37
3. Dononation Rape, suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba
untuk gigih atas kekuasaan dan superiorotas terhadap korban. Tujuannya adalah penakluk seksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki
keinginan berhubungan seksual. 4.
Seduktive Rape, perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang
merangsang, yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai sejauh
kesenggamaan. Pelaku pada mulanya mempunyai keyakinan membutuhkan paksaan, oleh karena itu tak mempunyai rasa bersalah yang
menyangkut seks. 5.
Victim Precipitatied, perkosaan yang terjadi berlangsung dengan menempatkan korban sebagai pencetusnya.
6. Exploitation Rape, perkosaan yang menunjukan bahwa pada setiap
kesempatan melakukan hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi
perempuan yang bergantung padanya secara ekonomis dan social. Victim Precipitation Rape
merupakan jenis perkosaan yang mendapat perhatian serius belakangan ini. Keterlibatan, peranan, andil dan pengaruh
korban yang secara langsung maupun tidak langsung sebagai “pencetus” timbulnya perkosaan menjadi pembicaraan yang serius mengenai factor
penyebab terjadinya perkosaan. “Victim Precipitation” menjadi catatan mengenai jenis perkosaan yang melibatkan dua komponen, yang
38
menempatkan perempuan sebagai pihak yang dianggap turut bersalah dalam melahirkan kejahatan kesusilaan.
Sedangkan “Sadistic rape” menjadi salah satu jenis kejahatan yang juga mendapat sorotan sehubungan dengan tidak sedikitnya kasus perkosaan
yang dilakukan secara sadis. Adanya perbedaan pengertian atau persepsi tentang jenis perkosaan
mempunyai pengaruh terhadap informasi yang berkaitan dengan perkosaan. Di satu sisi masyarakat menganggap suatu perbuatan sebagai perkosaan dan
karena itu melaporkannya kepada polisi. Di sisi lain polisi belum memandang perbuatan berikut sebagai tindak pidana perkosaan, karena perbuatan yang
dilaporkan tidak sesuai dengan perumusan pasal 285 KUHP. Yang perlu mendapatkan perhatian ialah persepsi masyarakat yang
cenderung menyatakan kejahatan kesusilaan yang bukan perkosaan sebagai tindak pidana perkosaan. Secara yuridis harus ada unsur-unsur yang wajib
dipenuhi sesuai dengan ketentuan pasala 285 KUHP, agar suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perkosaan.
D. Kejahatan Asusila bagi Anak di Bawah Umur