al., 2008 cit., Putra et al., 2012, secara umum efek sitotoksik ekstrak menunjukkan fenomena dose-dependent, dimana efek sitotoksik meningkat
seiring meningkatnya konsentrasi ekstrak dan lamanya inkubasi. Penelitian ini menggunakan sel T47D, sel ini berbentuk lonjong saat
normal. Kemudian sel mati mengalami perubahan morfologi yaitu sel berwarna gelap dan tidak menempel pada dasar plate Suhesti and Aditiyono, 2012.
Gambar 9. Morfologi sel kanker payudaraT47D. Kontrol Sel A, Perlakuan EEDPE konsentrasi 2000 µgmL B, Perlakuan EEDPE konsentrasi 10 µgmL C, Perlakuan
EEDPE konsentrasi 0,01 µgmL D dan Tamoxifen E. Keterangan : sel normal,
sel mengalami perubahan morfologi
C. Uji Induksi Apoptosis
Apoptosis disebut juga kematian sel terprogram. Sinyal yang menginduksi apoptosis dapat diinduksi dari luar seperti hormon, atau induksi dari
dalam seperti infeksi viral. Sel yang mengalami apoptosis akan memperlihatkan perubahan morfologi spesifik seperti penyusutan sel, penebalan sitoplasma dan
pemadatan organel-organel sel, kondensasi kromatin, kerusakan nuclear envelope,
bleb pada membran sel dan pemisahan bagian sel menjadi beberapa vesikel Gabriel, 2007.
Pada penelitian ini, uji apoptosis dilakukan untuk mengetahui mekanisme kematian sel melalui jalur apoptosis atau nekrosis. Deteksi apoptosis
menggunakan alat FASC Calibur dengan program cellquest dan metode yang digunakan adalah Annexin V Fluos. Metode flowcytometry hanya mendeteksi satu
ciri spesifik dari proses apoptosis Span et al., 2001. Metode ini dapat mengukur spesifik populasi sel baik yang mengalami apoptosis, nekrosis dan sel yang masih
hidup. Annexin V adalah ion kalsium yang bergantung pada phospholipid
binding protein PBP dengan afinitas kuat pada phosphatidylserine PS dan memiliki ikatan lemah pada spesies fosfolipid seperti phosphatidylcholine dan
sphingomyeline, yang ada pada bagian luar membran plasma Vermes et al., 1995. Phosohatidylserine adalah fosfolipid bermuatan negatif, secara normal
yang sebagian besar ada pada membran leaflet menghadap ke sitosol. Ketika terjadi kematian sel, PS terlokasi pada lapisan luar membran. Hal ini terjadi pada
fase dini apoptosis selama membran sel itu sendiri masih utuh. Hasil analisis flow cytometry menggunakan annexin V fluoresensi hijau dan propidium iodine PI
flouresensi merah dapat membedakan sel yang utuhhidup Annexin
-
PI
-
, sel yang mengalami early apoptosis Annexin
+
PI
-
, sel yang mengalami late apoptosis Annexin
+
PI
+
Span, 2001 dan sel yang mengalami nekrosis Annexin
-
PI
+
Nurzijah et al., 2012. Sel memasuki fase apoptosis menunjukkan hilangnya asimetris fosfolipid, dengan terbukanya PS pada bagian luar. Annexin
V berikatan pada muatan negatif PS Koopman et al., 1994. Pada sel nekrosis, sel pecah dan isi sel keluar ke lingkungan. Kemudian, PI akan berikatan dengan DNA
Riccardi and Nicoletti, 2006. Sehingga, ikatan antara PI dan DNA dapat dideteksi oleh flowcytometry.
Gambar 10. Hasil analisis Annexin V Fluos. Kontrol Sel A, Perlakuan dengan EEDPE B, Perlakuan dengan Tamoxifen C. Gambar R1 atau titik berwarna hijau menunjukkan
populasi sel yang masih hidup, R2 dan R3 atau titik berwarna kuning dan merah muda
menunjukkan populasi sel yang mengalami early apoptosis dan late apoptosis dan R4 atau
titik berwarna merah menunjukkan populasi sel yang mengalami nekrosis
Tabel 3. Persentasi populasi sel pada analisis Annexin V Fluos. Kontrol Sel A, Perlakuan dengan EEDPE B, Perlakuan dengan Tamoxifen C. Region R1 menunjukkan populasi sel
yang masih hidup, R2 dan R3 menunjukkan populasi sel yang mengalami early apoptosis
dan late apoptosis dan R4 menunjukkan populasi sel yang mengalami nekrosis
Region Kontrol Sel
EEDPE Tamoxifen
R1 91,85
0,73 4,55
R2 6,24
5,71 65,61
R3 1,75
39,64 27,62
R4 0,21
54,50 2,38
Dari hasil Annexin V Fluos pada kontrol sel, menunjukkan 91,85 sel masih hidup. Pada hasil analisis populasi sel dengan perlakuan EEDPE,
menunjukkan bahwa sel yang mengalami nekrosis sebanyak 54,50, sel mengalami apoptosis sebanyak 45,35 dan sel masih hidup sebanyak 0,73 pada
penggunaan konsentrasi IC
50
. Hal ini menunjukkan bahwa EEDPE menginduksi sel melalui jalur nekrosis. Namun, perlu diperhatikan bahwa ada sebagian kecil
populasi sel yang mengalami apoptosis, sehingga perlu adanya optimasi konsentrasi EEDPE supaya populasi sel yang mengalami apoptosis lebih optimal.
Selain itu, terdapat hasil nekrosis dimungkinkan kerana menurut Choon 2008 cit., Putra et al., 2012, secara umum efek sitotoksik menunjukkan fenomena dose-
dependent, dimana efek sitotoksik meningkat seiring meningkatnya konsentrasi ekstrak dan lamanya inkubasi. Sehingga, semakin lama inkubasi yang dilakukan,
beberapa sel akan menunjukkan ciri kematian sel secara nekrosis. Pada analisis Annexin V Fluos terhadap tamoxifen, menunjukkan bahwa sel hidup sebesar
4,55, sel mengalami apoptosis sebesar 93,23, dan sel yang mengalami nekrosis sebesar 2,38. Jika dibandingkan antara EEDPE dan tamoxifen,
pemacuan apoptosis ekstrak lebih sedikit dibandingkan dengan tamoxifen. Hal ini membuktikan bahwa mekanisme aksi tamoxifen terhadap kematian sel melalui
jalur apoptosis. Mekanisme apoptosis tamoxifen seperti modulasi sinyal protein seperti protein kinase C PKC, calmodulin, transforming growth factor-
β TGF- β dan protooncogene c-myc, selain itu peran dari caspase dan mitogen-activated
protein kinase MAPK, termasuk c-Jun N-terminal kinase JNK dan p38 juga induksi apoptosis oleh karena tamoxifen Mandlekar and Kong, 2001. Selain
jalur ekstrinsik, tamoxifen juga menginduksi oxidative stress dan apoptosis melalui jalur mitochondria-dependent dan nitric oxide NO-dependent
Nazarewicz et al., 2007.
Gambar 11. Model sinyal induksi tamoxifen untuk modulasi jalur MAPK JNK atau p38, ER, calmodulin, ceramide, PLCD, PKC, c-Myc, TG
Fβ, dan jalur mitokondriacaspase, yang menghasilkan respon apoptosis Mandlekar
and Kong, 2001
D. Uji Imunositokimia