Konflik batin tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA suatu tinjauan psikologi sastra
DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh: Anastasia Ria Indrasworo
091224024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(2)
i
DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh: Anastasia Ria Indrasworo
091224024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(3)
(4)
(5)
iv
Karya ini kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus
Bapak Aloysius Maryanto dan Ibu Martina Hartini
Adikku Stefanus Febri Yantoro
Simbahku dan Pak uwoku
Saudara-saudaraku
Sahabatku
dan yang mencintaiku.
(6)
v
“Mencintai angin harus menjadi siul, Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal, Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak, Mencintai-
Mu harus menjelma aku”
(Sapardi Djoko Damono)
“Kejarlah bintang itu setinggi mungkin dan percayalah kamu pasti akan bisa menggapainya
sejauh apapun itu”
(Penulis)
“Jangan pernah menyerah dengan apa yang kamu lakukan, teruslah berusaha dan meminta
pertolongan-Nya”
(7)
vi
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 16 September 2013 Penulis
(8)
vii
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Anastasia Ria Indrasworo
NIM : 091224024
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Konflik Batin Tokoh Mata Hari dalam Novel Namaku Mata Hari Karya Remy Sylado dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra)
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk medis lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 16 September 2013
Yang menyatakan
(9)
viii
Indrasworo, Anastasia Ria. 2013. Konflik Batin Tokoh Mata Hari dalam Novel Namaku Mata Hari Karya Remy Sylado dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji konflik batin tokoh Mata Hari dalam Novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tokoh, penokohan, latar, alur, konflik batin yang dialami tokoh Mata Hari, dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Dengan menggunakan metode ini, peneliti membagi menjadi dua tahap. Pertama, peneliti menganalisis tokoh, penokohan, latar, dan alur dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado. Kedua, peneliti menggunakan hasil analisis pertama untuk menggali konflik batin yang dialami oleh tokoh Mata Hari.
Analisis struktural novel Namaku Mata Hari meliputi tokoh, penokohan, latar, dan alur. Tokoh utama yang mengalami konflik batin yaitu Mata Hari, sedangkan tokoh tambahan yang membentuk konflik batin yaitu John Rudolph MacLeod dan Heer Wybrandus Hanstra. Watak dari Mata Hari adalah memiliki rasa percaya diri, kritis, pemberontak, cerdas, dan pemberani. Latar tempat yang membuat terbentuknya konflik batin yang dialami tokoh Mata Hari adalah rumah saudara perempuan Ruud, di Batavia, dan di dapur. Latar waktu yang mempengaruhi konflik batin tokoh Mata Hari adalah di malam hari, sore hari, tanggal 27 Juli, tahun 1904, dan 24 Juni 1917. Latar sosial digambarkan bahwa Mata Hari tidak membedakan manusia dari golongan status, berfikir luas, dan memiliki pandangan mengenai kebiasaan hidup. Alur yang digunakan adalah alur kronologis atau alur maju.
Dari hasil analisis psikologi sastra dapat disimpulkan bahwa kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan memiliki dan cinta, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri tidak terpenuhi dari Mata Hari. Akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut menimbulkan perasaan frustasi, kesedihan, dan kebencian pada tokoh Mata Hari.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti merancang silabus dan RPP yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester I. Implementasi silabus dan RPP digunakan untuk mencapai Standar Kompetensi Membaca, yaitu memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/ novel terjemahan dengan Kompetensi Dasar menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan.
(10)
ix
Indrasworo, Anastasia Ria. 2013. Mata Hari’s Inner Conflicts in the Novel Namaku Mata Hari Written by Remy Sylado and the Implementation in Literature Learning in Senior High Schools (A Psychological Literature Review). Thesis. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Sanata Dharma University.
This research examined Mata Hari’s inner conflicts in the Novel Namaku Matahari Written by Remy Sylado. This research used a Psychological literature approach. It was aimed to describe the characters, characterizations, settings, plottings, and inner conflicts experienced by the character named Mata Hari, and the implementation in literature learning in Senior High Schools.
The method used in this research was descriptive analytic method. Using this method, the researcher divided the process into two steps. First, the researcher analyzed the characters, characterizations, plottings, settings, and themes in the novel Namaku Mata Hari written by Remy Sylado. Second, the researcher used the results of the first analysis to dig up the Mata
Hari’s inner conflicts.
The structural analysis on the novel Namaku Mata Hari included the characters, characterizations, plottings, and settings. The main character who experienced inner conflicts was Mata Hari. The additional characters who created the inner conflicts were John Rudolph MacLeod and Heer Wybrandus Hanstra. Mata Hari was confident, critical, rebellious, smart, and
brave. The place settings that formed Mata Hari’s inner conflicts were his sister’s, Ruth’s house, Batavia, and kitchen. The time settings that influenced Mata Hari’s inner conflicts were in the
night, in the evening, on 27 July 1904 and 24 June 1917. The social settings described that Mata Hari did not differ people from their status. He was open-minded, and knowledgeable in viewing lives. The plotting were chronological, and moving forwards.
The results of the psychological literature analysis showed that the physiological needs, the needs for feeling safe, the needs for possessing and for love, the needs for appreciations, and the needs for self actualization were not fulfilled by Mata Hari. Consequently, it created frustration, sadness, and hatred in the character named Mata Hari.
Based on the results of this research, the researcher designed a syllabus and RPP that could be used as the material for literature learning at Senior High School class XI semester I. The syllabus and RPP could be implemented to reach the Reading Competency Standard such as understanding tales, Indonesian novel/ translated novel using Basic Competence analyze the elements of intrinsic and extrinsic Indonesian novel/ translated novel.
(11)
x
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberkati dan melindungi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Konflik Batin Tokoh Mata Hari dalam Novel Namaku Matahari Karya Remy Sylado dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.
Penulis sungguh menyadari bahwa terselesainya skripsi ini berkat doa, dukungan, nasihat, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang memberikan dorongan dalam penulisan skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Yuliana Setiyaningsih selaku Kaprodi PBSI
2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis.
3. Drs. J. Prapta Diharja. S.J., M. Hum. selaku dosen pembimbing II yang telah mendorong dan memberi motivasi kepada penulis.
4. Setya Tri Nugraha, S.Pd., M.Pd. selaku dosen penguji.
5. Para dosen PBSI yang telah mengajar dan memberikan pengetahuan di setiap mata kuliah.
6. Robertus Marsidiq yang telah membantu kelancaran penulis dalam mengurus segala keperluan yang digunakan untuk keperluan skripsi.
7. Kedua orang tuaku tercita, yaitu Bapak Aloysius Maryanto dan Ibu Martina Hartini yang sudah memberikan doa, dukungan, dan bimbingan kepada penulis.
8. Adikku Stefanus Febri Yantoro yang selalu menghibur penulis.
9. Sahabatku Fransisca Heni Lestari, Hanasih Wikani Hati, Peronika Wahyu, dan Angelina Mellissa Yuliyanto yang telah sama saling memberi semangat dan bersama-sama berjuang dalam suka maupun duka.
10.Pak uwo dan simbah putri yang selalu mendoakan penulis.
11.Saudaraku Anggi Budi Federika yang selalu memberi semangat dan menemani. 12.Semua teman-teman PBSID angkatan 2009.
