cucumis sativus L.) to an Unequal Distributions of Salts in the Root Environment. Plant and Soil. Soviaty, E. 1997. Pengaruh Berbagai Macam Media Tumbuh terhadap Pertumbuhan Azolla pinnata. Skripsi: Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.


(59)

Supari, Dh. 1999. Seri Praktik Ciputri Hijau Tuntunan Membangun Agribisnis I. PT Elek Media Komputindo Gramedia. Jakarta.

Suprapto. 2000. Laporan Akhir. Pengkajian Teknologi Usaha Tani Sayuran Pinggir Perkotaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Denpasar.

Sutejo, M. 1987.Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Sutiyoso, Yos. 2003. Aeroponik Sayuran Budidaya dengan Sistem Pengkabutan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suwandi, A. 2006. Pengaruh Penggunaan Kompos Kambing sebagai Tambahan Larutan Anorganik dalam Sistem Hidroponik Rakit Apung pada Budidaya Selada (Lactuca sativa L.). Skripsi: Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Djuanda. Bogor.

Syarifuddin, K.A, Abdurachman A. 1994. Optimasi Pemanfaatan Sumber Daya Lahan Berwawasan Lingkungan. Di dalam : Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III, Jakarta/Bogor, 23-25 Agustus 1993. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hlm 98–100.

Tisdale and Nelson. 1975. Soil fertility and fertilizers. The Mac Millan Publ Co Inc.

Untung, O. 2000. Hidroponik Sayuran Sistem Nutrien Film Teknik (NFT). Penebar Swadaya. Jakarta.

Wibowo N L. 1993. Pemanfaatan Limbah Tanaman Tomat sebagai Larutan Hara Hidoponik Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill). Skripsi: Jurusan Biologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widiastuti, M M D. 2000. Budidaya Pak Choi (Brassica chinensis L.) dengan Media Hidroponik dan Kasting di Padepokan Bumi Mandiri Cisaat. Sukabumi.Skripsi: Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Wilkins, Malcolm B. 1989. Physiology Of Plant Growth And Development.

Terjemahan Mul Mulyani Sutejo dan Kartasapoetra A.G. Jilid I. Bina Aksara. Jakarta.

William C. N, Uzo J. O, Peregrine W. T. H. 1993. Produksi Sayuran di Daerah

Tropika. Eds. Gjah Mada University Press. Malang.


(60)

Zulkarnain, I. 2002. Hidroponik: Sistem Pertanian Mahal. Andalas Prima Mandiri. Bogor.


(61)

Lampiran 1. Glosarium

Electrical Conductivity (EC): ukuran jumlah garam yang terlarut dalam larutan nutrisi hidroponik.

Part per million (ppm) : 1 gram bahan murni unsur yang dilarutkan dalam 1000 liter air

Satuan EC : milisiemens/cm (Ms cm¯ ¹) / milliMhos/cm (mMhos cm¯ ¹)

(mMhos cm¯ ¹) : milisiemens cm¯ ¹

Unit ppm : EC x 700 x 2

pH : skala untuk mengukur kadar asam atau basa suatu larutan

Hara makro : unsur yang dibutuhkan dalam jumlah banyak Hara mikro : unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah


(62)

Lampiran 2. Produksi Sayuran di Indonesia, 2002 - 2008


(63)

Lampiran 3. Hasil Pengukuran Bayam 4 Minggu Setelah Tanam (MST) Tabel 3. Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman Setelah Panen (cm)

Utama (Pupuk Akar) Sub (Pupuk Daun) Ulangan Jumlah Rerata

1 2 3

Konsentrasi 0 0 0 0 0 0,00

nol 7,5 cc/l 0 0 0 0 0,00

15 cc/l 0 0 0 0 0,00

22,5ccl/l 0 0 0 0 0,00

Jumlah 0 0 0 0 0,00

Konsentrasi 0 11,86 12,02 11,38 35,26 11,75

Rendah (2,5 cc/l) 7,5 cc/l 9,81 13,21 12,41 35,43 11,81

15 cc/l 9 9,81 13,12 31,93 10,64

22,5ccl/l 16,17 15,95 12,1 44,22 14,74 Jumlah 46,84 50,99 49,01 146,84 48,95

Konsentrasi 0 14,95 13,43 12,12 40,5 13,50

Normal (3,3 cc/l) 7,5 cc/l 9,94 10,14 10,54 30,62 10,21 15 cc/l 12,82 11,85 12,17 36,84 12,28 22,5ccl/l 11,06 10,74 11,98 33,78 11,26 Jumlah 48,77 46,16 46,81 141,74 11,81

