Indentitas Maskulinitas Landasan Teori

2. Bisexual Kekuatan homoseksual dan heteroseksual seimbang, dimana individu berada diantara dua dunia tetapi tidak sepenuhnya masulc dalam salah satunya. 3. Pelacuran Para homoseks yang memilih perilaku homaseksual karena mereka bisa mendapat uang dengan melakukan kegiatan tersebut. 4. Homoseksual yang murni Orang yang memang berjiwa homoseksual, isi impian mereka yang menyertai mimpi basah sekalipun dalam bentuk homoseksual. Mengubah perilaku seks seseorang memang tidak mudah, bahkan tidak bias karena sudah melekat. Terapi seks yang intensif memang cukup berhasil, namun hanya mengurangi hasrat, bukan menyembuhkan secara total atau menghentikannya. Seseorang homoseks yang menikah bila suatu saat terjadi kekecewaan dengan lawan jenisnya, maka besar kemungkinan dia akan kembali ke dunianya http:www.caprius.or.idswaraarticle .

2.1.5 Indentitas Maskulinitas

Beruntung atau tidak, laki-laki selalu dianggap menempati posisi p[aloing tinggi dari perempuan. Konsep budaya yang menempatkan posisi laki-laki lebih sempurna dari perempuan, dan yang mengharuskan lalki-laki dan perempuan bertindak sehari-hari menurut garis tradisi sedemikian rupa sehingga perempuan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. berada pada posisi “pelengkap” laki-laki, semuanya berakar pada buadaya patriarki. Juliet Mitchel 1994 mendeskripsikan patriarki dalam suatu term prikoanalisis yaitu “The Law Of Father” yang masuk dalam kebudayaan lewat bahasa atau proses simbolik lainnya. Lain halnya dengan yang dijelaskan oleh Heidi Hartmann 1992 salah seorang feminis sosialis, dimana patriarki adalah relasi hirarkis antara laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan menempati posisi subordinat. Menurutnya, patriarki adalah suatu relasi hirarkis dan semacam forum solidaritas antar laki-laki yang mempunyai landasan material serta memungkinkan mereka untuk mengontrol perempuan. Sedangkan menurut Nancy Chodorw 1992, perebedaan fisik secara sistematis antara laki-laki dan perempuan mendukung laki-laki untuk menolak feminitas untuk secara emosional berjarak dari perempuan dan memisahkan laki-laki dan perempuan. Konsekuensi sosialnya adalah laki-laki mendominasi perempuan. Identitas jenis kelamin merupakan soal pilihan. Orang meyakini bahwa dirinya pria atau wanita, namun terdapat perbedaan derajat yang mencolok tentang persepsi individu terhadap diri mereka sendiri sebagai pemilik sejumlah cirri-ciri maskulin dan feminine. Orang yang sangat maskulin adalah oarng yang menganggap dirinya memiliki cir-ciri minat, kegemaran, dan ketrampilan bermasyarakat yang secara khusus dikaitkan dengan sifat kejantanan. Dalam kehidupan sosialnya, laki-laki dibentuk untuk tumbuh menjadi mahkluk yang kuat dan keras sedangkan perempuan adalah makhluk yang lemah, bahkan kata-kata maskulin sangat dekat artinmya dengan kata-kata otot musele. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Laki-laki tidak diperkenankan untuk menangis, bekeluh kesah, atau menunjukan sikap-sikap lemah lemubut yang identik dengan perempuan, begitupun sebaliknya dengan perempuan. Mereka dituntup untuk memnuhi apa yang disebut dengan “Manhoodí” atau kode etik etik maskulinitas. Sedari kecil laki-laki diberikan hak istimewah oleh masyarakat, mereka didahulukan dalam banyak hal dan diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja sedangkan bagi perempuan dilarang atau dianggap sebagai suatu kewajaran . mereka diajarkan bahwa mereka adalah mahkluk yang lebih berkuasa disbanding lawan jenisnya, dituntut untuk selalu tampil kuat, tidak terliaht lemah www.indomedia.com . Maskulinatas adalah karakteristik tubuh laki-laki yang gagah, jantan, keras, dan kuat sehingga bertanggung jawab dalam memimpin, berpolitik dan urusan sejenisnya yang menggambrkan superioritas laki-laki dalam segenap aspek kehidupan sehari-hari. Sedang