(12)
xi
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Penulis
(13)
xii
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
MOTTO... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI... vii
ABSTRAK...viii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1Latar Belakang Penelitian... 1
1.2Rumusan Masalah... 4
1.3Tujuan Penelitian... 5
1.4Manfaat Penelitian... 6
1.5Batasan istilah... 6
1.6Sistematika Penyajian... 9
BAB II LANDASAN TEORI... 10
2.1 Penelitian yang Relevan... 10
2.2 Hakikat Novel... 15
2.3 Unsur Intrinsik... 16
2.3.1 Tokoh dan Penokohan... 17
2.3.2 Latar... 18
2.3.3 Alur... 20
2.4 Psikologi Sastra... 21
2.5 Psikologi Abraham Maslow... 23
(14)
xiii
2.9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 40
2.10 Pembelajaran Sastra di SMA... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 48
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian... 48
3.2 Metode Penelitian... 49
3.3 Teknik Pengumpulan Data... 49
3.4 Sumber Data... 49
3.5 Teknik Analisis Data... 50
BAB IV ANALISIS UNSUR TOKOH, PENOKOHAN, DAN LATAR YANG MEMBENTUK KONFLIK BATIN TOKOH MATA HARI... 51
4.1 Analisis Tokoh dan Penokohan... 51
4.1.1 Tokoh Utama... 52
4.1.2 Tokoh Tambahan... 53
4.1.3 Penokohan... 54
4.2 Analisis Unsur Latar... 81
4.2.1 Latar Tempat... 81
4.2.2 Latar Waktu... 89
4.2.3 Latar Sosial... 93
4.3 Analisis Unsur Alur... 101
4.3.1 Tahap Awal... 102
4.3.2 Tahap Tengah... 105
4.3.3 Tahap Akhir... 112
BAB V ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH MATA HARI DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA... 115
5.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Fisiologis... 116
5.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Rasa Aman... 122
5.3 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Memiliki dan Cinta... 131
5.4 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Penghargaan... 138
(15)
xiv
Kebutuhan Dasar... 146
5.6.1 Frustasi... 146
5.6.2 Kesedihan... 147
5.6.3 Kebencian... 147
5.7 Silabus... 150
5.8 RPP... 155
BAB VI PENUTUP...181
6.1 Kesimpulan... 181
6.2 Saran... 183
DAFTAR PUSTAKA...185
LAMPIRAN... 187
(16)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya perasaan (Sumardjo dan Saini,1986:1). Jadi dapat disimpulkan bahwa sastra mengandung suatu unsur keindahan, di mana unsur keindahan tersebut mengandung sebuah perasaan yang dirasakan oleh setiap manusia untuk menciptakan sebuah karya seni.
Sastra memberi kesenangan dan pemahaman tentang kehidupan. Sastra menurut Lukens (dalam Nurgiyantoro, 2005:3) menawarkan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama-tama adalah memberikan hiburan yang menyenangkan. Sastra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh daya suspense. Kesemuanya itu dikemas dalam bahasa yang juga tidak kalah menarik (Nurgiyantoro, 2005:3).
Karya sastra merupakan hasil dari daya imajinatif yang diciptakan oleh pengarang, tetapi pengalaman dikehidupan yang nyata ini juga dapat diangkat menjadi sebuah karya satra. Para pembaca sastra dapat belajar dari pengalaman pengarang dan mengambil nilai-nilai kehidupan yang ada dalam sebuah karya sastra .
(17)
Karya sastra juga merupakan salah satu materi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di tingkat satuan pendidikan, terutama di Sekolah Menengah Atas (SMA). Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat yaitu membantu ketrampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988:16).
Pengajaran sastra yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) berkaitan dengan drama, puisi, dan prosa. Tentu saja, hal itu mendidik dan mengajarkan para siswa agar mencintai hasil karya sastra. Sastra dalam pembelajaran juga dapat membantu pengajaran kebahasaan karena sastra dapat meningkatkan empat keterampilan dalam berbahasa yaitu membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Untuk itu, peneliti memilih novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado karena novel ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Peneliti memilih novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado, karena novel ini menceritakan tentang seorang tokoh utama yang bernama Mata Hari. Mata Hari adalah orang Belanda berdarah Indonesia. Nama asli dari Mata Hari adalah Margaretha Geertruida, tetapi ia sering menyebut nama dirinya dengan sebutan Mata Hari. Ia menyebut namanya dengan sebutan Mata Hari, karena nama matahari ini ia dengar pertama kali dari Nyai Kidhal. Nyai Kidhal adalah seorang pembantu yang mengurusi rumah tangga Margaretha dan suaminya yang bernama John Rudolph MacLeod. Mata Hari adalah seorang perempuan yang kuat,
(18)
mempunyai pandangan hidup yang luas, dan selalu tegas dalam keadaan hidup yang ia alami.
Mata Hari sering mengalami konflik batin yang terjadi di dalam kehidupannya. Pemicu konflik batin yang terjadi dalam diri Mata Hari ketika ia menjadi seorang penari eksotik dan pelacur, karena ia ingin balas dendam terhadap suaminya yang suka bermain perempuan di belakangnya. Setelah bercerai dari suaminya Ruud, Mata Hari tidak diperkenankan untuk bertemu dengan anaknya Non. Walaupun hak asuh putrinya itu diserahkan ke suaminya, Ruud tetap bersikeras tidak mau mempertemukan anaknya dengan ibunya. Mata Hari sangat rindu dengan anaknya, tetapi untung saja kakak perempuan Ruud selalu memberikan kabar keadaan Non kepada Mata Hari. Sampai hari kematiannya, Mata Hari tetap tidak bertemu dengan anaknya. Konflik batin yang dialami Mata Hari, dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan yang dialami oleh tokoh utama tersebut. Untuk itu, peneliti ingin meneliti konflik batin yang dialami tokoh Mata Hari yang mengalami masalah dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado.
Penelitian konflik batin pada tokoh Mata Hari ini menggunakan pendekatan psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra ini dapat mengkaji dan menemukan watak yang dialami oleh tokoh Mata Hari yang mengalami konflik batin dalam novel Namaku Mata Hari. Aliran psikologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikologi menurut Abraham Maslow. Memilih aliran psikologi tersebut karena teori psikologi ini sesuai untuk memenuhi kebutuhan yang dialami Mata Hari untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasaan.
(19)
Analisis psikologi terhadap karya sastra, terutama fiksi dan drama tampaknya memang tidak terlalu berlebihan karena baik sastra maupun psikologi sama-sama membicarakan manusia. Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan oleh pengarang, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang diciptakan Tuhan yang secara riil hidup di alam nyata. Meskipun sifat-sifat manusia dalam karya sastra bersifat imajiner, tetapi di dalam menggambarkan karakter dan jiwa pengarang menjadikan manusia yang hidup di alam nyata sebagai model di dalam penciptaannya. Dengan demikian, dalam menganalisis tokoh dalam karya sastra dan perwatakannya seorang pengkaji sastra juga harus mendasarkan pada teori dan hukum-hukum psikologi yang menjelaskan perilaku dan karakter manusia (Wiyatmi, 2006:107.)
Hasil dari analisis konflik batin dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado ini akan diimplementasikan dalam pembelajaran sastra di SMA. Novel Namaku Mata Hari ini cocok digunakan dalam pembelajaran sastra di SMA, khususnya untuk kelas XI semester I. Kelas XI semester I memiliki Standar Kompetensi (SK) Membaca: Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan dan Kompetensi Dasar (KD): Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
(20)
1. Bagaimanakah unsur tokoh, penokohan, latar, dan alur yang membentuk konflik batin tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado?
2. Bagaimanakah konflik batin yang di alami oleh tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado?
3. Bagaimanakah implementasi hasil analisis konflik batin tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado dalam pembelajaran sastra di SMA?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan tiga rumusan masalah di atas, maka peneliti akan membuat tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini:
1. Mendeskripsikan unsur tokoh, penokohan, latar, dan alur yang membentuk konflik batin tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado.
2. Mendeskripsikan konflik batin yang dialami oleh tokoh Mata Hari atas perbuatan yang dilakukannya dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado.
3. Mendeskripsikan implementasi hasil analisis konflik batin tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado dalam pembelajaran sastra di SMA.
(21)
1.3 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti sastra, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan bagi pecinta karya sastra, khususnya novel
Namaku Mata Hari karya Remy Sylado.
2. Bagi pembelajaran sastra di SMA, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan apresiasi sastra Indonesia lewat bacaan novel, khususnya novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan ajar tentang sastra Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kecintaan terhadap karya sastra dan menambah informasi tentang materi novel.