Konsentrasi 0 12,79 13,15 15 40,94 13,65

Tinggi (4,17 cc/l) 7,5 cc/l 14,9 15,01 13,86 43,77 14,59 15 cc/l 14,39 12,51 14,05 40,95 13,65 22,5ccl/l 15,13 14,6 13,79 43,52 14,51 Jumlah 57,21 55,27 56,7 169,18 14,10

TOTAL 152,4 152,5 152,5 457,7 9,54

Tabel 4 . Daftar Analisis Ragam (ANOVA) Tinggi Tanaman Setelah Panen (cm). Sumber

Keragaman db JK KT F

F tabel

5% 1%

-kelompok 2 0,00 0,00 0,33tn 5,14 10,92

-pupuk akar (a) 3 77,38 25,79 2579,00** 4,76 9,78

-galat a 6 0,07 0,01

-pupuk daun (b) 3 0,16 0,05 1,66tn 3,01 4,72

-interaksi (axb) 9 0,76 0,08 3,06* 2,30 3,25

-galat b 24 0,67 0,03 2,66

Jumlah 47 79,04

Keterangan: * : nyata ** : sangat nyata tn : tidak nyata


(64)

Tabel 5. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Tinggi Tanaman Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

Pupuk Akar

0 0a

2,5 cc/l 12,24c

3,3 cc/l 11,81b

4,17 cc/l 14,10d

Pupuk Daun

0 9,73

7,5 cc/l 9,15

15 cc/l 9,14

22,5cc/l 10,13

Pupuk Akar, BNT(α=0,05) = 0,1

Tabel 6. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Tinggi Tanaman Akar/daun 0 7,5 cc/l 15 cc/l 22,5 cc/l Jumlah Rerata

0 0 0 0 0 0 0

2,5 cc/l 11,75 11,81 10,64 14,74 48,94 12,24 3,3 cc/l 13,50 10,21 12,28 11,26 47,25 11,81 4,17 cc/l 13,65 14,59 13,65 14,51 56,40 14,10

JUMLAH 38,90 36,61 36,57 40,51 33,59


(65)

Tabel 7 . Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Tinggi Tanaman Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

A0D0 0 a

A0D1 0 a

A0D2 0 a

A0D3 0 a

A1D0 11,75 e

A1D1 11,81 e

A1D2 10,64 c

A1D3 14,74 h

A2D0 13,50 g

A2D1 10,21 b

A2D2 12,28 f

A2D3 11,26 d

A3D0 13,65 g

A3D1 14,59 h

A3D2 13,65 g

A3D3 14,51 h


(66)

Tabel 8. Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman Setelah ditransformasi dengan x  0,5

Utama (Pupuk Akar)

Sub (Pupuk Daun)

Ulangan

Jumlah Rerata

1 2 3

Konsentrasi 0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

nol 7,5 cc/l 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

15 cc/l 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

22,5ccl/l 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

Jumlah 2,83 2,83 2,83 8,49 0,71

Konsentrasi 0 3,52 3,54 3,45 10,50 3,50

Rendah (2,5 cc/l) 7,5 cc/l 3,21 3,70 3,59 10,51 3,50

15 cc/l 3,08 3,21 3,69 9,98 3,33

22,5ccl/l 4,08 4,06 3,55 11,69 3,90 Jumlah 13,89 14,51 14,28 30,99 2,58

Konsentrasi 0 3,93 3,73 3,55 11,22 3,74

Normal (3,3 cc/l) 7,5 cc/l 3,23 3,26 3,32 9,82 3,27 15 cc/l 3,65 3,51 3,56 10,72 3,57 22,5cc/l 3,40 3,35 3,53 10,29 3,43 Jumlah 14,21 13,86 13,97 42,04 3,50

Konsentrasi 0 3,65 3,69 3,94 11,28 3,76

Tinggi (4,17 cc/l) 7,5 cc/l 3,92 3,94 3,79 11,65 3,88 15 cc/l 3,86 3,61 3,81 11,28 3,76 22,5cc/l 3,95 3,89 3,78 11,62 3,87 Jumlah 15,38 15,13 15,32 45,83 3,82


(67)

Tabel 9. Hasil Pengukuran Jumlah Daun Setelah Panen (Helai) Utama (Pupuk Akar) Sub (Pupuk Daun) Ulangan Jumlah Rerata

