Gambar 4. Struktur kitosan Pardosi, 2008.
Kitosan mempunyai dua gugus reaktif, yaitu amino dan hidroksil yang secara kimia dapat melakukan interaksi pada temperatur ruangan. Adanya gugus
amino memungkinkan untuk dilakukan beberapa modifikasi kimia Xiaoxiao, Wang, dan Bai, 2009.
Kitosan merupakan padatan putih yang tidak larut dalam air, pelarut organik, alkali, dan asam mineral, dalam berbagai kondisi. Kitosan larut dalam
asam formiat, asam asetat, dan asam organik lainnya dalam keadaan dipanaskan sambil diaduk
Manskaya, dan Drodzora, 1968. Kelarutan kitosan dalam pelarut asam anorganik adalah terbatas. Kitosan dapat larut dalam HCl 1 tetapi tidak
larut dalam asam sulfat dan asam fosfat. Stabilitas larutan kitosan pada pH diatas tujuh adalah rendah akibat dari pengendapan ataupun pembentukan gel yang
terjadi pada range pH alkali. Larutan kitosan membentuk kompleks poli-ion dengan hidrokoloid anionik dan menghasilkan gel Nadarajah, 2005.
G. Gliserol
Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis, tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 20
C dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu
290 C. Senyawa ini bermanfaat sebagai anti beku anti freeze dan juga
merupakan senyawa yang higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik,
makanan dan minuman lainnya Austin, 1985. Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak dalam
minyak. Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding dalam air maupun alkohol. Oleh karena, itu gliserol merupakan pelarut yang baik
Gliserol juga dapat digunakan sebagai pemlastis. Proses plastisasi polimer pada prinsipnya adalah dispersi molekul pemlastis ke dalam fase polimer. Jika
pemlastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer-pemlastis yang
disebut kompatibel. Suatu pemlastis akan mempengaruhi semua sifat fisik dan mekanis polimer seperti kekuatan tarik, elastisitas kekerasan, sifat listrik, dan
sebagainya Goudung, 2004.
H. Antibakteri
Antibakteri diartikan sebagai zat yang dapat menggangu pertumbuhan dan metabolisme bakteri Clifton, 1958. Berdasarkan aktivitasnya, zat antibakteri
dibedakan menjadi dua, yaitu yang memiliki aktivitas membunuh yang dikenal dengan bakterisidal seperti penisilin, basitrasin, dan neomisin, dan yang memiliki
aktivitas menghambat pertumbuhan atau yang di sebut bakteriostatik seperti tetrasiklin, kloramfenikol, dan novobiosin Pelzcar Chan 1986.
Pelzcar dan Chan 1986 mengungkapkan bahwa mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba oleh senyawa antibakteri ada beberapa
macam, antara lain: 1 menghambat sintesis dinding sel; 2 menghambat keutuhan permeabilitas membran sitoplasma, sehingga terjadi kebocoran zat
nutrisi dari dalam sel; 3 denaturasi protein sel; 4 merusak sistem metabolisme sel dengan menghambat kerja enzim intraseluler; dan 5 menghambat sintesis
protein yang menyebabkan kerusakan total sel. Menurut Todar 1997, cakupan bakteri yang dapat dipengaruhi oleh zat
antibakteri disebut dengan spektrum aksi antibakteri. Berdasarkan spektrum aksinya, zat antibakteri dibagi menjadi tiga, yaitu: 1 Spektrum sangat terbatas
yaitu zat antibakteri yang efektif melawan suatu spesies bakteri tertentu; 2 spektrum terbatas yaitu zat antibakteri yang efektif melawan sebagian bakteri
gram-positif atau gram-negatif; 3 spektrum luas, yaitu zat antibakteri yang efektif melawan bakteri gram-positif dan gram-negatif dalam cakupan yang luas.
I. Pengujian Aktivitas Antimikroba
Ada dua cara pengujian antibakteri, yaitu teknik dilusi dan teknik difusi. Teknik dilusi yaitu dengan mencampur zat antibakteri dengan medium yang
kemudian diinokulasi dengan bakteri uji. Dasar pengamatannya adalah dengan melihat tumbuh tidaknya bakteri uji tersebut Pelzcar dan Chan, 1986.
Ada dua cara teknik dilusi, yaitu cara penipisan lempeng agar dan cara pengenceran tabung. Pada teknik difusi, zat yang akan ditentukan aktivitas
antibakterinya berdifusi pada lempeng agar yang telah ditanami bakteri. Dasar
pengamatannya adalah ada atau tidaknya zona hambatan pertumbuhan bakteri. Teknik difusi ini ada tiga macam cara, yaitu cara parit ditch, cara lubangcawan
holecup dan cara cakram disc Pelzcar dan Chan, 1986.
Ketentuan kekuatan antibiotik-antibakteri antara lain, daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10 sampai 20 mm berarti
kuat, daerah hambatan 5 sampai 10 mm berarti sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau kurang berarti lemah Todar, 1997.
J. Penutup Luka