Perlindungan Konsumen atas Informasi yang Tidak Benar Mengenai Undian Berhadian pada Kegiatan Perbankan (Studi Pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Cabang Medan)

(1)

PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS INFORMASI YANG TIDAK BENAR MENGENAI UNDIAN BERHADIAH PADA KEGIATAN PERBANKAN (Studi Pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan

Banten Cabang Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

LIDYA Y S PINEM NIM : 110200437

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS INFORMASI YANG TIDAK BENAR MENGENAI UNDIAN BERHADIAH PADA KEGIATAN PERBANKAN (Studi Pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan

Banten Cabang Medan) SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

LIDYA Y S PINEM NIM : 110200437

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Dr.Hasim Purba,S.H,M.Hum 196603031985081004

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. OK Saidin, S.H,.M.Hum Dr.Dedi Harianto, S.H,.M.Hum NIP. 196202131990031002 NIP. 196908201995121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan sehingga penulis dapat menyelesaikan

perkuliahan dan penulisan skripsi ini yang berjudul Perlindungan Konsumen Atas Informasi Yang Tidak Benar Mengenai Undian Berhadiah Pada Kegiatan

Perbankan, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini membahas mengenai pengaturan dari penyelenggaraan undian

berhadiah oleh bank yang dapat dilihat dari berbagai peraturan

perundang-undangan, diantaranya Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, Undang-undang No. 22 Tahun 1954 tentang Undian, dan Peraturan

Menteri Sosial Republik Indonesia No. 13/HUK/2005 tentang Izin Undian.

Kemudian dibahas mengenai pengawasan dari pihak bank selaku penyelenggara

undian berhadiah, pengawasan pemerintah, lembaga perlindungan swadaya

konsumen, serta peran notaris dalam penarikan undian berhadiah. Skripsi ini juga

membahas mengenai pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap tayangan iklan

promosi di media massa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan baik dalam tata bahasa maupun ruang lingkup pembahasannya. Hal

ini tidak terlepas dari keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki.

Oleh karena itu, dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang


(4)

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam meyelesaikan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan

ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum sebagai Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., D.F.M sebagai Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr.O.K.Saidin, S.H., M.Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing I yang telah

banyak membantu dan memberikan pengarahan kepada saya dalam proses

penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang

telah banyak membantu dan memberikan pengarahan kepada saya dalam

proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum sebagai Ketua Jurusan Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Dr. Muhammad Hamdan, S.H., M.Hum sebagai Penasehat Akademik

saya selama saya berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Kedua orang tua: Drs. Pengadun Pinem dan Erna Ginting, SPd, orangtua

yang selalu memberikan motivasi yang membuat saya bangkit dari segala


(5)

serta untuk adik-adik saya Laura Meinina Sari Pinem, Dina Emma Safira

Pinem, Selvi Septiara Sari Pinem, dan Andre Nisuranta Natanel Pinem.

11. Buat seluruh teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

13. Bapak M. Budi Hardana sebagai Manager Operasional Bank Pembangunan

Daerah Jawa Barat dan Banten Cabang Medan.

14. Bapak Kawalta Ginting sebagai Kepala Seksi Pembinaan Sumbangan Sosial

di Dinas Kesejahteraan dan Sosial Kota Medan.

15. Bapak Abu Bakar Shidiq sebagai Ketua Lembaga Konsumen Indonesia Kota

Medan.

16. Bapak Hasrul Harahap di Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat Kota Medan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan dalam

penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita

semua.

Medan, Juli 2015


(6)

ABSTRAK

Lidya Y S Pinem*) O.K.Saidin **) Dedi Harianto ***)

Program bagi-bagi hadiah untuk menarik minat masyarakat menjadi pilihan utama bagi pelaku usaha dalam strategi promosinya. Hal-hal yang menjadi faktor penyebab timbulnya masalah undian berhadiah bagi konsumen, misalnya adanya pihak ketiga atau orang yang tidak bertanggungjawab memberikan suatu informasi yang tidak benar sehingga konsumen akan dirugikan. Dari uraian diatas dapat dikemukakan beberapa permasalahan yaitu bagaimana pengaturan penyelenggaraan undian berhadiah yang dilaksanakan oleh pihak bank, bagaimana bentuk-bentuk penyampaian informasi yang dilakukan pihak bank dalam penyelenggaraan undian berhadiah, serta bagaimana peran bank selaku penyelenggara undian berhadiah dan instansi pemerintah yang terkait dalam memberikan perlindungan bagi konsumen mengenai penyelenggaraan undian berhadiah.

Untuk menjawab permasalahan dalam rangka penulisan skripsi ini, maka digunakan metode yuridis normatif yaitu mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat dengan menggunakan metode pendekatan secara deskriptif analitis. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier, serta melaksanakan wawancara terstruktur dengan mempergunakan pedoman wawancara.

Pengaturan mengenai penyelenggaraan undian berhadiah diatur dalam undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang No. 22 Tahun 1954 tentang Undian, dan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 14/HUK/2006 tentang Izin Undian. Banyak penyelenggaraan undian yang dilaksanakan tanpa informasi yang jelas. Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk. Sehubungan dengan skripsi ini ada beberapa hal yang dijadikan saran yaitu diperlukan pembaharuan undang-undang mengingat perkembangan undian saat ini menjadi trend/kebiasaan didunia perbankan maupun masyarakat luas dan menghindari praktek undian yang menuju kearah penipuan maupun perjudian. Pihak penyelenggara undian dan pemerintah sebaiknya bekerja sama dalam hal menyerukan perihal perlunya peningkatan partisipasi dan kewaspadaan warga masyarakat agar lebih waspada terhadap kemungkinan terjadinya penipuan dengan memanfaatkan undian berhadiah. 

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penulisan ... 11

D. Manfaat Penulisan ... 11

E. Metode Penelitian ... 12

F. Keaslian Penulisan ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENYAMPAIAN INFORMASI KEPADA KONSUMEN MELALUI IKLAN ... 19

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... 19

1. Beberapa Peristilahan dalam Hukum Perlindungan Konsumen ... 19

2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ... 24

3. Hak dan Kewajiban Konsumen serta Pelaku Usaha ... 26

4. Prinsip-Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen ... 35

5. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 39

B. Penyampaian Informasi kepada Konsumen Melalui Iklan .. 60

1. Pengertian Iklan ... 60

2. Tujuan, Prinsip, serta Fungsi Iklan ... 62

3. Media Periklanan dan Pengaturan serta Perlindungannya ... 67

4. Bentuk-bentuk Pelanggaran Tayangan Iklan ... 72

BAB III PENYELENGGARAAN UNDIAN BERHADIAH PADA BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA BARAT DAN BANTEN (Bank bjb) ... 77

A. Kegiatan Perbankan ... 77

1. Pengertian Perbankan ... 77

2. Jenis dan Usaha Bank ... 79

3. Kegiatan Bank Umum ... 85

4. Aspek Penilaian Kesehatan Suatu Bank ... 87

B. Profil Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank bjb) ... 90


(8)

1. Sejarah Singkat Bank bjb ... 90

2. Nilai-nilai Perusahaan ... 92

3. Struktur Organisasi Perusahaan ... 95

C. Penyelenggaraan Undian Berhadiah Pada Bank ... 98

1. Pengertian dan Dasar Hukum Undian Berhadiah ... 98

2. Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyelenggaraan Undian Berhadiah ... 101

3. Syarat-syarat Permohonan Izin Undian Berhadiah ... 103

4. Bentuk-Bentuk Undian Berhadiah ... 107

BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS INFORMASI YANG TIDAK BENAR MENGENAI UNDIAN BERHADIAH PADA KEGIATAN PERBANKAN ... 111

A. Pengaturan Penyelenggaraan Undian Berhadiah yang Dilaksanakan Oleh Pihak Bank ... 111

1. Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ... 111

2. Undang-undang No. 22 Tahun 1954 tentang Undian .... 115

3. Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Undian ... 119

4. Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1973 tentang Penertiban Penyelenggaraan Undian ... 121

5. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 14/HUK/2006 tentang Izin Undian ... 123

6. Standart Operating Prosedure (SOP) Bank bjb ... 126

B. Bentuk-Bentuk Penyampaian Informasi yang Dilakukan Pihak Bank dalam Penyelenggaraan Undiah Berhadiah ... 130

1. Iklan Promosi Program Undian Berhadiah ... 130

2. Bentuk-bentuk Pelanggaran Penyelenggaraan Undian Berhadiah ... 133

C. Peran Bank Selaku Penyelenggara Undian Berhadiah dan Instansi Pemerintah yang Terkait dalam Memberikan Perlindungan Bagi Konsumen Mengenai Penyelenggaraan Undian Berhadiah ... 136

1. Pengawasan Oleh Pihak Bank ... 136

2. Peran Notaris dalam Penarikan Undian Berhadiah ... 138

3. Peranan Menteri Sosial Republik Indonesia dan Dinas Kesejateraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara ... 141

4. Peranan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Kota Medan ... 145


(9)

BAB V Penutup

A. Kesimpulan ... 150 B. Saran ... 154

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

ABSTRAK

Lidya Y S Pinem*) O.K.Saidin **) Dedi Harianto ***)

Program bagi-bagi hadiah untuk menarik minat masyarakat menjadi pilihan utama bagi pelaku usaha dalam strategi promosinya. Hal-hal yang menjadi faktor penyebab timbulnya masalah undian berhadiah bagi konsumen, misalnya adanya pihak ketiga atau orang yang tidak bertanggungjawab memberikan suatu informasi yang tidak benar sehingga konsumen akan dirugikan. Dari uraian diatas dapat dikemukakan beberapa permasalahan yaitu bagaimana pengaturan penyelenggaraan undian berhadiah yang dilaksanakan oleh pihak bank, bagaimana bentuk-bentuk penyampaian informasi yang dilakukan pihak bank dalam penyelenggaraan undian berhadiah, serta bagaimana peran bank selaku penyelenggara undian berhadiah dan instansi pemerintah yang terkait dalam memberikan perlindungan bagi konsumen mengenai penyelenggaraan undian berhadiah.

Untuk menjawab permasalahan dalam rangka penulisan skripsi ini, maka digunakan metode yuridis normatif yaitu mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat dengan menggunakan metode pendekatan secara deskriptif analitis. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier, serta melaksanakan wawancara terstruktur dengan mempergunakan pedoman wawancara.

Pengaturan mengenai penyelenggaraan undian berhadiah diatur dalam undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang No. 22 Tahun 1954 tentang Undian, dan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 14/HUK/2006 tentang Izin Undian. Banyak penyelenggaraan undian yang dilaksanakan tanpa informasi yang jelas. Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk. Sehubungan dengan skripsi ini ada beberapa hal yang dijadikan saran yaitu diperlukan pembaharuan undang-undang mengingat perkembangan undian saat ini menjadi trend/kebiasaan didunia perbankan maupun masyarakat luas dan menghindari praktek undian yang menuju kearah penipuan maupun perjudian. Pihak penyelenggara undian dan pemerintah sebaiknya bekerja sama dalam hal menyerukan perihal perlunya peningkatan partisipasi dan kewaspadaan warga masyarakat agar lebih waspada terhadap kemungkinan terjadinya penipuan dengan memanfaatkan undian berhadiah. 

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlindungan Konsumen merupakan hal yang sangat perlu untuk terus

dilakukan karena berkaitan dengan upaya mensejahterakan masyarakat dalam hal

semakin berkembangnya transaksi perdagangan pada zaman modern saat ini. Hal

ini dapat dilihat dengan diberlakukannya Undang-undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan

hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat (LPKSM) untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui

pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya pemberdayaan ini penting karena

tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha, yang pada dasarnya prinsip

ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin

dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat merugikan kepentingan

konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.1

Lemahnya keadaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas

sangat merugikan kepentingan masyarakat. Faktor utama yang menjadi

kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih

rendah. Hal ini terutama disebabkan rendahnya pendidikan konsumen yang tidak

1

M.Sadar, Moh.Taufik Makarao, Habloel Mawadi, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Jakarta: Akademia, 2012), hlm 1.


(12)

hanya diperoleh melalui jenjang pendidikan formal tetapi dapat melalui kegiatan

swadaya masyarakat maupun media massa.

Perlindungan bagi kalangan pelaku usaha adalah untuk kepentingan

komersial mereka dalam menjalankan kegiatan usaha, seperti bagaimana

mendapatkan bahan baku, bahan tambahan dan penolong, bagaimana

memproduksinya, mengangkutnya dan memasarkannya, termasuk didalamnya

bagaimana menghadapi persaingan usaha. Kepentingan non-komersial bagi

konsumen yang harus diperhatikan adalah akibat-akibat kegiatan usaha dan

persaingan dikalangan pelaku usaha terhadap jiwa, tubuh atau harta benda

mereka. Dalam keadaan bagaimanapun, dengan tetap harus dijaga keseimbangan,

keselarasan, dan keserasian diantara keduanya.2

Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan

mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional

termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap

konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang

berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara

Pancasila dan konstitusi negara Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945.3

Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undang-undang serta

peraturan-peraturan di segala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang dan jasa

dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi

2

Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2001), hlm 35.

3

Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.


(13)

berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut dengan baik. Tujuan

penyelenggaraan, pengembangan, dan pengaturan perlindungan konsumen yang

direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen serta

secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan

usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab. Langkah-langkah untuk

meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen harus diawali dengan upaya

untuk memahami hak-hak pokok konsumen, yang dapat dijadikan sebagai

landasan perjuangan untuk mewujudkan hak-hak tersebut.

Salah satu hak-hak pokok konsumen tersebut yaitu hak untuk

mendapatkan informasi. Pemberian informasi yang jelas bagi konsumen bukanlah

tugas dari pelaku usaha semata-mata, melainkan juga tugas dari konsumen untuk

mencapai apa dan bagaimana informasi yang dianggap relevan yang dapat

dipergunakan untuk membuat suatu keputusan tentang penggunaan, pemanfaatan

maupun pemakaian barang dan/atau jasa tertentu.4

Penggunaan teknologi tinggi dalam mekanisme produksi barang dan/atau

jasa akan menyebabkan makin banyaknya informasi yang harus dikuasai oleh

masyarakat konsumen. Di sisi lain mustahil mengharapkan sebagian besar

konsumen memiliki kemampuan dan kesempatan akses informasi secara sama

besarnya. Apa yang dikenal dengan consumer ignorance, yaitu ketidakmampuan

konsumen menerima informasi akibat kemajuan teknologi dan keragaman produk

yang dipasarkan dapat saja dimanfaatkan secara tidak sewajarnya oleh pelaku

usaha. Itulah sebabnya, hukum perlindungan konsumen memberikan hak

4

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm 3.


(14)

konsumen atas informasi yang benar, yang didalamnya tercakup juga hak atas

informasi yang proporsional dan diberikan secara tidak diskriminatif.5

Banyak sarana yang dapat digunakan oleh pelaku usaha dalam

memperkenalkan produknya kepada konsumen. Dari sekian sarana yang ada

akhirnya pelaku usaha memilih iklan sebagai sumber informasi dan sarana

pemasaran produk barang dan jasa. Berbekal informasi iklan konsumen dapat

menentukan pilihannya terhadap suatu produk dan berlanjut pada tahap transaksi.

Ketepatan konsumen dalam menentukan pilihan sangat bergantung kepada

keakuratan dan kejujuran informasi yang disampaikan pelaku usaha melalui iklan.

Apabila informasi yang tidak akurat dan/atau tidak jujur, maka akan berakibat

konsumen akan salah dalam menjatuhkan pilihan serta dapat pula mengalami

kerugian.6 Namun, banyak iklan yang tidak mengindahkan norma-norma yang

ada, menjanjikan manfaat tertentu, informasi yang tidak jelas, bahkan mengarah

pada unsur penipuan.

