pengamatannya adalah ada atau tidaknya zona hambatan pertumbuhan bakteri. Teknik difusi ini ada tiga macam cara, yaitu cara parit ditch, cara lubangcawan
holecup dan cara cakram disc Pelzcar dan Chan, 1986.
Ketentuan kekuatan antibiotik-antibakteri antara lain, daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10 sampai 20 mm berarti
kuat, daerah hambatan 5 sampai 10 mm berarti sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau kurang berarti lemah Todar, 1997.
J. Penutup Luka
Penutup luka yang ideal adalah mampu memiliki beberapa fungsi berikut. 1 Menyediakan lingkungan yang lembab bagi luka permukaan penutup
luka. 2 melindungi luka secara fisik dari infeksi bakteri,
3 steril, murah dan mudah digunakan, 4 menyerap kelebihan eksudat tanpa kebocoran di permukaan penutup luka.
5 menyerap bau luka, 6 melindungi luka secara mekanik dan suhu,
7 mampu menyediakan pori-pori yang digunakan untuk sirkulasi pergantian
udara dan cairan, 8 secara signifikan mengurangi rasa nyeri pada luka,
9 tidak toksik, tidak mengandung pirogen, tidak mensensitasi dan tidak
menyebabkan alergi baik pada pasien maupun pada staf medis, dan
10 tidak menempel di luka dan ketika dilepas tidak menyebabkan rasa nyeri
atau trauma pada luka Eldin, Soliman, Hashem dan Tamer, 2008.
K.
Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Merah
Spektrum infra merah pada dasarnya merupakan gambaran dari pita absorbansi spesifik dari gugus fungsional yang mengalami vibrasi karena
pemberian energi. Interaksi antara gugus dengan atom yang mengelilinginya dapat menandai spektrum itu dalam setiap senyawa. Analisis kualitatif, dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya absorpsi pada frekuensi tertentu dan merupakan penanda ada tidaknya gugus fungsional tertentu. Penggunaan spektrofotometri
infra merah pada bidang kimia organik menggunakan daerah dari 650-4000 cm
-1
15,4- 2,5 μm Sastrohamidjojo, 2007.
Gugus fungsional dalam molekul dianalisis secara kualitatif dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat puncak spesifik yang
menunjukkan jenis gugus funsgional. Analisis secara kuantitatif dilakukan berdasarkan hukum Lambert-Beer, ditunjukkan pada Persamaan 1.
A = log IoI = a c l ……………………………………………..….. 1 Keterangan :
A = absorbansi Io = intensitas sinar masuk
I = Intensitas sinar yang ditransmisikan a = koefisien absorpsi M
-1
cm
-1
c = konsentrasi zat M
l = panjang lintasan cm Untuk mengoreksi kesalahan yang timbul akibat adanya overlap puncak
absorpsi, maka garis dasar base line dalam spektrum infra merah harus dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 5, I dan Io ditentukan sebagai intesitas transmisi
pada garis dasar. Absorbansi A pada frekuensi yang diberikan dalam cm
-1
terlihat pada Persamaan 2. Abso
rbansi A = log IoI = log ACAB ……………………….. 2 Keterangan :
AC = Io = intensitas sinar masuk AB = I = intensitas sinar yang ditransmisikan
AC dan AB ditentukan dari spektrum infra merah seperti ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Metode mengkonstruksi garis dasar dalam spectrum infra merah
Sastrohamidjojo, 2007. Gambar 6 menunjukkan karakteristik serapan dari selulosa bakteri
menunjukkan puncak di sekitar daerah 3350 cm
-1
yang menunjukkan O-H stretching
dan di sekitar daerah 2916,81 cm
-1
yang menunjukkan CH stretching.
Adanya pita di sekitar daerah 1649,8 cm
-1
yang menunjukkan deformasi vibrasi dari molekul air yang terabsorbsi Wonga, Kasapis dan Tan, 2009.
