Destination Sequence Distance Vector
Gambar 2.5 Contoh jaringan ad hoc sebelum dan setelah terjadi pergerakan node [2].
Tabel 2.1 Tabel routing node H6 sebelum terjadi perpindahan node [2].
Gambar 2.6 sampai Gambar 2.8 menunjukkan prosedur pengiriman paket routing pada DSDV [2]. Gambar 2.5 memperlihatkan node H4 ingin mengirim
paket ke node H5. Node H4 mengecek tabel routing untuk menentukan node H6 merupakan node berikutnya untuk routing paket ke node H5. Node H4 kemudian
mengirim paket ke node H6.
Gambar 2.6 Node H4 mengirim paket ke node H6 [2].
Gambar 2.7 memperlihatkan node H6 mengecek tabel routing yang dimilikinya untuk menentukan node H7 merupakan node berikutnya untuk
pengiriman paket dari node H4 ke node H5.
Gambar 2.7 Node H6 mengecek tabel routing [2].
Gambar 2.8 memperlihatkan node H6 meneruskan paket ke node H7. Prosedur rute paket tersebut diulang sepanjang jalan sampai paket node H4
ahkirnya tiba ke node tujuan H5.
Gambar 2.8 Node H6 meneruskan paket ke node H7 [2]. Pada Tabel 2.2 menunjukkan tabel routing yang dimiliki node H7.
Node H7 kemudian melakukan update packet ke node tetangganya, karena beberapa node dalam topologi jaringan melakukan pergerakan atau berpindah
tempat seperti node H1, node H3, dan node H5 lihat Gambar 2.6 [2]. Tabel 2.2 Tabel routing node H7 update packet [2].
Tabel 2.3 memperlihatkan tabel routing yang dimiliki oleh node H6 sebelum node H7 mengirimkan update packet ke tetangganya.
Tabel 2.3 Tabel routing node H6 [2].
Ketika node H6 menerima update packet dari node H7, node H6 akan memeriksa informasi tabel routing yang dimilikinya. Jika ada nilai sequence
number yang lebih besar nomer urutannya maka akan dimasukkan dalam tabel routing [2]. Sequence number S516_H1 pada dest H1 Tabel 2.2 nilainya lebih
besar dibandingkan dengan di Tabel 2.3, maka nilai sequence number tersebut dimasukkan dalam tabel routing node H6. Hal ini terlepas nilai metric lebih besar
ataupun kecil. Jika ada rute dengan nilai sequence number sama, maka rute dengan nilai metric yang lebih kecil dimasukkan dalam tabel routing. Dest H5
pada Tabel 2.2 dengan Tabel 2.3 yang memiliki sequence number yang sama yaitu S502_H5, namun pada Tabel 2.3 nilai metric lebih kecil. Tabel 2.4
merupakan tabel routing yang dimiliki node H6 setelah menerima update packet dari node H7.
Tabel 2.4 Tabel routing node H6 setelah dilakukan update tabel routing [2].
Tabel 2.5 merupakan tabel routing yang dimiliki node H7 setelah mendeteksi jalur dengan node H1 putus. Diasumsikan pada Gambar 2.2 jalur
antara node H1 dan H7 putus [3]. Node H7 mendeteksi jalur dengana node H1 putus, kemudian menyiarkan update packet ke node tetangga node H6.
Tabel 2.5 Tabel routing node H7 update packet [2].
Tabel
2.6 merupakan tabel routing yang dimiliki oleh node H6 sebelum mendapatkan update packet dari node H7.
Tabel 2.6 Tabel routing node H6 [2].
Ketika node H6 menerima update packet dari node H7, node H6 kemudian melakukan update tabel routing yang dimilikinya dengan informasi
update packet dari node H7. Node H6 melakukan update dest H1 Sequence number S517_H1 dan nilai metric
∞. Nilai metric ∞ menjelaskan link dari H1 putus. Tabel routing node H6 setelah dilakukan update dapat dilihat pada Tabel
2.7. Tabel 2.7 Tabel routing node H6 update packet [2].
Looping dalam jaringan DSDV dapat dihindari dengan penggunaan sequence number, jika terjadi perubahan dalam jaringan setiap node akan
menghasilkan sequenced number baru [2]. Node lainnya akan mengetahui kejadian yang baru terjadi melalui nilai sequence number. Makin besar nilai
sequence number maka pesan yang diterima semakin baru. Sequence number yang lebih kecil menandakan bahwa kejadian tersebut sudah tidak up to date
sehingga akan diganti.