Bagi sebagian besar pelaku usaha, iklan cenderung dianggap sebagai

media promosi untuk meningkatkan penjualan serta melebih-lebihkan kemampuan

dan kemanfaatan produk yang diiklankan. Dalam proses komunikasi, iklan

menyampaikan sebuah pesan, sehingga menimbulkan kesan bahwa periklanan

bermaksud memberi informasi yang tujuan terpentingnya adalah memperkenalkan

sebuah produk atau jasa. Permasalahan muncul apabila hal-hal yang diiklankan

5

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2003), hlm 26.

6

Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm 127.


(15)

bertentangan dengan asas-asas umum kode etik periklanan.7 Minimnya pengaduan

konsumen berkaitan dengan penyesatan informasi melalui iklan dapat disebabkan

belum terdapatnya sikap kritis konsumen dalam mencermati berbagai bentuk

pelanggaran konsumen.

Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis oleh pelaku usaha untuk

memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Salah satu cara yang dilakukan

pelaku usaha yaitu dengan penyelenggaraan undian berhadiah. Undian berhadiah

ini umumnya dibuat oleh bank, perusahaan makanan atau produk jual lainnya,

media televisi maupun cetak, atau pusat-pusat perbelanjaan. Undian merupakan

cara pemenangan dengan faktor keberuntungan, sehingga peluang seseorang

menjadi pemenang undian adalah sangat kecil. Undian berhadiah biasanya

diadakan bertujuan untuk mengumpulkan dana atau propaganda peningkatan

pemasaran barang dagangan. Program bagi-bagi hadiah untuk menarik minat

masyarakat menjadi pilihan utama bagi pelaku usaha dalam strategi promosinya.

Setiap penyelenggaraan undian gratis berhadiah harus mendapatkan izin

terlebih dahulu dari Departemen Sosial (Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Sosial

Republik Indonesia No. 13/HUK/2005 tentang Izin Undian jo. Keputusan

Presiden Republik Indonesia No. 48 Tahun 1973 tentang Penertiban

Penyelenggaraan Undian jo. Pasal 1 Undang-undang No. 22 Tahun 1954 tentang

Undian). Namun, bagi penyelenggaraan undian yang hanya dilakukan dalam

lingkungan terbatas untuk para anggotanya dan tidak ada unsur jual-beli atau

7

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm 153.


(16)

promosi, dapat dilakukan tanpa izin dari Menteri Sosial (Pasal 5 Peraturan

Menteri Sosial Republik Indonesia No. 13/HUK/2005 tentang Izin Undian).

Pelaksanaan penarikan undian berhadiah harus disaksikan dan dihadiri

oleh notaris sebagai pejabat yang berwenang. Hal tersebut berdasarkan Pasal 18

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 13/HUK/2005 tentang Izin

Undian. Dalam hal ini, notaris menyaksikan dan mengikuti proses pelaksanaan

penarikan undian berhadiah dari awal sampai akhir serta membuat akta berita

acara mengenai pelaksanaan penarikan undian berhadiah.8

Pelaksanaan undian berhadiah ini bertujuan agar dapat bertahan di tengah

ketat dan kerasnya persaingan bisnis di tanah air dan menjaring lebih banyak

konsumen/nasabah baru, serta menjaga loyalitas konsumen/nasabah lama.

Hadiah-hadiah yang ditawarkan bagi para pemenang undiah berHadiah-hadiah beraneka ragam,

seperti sepeda motor, mobil, telepon genggam, liburan ke luar negeri, deposito

bernilai ratusan juta rupiah, hingga penawaran paket umroh maupun naik haji bagi

pemenangnya. Besaran nilai undian berhadiah tersebut membawa kegembiraan

bagi para pemenangnya.

Undian berhadiah umumnya diselenggarakan oleh bank sebagai salah

satu unsur pendorong peningkatan efisiensi. Bank membuat suatu program seperti

mengadakan undian berhadiah dengan mengeluarkan biaya besar agar nasabah

tertarik. Jika tidak mengadakan program tersebut bank kesulitan untuk menarik

dana pada nasabah. Bank tidak akan rugi membiayai hadiah yang besar selama

8 “Undian Berhadiah”,

(http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1864/undian-berhadiah), diakses tanggal 15


(17)

nasabah yang dimiliki terus bertambah banyak. Semakin banyak undian yang

ditawarkan bank semakin banyak pula nasabah yang didapatkan. Undian

berhadiah ini sangat potensial dan akan terus dijalankan bank untuk meningkatkan

financial bank.

Seperti halnya pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten

(Bank bjb) menyerahkan Hadiah Grand Prize Toyota Alphard dalam program

Petik Hadiah bank bjb tahun 2013 kepada dr. Hj Tri Ayu Lestari. Penyerahan

hadiah Grand Prize Toyota Alphard diserahkan secara simbolis oleh Pimpinan

Bank bjb Cabang Majalengka yaitu Kesuma Adhi pada 13 Desember 2013 di

Jakarta. Sebelumnya, Bank bjb Cabang Majalengka telah menyerahkan hadiah

mobil Toyota Yaris kepada Yaya Supriadi, warga Desa Banjaransari Rt 01/09

Kecamatan Cikijing dan 8 unit Motor Honda Vario kepada para nasabah yang

beruntung meraih hadiah dalam program Petik Hadiah bjb Cabang Majalengka.

Kesuma Adhi menyampaikan selamat kepada para pemenang Undian Petik Bank

bjb dan menyampaikan terima kasih kepada para nasabah yang telah memberikan

kepercayaan kepada Bank bjb. Selanjutnya Kesuma Adhi mengharapkan agar

nasabah yang belum beruntung meraih hadiah untuk tidak kecil hati karena

Undian Petik Hadih kembali akan diberikan bagi para nasabah. 9

Hal-hal yang menjadi faktor penyebab timbulnya masalah undian

berhadiah bagi konsumen, misalnya adanya pihak ketiga atau orang yang tidak

bertanggungjawab memberikan suatu informasi yang tidak benar sehingga

konsumen akan dirugikan. Penyebab lainnya seperti keadaan bank yang kurang

9

“Bank bjb Serahkan Hadiah Grand Prize”,


(18)

sehat untuk menarik nasabah baru atau adanya konsumen yang lebih

mengutamakan untuk memperoleh hadiah sebagaimana dijanjikan melalui iklan

daripada mengutamakan manfaat membeli produk yang sebenarnya.10 Pelaku

usaha tidak kurang akal untuk memanfaatkan keluguan konsumen dengan alasan

stok hadiah terbatas, masa pengambilan hadiah sudah terlewati atau menukar

hadiah yang dijanjikan dengan hadiah lain dengan harga yang lebih murah.

Fenomena pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh pihak bank yaitu

terdapat kecurangan pada saat penyelenggaraan undian berhadiah. Pada tahun

1900-an, saya terpilih menjadi salah satu pemenang undian berhadiah di suatu

bank dengan mendapatkan sebuah sepeda motor. Saat penyerahan hadiah, saya

bertanya siapa yang beruntung menjadi pemenang utama yang mendapat hadiah

sebuah mobil dalam penyelenggaraan undian tersebut. Jawabannya cukup

membuat saya terkejut karena ternyata pemenang utama beruntung mendapatkan

kedudukan jabatan pada bank yang menyelenggarakan undian. Pernyataan itu

disebutkan oleh salah satu “orang dalam” pada bank yang menyelenggarakan

undian tersebut. Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik, saya mulai menyadari bahwa cukup banyak kecurangan yang

dilakukan oleh perusahaan publik.11

10

Dedi Harianto, Op. Cit. hlm 60. 11

“Curangnya Perusahaan Penyelenggara Undian Berhadiah”,

http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2013/07/17/curangnya-perusahaan-yang

penyelenggara-undian-berhadiah--577442.html, diakses tanggal 8 February 2015, pukul

23.00.