1 2 3

Konsentrasi nol 0 0 0 0 0 0

7,5 cc/l 0 0 0 0 0

15 cc/l 0 0 0 0 0

22,5ccl/l 0 0 0 0 0

Jumlah 0 0 0 0 0

Konsentrasi 0 8 9 7 24 8,00

Rendah (2,5cc/l) 7,5 cc/l 8 9 8 25 8,33

15 cc/l 9 10 10 29 9,67

22,5ccl/l 10 8 10 28 9,33

Jumlah 35 36 35 106 35,33

Konsentrasi 0 11 11 10 32 10,67

Normal (3,3cc/l) 7,5 cc/l 9 10 9 28 9,33

15 cc/l 10 10 9 29 9,67

22,5ccl/l 8 9 8 25 8,33

Jumlah 38 40 36 114 38,00

Konsentrasi 0 9 9 9 27 9,00

Tinggi(4,17cc/l) 7,5 cc/l 9 10 8 27 9,00

15 cc/l 10 8 10 28 9,33

22,5ccl/l 10 8 10 28 9,33

Jumlah 38 35 37 110 36,67

TOTAL 111 111 108 330

Tabel 10. Daftar Analisis Ragam (ANOVA) Jumlah Daun Setelah Panen. Sumber

Keragaman db JK KT F

F tabel 0,05 0,01

-kelompok 2 140,86 70,43 22,43** 5,14 10,92

-pupuk akar (a) 3 33,08 11,03 3,5tn 4,76 9,78

-galat a 6 18,83 3,14

-pupuk daun (b) 3 0,03 0,01 0,50tn 3,01 4,72 -interaksi (axb) 9 0,20 0,02 1,00tn 2,30 3,25

-galat b 24 0,48 0,02

Jumlah 47 183,48

Keterangan: * : nyata ** : sangat nyata tn : tidak nyata


(68)

Tabel 11. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Jumlah Daun Perlakuan Jumlah Daun (Helai)

Pupuk Akar

0 0

2,5 cc/l 8,83

3,3 cc/l 9,50

4,17 cc/l 9,17

Pupuk Daun

0 6,92

7,5 cc/l 6,67

15 cc/l 7,17

22,5cc/l 6,75

Tabel 12 . Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Jumlah Daun Akar/daun 0 7,5 cc/l 15 cc/l 22,5 cc/l Jumlah Rerata

0 0 0 0 0 0 0

2,5 cc/l 8,00 8,33 9,67 9,33 35,33 8,83

3,3 cc/l 10,67 9,33 9,67 8,33 38,00 9,50

4,17 cc/l 9,00 9,00 9,33 9,33 36,66 9,17

JUMLAH 27,67 26,66 28,67 26,99 33,59


(69)

Tabel 13. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Jumlah Daun Perlakuan Jumlah Daun (cm)

A0D0 0

A0D1 0

A0D2 0

A0D3 0

A1D0 8,00

A1D1 8,33

A1D2 9,67

A1D3 9,33

A2D0 10,67

A2D1 9,33

A2D2 9,67

A2D3 8,33

A3D0 9,00

A3D1 9,00

A3D2 9,33


(70)

Tabel 14. Hasil Pengukuran Jumlah Daun Setelah ditransformasi dengan x  0,5

Utama (Pupuk Akar)

Sub (Pupuk Daun)

Ulangan

Jumlah Rerata

1 2 3

Konsentrasi 0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

nol 7,5 cc/l 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

15 cc/l 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71 22,5ccl/l 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

Jumlah 2,83 2,83 2,83 8,49 0,71

Konsentrasi 0 2,92 3,08 2,74 8,74 2,91

Rendah (2,5 cc/l) 7,5 cc/l 2,92 3,08 2,92 8,91 2,97 15 cc/l 3,08 3,24 3,24 9,56 3,19 22,5ccl/l 3,24 2,92 3,24 9,40 3,13 Jumlah 12,15 12,32 12,13 36,61 12,20

Konsentrasi 0 3,39 3,39 3,24 5,70 1,90

Normal (3,3 cc/l) 7,5 cc/l 3,08 3,24 3,08 5,34 1,78 15 cc/l 3,24 3,24 3,08 5,43 1,81 22,5ccl/l 2,92 3,08 2,92 5,05 1,68 Jumlah 12,63 12,95 12,32 21,52 1,79

Konsentrasi 0 3,08 3,08 3,08 5,24 1,75

Tinggi (4,17 cc/l) 7,5 cc/l 3,08 3,24 2,92 5,24 1,75 15 cc/l 3,24 2,92 3,24 5,34 1,78 22,5ccl/l 3,24 2,92 3,24 5,34 1,78 Jumlah 12,65 12,15 12,48 21,17 1,76