Adapun karakteristik serapan dari kitosan ditunjukkan dengan puncak di sekitar 1559,17 cm
-1
yang menunjukkan vibrasi stretching dari gugus amino kitosan dan di sekitar daerah 1333,5 cm
-1
yang menunjukkan vibrasi dari C-H. Adanya pita di sekitar 3367,1 cm
-1
menunjukkan vibrasi simetrik dari amina NH. Adanya puncak di sekitar daerah 2927,41 cm
-1
menunjukkan vibrasi C-H.
Gambar 6. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan kitosan Anicuta, Dobre, Stroescu dan Jipa, 2010.
Adanya puncak di sekitar daerah 896,73 cm
-1
dan 1154,19 cm
-1
berkaitan dengan struktur sakarida dari kitosan. Adanya puncak melebar di sekitar daerah 1080,91 cm
-1
menunjukkan vibrasi stretching C-O de Souza Costa-Junior,
Pereira dan Mansur, 2009; Rao, Naidu, Subha, Sairam dan Aminabhavi, 2006. Gambar 6 menunjukkan contoh spektra inframerah dari selulosa bakteri dan
kitosan
.
Berdasarkan Gambar 6 maka perlu dibuat suatu tabel korelasi serapan dari spektra IR. Korelasi ini perlu dibuat untuk memudahkan dalam
menginterpretasikan gugus-gugus fungsi dari spektra IR yang didapatkan. Hasil korelasi dari gugus-gugus fungsi ini disajikan pada Tabel II.
Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah selulosa dan kitosan Kode
Serapan Selulosa
cm
-1
Serapan Kitosan
cm
-1
Keterangan Kode Referensi
A 3430
3430 -OH and
–NH stretching Stefanescu
et al 2011
B 2919
2919 -CH stretching
C 1659
1637 C=O stretching
D -
1579 -NH bending amide II
E 1422
1422 -CH and
–NH bending vibrations
F 1374
1378 -CH
3
bending vibrations G
1158 1154
Anti-symmetric stretching of the C-O-C bridge
H 1067
1072 Skeletal vibrations
involving the C-O stretching
Parameter lain yang berpengaruh pada sifat kitosan adalah berat molekul BM dan derajat deasetilasi DD. Derajat deasetilasi menunjukkan berkurangnya
gugus asetil dari kitin menjadi gugus amino pada kitosan. Penentuan DD dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti titrimetri HBr, spektroskopi IR, X-Ray
Diffraction dan spektroskopi
1
H NMR. Penentuan DD dengan spektroskopi IR
dilakukan dengan metode base line. Berikut ini rumus untuk perhitungan DD seperti ditunjukkan oleh Persamaan 3.
DD = 100 –
……………………………………………... 3 Keterangan:
DD = Derajat Deasetilasi A1655 = absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm
-1
yang menunjukkan serapan karbonil dari amida.
A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm
-1
yang menunjukkan serapan hidroksil dan digunakan sebagai standar internal.
Faktor 1,33 merupakan nilai perbandingan untuk kitosan terdeasetilasi
100 Khan, Peh dan Chang, 2002.
L.
Foto Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscop SEM
SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar. Imajinasi
mudahnya, gambar yang didapat mirip sebagaimana gambar pada televisi Utami, 2007. Foto SEM dibuat berdasarkan deteksi elektron baru elektron sekunder
atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut di-scan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron
pantul yang terdeteksi, kemudian sinyalnya diperkuat, besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap terang pada layar monitor CRT cathode ray
tube . Pada layar CRT tersebut, gambar struktur objek yang sudah diperbesar
dapat terlihat Utami, 2007.
SEM mempunyai resolusi tinggi dan dikenal untuk mengamati objek benda berukuran nanometer. Resolusi tinggi tersebut didapatkan untuk scan dalam
arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal atau tinggi rendahnya struktur memiliki resolusi rendah Utami, 2007. Contoh foto hasil SEM dtunjukkan pada
gambar 7.a dan 7.b.
Gambar 7.a Foto SEM Selulosa bakteri
Gambar 7.b Foto SEM kitosan Freire, Silvestre, Gandini, dan Neto, 2011.
M. Analisis Kristanilitas Dengan Difraksi Sinar X XRD