(19)

Memilih bank sebaiknya tidak didasarkan pada tampak lahiriahnya saja

seperti penyelenggaraan undian hadiah, promosi yang gencar, atau suku bunga

yang tinggi. Meskipun menarik, namun dapat dilihat pada sejumlah bank yang

telah ditutup karena kondisinya yang tidak sehat. Lebih baik memilih bank

berdasarkan pertimbangan rasional adalah lebih bijak dibandingkan dengan hanya

sekedar memperhatikan tampilannya yang tampak gebyar tapi ternyata tidak

sehat.

Menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian

ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat,

cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat. Bank Indonesia sebagai pengawas dan

pembina bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut

harus dijalankan atau dihentikan kegiatan operasinya.

Standar untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh

pemerintah melalui Bank Indonesia. Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap

periode. Bagi bank yang menurut penilaian sehat atau kesehatannya terus

meningkat tidak jadi masalah karena itulah yang diharapkan supaya tetap

dipertahankan. Namun, bagi bank yang terus-menerus tidak sehat, maka harus

mendapat pengarahan atau bahkan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Penyelenggaran undian gratis berhadiah terus dilakukan perbaikan, agar

dana yang terhimpun bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat dengan

menyerahkan pengelolaannya kepada Menteri Sosial. Menteri Sosial secara penuh

mendukung dan berupaya seoptimal mungkin untuk menjawab berbagai persoalan


(20)

berhadiah dan memperkuat regulasi penyelenggaraan promosi undian gratis

berhadiah yang akan menjadi pedoman bagi para pihak terkait.

Bagi para konsumen juga harus memperhatikan mengenai informasi

terhadap pengumuman undian berhadiah tersebut. Hal ini disebabkan karena

dengan semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

konsumen harus berhati-hati dengan informasi yang tidak benar. Undang-undang

mengenakan sanksi bagi para pelaku usaha yang tidak memberikan informasi

yang benar, akurat, relevan, dapat dipercaya maupun yang menyesatkan

konsumen.

Sesuai dengan latar belakang permasalahan seperti diuraikan diatas maka

penelitian ini mengambil judul: “Perlindungan Konsumen Atas Informasi Yang Tidak Benar Mengenai Undian Berhadiah Pada Kegiatan Perbankan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang

menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan penyelenggaraan undiah berhadiah yang

dilaksanakan oleh pihak bank?

2. Bagaimana bentuk-bentuk penyampaian informasi yang dilakukan pihak

bank dalam penyelenggaraan undian berhadiah?

3. Bagaimana peran bank selaku penyelenggara undian berhadiah dan

instansi pemerintah yang terkait dalam memberikan perlindungan bagi


(21)

C. Tujuan Penulisan

Jika membahas mengenai suatu hal yang berkaitan dengan penulisan

karya ilmiah skripsi, harus ada tujuan yang jelas dengan maksud mengarahkan

pembahasan sesuai pada sasaran sehingga tidak terjadi penyimpangan dari judul

serta pembahasan yang telah dikemukakan. Tujuan penulisan dalam skripsi ini

adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan penyelenggaraan undiah berhadiah yang

dilaksanakan oleh pihak bank.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penyampaian informasi yang dilakukan

pihak bank dalam penyelenggaraan undian berhadiah.

3. Untuk mengetahui peran bank selaku penyelenggara undian berhadiah

dan instansi pemerintah yang terkait dalam memberikan perlindungan

bagi konsumen mengenai pengumuman undian berhadiah.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Secara Teoretis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam

bidang ilmu pengetahuan, masukan atau tambahan dokumentasi karya tulis dalam

bidang hukum perdata pada umumnya. Selain itu, skripsi ini diharapkan dapat


(22)

berkaitan dengan penyelenggaraan undian berhadiah dalam kegiatan perbankan,

serta dapat menjadi bahan sebagai dasar penelitian selanjutnya.

2. Secara Praktis

Pembahasan terhadap permasalahan dalam skripsi ini dapat memberikan

gambaran kepada masyarakat selaku konsumen dalam membela hak-haknya yang

berkaitan dengan penyelenggaraan undian berhadiah yang dilaksanakan oleh

pihak bank. Selain itu, diharapkan juga dapat menjadi bahan masukan bagi pihak

bank yang terkait, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

(LPKSM), dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dan khususnya

pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat selaku

konsumen dalam menegakkan haknya mengenai suatu informasi undian

berhadiah.

E. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini agar

lebih terarah dan sistematis serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,

yaitu sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan

pembahasan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu mengacu kepada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan


(23)

masyarakat. 12 Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis yaitu

menggambarkan gejala-gejala di lingkungan masyarakat mengenai suatu kasus

yang diteliti.13

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yaitu data

yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan

perundang-undangan, buku-buku, situs internet, media massa serta data yang terdiri atas :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai

kekuatan secara yuridis dan mengikat yang terdiri dari kaidah dasar,

peraturan dasar, perundang-undangan, bahan hukum yang tidak

dikodifikasi, yurisprudensi, traktat, dan bahan hukum dari zaman

penjajahan yang sampai saat ini masih berlaku14, sedangkan yang menjadi

bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini adalah Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), Undang-Undang-undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang No. 22 Tahun 1954

tentang Undian, Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No.

14/HUK/2006 tentang Izin Undian, dan lain sebagainya.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti : pendapat para ahli, surat kabar, majalah, internet

12

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm 105. 13

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press) 2005), hlm 252.

14


(24)

dan jurnal, serta hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti : kamus

bahasa, kamus hukum dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan

dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku milik pribadi

maupun pinjaman dari perpustakaan, artikel-artikel yang diambil dari media cetak

maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah termasuk Peraturan

Perundang-undangan, serta penelitian lapangan (field research) yang dilakukan

melalui wawancara dengan informan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan

Banten (Bank bjb) Cabang Medan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

(YLKI) Kota Medan, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

(LPKSM) Kota Medan, dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Kota Medan.

4. Analisa Data

Analisa data dalam penulisan ini menggunakan data kualitatif yaitu

dengan memahami manusia dari sudut pandang orang yang bersangkutan itu

sendiri, berguna untuk memahami dan mengerti gejala yang diteliti.15 Penulisan

15


(25)

skripsi ini menggunakan metode analisis kualitatif agar lebih fokus kepada analisis

hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan

perundang-undangan, buku-buku, bahan dari internet, kamus dan lain-lain yang

berhubungan dengan judul skripsi yang dapat digunakan untuk menjawab

permasalahan yang dihadapi.

5. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan dalam skripsi akan ditarik dengan metode deduktif yaitu

cara penarikan kesimpulan yang dilakukan akan dibahas terlebih dahulu tentang

data secara umum yang sudah diketahui, diyakini, dan dikumpulkan secara

lengkap. Kemudian, melalui data atau gejala umum ini dibandingkan serta

dianalisis dengan data-data atau gejala-gejala yang diteliti dalam lapangan yang

bersifat khusus.16 Dengan demikian, kesimpulan dapat berupa apakah data atau

gejala di lapangan sesuai atau tidak dengan data yang bersifat umum yang

diyakini tersebut.

F. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi berjudul “Perlindungan Konsumen Atas Informasi Yang Tidak Benar Mengenai Undian Berhadiah Pada Kegiatan Perbankan (Studi

Pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank bjb) Cabang

Medan)” merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum dan didasarkan kepada ide pemikiran secara pribadi serta

terlepas dari segala bentuk peniruan (plagiat).