3. Bagi Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan tentang hasil karya sastra yang sudah diteliti, khususnya novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado. Penelitian ini juga diharapkan agar peserta didik dapat meningkatkan potensi dalam membuat hasil karya sastra dalam pembelajaran, terutama novel.
1.4 Batasan istilah
Dalam penelitian ini terdapat batasan istilah yang bertujuan agar tidak ada salah pengertian atau menghindari salah tafsir tentang istilah-istilah yang ada. Batasan istilah tersebut adalah sebagai berikut:
1.Novel
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan
(22)
watak dan sifat setiap pelaku (Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2008:969).
2.Psikologi Sastra
Psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson dalam Albertine Minderop, 2010:3). Sedangkan psikologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologi. Perhatian dapat diarahkan kepada pengarang dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks sendiri (Dick Hartoko dan Rahmanto, 1986:126).
3.Konflik Batin
Konlik batin adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga memengaruhi tingkah laku (Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2008:723).
4.Tokoh
Tokoh adalah pelaku atau aktor dalam sebuah cerita sejauh ia oleh pembaca dianggap sebagai tokoh konkret, individual. Pengertian tokoh lebih luas daripada aktor atau pelaku yang hanya berkaitan dengan fungsi seseorang dalam teks naratif atau drama (Dick Hartoko dan Rahmanto, 1986:144).
5.Latar
Latar adalah elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung (Suminto, 2000:126). Dalam (Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2008:794), latar
(23)
adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.
6.Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan disajikan dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian (Sudjiman, 1990: 61).
7.Kurikulum
Kurikulum adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan (Zainal Arifin, 2011:1)
8.Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar, 2003:57).
9.Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh satuan pendidikan, berdasarkan standar nasional pendidikan (Mulyasa, 2008:132).
(24)
10.KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah (Muslich, 2007:10).
11.RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007:45).
1.5 Sistematika Penyajian
Penelitian ini disajikan dalam enam bab. Bab I tentang pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II berisi landasan teori yang berisikan tentang teori-teori yang relevan dan teori yang digunakan sebagai dasar penelitian. Bab III tentang metode penelitian yang berisi pendekatan dan jenis penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan sumber data.
Selanjutnya pada bab IV berisi tentang analisis unsur tokoh, penokohan, latar, dan alur. Bab V berisi hasil penelitian dan analisis tentang konflik batin yang dialami oleh tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado beserta implementasi hasil analisis konflik batin tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado dalam pembelajaran sastra di SMA. Bab VI tentang penutup, yang berisikan tentang kesimpulan dan saran terhadap penelitian yang dilakukan.
(25)
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang konflik batin yang dialami tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado belum pernah dilakukan, karena peneliti meneliti tokoh utama yang ada dalam novel Namaku Mata Hari, yaitu Mata Hari. Dalam penelitian konflik batin dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka yang relevan. Terdapat empat penelitian yang relevan dengan topik yang akan diteliti ini. Penelitian ini dilakukan oleh (1) Maria Devy Bukit Shintawati (2010), (2) Feronika Rini Puji Lestari (2002), (3) F. Wiwin Fouwer Ningrum (2000), dan (4) Sumartingsih (2000).
Penelitian pertama yang dilakukan oleh Maria Devy Bukit Shintawati dalam skripsinya yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Dimas dalam Menghadapi Kemelut Hidup pada Novel Pacarku Ibu Kosku Karya Wiwik Karyono (Suatu Tinjauan Psikologis) dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Feronika Rini Puji Lestari dalam skripsinya yang berjudul “Sikap Pengabdian Tokoh Ara Terhadap Negara dalam Novel Larasati Karya Pramoedya Ananta Toer (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra) dan Implementasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMU”. Penelitian ketiga yang dilakukan oleh F. Wiwin Fouwer Ningrum dalam skripsi yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Hasan dalam Novel Bukan Karena Kau Karya Toha Mohtar: Tinjauan Psikologi Sastra dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di
(26)
SMU”. Penelitian keempat yang dilakukan oleh Sumartiningsih dalam skripsinya
yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Lasi dalam Mewujudkan Eksistensinya sebagai Seorang Wanita dalam Novel Bekisar Merah Karya Ahmad Tohari (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra) dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMU.
Penelitian pertama yang dilakukan oleh Maria Devy Bukit Shintawati dalam skripsinya yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Dimas dalam Menghadapi Kemelut Hidup pada Novel Pacarku Ibu Kosku Karya Wiwik Karyono (Suatu Tinjauan Psikologis) dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”, bertujuan untuk mendeskripsikan tokoh Dimas atas perbuatannya yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologis sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian konflik batin tokoh Dimas ini adalah metode deskriptif.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa kemampuan ego Dimas untuk melaksanakan tugas dalam menjaga keseimbangan antara dorongan yang datang dari id dan super ego, tampak pada saat Dimas mengambil keputusan untuk pindah kos. Dimas pindah kos karena kos lamanya akan direnovasi. Dimas berusaha untuk pindah karena dia melihat sosok ibu kosnya yang baru sangat berbeda dengan perempuan lainnya. Id Dimas memutuskan untuk mencari kos lain. Super Ego Dimas merasa sadar bahwa dia tetap harus tinggal di tempat perempuan itu.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Dimas. Dimas sebagai tokoh utama yang mempunyai sifat berani, rasa keingintahuan yang besar, tidak mudah putus asa, mempunyai prinsip hidup yang tinggi, penyayang, mudah kecewa, dapat
(27)
dipercaya, dan bertanggung jawab. Tokoh bawahan yang kehadiran dan keberadaannya sebagai penunjang tokoh utama sangat besar antara lain Mbak Dhea, Bayu, Mbak Maya, Ari, dan Rahmi.
Novel Pacarku Ibu Kosku Karya Wiwik Karyono memuat nilai-nilai kehidupan terutama kehidupan remaja untuk siswa SMA. Karya sastra novel ini sebaiknya diberikan pada siswa yang berlatar belakang kehidupan kota sehingga mereka tertarik membaca dan menganalisisnya.
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Feronika Rini Puji Lestari dalam skripsinya yang berjudul “Sikap Pengabdian Tokoh Ara Terhadap Negara dalam Novel Larasati Karya Pramoedya Ananta Toer (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra) dan Implementasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMU”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap pengabdian tokoh Ara terhadap negara dalam novel Larasati karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Tokoh-tokoh yang ada dalam novel Larasati ini adalah Larasati (Ara), seorang opsir, Mardjohan, Surjo Sentono, Martabat, Nenek, Kakek Mo, Lasmidjah, Jusman, dan Oding. Larasati (Ara) merupakan tokoh utama dalam novel Larasati ini. Dalam penelitian ini sikap tokoh Ara terhadap negara dapat diwujudkan dengan sikap hidup orang Jawa. Ara adalah seorang wanita yang memiliki sikap eling atau sadar, sikap percaya, sikap rela, sikap nrima, sikap jujur, sikap sabar, sikap budi luhur.
(28)
Berdasarkan analisis penokohan, dapat disimpulkan bahwa secara umum penokohan tokoh-tokoh dalam novel Larasati menggunakan metode analitik dan dramatik. Dengan kedua metode itu, maka Larasati (Ara) dilukiskan sebagai seorang wanita yang memiliki profesi sebagai bintang film yang mempunyai sifat baik terhadap orang lain. Berdasarkan aspek bahasa, perkembangan psikologi, dan latar belakang budaya siswa dapat disimpulkan bahwa analisis novel Larasati khusunya sikap pengabdian tokoh Ara terhadap negara dapat digunakan sebagai alternatif bahan pembelajaran sastra.
