karangan atau karya sastra yang lebih daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek, yang isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang
penting, menarik dari kehidupan seseorang secara singkat dan yang pokok-pokok saja Heru Santosa dan Sri Wahyuni, 2010:46.
Novel menyajikan kehidupan itu sendiri. Sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga meniru alam dan kehidupan
subjektivitas manusia Wellek dan Warren, dalam Heru Santosa dan Sri Wahyuni. Sumarjo dalam Heru Santosa dan Sri Wahyuni mengatakan bahwa
novel adalah produk masyarakat. Novel berada di masyarakat karena novel dibentuk oleh anggota masyarakat berdasarkan desakan-desakan emosional atau
rasional dalam masyarakat. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa
novel merupakan ceritaan rekaan atau tidak nyata yang menceritakan tentang kehidupan manusia dan segala tingkah laku manusia. Penceritaan di dalam karya
fiksi ini biasanya menceritakan seputar kehidupan sosial, politik, religiusitas, ekonomi, dan lain sebagainya.
2.3 Unsur Intrinsik Tokoh, Penokohan,Latar, dan Alur
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun dari dalam suatu karya sastra. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan unsur intrinsik yaitu
tokoh, penokohan, latar, dan alur dalam novel Namaku Mata Hari
karya Remy Sylado.
2.3.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku atau aktor dalam sebuah cerita sejauh ia oleh pembaca dianggap sebagai tokoh konkret, individual Dick Hartoko dan
Rahmanto, 1986:144. Menurut Sudjiman 1990:79, tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa
dalam cerita. Sedangkan tokoh cerita menurut Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:165, adalah orang -orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Menurut Sayuti dalam Wiyatmi, 2006:30 tokoh adalah para pelaku yang
terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang, meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam
nyata. Oleh karena itu, dalam sebuah fiksi tokoh hendaknya dihadirkan secara alamiah. Dalam arti tokoh-to
koh itu memiliki “kehidupan” atau berciri “hidup” atau memiliki derajat lifelikeness keseperti hidupan.
Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita menurut Nurgiyantoro 2007:176, tokoh dibagi menjadi tokoh utama dan
tokoh tambahan. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita, sedang yang kedua adalah tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan
penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai jadian.
Tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan,
dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. Menurut Sudjiman 1990:79, tokoh tambahan
adalah tokoh-tokoh dalam lakon yang tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mereka tidak memegang peranan, bahkan tidak penting sebagai individu.
Hampir sama seperti manusia nyata, tokoh dalam fiksi pun memiliki watak. Ada dua cara menggambarkan watak tokoh yaitu secara langsung telling,
analitik dan tak langsung showing, dramatik. Selanjutnya secara tak langsung watak tokoh digambarkan melalui beberapa cara: 1 penamaan tokoh naming,
2 cakapan, 3 penggambaran pikiran tokoh, 4 arus kesadaran, 5 pelukisan perasaan tokoh, 6 perbuatan tokoh, 7 sikap tokoh, 8 pandangan seseorang
atau banyak tokoh terhadap tokoh tertentu, 9 pelukisan fisik, dan 10 pelukisan latar Sayuti dalam Wiyatmi, 2006:32.
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita Nurgiyantoro, 2007:165. Sedangkan menurut
Sudjiman 1988:23, penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Dapat disimpulkan bahwa pengertian dari tokoh adalah orang yang
memainkan suatu adegan dalam cerita, sedangkan penokohan adalah watak atau karakter yang ada dalam setiap tokoh.
2.3.2 Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216.
Menurut Sudjiman 1990:48, latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.
Menurut Zaidan 1988:33, latar ialah segera keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana yang diceritakan dalam karya sastra atau sebuah novel. Latar
dalam sebuah karya cukup penting, diantaranya untuk: 1.
Memperjelas bila di mana dan bagaimana terjadinya peristiwa yang dikisahkan. 2.
Memperjelas alur dan tokoh cerita. 3.
Memperjelaskan suasana dan peristiwa dalam cerita. Menurut Nurgiyantoro 2007:227, unsur latar dapat dibedakan ke dalam
tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing- masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara
sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
1. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Akhirnya perlu dikemukakan
bahwa latar tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi. Ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sejalan dengan
perkembangan plot dan tokoh.
2. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah
“kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
3. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Di samping itu, latar sosial juga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.
2.3.3 Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan disajikan dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan
selesaian Sudjiman, 1990: 61. Menurut Nurgiyantoro 2000: 110, plot alur adalah rangkaian peristiwa yang tersaji secara berurutan sehingga membentuk
sebuah cerita. Plot atau alur merupakan cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir dan bersikap dalam menghadapi berbagai
masalah dalam suatu cerita.
Alur dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu alur kronologis dan alur tidak kronologis Nurgiyantoro, 2007: 153-156. Alur kronologis disebut juga alur
lurus atau alur maju, yaitu struktur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis; peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa
yang kemudian atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal penyituasian, pengenalan, pemunculan, konflik, tahap tengah konflik meningkat, klimaks,
dan tahap akhir penyelesaian. Alur tidak kronologis disebut sebagai alur sorot balik flash back atau alur
mundur, yaitu urutan kejadian tidak tersusun atau dimulai dari tahap awal, melainkan disusun dari akhir atau tengah cerita, baru kemudian ke tahap awal
cerita. Dengan demikian, dapat disimpulkan alur adalah rangkaian peristiwa yang terdapat di dalam sebuah cerita. Dengan adanya alur ini, pembaca dapat lebih
mengerti jalannya cerita yang disampaikan oleh pengarang.
2.4 Psikologi Sastra