16


(26)

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan,

khususnya pada lingkungan Universitas Sumatera Medan jurusan Perdata BW,

penulisan skripsi dengan judul yang telah disebutkan diatas belum pernah

dilakukan dengan pendekatan yang sama. Namun terdapat beberapa skripsi yang

telah mengulas masalah hak-hak konsumen yang sama, misalnya:

1. Masintan Tarigan, 900200167, Tinjauan Yuridis Atas Hak-hak dan

Kewajiban Konsumen sebagai Pengguna Jasa Kelistrikan PLN (Studi

Pada PT PLN (Persero) Cabang Medan),

2. Muhammad Yunus, 000221026, Hak Untuk Mendapatkan Informasi

yang Benar Bagi Konsumen (Analisis Yuridis Tentang Iklan yang

Berlebihan pada Media Televisi),

3. Doni Amri Hasoloan Tambunan, 010222060, Perlindungan

Konsumen Perusahaan Listrik Negara Dalam Memperoleh Hak

Informasi (Studi di Perusahaan Listrik Negara Cabang Binjai),

4. Lailan Hafni Harahap, 090200127, Perlindungan Konsumen

Terhadap Hak-hak Konsumen Listrik Atas Pemadaman Listrik oleh

Perusahaan Listrik Negara (Studi Pada PT.PLN (Persero) Cabang

Lubuk Pakam).

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan hal yang sangat diperlukan dalam

penulisan sebuah skripsi. Hal ini dilakukan demi memudahkan dalam melakukan


(27)

Skripsi berjudul Perlindungan Konsumen Atas Informasi Yang Tidak Benar

Mengenai Undian Berhadiah Pada Kegiatan Perbankan ini disusun dalam lima

bab yang kemudian terbagi lagi kepada beberapa sub bab. Keseluruhan bab ini

merupakan satu rangkaian yang saling berhubungan satu sama lain sehingga pada

akhirnya membentuk suatu sistem. Kelima bab tersebut adalah:

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini dibahas secara ringkas mengenai Latar

Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian

Penulisan, Metode Penelitian, dan ditutup dengan memberikan Sistematika

Penulisan.

Bab II merupakan bab yang membahas Tinjauan Umum tentang

Perlindungan Konsumen dan Penyampaian Informasi Kepada Konsumen Melalui

Iklan yang didalamnya diuraikan mengenai Beberapa Peristilahan dalam Hukum

Perlindungan Konsumen, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen, Hak dan

Kewajiban Konsumen serta Pelaku Usaha, Prinsip-Prinsip Hukum Perlindungan

Konsumen, Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen, Pengertian Iklan,

Tujuan, Prinsip, serta Fungsi Iklan, Media Periklanan, dan Bentuk-bentuk

Pelanggaran Tayangan Iklan

Bab III merupakan bab yang membahas tentang Penyelenggaraan Undian

Berhadiah Pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank bjb)

yang didalamnya diuraikan mengenai Pengertian Perbankan, Jenis dan Usaha

Bank, Kegiatan Bank Umum, Aspek Penilaian Kondisi Suatu Bank, Profil Bank


(28)

Undian, Syarat-syarat Permohonan Izin Undian Berhadiah serta Bentuk-bentuk

Undian.

Bab IV merupakan bab yang membahas tentang Perlindungan Konsumen

Atas Informasi yang Tidak Benar Mengenai Undian Berhadiah pada Kegiatan

Perbankan yang didalamnya diuraikan mengenai Pengaturan Penyelenggaraan

Undian Berhadiah yang dilaksanakan oleh pihak bank, Iklan Promosi Program

Undian Berhadiah, Bentuk-bentuk Pelanggaran Penyelenggaraan Undian

Berhadiah, dan Pengawasan Pihak Bank Mengenai Penyelenggaraan Undian

Berhadiah serta Peran Instansi Pemerintah dalam Memberikan Perlindungan

Mengenai Undian Berhadiah.

Bab V merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran hasil pemecahan untuk

masalah peneliti. Kesimpulan diperoleh berdasarkan uraian dan penjelasan secara

keseluruhan dari bab-bab terdahulu, sedangkan saran yang digunakan untuk


(29)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENYAMPAIAN INFORMASI KEPADA KONSUMEN MELALUI

IKLAN

H. Tinjauan Umum Tentang Hukum Perlindungan Konsumen

1. Beberapa Peristilahan dalam Hukum Perlindungan Konsumen Pengertian perlindungan konsumen terdapat dalam Pasal 1 angka 1

Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang

menegaskan bahwa “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh

atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta

mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku

pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut. Pemberdayaan konsumen

yaitu dengan meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandiriannya

melindungi diri sendiri sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat

konsumen dengan menghindari berbagai ekses negatif pemakaian, penggunaan,

dan pemanfaatan barang dan/atau jasa kebutuhannya. 17

Peranan undang-undang perlindungan konsumen diperlukan karena

lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi pelaku usaha. Tujuan hukum

perlindungan konsumen secara langsung adalah untuk meningkatkan martabat dan

kesadaran konsumen. Secara tidak langsung, hukum ini juga mendorong pelaku

17

Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2008), hlm 9.


(30)

usaha untuk melakukan usaha dengan penuh tanggung jawab. Namun, semua

tujuan tersebut hanya dapat dicapai bila hukum perlindungan konsumen dapat

diterapkan secara konsekuen.

Berkaitan dengan perlindungan konsumen, dipergunakan berbagai istilah

yang dapat memberi makna berbeda-beda sehingga membawa akibat hukum yang

berbeda pula. Pentingnya mengemukakan berbagai istilah dalam hukum

perlindungan konsumen karena dengan pengertian istilah ini sangat menentukan

tanggung gugat pelaku usaha. Disamping itu, juga dikemukakan tentang

hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen karena dapat menuntut

ganti kerugian kepada pelaku usaha dengan mengetahui hubungan hukum antara

keduanya serta menentukan alasan penuntutan jika konsumen dirugikan akibat

penggunaan suatu produk.18

Secara harfiah konsumen adalah “orang yang memerlukan, membelanjakan atau menggunakan, pemakai atau yang membutuhkan. Adapun

istilah konsumen berasal dari bahasa Inggris yaitu consumer atau dalam bahasa

Belanda yaitu consument”.19

Dalam peraturan perundangan-undangan di Indonesia, istilah konsumen

sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Pasal 1 angka 2 UUPK yang

menyatakan, konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Kepentingan

18

Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2013), hlm 16.

19

NHT. Siahaan, Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, (Jakarta : Panta Rei, 2005), hlm 22.


(31)

konsumen dalam kaitan dengan penggunaan barang dan/atau jasa adalah agar

barang/jasa konsumen yang mereka peroleh bermanfaat bagi

kesehatan/keselamatan tubuh, keamaan jiwa dan harta benda, diri, keluarga

dan/atau rumah tangganya.

Berdasarkan pengertian diatas, subyek yang disebut konsumen berarti

setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan jasa. Istilah orang

sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim

disebut natuurlijke person atau termasuk juga badan hukum (rechts person).

Menurut AZ. Nasution, orang yang dimaksudkan adalah “orang alami bukan badan hukum. Sebab yang memakai, menggunakan dan/atau memanfaatkan

barang dan/atau jasa untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun

makhluk hidup lain tidak untuk diperdagangkan hanyalah orang alami atau

manusia”.20

Pengertian konsumen antara negara yang satu dengan yang lain tidak

sama. Sebagai contoh, di Spanyol, konsumen diartikan tidak hanya individu

(orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir.

Di Amerika Serikat, pengertian konsumen meliputi korban produk yang cacat

bukan hanya meliputi pembeli, tetapi juga pemakai, bahkan korban yang bukan

pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan pembeli. Sedangkan di

Eropa, pengertian konsumen bersumber dari product liability directive

(selanjutnya disebut directive) sebagai pedoman bagi negara Masyarakat Ekonomi

Eropa (MEE) dalam menyusun ketentuan hukum perlindungan konsumen.

20


(32)

Berdasarkan directive tersebut yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak

yang menderita kerugian karena kematian/cidera atau kerugian berupa kerusakan

benda selain produk yang cacat. 21

Berbeda pula dengan kelompok masyarakat pelaku usaha. Kepentingan

mereka dalam penggunaan suatu produk adalah untuk membuat produk lain atau

memperdagangkannya, baik berupa barang atau jasa yang merupakan bidang

usaha atau profesi mereka (bisnis). Perlindungan yang diperlukan oleh pihak

pelaku usaha agar dalam menjalankan bisnis dapat bersaing secara wajar, jujur

serta terhindar dari praktek bisnis yang menghambat usaha mereka.