Penelitian ketiga yang dilakukan oleh F. Wiwin Fouwer Ningrum dalam skripsi yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Hasan dalam Novel Bukan Karena Kau Karya Toha Mohtar: Tinjauan Psikologi Sastra dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMU”. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan konflik batin tokoh Hasan dalam novel Bukan Karena Kau. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Hasan. Hasan sebagai tokoh utama yang mempunyai sifat berani, tidak materialistis, tidak suka berpamrih dan tidak silau dengan kekayaan, mudah putus asa dan tidak mempunyai kepercayaan diri yang besar, mudah kecewa, sifat pasrah dan dapat dipercaya, mempunyai semangat kerja yang tinggi, mempunyai rasa cinta kepada lingkungan hidup, sebagai pemeluk agama yang taat. Tokoh bawahan yang kehadiran dan keberadaannya sebagai penunjang tokoh utama sangat besar antara lain Haji Darmawi, Hermina, Hermanto, Mang Karta, Hendrik Winata.
(29)
nilai psikologis yang terdapat dalam novel Bukan Karena Kau. Nilai-nilai psikologis itu antara lain Hasan mengakui kesalahannya kepada pihak yang berwajib karena perampokan berdarah yang mengakibatkan tewasnya Mang Karta. Hasan ingin menunjukkan jati dirinya sebagai orang yang berani mengambil resiko atas perbuatannya.
Penelitian keempat yang dilakukan oleh Sumartiningsih dalam skripsinya
yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Lasi dalam Mewujudkan Eksistensinya sebagai Seorang Wanita dalam Novel Bekisar Merah Karya Ahmad Tohari (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra) dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMU. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan konflik batin tokoh Lasi dalam mewujudkan eksistensinya sebagai seorang perempuan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Dorongan super ego Lasi menolak anggapan orang-orang Karangsoga yang selalu menghinanya dan berusaha ingin tahu keberadaannya itu. Di sisi lain kenyataan sikap orang-orang Karangsoga yang selalu menghinanya membuat Lasi mempercayainya dan bersikap masa bodoh serta membiarkan mereka terus menghinanya. Ego harus mengambil bagian untuk menentukan sikap Lasi diantara dua pilihan tersebut. Dorongan yang kuat dari super ego ternyata mampu mengalahkan dorongan dari id. Hati nurani Lasi dengan tegas menolak sikap orang-orang Karangsoga tersebut.
Konflik-konflik itu terjadi karena ego tidak mampu menjaga keseimbangan antara id dan super ego, namun demikian dalam hal ini super ego lebih
(30)
berperanan dalam diri Lasi untuk menyelesaikan berbagi konflik yang ada dalam diri Lasi. Konflik-konflik tersebut menyebabkan Lasi mengalami akibat psikis dan sosial. Akibat sosial yang harus diterima Lasi adalah terlambat menikah untuk ukuran wanita di Karangsoga dan akibat psikisnya adalah rendah diri dalam pergaulan, sedih, ragu-ragu, dan kecemasan-kecemasan.
Keempat penelitian tersebut merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan psikologis sastra. Setelah meninjau hasil penelitian yang terdahulu, dapat dikatakan bahwa penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian yang sejenis. Penelitian konflik batin dengan menggunakan pendekatan psikologis sastra sudah pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan oleh penulis masih relevan dan bermanfaat untuk dikembangkan. Penelitian ini masih merupakan penelitian yang sejenis, karena sama-sama menggunakan pendekatan psikologis sastra.
Kerangka Teori
2.2 Hakikat Novel
Kata novel berasal dari bahasa Latin novellas, yang terbentuk dari kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Dikatakan baru karena novel adalah bentuk karya sastra yang datang dari karya sastra lainnya seperti puisi dan drama (Heru Santosa dan Sri Wahyuni, 2010:46).
Menurut (KBBI, 2008:969) novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel juga diartikan sebagai suatu
(31)
karangan atau karya sastra yang lebih daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek, yang isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik dari kehidupan seseorang secara singkat dan yang pokok-pokok saja (Heru Santosa dan Sri Wahyuni, 2010:46).
Novel menyajikan kehidupan itu sendiri. Sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga meniru alam dan kehidupan subjektivitas manusia (Wellek dan Warren, dalam Heru Santosa dan Sri Wahyuni). Sumarjo (dalam Heru Santosa dan Sri Wahyuni) mengatakan bahwa novel adalah produk masyarakat. Novel berada di masyarakat karena novel dibentuk oleh anggota masyarakat berdasarkan desakan-desakan emosional atau rasional dalam masyarakat.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa novel merupakan ceritaan rekaan atau tidak nyata yang menceritakan tentang kehidupan manusia dan segala tingkah laku manusia. Penceritaan di dalam karya fiksi ini biasanya menceritakan seputar kehidupan sosial, politik, religiusitas, ekonomi, dan lain sebagainya.
2.3Unsur Intrinsik (Tokoh, Penokohan,Latar, dan Alur)
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun dari dalam suatu karya sastra. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan unsur intrinsik yaitu tokoh, penokohan, latar, dan alur dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado.
(32)
2.3.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku atau aktor dalam sebuah cerita sejauh ia oleh pembaca dianggap sebagai tokoh konkret, individual (Dick Hartoko dan Rahmanto, 1986:144). Menurut Sudjiman (1990:79), tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Sedangkan tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007:165), adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Menurut Sayuti (dalam Wiyatmi, 2006:30) tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang, meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Oleh karena itu, dalam sebuah fiksi tokoh hendaknya dihadirkan secara alamiah. Dalam arti tokoh-tokoh itu memiliki “kehidupan” atau berciri “hidup” atau memiliki derajat lifelikeness (keseperti hidupan).
Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita menurut Nurgiyantoro (2007:176), tokoh dibagi menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita, sedang yang kedua adalah tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai jadian. Tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan,
(33)
dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. Menurut Sudjiman (1990:79), tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh dalam lakon yang tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mereka tidak memegang peranan, bahkan tidak penting sebagai individu.
Hampir sama seperti manusia nyata, tokoh dalam fiksi pun memiliki watak. Ada dua cara menggambarkan watak tokoh yaitu secara langsung (telling, analitik) dan tak langsung (showing, dramatik). Selanjutnya secara tak langsung watak tokoh digambarkan melalui beberapa cara: (1) penamaan tokoh (naming), (2) cakapan, (3) penggambaran pikiran tokoh, (4) arus kesadaran, (5) pelukisan perasaan tokoh, (6) perbuatan tokoh, (7) sikap tokoh, (8) pandangan seseorang atau banyak tokoh terhadap tokoh tertentu, (9) pelukisan fisik, dan (10) pelukisan latar (Sayuti dalam Wiyatmi, 2006:32).
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007:165). Sedangkan menurut Sudjiman (1988:23), penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Dapat disimpulkan bahwa pengertian dari tokoh adalah orang yang memainkan suatu adegan dalam cerita, sedangkan penokohan adalah watak atau karakter yang ada dalam setiap tokoh.
2.3.2 Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216).
(34)
Menurut Sudjiman (1990:48), latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.
Menurut Zaidan (1988:33), latar ialah segera keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana yang diceritakan dalam karya sastra atau sebuah novel. Latar dalam sebuah karya cukup penting, diantaranya untuk:
1. Memperjelas bila di mana dan bagaimana terjadinya peristiwa yang dikisahkan. 2. Memperjelas alur dan tokoh cerita.
3. Memperjelaskan suasana dan peristiwa dalam cerita.
Menurut Nurgiyantoro (2007:227), unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
1. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Akhirnya perlu dikemukakan bahwa latar tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi. Ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh.
(35)
2. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
3. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.
2.3.3 Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan disajikan dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian (Sudjiman, 1990: 61). Menurut Nurgiyantoro (2000: 110), plot/ alur adalah rangkaian peristiwa yang tersaji secara berurutan sehingga membentuk sebuah cerita. Plot atau alur merupakan cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah dalam suatu cerita.
(36)
Alur dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu alur kronologis dan alur tidak kronologis (Nurgiyantoro, 2007: 153-156). Alur kronologis disebut juga alur lurus atau alur maju, yaitu struktur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis; peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang kemudian atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan, konflik), tahap tengah (konflik meningkat, klimaks), dan tahap akhir (penyelesaian).
