dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivitasi dan internalisasi. Menurut Berger dan Luckman, konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa
namun sarat dengan berbagai kepentingan. Sobur 2003 : 186. Bagi Berger, proses dialektis dalam konstruksi realitas sosial terbagi
menjadi tiga tahap : pertama eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan, ekspresi manusia didunia. Kedua, objektivikasi yaitu hasil yang telah dicapai baik mental
atau fisik dari kegiatan ekternalisasi manusia. Ketiga, internalisasi yakni penyerapan kembali dunia objektif kedalam kesadaran sehingga subjektif individu
dipengaruhi struktur dunia sosial. Eriyanto, 2002 :14 Pada intinya realitas sosial yang dimaksud Berger dan Luckman ini terdiri
atas realitas objektif, realitas simbolik, dan realitas subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman didunia objektif yang berada
diluar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam
berbagai bentuk. Sementara realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik kedalam
individu melalui proses internalisasi. Sobur, 2003 : 186
2.1.8. Konstruksi Gender
Proses konstruksi yang berlangsung secara mapan dan lama inilah yang mengakibatkan masyarakat kita sulit untuk membedakan apakah sifat-sifat gender
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
tersebut dibentuk oleh masyarakat atau kodrat biologis yang ditetapkan dari Tuhan. Namun, Mansour Fakih menegaskan bahwa setiap sifat melekat pada jenis
kelamin tertentun dan sepanjang sifat itu bisa dipertukarkan, maka sifat tersebut adalah hasil konstruksi masyarakat dan sama sekali bukan kodrat. Fakih, 1999 :
10 Menurut Wijaya, keberadaan konstruksi sosial gender yang berlangsung
dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : 1.
Adat kebiasaan 2.
Kultur 3.
Lingkuan dan pranata membesarkan dan mendidik anak 4.
Lingkungan dan pranata gender, diferensiasi perbedaan gender 5.
Struktur yang berlaku 6.
Kekuasaan
Dari beberapa hal diatas, kemudian terjadi pembentukan stereotype yaitu pelabelan atau penandaan yang dilekatkan pada jenis kelamin, antara lain
stereotype laki-laki adalah amskulinitas dan perempuan adalah feminitas. Secara objektif terdapat butir-butir stereotype maskulin yang bernilai positif, yaitu
mandiri, agresif, tidak emosional, sangat objektif, tidak mudah dipengaruhi, aktif, lugas, logis, tahu bagaimana bertindak, tegar, pandai membuat keputusan, percaya
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
diri, ambisius, dan sebagainya. Dan terdapat pula butir-butir stereotype feminine yang bernilai positif seperti tidak suka bicara kasar, halus, lembut, peka terhadap
perasaan orang lain, bicara pelan, mudah mengekspresikan diri, dan sebagainya Wijaya, 1991 : 156-157.
Stereotype gender adalah keyakinan yang membedakan sifat dan kemampuan antara peran perempuan dan laki-laki untuk peren-peren yang
berbeda. Gender sebagai konsep merupakan hasil pemikiran atau hasil rekayasa manusia, sehingga sama sekali tidak bisa disebut sebagai kodrat Tuhan karena
sifat-sifat yang ada didalamnya bisa dipertukarkan. Fakih, 1999 : 72
2.1.9 Representasi