Istilah pelaku usaha umumnya lebih dikenal dengan sebutan pengusaha.

Pengusaha adalah setiap orang atau badan usaha yang menjalankan usaha

memproduksi, menawarkan, menyampaikan atau mendistribusikan suatu produk

kepada masyarakat luas selaku konsumen. Pengusaha memiliki arti yang luas,

tidak semata-mata membicarakan pelaku usaha, tetapi juga pedagang perantara

atau pengusaha.22

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tidak

menggunakan istilah produsen melainkan menggunakan istilah pelaku usaha.

Dalam Pasal 1 angka 3 UUPK disebutkan bahwa

“ pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

21

Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, (Bandung : Nusa Media, 2008), hlm 9.

22

Mariam Darus, Perlindungan Konsumen dilihat dari Perjanjian Baku (Standar, Kertas Kerja pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Gramedia Pustaka, 1988), hlm 57.


(33)

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 UUPK cukup luas karena

meliputi grosir, leveransir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian

pelaku usaha dalam UUPK memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha

dalam masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi

sebagai pelaku usaha adalah pembuat produk jadi (finished product); penghasil

bahan baku; pembuat suku cadang (setiap orang yang menampakkan dirinya

sebagai pelaku usaha dengan jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal

tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk

tertentu); importir suatu produk dengan maksud untuk diperjualbelikan,

disewakan, disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam transaksi

perdagangan.23

Secara umum dan mendasar hubungan antara pelaku usaha dengan

konsumen merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan.

Hubungan tersebut terjadi karena keduanya saling menghendaki dan mempunyai

tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara satu dengan yang lain. Pelaku

usaha sangat membutuhkan dan bergantung pada dukungan konsumen sebagai

pelanggan. Tanpa dukungan konsumen tidak mungkin pelaku usaha dapat

terjamin kelangsungan usahanya. Sebaliknya, pemenuhan kebutuhan konsumen

sangat tergantung pada hasil produksi pelaku usaha.24 Saling ketergantungan

karena kebutuhan tersebut dapat saling menciptakan hubungan yang terus

23

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 8.

24

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung : Mandar Maju , 2000), hlm 36.


(34)

menerus dan berkesinambungan, sesuai dengan tingkat ketergantungan akan

kebutuhannya yang tidak terputus. Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen

yang berkelanjutan terjadi sejak proses produksi, distribusi di pemasaran dan

penawaran. Pada tahapan hubungan penyaluran atau distribusi tersebut

menghasilkan suatu hubungan yang sifatnya massal.

2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah

asas dan tujuan yang telah diyakini dapat memberikan arahan dalam

implementasinya ditingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas,

hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.

Dalam Pasal 2 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK) menyatakan bahwa “perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta

kepastian hukum”.

Penjelasan Pasal 2 UUPK menguraikan perlindungan konsumen

diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan

dalam pembangunan nasional yaitu :25

a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;

b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

25

Lihat penjelasan Pasal 2, Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.


(35)

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;

c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual;

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaran perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan

substansinya, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) asas yaitu:

a. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen;

b. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan; c. Asas kepastian hukum.

Menyangkut asas keamanan dan keselamatan konsumen yang

dikelompokkan kedalam asas manfaat karena merupakan bagian dari manfaat

penyelenggaraan perlindungan yang diberikan kepada konsumen disamping

kepentingan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas keseimbangan yang

dikelompokkan kedalam asas keadilan adalah keadilan bagi kepentingan

masing-masing pihak yaitu konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah. Keseimbangan

perlindungan hukum terhadap pelaku usaha dan konsumen tidak terlepas dari

adanya pengaturan tentang hubungan-hubungan hukum yang terjadi antara para

pihak.26

Tujuan perlindungan konsumen juga diatur dalam Pasal 3

Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), yaitu:

26


(36)

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pasal 3 UUPK ini merupakan misi pembangunan nasional sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya karena tujuan perlindungan konsumen

merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di

bidang hukum perlindungan konsumen. Keenam tujuan khusus perlindungan

konsumen yang disebutkan diatas bila dikelompokkan kedalam tiga tujuan hukum

secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat dalam

rumusan huruf c dan e. Sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan dapat

terlihat dalam rumusan huruf a, b, dan f. Terakhir tujuan khusus yang diarahkan

untuk tujuan kepastian hukum terlihat dalam rumusan huruf d.27

3. Hak dan Kewajiban Konsumen serta Pelaku Usaha

Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tidak hanya

mencantumkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari konsumen, melainkan juga

hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pelaku usaha. Namun dapat dilihat bahwa

27


(37)

hak yang diberikan kepada konsumen (Pasal 4 UUPK) lebih banyak dibandingkan

dengan hak pelaku usaha (Pasal 6 UUPK), dan kewajiban pelaku usaha (Pasal 7

UUPK) lebih banyak dari kewajiban konsumen (Pasal 5 UUPK).

Dalam sejarahnya, pada tahun 1962 hak-hak konsumen telah dicetuskan

oleh Presiden Amerika Serikat yaitu John F.Kennedy, yang disampaikan dalam

Kongres Gabungan Negara-negara Bagian di Amerika Serikat, dimana hak-hak

konsumen itu meliputi: 28

a. Hak untuk memperoleh keamanan; b. Hak memilih;

c. Hak mendapat informasi; d. Hak untuk didengar.

Kemudian, pada tahun 1975, hak-hak konsumen yang dicetuskan oleh

John F.Kennedy, dimasukkan dalam program konsumen European Economic

Community (EEC) yang meliputi :29

a. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan; b. Hak perlindungan kepentingan ekonomi; c. Hak untuk memperoleh ganti rugi; d. Hak atas penerangan;

e. Hak untuk didengar.

Menurut Ernest Barker, agar hak-hak konsumen itu sempurna harus

memenuhi 3 (tiga) syarat yakni hak itu dibutuhkan untuk perkembangan manusia,

diakui oleh masyarakat, serta dilindungi dan dijamin oleh lembaga negara.30 Jika

tidak memenuhi ketiga syarat tersebut, maka hak-hak konsumen itu bukanlah hak

yang sempurna, tetapi merupakan hak yang semu. Ketiga persyaratan ini

28

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : Alumni, 1994), hlm 58.

29

Adrian Sutedi, Op. Cit. hlm 49. 30

Sunarjati Hartono, Kapita Selekta Perbandingan Hukum, (Bandung : Alumni, 1976), hlm 35.


(38)

umumnya telah dipenuhi oleh negara-negara yang menganut Common Law dan

Anglo Saxon, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Eropa Continental yang

menganut sistem hukum Code Civil, khususnya Belanda, karena adanya kaidah

hukum perlindungan konsumen dapat menjamin anggota masyarakat dengan

adanya kesadaran hukum.31

Permasalahan yang dihadapi konsumen di negara Indonesia, dialami

juga oleh konsumen di negara-negara berkembang lainnya, tidak hanya sekedar

bagaimana memilih barang, tetapi menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik

itu pengusaha, pemerintah maupun konsumen sendiri tentang pentingnya

perlindungan konsumen. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai

hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman

dimakan/digunakan, mengikuti standar yang berlaku dengan harga yang sesuai.

Berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

dalam Pasal 4, menetapkan 9 (sembilan) hak konsumen yaitu :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

31


(39)

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Dari sembilan butir hak konsumen tersebut, terlihat bahwa kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan

utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya

tidak memberikan kenyamanan atau membahayakan keselamatan konsumen jelas

tidak layak diedarkan dalam masyarakat. Untuk menjamin bahwa suatu barang

dan/atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak

membahayakan konsumen penggunanya, maka konsumen diberikan hak untuk

memilih barang dan/atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan

informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang

merugikan, konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan,

perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi.32

Dalam kaitannya dengan hak konsumen atas informasi yang jujur dan

benar, memberi informasi yang benar mengenai produk akan membantu

konsumen menentukan pilihannya secara benar dan bertanggung jawab dalam

memenuhi kebutuhannya. Melalui informasi yang benar dan lengkap maka

konsumen dapat menentukan atau memilih produk untuk kebutuhannya.

Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang

keliru atas produk yang dikonsumsi. Informasi ini dapat disampaikan dengan

berbagai cara, seperti menginformasikan secara lisan kepada konsumen melalui

32


(40)

iklan diberbagai media atau mencantumkan dalam kemasan produk (komposisi,

cara pemakaian, selain batas waktu kadaluwarsa).33

Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang dapat

bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya adalah jika

ditemukan tindakan yang tidak adil terhadap diri konsumen, maka konsumen

dapat bertindak dengan memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain,

konsumen tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya

telah dilanggar oleh pelaku usaha.34

Sebagai konsumen juga memiliki sejumlah kewajiban yang harus

diperhatikan. Dalam Pasal 5 UUPK dinyatakan kewajiban konsumen sebagai

berikut :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Beberapa kewajiban ini juga diperuntukkan sebagai balance dari hak-hak

yang telah diperoleh konsumen. Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat

memperoleh hasil yang optimum atas perlindungan dan/atau kepastian hukum

bagi dirinya. Adapun sejumlah kewajiban tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut :35

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa bertujuan untuk menjaga keamanan dan keselamatan konsumen itu sendiri. Konsumen perlu membaca dan meneliti label, etiket, kandungan

33

Adrian Sutedi, Op. Cit. hlm 103. 34

Happy Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta Selatan : Transmedia Pustaka, 2008), hlm 22.

35


(41)

barang dan jasa, serta tata cara penggunaannya. Dengan pengaturan kewajiban ini, pelaku usaha tidak bertanggung jawab jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/jasa sangat

diperlukan ketika konsumen akan bertransaksi. Dengan itikad yang baik, kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa yang diinginkannya bisa terpenuhi dengan penuh kepuasan;

c. Konsumen perlu membayar barang dan jasa yang telah dibeli, dengan nilai tukar yang disepakati dengan pelaku usaha merupakan suatu hal yang sudah biasa dan semestinya demikian;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Ketika terdapat keluhan terhadap barang/jasa yang telah didapat, konsumen secepatnya menyelesaikan masalah tersebut dengan pelaku usaha. Perlu diperhatikan agar penyelesaian masalah dapat dilakukan dengan cara damai. Jika tidak ditemui titik penyelesaian, cara hukum bisa dilakukan dengan memperhatikan norma dan prosedur yang berlaku.

Kajian atas perlindungan terhadap konsumen tidak dapat dipisahkan dari

hak dan kewajiban pelaku usaha. Adanya hak dan kewajiban tersebut

dimaksudkan untuk menciptakan kenyamanan bagi para pelaku usaha dan sebagai

keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, para pelaku usaha

diberikan hak sebagaimana diatur pada Pasal 6 UUPK, yaitu:

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik, apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


(42)

Hak-hak lain pelaku usaha juga dapat ditemukan antara lain pada

faktor-faktor yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang

diderita oleh konsumen, meskipun kerusakan timbul akibat cacat pada produk

yaitu apabila produk tersebut sebenarnya tidak diedarkan, cacat timbul di

kemudian hari, cacat timbul setelah produk berada diluar kontrol pelaku usaha,

barang yang diproduksi secara individual tidak untuk keperluan produksi, cacat

timbul akibat ditaatinya ketentuan yang ditetapkan oleh penguasa.36

Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai dengan kondisi

dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan bahwa

pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa

yang diberikan kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang

berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. Dalam praktik yang

biasa terjadi suatu barang dan/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada

barang yang serupa maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah.

Menyangkut hak pelaku usaha tersebut pada huruf b, c, dan d

sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak yang berhubungan dengan

pihak aparat pemerintah dan/atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) / pengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui

hak-hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen tidak mengabaikan

kepentingan pelaku usaha. Kewajiban konsumen dan hak-hak pelaku usaha yang

36

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm 42-43.


(43)

disebutkan pada huruf b, c, dan d tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti

upaya penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan sebelumnya.37

Selanjutnya, sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah

disebutkan, maka kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban

sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UUPK, yaitu:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha

merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan

tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata. Begitu

pentingnya beritikad baik sehingga dalam perjanjian antara para pihak, kedua

belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan khusus yang dikuasai oleh

itikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua

37


(44)

belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang

wajar dari pihak lain.

Masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban

untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak

lawan sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing pihak harus menaruh

perhatian yang cukup dalam menutupi kontrak yang berkaitan dengan itikad baik

tersebut. Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), pelaku usaha

diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya sedangkan bagi

konsumen diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian

barang dan/atau jasa. Dalam UUPK, itikad baik lebih ditekankan pada pelaku

usaha karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya,

sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik

dimulai sejak barang diproduksi sampai pada tahap penjualan.38

Sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam melakukan

transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan oleh

kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang diproduksi

oleh pelaku usaha, sedangkan bagi konsumen kemungkinan untuk dapat

merugikan pelaku usaha mulai pada saat melakukan transaksi dengan pelaku

usaha.

Mengenai kewajiban kedua pelaku usaha yaitu memberikan informasi

yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan disebabkan

38


(45)

karena informasi disamping merupakan hak konsumen juga karena ketiadaan

informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat

produk (cacat informasi) yang akan sangat merugikan konsumen. Pentingnya

penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk

agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk tertentu

khususnya minuman. Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat

berupa representasi, peringatan, maupun berupa instruksi.

Penyampaian informasi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam hal ini

pada umumnya bukan hanya menonjolkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh

suatu produk, tetapi perlu diimbangi dengan informasi yang memuat

kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh produk yang bersangkutan. Terutama mengenai

hal-hal yang menyangkut keamanan dan keselamatan konsumen, sehingga

konsumen benar-benar dapat mempergunakan informasi yang diberikan pelaku

usaha tersebut dalam menjatuhkan pilihannya terhadap suatu produk yang tepat.39

4. Prinsip-Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting

dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak

konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus

bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada

39


(46)

pihak-pihak terkait. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum

dapat dibedakan sebagai berikut :40

a. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau

liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum

pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),

khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip

ini menyatakan, “seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.” Pasal 1365 KUHPerdata, yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum,

mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:

1) Adanya perbuatan; 2) Adanya unsur kesalahan; 3) Adanya unsur yang diderita;

4) Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

Pembentukan teori tanggung jawab dengan dasar adanya unsur kesalahan dan

hubungan kontrak pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa pemikiran, yaitu

paham individualis dalam prinsip laissez faire, kuatnya kepentingan pelaku usaha

yang dianggap sebagai pelaku pembangunan industri/ekonomi, teori kontrak

sosial dan prinsip legal formalism yang mewarnai dunia pengadilan.41

40

Shidarta, Op. Cit. hlm 73. 41


(47)

b. Prinsip Praduga untuk Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab

(presumption of liability principle), sampai dapat membuktikan bahwa tergugat

tidak bersalah. Dasar pemikiran dari teori pembalikan beban pembuktian adalah

seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan

sebaliknya. Hal ini bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah

(presumption of innocence) yang lazim dikenal dalam hukum. Namun, jika

diterapkan dalam kasus konsumen akan terlihat bahwa asas tersebut cukup

relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan

kesalahan itu ada dipihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat harus

menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Posisi konsumen sebagai

penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal

menunjukkan kesalahan si tergugat.

c. Prinsip Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of

nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang

sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat

dibenarkan. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan,

seperti kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang biasanya

dibawa dan diawasi oleh si penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari

penumpang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat diminta


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar. Jakarta : Fikahati Aneska. 2000.

Afiff, Faisal. Seluk Beluk Organisasi Perusahaan Modern. Bandung : Eresco. 1994.

Agus, Azwir. Arbitrase Konsumen : Gambaran Dalam Perubahan Hukum Perlindungan Konsumen. Medan : USU Press. 2013.