Alur tidak kronologis disebut sebagai alur sorot balik (flash back) atau alur mundur, yaitu urutan kejadian tidak tersusun atau dimulai dari tahap awal, melainkan disusun dari akhir atau tengah cerita, baru kemudian ke tahap awal cerita. Dengan demikian, dapat disimpulkan alur adalah rangkaian peristiwa yang terdapat di dalam sebuah cerita. Dengan adanya alur ini, pembaca dapat lebih mengerti jalannya cerita yang disampaikan oleh pengarang.
2.4 Psikologi Sastra
Psikologi berasal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa , dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson dalam Albertine Minderop, 2011:3).
Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan (Albertine Minderop, 2011:55).
(37)
Psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconscious) yang selanjutnya dituangkan ke dalam bentuk conscious (Endraswara, dalam Albertine Minderop). Kedua, telaah psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologis dalam diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pembaca merasa terbuai oleh problema psikologis kisahan yang kadang kala merasakan dirinya terlibat dalam cerita (Albertine Minderop, 2011:55).
Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Kutha Ratna, 2009:41) menunjukkan empat model pendekatan psiokologis yang dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Meskipun demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan pengarang dan karya sastra, dan pembaca dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra.
Berdasarkan pendapat-pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang segala tingkah laku dan kejiwaan yang terdapat pada manusia. Psikologi sastra sendiri dapat disimpulkan sebagai ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan kejiwaan yang terdapat pada suatu karya sastra. Psikologi sastra ini dapat dilihat dari aspek pengarang, pembaca, dan tokoh dalam karya sastra.
(38)
2.5 Psikologi Abraham Maslow
Abraham Harold (Abe) Maslow lahir di Manhattan, New York, pada 1 April 1908. Abraham Maslow menemukan teori psikologi yang disebut dengan nama teori holistik-dinamis, karena teori ini menganggap bahwa keseluruhan dari seseorang terus menerus termotivasi oleh satu atau lebih kebutuhan dan bahwa orang mempunyai potensi untuk tumbuh menuju kesehatan psikologis (Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010:325).
Maslow percaya bahwa untuk menyelidiki kesehatan psikologis, satu-satunya tipe orang yang dipelajari ialah orang yang sehat. Maslow berkesimpulan bahwa semua manusia dilahirkan dengan kebutuhan-kebutuhan instinktif. Kebutuhan-kebutuhan universal yang mendorong kita untuk bertumbuh dan berkembang, untuk mengaktualisasikan diri, untuk menjadi semuanya sejauh kemampuan kita. Jadi, potensi untuk pertumbuhan dan kesehatan psikologis ada sejak lahir (Schults dalam Albertine Minderop, 2011:278).
Menurut Maslow tingkah laku manusia lebih ditentukan oleh kecenderungan individu untuk mencapai tujuan agar kehidupan si individu lebih berbahagia dan sekaligus memuaskan. Maslow menyampaikan teorinya tentang kebutuhan bertingkat (Albertine Minderop, 2011:280).
Konsep hierarki kebutuhan yang diungkapkan Maslow beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan di level rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di level tinggi menjadi hal yang memotivasi. Lima kebutuhan yang membentuk hierarki ini
(39)
adalah kebutuhan konatif, yang berarti bahwa kebutuhan-kebutuhan ini memiliki karakter mendorong atau memotivasi (Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010:331).
Maslow (dalam Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010:332) menyampaikan teorinya tentang kebutuhan bertingkat yang tersusun dalam lima tingkatan: fisiologis (physiological), keamanan (safety), cinta dan keberadaan (love and belongingness), penghargaan (esteem), dan aktualisasi diri ( self actualization). Adapun kebutuhan-kebutuhan yang dialami oleh tokoh Mata Hari, dengan menggunakan kebutuhan:
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah sekelompok kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasannya karena terkait dengan kebutuhan biologis manusia. Kebutuhan fisiologis, misalnya kebutuhan: pangan, sandang, papan, oksigen, seks, dan sebagainya, demi kelangsungan hidup manusia. Karena kebutuhan paling mendesak, maka sebelum ini tercapai, tidak akan bergerak menuju kebutuhan di atasnya. Kebutuhan ini sangat berpengaruh terhadap tingkah laku manusia dan ia selalu berusaha memenuhinya (Albertine Minderop, 2011:286).
Kebutuhan fisiologis berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya setidaknya dalam dua hal penting. Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang dapat terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi. Karakteristik berbeda yang kedua dari kebutuhan fisiologis adalah kemampuannya untuk muncul kembali (Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010:333).
(40)
b. Kebutuhan akan Keamanan
Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka menjadi termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan. Yang termasuk di dalam kebutuhan akan keamanan adalah keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam. Kebutuhan akan hukum, ketenteraman, dan keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan (Maslow dalam Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010:333).
Ketidakpastian yang dihadapi manusia membuat manusia harus mencapai sebanyak mungkin jaminan, perlindungan, ketertiban menurut kemampuan kita. Apabila kita mencapai suatu tingkat tertentu dari rasa aman dan jaminan, maka kita akan digerakkan untuk memuaskan kebutuhan akan memiliki dan cinta (Albertine Minderop, 2011:283). c. Kebutuhan akan Rasa Memiliki dan Cinta
Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjadi termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan, seperti keinginan untuk berteman; keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak; kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau negara. Cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan cinta (Maslow dalam Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010:334).
(41)
Kebutuhan rasa memiliki dan cinta dapat dipenuhi dengan cara menggabungkan diri dengan suatu kelompok atau perkupulan, menerima nilai-nilai dan sifat-sifat atau memakai pakaian seragam dengan maksud agar merasakan perasaan memiliki. Untuk memuaskan kebutuhan akan cinta kita dapat membangun suatu hubungan akrab dan penuh perhatian dengan orang lain atau dengan orang-orang pada umumnya, dalam hubungan ini memberi dan menerima cinta adalah sama penting. Menurut Maslow, sulit bagi kita memenuhi kebutuhan cinta dewasa ini sehingga menimbulkan rasa kesepian dan keterasingan. Oleh karena itu, banyak tumbuh berbagai kelompok untuk melepaskan diri dari perasaan terisolasi karena kegagalan mencapai cinta dan memiliki (Albertine Minderop, 2011:283).
d. Kebutuhan akan Penghargaan
Menurut Maslow (dalam Albertine Minderop, 2011:284) setiap orang memiliki dua penghargaan yang berasal dari orang lain dan penghargaan terhadap diri sendiri. Penghargaan yang berasal dari orang lain adalah yang utama. Penghargaan yang berasal dari orang lain berdasarkan reputasi, kekaguman, status, popularitas, keberhasilan dalam masyarakat, dan semua sikap bagaimana pandangan orang lain terhadap kita. Apabila kita merasakan suatu perasaan penghargaan dari dalam atau penghargaan diri, kita merasa yakin dan aman akan diri kita; kita merasa berharga dan adekuat (serasi, seimbang).
(42)
e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan akan aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat kita, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas kita. Kita harus menjadi menurut potensi kita untuk menjadi. Walaupun kita telah mencapai kebutuhan dalam tingkat rendah, merasa aman secara fisik dan emosional, mempunyai rasa memiliki, dan cinta, merasa berharga, namun kita akan merasa kecewa, tidak tenang dan tidak puas kalau kita gagal berusaha memuaskan kebutuhan akan aktualisasi diri. Bila kondisi ini terjadi, maka kita tidak berada dalam damai dengan diri kita dan tidak bisa dikatakan sehat secara psikologis (Schultz dalam Albertine Minderop, 2011:284).
Kebutuhan akan aktualisasi diri adalah kebutuhan manusia tertinggi. Kebutuhan ini tercapai apabila kebutuhan-kebutuhan di bawahnya telah terpenuhi dan terpuaskan. Menurut Maslow, seseorang akan mampu mencapai kebutuhan ini apabila ia mampu melewati masa-masa sulit yang berasal dari diri sendiri maupun dari luar. Hambatan dari diri sendiri misalnya timbul rasa ragu-ragu, takut, malu, dan sebagainya. Kendala dari luar misalnya, tidak adanya kesempatan atau diskriminasi dari lingkungannya (Albertine Minderop, 2011:307).