(71)

Tabel 15. Hasil Pengukuran Bayam Luas Daun Setelah Panen (cm2) Utama (Pupuk Akar) Sub (Pupuk Daun) Ulangan Jumlah Rerata

1 2 3

Konsentrasi 0 0 0 0 0 0

nol 7,5 cc/l 0 0 0 0 0

15 cc/l 0 0 0 0 0

22,5 ccl/l 0 0 0 0 0

Jumlah 0 0 0 0 0

Konsentrasi 0 5,86 6,12 6,57 18,55 6.18

Rendah (2,5 cc/l) 7,5 cc/l 5,19 5,28 5,79 16,26 5.42

15 cc/l 5,60 5,17 6,53 17,30 5.77

22,5 ccl/ 7,83 6,37 7,18 21,38 7.13 Jumlah 24,48 22,94 26,07 73,49 24.50

Konsentrasi 0 6,95 7,15 5,88 19,98 6.66

Normal (3,3 cc/l) 7,5 cc/l 5,89 6,01 6,37 18,27 6.09

15 cc/l 6,29 5,98 5,91 18,18 6.06

22,5 cc/l 6,03 5,78 6,02 17,83 5.94 Jumlah 25,6 24,92 24,18 74,26 24.75

Konsentrasi 0 8,07 7,35 9,08 24,50 8.17

Tinggi (4,17 cc/l) 7,5 cc/l 7,25 8,06 7,66 22,97 7.66

15 cc/l 9,02 8,17 8,27 25,46 8.49

22,5 cc/l 7,81 8,93 8,35 25,09 8.36 Jumlah 32,15 32,51 33,36 98,02 32.67

Total 81,79 80,37 83,61 245,77

Tabel 16 . Daftar Analisis Ragam (ANOVA) Luas Daun Setelah Panen.

Sumber Keragaman db JK KT F F tabel

5% 1%

-kelompok 2 0,01 0,01 1,00tn 5,14 10,92

-pupuk akar (a) 3 36,78 12,26 1226,00** 4,76 9,78

-galat a 6 0,05 0,01

-pupuk daun (b) 3 0,08 0,03 3,00tn 3,01 4,72 -interaksi (axb) 9 0,17 0,02 2,00tn 2,30 3,25

-galat b 24 0,16 0,01

Jumlah 47 37,25

Keterangan: **: sangat nyata tn: tidak nyata


(1)

Tabel 45. Hasil Pengukuran Berat Kering Tanaman Setelah Panen (g) Utama (Pupuk Akar) Sub (Pupuk Daun) Ulangan Jumlah Rerata

1 2 3

Konsentrasi 0 0 0 0 0 0

nol 7,5 cc/l 0 0 0 0 0

15 cc/l 0 0 0 0 0

22,5 ccl/l 0 0 0 0 0

Jumlah 0 0 0 0 0

Konsentrasi 0 2,46 3,05 2,53 8,04 2.68

Rendah (2,5 cc/l) 7,5 cc/l 3,27 3,60 3,15 10,02 3.34

15 cc/l 0,92 1,5 1,25 3,67 1.22

22,5 ccl/ 2,87 3,98 3,15 10 3.33

Jumlah 9,52 12,13 10,08 31,73 10.58

Konsentrasi 0 4,39 4,57 5,16 14,12 4.71

Normal (3,3 cc/l) 7,5 cc/l 2,08 2,25 2,36 6,69 2.23

15 cc/l 2,86 3,01 3,35 9,22 3.07

22,5 cc/l 1,32 1,56 2,01 4,89 1.63 Jumlah 10,65 11,39 12,88 34,92 11.64

Konsentrasi 0 2,13 2,57 2,92 7,62 2.54

Tinggi (4,17 cc/l) 7,5 cc/l 3,79 3,85 4,01 11,65 3.88 15 cc/l 5,18 5,56 5,70 11,44 3.81 22,5 cc/l 3,58 3,60 3,96 11,14 3.71 Jumlah 14,68 15,58 16,59 46,85 15.62

Total 34,85 39,1 39,55 113,5

Tabel 46. Daftar Analisis Ragam (ANOVA) Berat Kering Tanaman Setelah Panen

Sumber Keragaman db JK KT F F tabel

5% 1%

-kelompok 2 0,06 0,03 3,00tn 5,14 10,92

-pupuk akar (a) 3 13,21 4,40 440,00** 4,76 9,78

-galat a 6 0,09 0,01

-pupuk daun (b) 3 0,05 0,02 20,00** 3,01 4,72 -interaksi (axb) 9 2,68 0,30 300,00** 2,30 3,25