maskulinats pada perempuan, adal;ah sosok yang tangguh, kuat, dan mampu melakukan apa yang dikerjakan laki-laki. Maskulinitas sering diwarnbai dengan mengacu pada cirri-ciri yang melekat pada laki-laki. Maka muncul imaji maskulinats seperti tubuh yang gagah, berkeringat, pemberani, petualang dan sebagainya. Maskulinitas juga diidentikkan dengan mobilitas, gerak, gairah berkompetisi atau bertanding. Maskulinitas merupakan karakter gender yang secara sosial memang dianggap layak dilekatkan dengan sosok laki-laki. Semakin masklulin seorang remaja pria, semakin mudah dia diterima dalam kelompoknya. Sebagai produk konstruksi sosial, maskulinitas bahkan telah ditanamkan sangat kokoh dalam Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. lingkup keluarga inti www.kompas.com . Namun perlu diketahui juga bahwa maskulinitas sebenarnya hanyalah sebuah konstruksi sosial hasil bentukan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Maskulinitas dalam hubunganya dengan konstruksi sosial laki-laki dan perempuan diatas secara tersirat erat berkaitan dengan permasalahan gender. Menurut Zimmerman yang dikutip oleh Ritzer dan Goodman menjelaskan bahwa gender yaitu perilaku yang memenuhi harapan sosial untuk laki-laki dan perempuan tidak melekat dalam diri seseorang, tetapi dicapai melalui interaksi dalam situasi tertentu. Dengan demikian konsepsi individu tentang perilaku nlaki-laki dan perempuan yang tepat adalah diaktifkan secara situasional. Dalam arti seseorang melaksanakan peran jenis kelamin karena situasi memungkinkan seseorang berperilaku sebagai laki-laki dan perempuan dan sejauh orang mengakui perilakunya. Sehingga ada kemungkinan orang dengan kultur yang berbeda tidak bisa memahami perilaku orang lain dilihat dari sudut identitas jenis kelamin, dimana perilaku tersebut tidak diakui sebagai perilaku laki-laki dan perempuan yang tepat. Tak jarang, pembagian kerja dalam rumah tangga yang tampaknya tak seimbang dilihat dari luar situasi rumah tangga, mungkin dilihat adil dan seimbang baik oleh laki-laki maupun perempuan dam situasi tersebut karena laki- laki dan perempuan dan menyesuaikan diri terhadap harapan normative untuk berperan menurut jenis kelamin dalam rumah tangga. Maskulinitas juga dapat dimaknai dengan mengacu pada watak yang melekat pada laki-laki seperti jantan, perkasa, agresif, rasional, dan dominan. Maskulinats Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. sendiri bukan merupakan sebuah pemberian dari Tuhan dan sudah dimilki sejak lahir, melainkan sebuah konstruksi sosial budaya yang melekatkan cirri maskulinitas pada sosok laki-laki. Maskulinitas dapat diartikan bukan sebagai keadaan biologis seperti seks yaitu laki-laki memiliki penis dan perempuan tidak berpenis, namun sebagai bagian dari gender yang merupakan bentuk pengkategorian laki-laki dan perempuan dalam identitas, relasi dan peran dalam kehidupan sosial. Seperti pendapat Harding 1968 dan Siva 1989, feminitas dan maskulinitas sebagai sebuah konsep nilai yang kontradiktif pada dasarnya dapat saling dipertukarkan, artinya feminitas tidak mesti hanya dimiliki oleh kaum perempuan dan juga maskulinitas tidak serta-merta hanya dimiliki oleh laki-laki Fakih, 2001 : 101. Namun karena pemahaman gender telah dilegitimasi melalui nilai-nilai dan norma-norma budaya masyarakat maka citra ideal telah dilekatkan pada laki-laki dengan ciri maskulin dan perempuan dengan cirri feminine. Stereotype maskulinitas senantiasa dilekatkan pada kaum laki-laki dalam bentuk konsepsi sifat-sifat yang selalu bermakna positif, diantaranya, yakni; rasional, tegar, kuat, mandiri, tegas, dan dominan Kasiyan, 2008 : 52 singkatnya maskulinitas telah disepakati secara sosial sebagai citra ideal bagi kaum laki-laki dan kemudian diwariskan dalam masyarakat. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.1.6 Film Sebagai Komunikasi Massa