2.6 Konflik
Menurut Soeitoe (1971:21) konflik adalah aspek-aspek pada aktivitas manusia yang dapat timbul dalam kehidupan sehari-hari tiap-tiap orang. Konflik
(43)
terjadi karena kegagalan dalam penyesuaian diri. Konflik batiniah berakar pada rintangan terhadap pada pemuasan diri dan penolakan dari ambisi sosial. Konflik terjadi dalam:
a. Pemilihan mana yang tepat
b. Pemilihan antara dua jalan atau cara untuk mencapai suatu tujuan yang vital
c. Pemilihan antara dua tujuan yang sama pentingnya
d. Merasakan adanya ancaman yang seakan-akan mengepung dan mengikat seseorang, sehingga ia tidak dapat mengadakan pemilihan sama sekali. Menurut Heerdjan (1987:31), konflik adalah keadaan pertentangan antara dorongan-dorongan yang berlawanan, tetapi ada sekaligus bersama-sama dalam diri seseorang. Konflik timbul pada saat ego menghadapi dorongan kuat dari id yang tidak dapat diterimanya dan dihayati sebagai berbahaya. Bila kekuatan naluri melebihi kemampuan ego untuk mengendalikan dan menyalurkannya, muncullah gejala rasa cemas. Ini tanda bahaya, yang menyatakan bahwa ego berhasil menyelesaikan konflik.
Robert (2005:194), konflik menekankan adanya kepentingan yang bertentangan dan kesadaran mengenai hal dari pihak-pihak yang terkait. Konflik merupakan suatu proses di mana individu atau kelompok mempersepsikan bahwa orang lain telah atau akan segera melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pribadi mereka. Jadi dapat disimpulkan, bahwa konflik merupakan suatu hal yang bertentangan antar individu atau suatu kelompok karena adanya perbedaan pendapat atau kesalah pahaman.
(44)
Konlik batin adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga memengaruhi tingkah laku (Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2008:723). Konflik terjadi karena manusia harus memilih. Konflik bisa pula terjadi karena masalah internal seseorang. Singkatnya, konflik terjadi karena:
1. Adanya kebebasan versus ketidakbebasan
Manusia kerap kali ingin melakukan sesuatu di masa kecil, namun kita diberi pelajaran bahwa yang kita lakukan harus diikuti dengan sikap bertanggung jawab.
2. Adanya kerja sama versus persaingan
Kompetisi telah diajarkan sejak masa kecil hingga dewasa, sejak di sekolah dasar hingga terjuan ke masyarakat, dalam bidang pekerjaan. Di saat bersamaan kita harus pula bekerja sama dan menolong orang lain. Kontradiksi semacam ini berpotensi melahirkan konflik.
3. Adanya ekspresi impuls versus standar moral
Suatu masyarakat menganut sistem moral yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat sebagai individu dan sebagai warga masyarakat. Misalnya, naluri agresif seksual kerap kali berkonflik dengan standar moral yang bilamana dilanggar akan melahirkan frustasi (Minderop, 2011:230).
(45)
2.7 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Hamalik (dalam Joko Susilo, 2008:78) memberikan tafsiran kurikulum dalam tiga hal, yaitu:
(1) Kurikulum memuat Isi dan Materi Pembelajaran
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
(2) Kurikulum sebagai Rencana Pembelajaran
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.
(3) Kurikulum sebagai Pengalaman Belajar.
Kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di luar kelas.
Menurut Muslich (2007:10), KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah. Departemen Pendidikan Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua sekolah telah melaksanakan KTSP. KTSP disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik
(46)
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich, 2007:1).
KTSP memiliki empat komponen, yaitu (1) tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, (2) struktur dan muatan KTSP, (3) Kalender Pendidikan, dan (4) Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pengajaran ((Muslich, 2007:12).
Komponen 1: Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
a. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejujuran.
Komponen 2: Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam Standar Isi, yang dikembangkan dari kelompok mata pelajaran berikut:
1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. 3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. 4) Kelompok mata pelajaran estetika.
(47)
5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Sedangkan untuk muatan tingkat satuan pendidikan meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu, materi muatan lokal dan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
Komponen 3: Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.
Komponen 4: Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pengajaran
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Berdasarkan silabus inilah guru bisa mengembangkannya menjadi Rancangan Pelaksanaan Pengajaran yang akan diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.
Pembelajaran sastra, khususnya novel dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas XI semester I dengan aspek membaca. Kelas XI semester I memiliki standar kompetensi: Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/ novel terjemahan dan kompetensi dasar: Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan. Pembelajaran sastra tentang novel ini akan diimplementasikan kepada siswa dalam bentuk Silabus dan RPP dengan menggunakan pedoman KTSP. Selain itu, terdapat nilai pendidikan yang
(48)
terdapat dalam novel sehingga siswa dapat mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.8 Silabus
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (Depdiknas, 2006:344). Silabus merupakan salah satu produk pengembangan kurikulum dan pembelajaran yang berisikan garis-garis besar materi pembelajaran (Muslich, 2007, 25-26). Dalam KTSP, pengembangan silabus diserahkan sepenuhnya kepada setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, setiap satuan pendidikan diberi kebebasan dan keluasan dalam mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing. Agar pengembangan silabus yang dilakukan oleh setiap satuan pendidikan tetap berada dalam bingkai pengembangan kurikulum, maka perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan silabus (Mulyasa, 2007:191).
Silabus merupakan uraian yang lebih rinci mengenai kompetensi dasar, materi standar, hasil belajar yang harus dimiliki oleh peserta didik sehubungan dengan suatu mata pelajaran. Menurut (Mulyasa, 2007:203-206), di dalam penyusunan silabus terdapat langkah-langkah pengembangan silabus, yaitu
(49)
1) Mengisi Kolom Identitas
2) Mengkaji dan Menganalisis Standar Kompetensi
Mengkaji dan menganalisis standar kompetensi mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut.
a. Urutan tidak harus sesuai dengan urutan yang ada dalam standar isi, melainkan berdasarkan hirarki konsep disiplin ilmu dan tingkat kesulitan bahan.
b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
c. Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
3) Mengkaji dan Menentukan Kompetensi Dasar
Mengkaji dan menentukan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut:
SILABUS
Nama Sekolah : SDN Karang Sari Mata Pelajaran : B. Indonesia Kelas/ Semester : IV/2
(50)
a. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada dalam standar isi.
b. Keterkaitan antar kompetensi dasar dalam mata pelajaran. c. Keterkaitan kompetensi dasar dengan standar kompetensi. 4) Mengidentifikasi Materi Standar
Mengidentifikasi materi standar yang menunjang standar kompetensi dan kompetensi dasar, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
a. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik.
b. Kebermanfaatan bagi peserta didik. c. Struktur keilmuan.
d. Ke dalaman dan ke luasan materi.
e. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan.
f. Alokasi waktu.
5) Mengembangkan Pengalaman Belajar (Standar Proses)
Pengalaman belajar merupakan kegiatan mental dan fisik yang dilakukan peserta didik dalam proses pembentukkan kompetensi, dengan berinteraksi aktif dengan sumber belajar melalui pendekatan, metode, dan metode pembelajaran yang bervariasi.
(51)
6) Merumuskan Indikator Keberhasilan
a. Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda, perbuatan, dan respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik.
b. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
c. Indikator dirumuskan dalam kata kerja operasional yang dapat diukur dan dapat diobservasi, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun alat penilaian. 7) Menentukan Penilaian (Standar Penilaian)
Penilaian pencapain kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator, dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, penggunaan porofolio, dan penilaian diri.
8) Alokasi Waktu
Alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar dilakukan dengan memperhatikan jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu dengan mempertimbnagkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, ke dalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingannya. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh rata-rata peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar.
(52)
9) Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek, dan bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar dilakukan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, indikator kompetensi, serta materi pokok, dan kegiatan pembelajaran.