-galat b 24 0,03 0,001

Jumlah 47 16,12

Keterangan: * : nyata ** : sangat nyata tn: tidak nyata


(2)

Tabel 47. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Berat Kering Tanaman

Perlakuan Berat Kering Tanaman (g) Pupuk Akar

0 0 a

2,5 cc/l 2,64 b

3,3 cc/l 2,79 c

4,17 cc/l 3,49 d

Pupuk Daun

0 2,36 c

7,5 cc/l 2,36 c

15 cc/l 2,03 a

22,5cc/l 2,17 b

Pupuk Akar, BNT(α=0,05)= 0,1

Pupuk Daun, BNT(α=0,05)= 0,03

Tabel 48. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Berat Kering Tanaman

Akar/daun 0 7,5 cc/l 15 cc/l 22,5cc/l Jumlah Rerata

0 0 0 0 0 0 0

2,5 cc/l 2,68 3,34 1,22 3,33 10,57 2,64

3,3 cc/l 4,21 2,23 3,07 1,63 11,14 2,79

4,17 cc/l 2,54 3,88 3,81 3,71 13,94 3,49

JUMLAH 9,43 9,45 8,10 8,67 35,65


(3)

Tabel 49. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Berat Kering Tanaman

Perlakuan Berat Kering Tanaman (g)

A0D0 0 a

A0D1 0 a

A0D2 0 a

A0D3 0 a

A1D0 2,68 f

A1D1 3,34 h

A1D2 1,22 b

A1D3 3,33 h

A2D0 4,71 l

A2D1 2,23 d

A2D2 3,07 g

A2D3 1,63 c

A3D0 2,54 e

A3D1 3,88 k

A3D2 3,81 j

A3D3 3,71 i


(4)

Tabel 50. Hasil Pengukuran Berat Kering Tanaman Setelah ditransformasi dengan 5 , 0  x Utama (Pupuk Akar) Sub (Pupuk Daun) Ulangan Jumlah Rerata

1 2 3

konsentrasi nol 0,00 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

7,5 cc/l 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

15 cc/l 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

22,5 ccl/l 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

Jumlah 2,83 2,83 2,83 8,49 0,71

Konsentrasi 0,00 1,72 1,88 1,74 5,35 1,78

Rendah (2,5 cc/l) 7,5 cc/l 1,94 2,02 1,91 5,88 1,96

15 cc/l 1,19 1,41 1,32 3,93 1,31

22,5 ccl/l 1,84 2,12 1,91 5,86 1,95

Jumlah 6,69 7,44 6,88 21,01 1,75

Konsentrasi 0,00 2,21 2,25 2,38 6,84 2,28

Normal (3,3 cc/l) 7,5 cc/l 1,61 1,66 1,69 4,96 1,65

15 cc/l 1,83 1,87 1,96 5,67 1,89

22,5 ccl/l 1,35 1,44 1,58 4,37 0,36

Jumlah 7,00 7,22 7,62 21,84 1,82

Konsentrasi 0,00 1,62 1,75 1,85 5,22 1,74

Tinggi (4,17 cc/l) 7,5 cc/l 2,07 2,09 2,12 6,28 2,09

15 cc/l 2,38 2,46 2,49 7,33 2,44

22,5 ccl/l 2,02 2,02 2,11 6,16 2,05

Jumlah 8,10 8,32 8,57 25,00 2,08


(5)

Lampiran 4. Foto Hasil Panen

Gambar 13. Hasil Panen Kombinasi Pupuk Akar dan Pupuk Daun dalam Tiap Konsentrasi.

Gambar 14 Hasil Panen Kombinasi Pupuk Akar dan Pupuk Daun dalam Tiap Konsentrasi.

4,17;7,5 cc/l 3,3;7,5 cc/l 2,5;7,5 cc/l

4,17;0 cc/l 3,3;0 cc/l


(6)

Gambar 15. Hasil Panen Kombinasi Pupuk Akar dan Pupuk Daun dalam Tiap Konsentrasi.

Gambar 16. Hasil Panen Kombinasi Pupuk Akar dan Pupuk Daun dalam Tiap Konsentrasi.

4,17;22,5 cc/l 3,3;22,5 cc/l 2,5;22,5 cc/l

4,17;15 cc/l 3,3;15 cc/l