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Sinar Grafika. 2009. Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis. Bandung : Alumni. 1994. . Perlindungan Konsumen dilihat dari Perjanjian

Baku (Standar, Kertas Kerja pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen. Jakarta : Gramedia Pustaka. 1988.

Barkatulah, Abdul Halim. Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran. Bandung : Nusa Media. 2008.

Dahlan dan Sanusi Bintang. Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis. Bandung : Citra Aditya Bakti. 2000, Cetakan Ke- 1.

Djajakusumah, Tams. Periklanan. Bandung : Armico. 1982.

Frans, Hendra Winarta. Hukum Penyelesaian Sengketa : Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional. Jakarta : Sinar Grafika.

Fuady, Munir. Arbitrase Nasional : Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis. Bandung : Citra Aditya Bakti. 2000

Gandapraja, Permadi. Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2004.

Hapsari, Niken Tri. Seluk-Beluk Promosi dan Bisnis : Cerdas Beriklan untuk Usaha Kecil dan Menengah. Yogyakarta : A+Plus Books. 2010.

Harianto, Dedi. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.


(2)

Hartono, Sunarjati. Kapita Selekta Perbandingan Hukum. Bandung : Alumni. 1976.

Hasan, Ali. Marketing. Jakarta : Media Pressindo. 2008.

Ismail. Manajemen Perbankan dan Teori Menuju Aplikasi. Jakarta : Prenada Media Group. 2010.

Kasmir. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta : Rajawali Pers. 2012.

. Pemasaran Bank : Edisi Revisi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. 2010.

Keban, Yeremias T. Enam Dimensi Startegis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta : Gava Media. 2008.

Kleppner. Prosedur Periklanan. Jakarta : Indeks. 2009.

Kotler dan Armstrong. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jakarta : Erlangga. 2001. Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Sinar

Grafika. 2008.

Lubis, Irsyad. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Medan : USU Press. 2010. Mawadi, Habloel, M.Sadar dan Moh.Taufik Makarao. Hukum Perlindungan

Konsumen di Indonesia. Jakarta : Akademia. 2012.

Miru, Ahmadi. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers. 2013.

dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2004.

Nasution, AZ. Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar. Jakarta : Diadit Media. 2001.

. Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Republik Indonesia. 1994.

Nugroho, Susanti Adi. Proses Penyelasaian Sengketa Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta : Kencana. 2008.

Nurmadjito. Kesiapan Perangkat Peraturan Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia, dalam Husni Syawali dan


(3)

Neni Sri Imaniyanti, Penyunting, Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung : Mandar Maju.2000

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: Grasindo. 2003. Shofie, Yusuf. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-undang

Perlindungan Konsumen : Teori dan Praktek Penegekan Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti. 2003.

. Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2003.

Siahaan, NHT.. Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk. Jakarta : Panta Rei. 2005.

Simatupang, Taufik H.. Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen. Bandung : Citra Aditya Bakti. 2004.

Sipahutar, Mangasa Augustinus. Persoalan-Persoalan Perbankan Indonesia. Jakarta : Gorga Media. 2007.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press). 2005.

Soemartono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2006.

Subekti, R. Aneka Perjanjian. Bandung : Citra Aditya Bakti. 1993. . Arbitase Perdagangan. Bandung : Angkasa Offset. 1981.

Suhandang, Kustadi. Periklanan : Manajemen, Kiat dan Strategi. Bandung : Nuansa. 2010.

Susanto, Happy. Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta Selatan : Transmedia Pustaka. 2008.

Sutedi, Adrian. Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Bogor : Ghalia Indonesia. 2008.

Syawali, Husni dan Neni Sri Imaniyati. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung : Mandar Maju. 2000.

Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat. 2008.


(4)

Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2001.

Waluyo. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2003.

Wirjodiatmo, Soerjono. Konsepsi Marketting Modern dan Tempat Advertising didalamnya. Jakarta : PPPI. 1977.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1954 tentang Undian.

Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 73/HUK/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Izin dan Penyelenggaraan Undian Gratis. Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas

Undian.

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 48 Tahun 1973 tentang Penertiban Penyelenggaraan Undian.

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 14/HUK/2006 tentang Izin Undian.

C. SKRIPSI, TESIS, JURNAL

Handoko, Dedy. “Metode CAMEL Untuk Mengevaluasi Kinerja Bank Hasil Merger (Studi kasus pada Bank Mandiri dan Bank Central Asia)”. Jurnal Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, 2003.

Permono, Iswardono, dan Darmawan. “Analisis Efisiensi Industri Perbankan Di Indonesia (Studi Kasus Bank-Bank Devisa di Indonesia Tahun 1991-1996)”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. XV, 2000.

Rohli, Mohamad. “Pelaksanaan Program Undian Berhadiah Pada Bank Syariah; Kajian Hukum Pelaksanaan Bank Syariah Mandiri (BSM) Gelegar Hadiah”, (Skripsi Ilmu Hukum Universitas Indonesia, 2011).

Suryana,Nana. “Iklan Di Televisi : Dibenci Tapi Dicari”. Jurnal Kajian Komunikasi dan Informatika : Observasi, Vol. V, No. 2.


(5)

Vertical Aliwarga, Darianne. “Peranan Notaris Dalam Penyelenggaraan Undian Berhadiah Serta Pengaturan Pungutan Pajaknya Pada Event XYZ”. Tesis Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Depok, 2010.

D. WAWANCARA

Bakar Shidiq, Abu. Ketua Lembaga Konsumen Indonesia Kota Medan, pada tanggal 7 Mei 2015.

Ginting, Kawalta. Kepala Seksi Pembinaan Sumbangan Sosial Dinas Kesejahteraan dan Sosial, pada tanggal 4 Mei 2015.

Harahap, Hasrul. Lembaga Konsumen Sawadaya Masyarakat Kota Medan, pada tanggal 8 Mei 2015.

Hardana, Budi. Manager Operasional Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Cabang Medan, pada tanggal 10 Juni 2015.

E. INTERNET

“Bankbjb”,http://www.bankbjb.co.id/id/4/111/125/199/Nilai-nilai-

perusahaan.html, diakses tanggal 28 Mei 2015.

“Bank bjb Annual Report 2014”,

http://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/NewsAndAnnouncement/ANNO

UNCEMENTSTOCK/From_EREP/201503/a64da14fbe_8b476d281f.pdf,

diakses tanggal 23 Juni 2015.

“Bank bjb Serahkan Hadiah Grand Prize”, http://www.radarcirebon.com/bank

bjb-serahkan-hadiah-grand-prize.html, diakses tanggal 28 Mei 2015.

“Curangnya Perusahaan Penyelenggara Undian Berhadiah”,

http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2013/07/17/curangnya-

perusahaan-yang penyelenggara-undian-berhadiah--577442.html,diakses

tanggal 8 February 2015.

“Laporan Akhir Undian (Pak Herma)”,http://www.bphn.go.id/data/documents/201

3_laporan_akhir_undian_(pak_herman), diakses tanggal 11 Juni 2015.

“Mantan Dirut BJB Minta OJK Cabut SK”,

http://www.republika.co.id/berita/koran/financial/15/03/04/nko8kh13

mantan-dirut-bjb-minta-ojk-cabut-sk, diakses tanggal 23 Juni 2015.

“Penelitian Hukum Tentang Undian”,

http://www.bphn.go.id/data/documents/2013_laporan_akhir_undian_(pak_h


(6)

“Pengertian Standar Operasional Prosedur”,

http://www.academia.edu/8634744/A._PENGERTIAN_STANDAR_OPER

ASIONAL_PROSEDUR, diakses tanggal 22 Juni 2015, pukul 06.32.

“Undian Berhadiah”, (

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1864/undian-berhadiah), diakses tanggal 15 November 2014.

“Undian Gratis Berhadiah dan Pengumpulan Uang/Barang”,

https://simppsdbs.kemensos.go.id/, diakses tanggal 17 Maret 2015.

“Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia”, http://ylki.or.id/, diakses tanggal 22 Juni 2015.