Format Silabus Berbasis KTSP
Format silabus berbasis KTSP minimal mencakup: (1) standar kompetensi, (2) kompetensi standar, (3) indikator, (4) materi standar, (5) standar proses (kegiatan belajar mengajar), dan (6) standar penilaian (Mulyasa, 2007: 191-195). Format tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut.
Format Silabus
Nama Sekolah :... Mata Pelajaran :... Kelas/Semester :... Alokasi Waktu :...
(53)
No Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator Materi Standar
Standar Proses (KBM)
Standar Penilaian
Menurut Muslich (2007:39), pengembangan silabus dapat dikemas ke dalam tiga jenis format. Pengembangan silabus dapat memilih satu diantara jenis berikut:
Silabus Format 1
Nama Sekolah :... Mata Pelajaran :... Kelas/ Semester :... Standar Kompetensi :...
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Pengalaman Belajar
Indikator Penilaian Alokasi Waktu
Sumber/ Bahan/
(54)
Silabus Format 2
Nama Sekolah :... Mata Pelajaran :... Kelas/ Semester :... Standar Kompetensi :...
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Pengalaman Belajar
Indikator Penilaian Alokasi Waktu
Sumber/ Bahan/
Alat
Silabus Format 3
Nama Sekolah :... Mata Pelajaran :... Kelas/ Semester :... I. Standar Kompetensi :... II. Kompetensi Dasar :... III. Materi Pokok :... IV. Pengalaman Belajar :...
(55)
VI. Penilaian :... VII. Alokasi Waktu :... VIII. Sumber/ Bahan/ Alat :...
2.9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007:45). Dengan demikian, RPP merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. RPP perlu dikembangkan untuk mengkoordinasikan komponen pembelajaran, yakni: kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian (Mulyasa, 2007:213).
Pengembangan RPP harus diawali dengan pemahaman terhadap arti dan tujuannya, serta menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Ada dua fungsi RPP dalam KTSP, yaitu fungsi perencanaan dan fungsi pelaksanaan. Fungsi perencanaan RPP adalah bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran hendaknya dapat mendorong guru lebih siap melakukan kegiatan pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Sedangkan secara pelaksanaan pembelajaran harus disusun secara sistemik dan sistematis, utuh dan menyeluruh, dengan beberapa kemungkinan penyesuaian dalam situasi pembelajaran yang aktual (Mulyasa, 2007:217).
Menurut Muslich (2007:46), terdapat langkah-langkah yang patut dilakukan guru dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP):
(56)
1) Ambillah satu unit pembelajaran yang akan diterapkan dalam pembelajaran.
2) Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam unit tersebut.
3) Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut.
4) Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai indikator tersebut.
5) Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.
6) Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan atau dikenakan kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
7) Pilihlah metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan pembelajaran.
8) Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan rumusan tujuan pembelajaran, yang bisa dikelompokkan menjadi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
9) Jika alokasi waktu untuk mencapai satu kompetensi dasar lebih dari dua jam pelajaran, bagilah langkah-langkah pembelajaran menjadi menjadi lebih dari satu pertemuan. Pembagian setiap jam pertemuan bisa didasarkan pada satuan tujuan pembelajaran atau sifat/ tipe/ jenis materi pembelajaran.
10)Sebutkan sumber / media belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran secara konkret dan untuk setiap bagian/ unit pertemuan.
(57)
11)Tentukan teknik penilaian, bentuk, dan contoh instrumen penilaian yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Contoh Format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Satuan Pendidikan :... Mata Pelajaran :... Kelas/ Semester :... Standar Kompetensi :... Indikator :... Alokasi Waktu :... x ...(...pertemuan)
A. Tujuan Pembelajaran
... B. Materi Pembelajaran
... C. Metode Pembelajaran
... D. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan 1
Kegiatan Awal: (Dilengkapi dengan alokasi waktu)
... Kegiatan Inti: (Dilengkapi dengan alokasi waktu)
(58)
Kegiatan Penutup: (Dilengkapi dengan alokasi waktu)
... Pertemuan 2
... Dan seterusnya
E. Sumber Belajar (Disebutkan secara konkret)
... F. Penilaian
Teknik
... Bentuk Instrumen
... Contoh Instrumen (Soal/ Tugas):
(Ditambah Kunci Jawaban atau Pedoman Penilaian
... ..., ... Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
(59)
2.10 Pembelajaran Sastra di SMA
Menurut Rahmanto (1988:16) pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Agar dapat memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan. Ada tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika ingin memilih bahan pengajaran sastra (Rahmanto, 1988:27):
1. Bahasa
Perkembangan karya sastra melewati tahap-tahap yang meliputi banyak aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor-faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Agar pengajaran sastra dapat lebih berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan ketrampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya.
2. Psikologi
Dalam memilih bahan pengajaran sastra , tahap-tahap perkembangan psikologis ini hendaknya diperhatikan karena tahp-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya
(60)
terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi. Untuk membantu guru lebih memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak sekolah dasar dan menengah, Rahmanto (1988:30) menyajikan tentang perkembangan psikologi anak:
i. Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)
Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata, tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan. ii. Tahap romantik (10 sampai 12 tahun)
Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Pada tahap ini anak telah menyenangi ceritera kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.
iii. Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)
Sampai tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi.
iv. Tahap generalisasi ( umur 16 tahun dan selanjutnya)
Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal yang praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu.
(61)
3. Latar belakang budaya
Latar belakang karya sastra ini meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah, topografi, iklim, mitologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berfikir, nilai-nilai masyarakat, seni, olahraga, hiburan, moral, etika, dan sebagainya. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka. Dengan demikian, secara umum guru sastra hendaknya memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.
Belajar sastra pada dasarnya adalah belajar bahasa dalam praktek. Belajar sastra harus selalu berpangkal pada realisasi bahwa setiap karya pada pokoknya merupakan kumpulan kata yang bagi siswa harus diteliti, ditelusuri, dianalisis, dan diintegrasikan. Kita sadar bahwa tak ada informasi dari luar baik itu berupa pengantar, komentar guru, cara membaca, gambar maupun kritik yang sebelumnya lebih dapat menuntut perhatian siswa kecuali pengalaman siswa itu sendiri. Pengalaman dari karya sastra bagaimanapun hanya dapat dimulai dan dilanjutkan dengan mempelajari analisis verbal. Karena kita banyak membaca, kita merasa mudah sekali menerima isi suatu bacaan (Rahmanto, 1988:38).
(62)
Berdasarkan standar kompetensi (Depdiknas), pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) diharapkan:
1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri;
2. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
3. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya
4. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah;
5. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia;
6. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
(1)
dan kecewa terhadap istrinya. Ternyata, istrinya sudah tidak perawan. Kemarahan
dan kekecewaan Ruud dilampiaskan dengan cara bermain fisik terhadap Mata
Hari. Ruud menampar Mata Hari, hingga Mata Hari terpelanting di lantai dan
pingsan.
Mata Hari akhirnya mengandung anak yang pertama, buah cintanya
dengan suaminya Ruud. Akan tetapi, disaat Mata Hari ingin ngidam Ruud selalu
pergi entah kemana. Banyak desas desus yang sampai pada telinga Mata Hari
tentang keberadaan Ruud. Tetapi Mata Hari selalu berfikir positif, desas desus
tersebut hanya disebarkan oleh orang yang iri dan benci kepada seseorang.
Akhirnya, pada bulan kesembilan Mata Hari melahirkan seorang anak lelaki yang
diberi nama Norman John.
Ruud ditugaskan di Indonesia, tepatnya di daerah Ambarawa. Di
Ambarawa mereka tinggal di perumahan tentara. Mereka mempunyai seorang
babu yang bernama Nyai Kidhal. Nyai Kidhal ini bernama asli Kinanti, dia pandai
berbahasa Belanda, khas Indo-Indo, yaitu bahasa Belanda argot. Mata Hari selalu
mendapatkan ilmu tentang seks Jawa dari Nyai Kidhal. Di Ambarawa Mata Hari
mengandung lagi anaknya yang kedua. Ruud seharusnya suka cita karena istrinya
mengandung lagi anaknya yang kedua. Akan tetapi, tanpa rasa bersalah dan
berdosa Ruud ingin memanfaatkan Nyai Kidhal untuk semata-mata bisa
bersetubuh dengan alasan supaya tidak menganggu kehamilan Mata Hari.
Mata sangat kecewa dengan sikap suaminya itu, akhirnya dia menyuruh
Nyai Kidhal untuk kembali ke rumahnya yang bernama dusun Mojosongo. Suatu
(2)
dibutuhkan. Didik adalah pribumi asli Minahasa, dia bekas kopral yang
dipulangkan dari perang di Aceh dua tahun lalu sebab matanya picek. Saat itu
Mata Hari sedang duduk termenung melihat burung-burung perenjak yang
berkicau, ia cemburu seolah-olah girang dan menyanyi di situ. Akhirnya, Didik
dapat menyimpulkan Mata Hari suka dengan kegiatan menyanyi dan menari.
Didik kemudian mengajak Mata Hari ke Magelang karena istrinya Didik
mempunyai keluarga yang sering menari di Kraton Yogyakarta. Keluarganya itu
sering dipanggil dengan nama Mbah Kung, Mata Hari pun tertarik dengan ajakan
Didik.
Di padepokan Mbah Kung, Mata Hari merasa sangat dihargai dan dikajeni.
Pemimpinnya pun merasa senang karena Mata Hari memanggil pemimpinnya
dengan sebutan Mbah Kung juga. Di sana Mata Hari berlatih menari, hingga
akhirnya rombongan kesenian pimpinan Mbah Kung mengisi acara pertunjukkan
di bawah Candi Borobudur untuk menyambut Sri Sultan Hamengkubuwono.
Mbah Kung pun memberi kesempatan kepada Mata Hari untuk menari berdua
dengan Astri putrinya.
Bakat menari yang dimiliki Mata Hari membuat dirinya menjadi makin
populer. Hingga akhirnya Mata Hari mendapat kesempatan untuk menari di
gedung Societeit de Harmonie. Mata Hari dalam menari tidak hanya
menggunakan tubuhnya saja, tetapi roh dan jiwanya pun membuat suatu
keindahan dalam menari. Mata Hari menari di gedung tersebut setelah melahirkan
(3)
Mata Hari sangat benci dengan suaminya Ruud yang suka bermain dengan
banyak wanita. Kebiasaan Ruud yang suka bermain wanita, menyebabkan
anaknya Norman John mengalami kebutaan dan kelumpuhan. Hal ini dibuktikan
karena penyakit sifilis yang ditularkan dari ayahnya. Mata Hari pun menceraikan
Ruud karena sifat Ruud yang selalu semena-mena terhadap istrinya.
Bakat menjadi seorang pelacur pun dilakukan oleh Mata Hari untuk
membalas perbuatan suaminya yang selalu bermain wanita lain. Hal ini dilakukan
oleh Mata Hari karena ia ingin membuktikan bahwa lelaki bisa, perempuan juga
bisa melakukan seperti apa yang dilakukan oleh lelaki. Melalui Cremer dan
Brousson, Mata Hari mulai belajar untuk menjadi seorang pelacur tanpa rasa
bersalah. Hingga akhirnya, perbuatan tersebut dilakukan dengan laki-laki lain
kalangan perwira dan pejabat tinggi saja. Mata Hari melakukan hubungan seks
dengan lelaki lain hanya untuk sekedar mencari kesenangan dan uang. Menurut
Mata Hari permainan seks sebagai permainan keindahan yang memberikan
kesenangan dan kepuasaan.
Mata Hari kembali ke Belanda bersama anaknya yang bernama Jeanne
Louisa, lalu berjumpa dengan ayahnya. Kemudian Mata Hari ke Amsterdam
menemui saudara perempuan Ruud untuk menceritakan semua tentang yang
terjadi antara dirinya dan Ruud. Akan tetapi, Mata Hari getun karena kakaknya
tidak seperti dulu. Dua hari setelah Ruud tiba di Belanda, Ruud langsung mencari
alamat tinggal Mata Hari. Rencana perceraian itu pun akhirnya terjadi, Ruud dan
Mata Hari sudah resmi bercerai. Hak asuh Jeanne Louisa berada di tangan Ruud,
(4)
di dunia pertunjukkan tidak sanggup mengurusi orang lain bahkan anaknya
sendiri. Mata Hari merasa kecewa dan marah terhadap keputusan pengadilan.
Keinginan Mata Hari sebagai seorang penari berawal dari Paris karena jika
Mata Hari tampil di Paris dengan baik maka otomatis dia akan menjadi terkenal di
seluruh Eropa. Mata Hari juga bertemu dengan kedua perwira yang bernama Von
Bayerling dan Ladoux. Von Bayerling ini berasal dari Jerman dan Ladoux berasal
dari Prancis. Secara tidak langsung, Mata Hari menjadi mata-mata kedua negara
tersebut antara Jerman dan Prancis yang akan melakukan tindakan perang. Mata
Hari disuruh untuk mencari dan mengorek informasi dengan cara “dialog bantal”.
Mata Hari pun juga mempunyai kekasih yang bernama Vadim Maslov.
Diantara sekian banyak lelaki yang pernah tidur dengan Mata Hari, Maslov inilah
satu-satunya yang telah membuat hati Mata Hari betul-betul percaya akan
saktinya cinta. Mata Hari pun mempunyai keinginan hidup dengan Maslov sampai
akhir hidupnya dan membangun rumah di daerah Borobudur.
Takdir berkata lain, Mata Hari dipenjara karena telah menjadi seorang
pengkhianat dan mata-mata dua kenegaraan. Di sisi lain Maslov juga tertembak
saat perang terjadi. Saat berada di penjara Mata Hari tidak dipertemukan dengan
kekasihnya. Akhirnya Mata Hari di bawa ke pengadilan kota yang disebut Istana
Keadilan. Di luar ruang pengadilan banyak khalayak yang ingin melihat Mata
Hari karena disebut oleh pers sebagai simbol seks di masa-masa tegang Perang
Dunia 1.
Tidak ada harapan Mata Hari untuk bebas dari tuntutan jaksa. Di
(5)
tetap, bahwa Mata Hari dinyatakan bersalah sebagai pengkhianat sehingga harus
mati. Di dalam penjara hanya Pere, Soeur, Clunet, dan Lintjens yang selalu
memberikan kekuatan dan simpati terhadap Mata Hari. Akhirnya Mata Hari di
bawa ke Bois de Vincennes, hutan pinggiran Paris untuk dieksekusi oleh regu
tembak. Mata Hari mati dengan cara ditembak, tetapi dia tidak mau matanya
ditutup dengan kain hitam dan mencopot pakaian yang digunakannya. Mata Hari
mati tanggal 15 Oktober 1917. Mata Hari mati dengan menyebut nama Tuhan,
(6)
BIODATA PENULIS
Anastasia Ria Indrasworo lahir di Jakarta, tanggal 27
Juli 1991. Anak pertama dari pasangan Aloysius Maryanto
dan Martina Hartini ini menyelesaikan pendidikan di
Taman Kanak-kanak Santa Theresia Boro tahun 1997. Ia
kemudian melanjutkan studinya di SD Marsudirini Boro
pada tahun 1997-2003. Setelah tamat Sekolah Dasar, ia melanjutkan studinya di
SMP Pangudi Luhur 1 Kalibawang pada tahun 2003-2006. Setamatnya SMP, ia
melanjutkan studinya di SMA Pangudi Luhur Sedayu dan lulus pada tahun 2009.
Pada tahun 2009-2013, Anastasia Ria Indrasworo meneruskan
pendidikannya di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Ia mengambil Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI). Masa pendidikan di
Universitas Sanata Dharma, di akhiri dengan menulis skripsi dengan judul
Konflik Batin Tokoh Mata Hari dalam Novel Namaku Mata Hari Karya Remy Sylado dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra).