PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

c. Event type Field ini berisikan kejadian yang sedang berlangsung, dimana terdapat empat tipe kejadian yaitu : - r : Suatu paket diterima oleh node - s : Suatu paket dikirim oleh node - d : Suatu paket dibuang dari antrian - f : Suatu paket diteruskan menuju node berikutnya d. Time -i Merupakan detik di mana event tersebut dilakukan. e. Next hop information Berisikan informasi tentang node berikutnya next hop, dan flag diawali oleh –H, dan terdapat dua jenis : - Hs : merupakan hop pengirim - Hd : merupakan keterangan hop berikutnya, -1 dan -2 -1 = broadcast dan -2 = jalur ke tujuan belum tersedia. f. Node property Merupakan informasi tentang node, flag diawali dengan –N, dan terdapat beberapa jenis informasi : - Ni : Nama node - Nx : Koordinat absis dari node tersebut - Ny : Kooridnat subordinat dari node tersebut - Nz : Koordinat Z dari node tersebut - Ne : Energi dari node tersebut - Nl : Network trace level, seperti AGT, RTR dan MAC - Nw : Alasan suatu paket di drop g. MAC level property Merupakan informasi mengenai MAC dan flag yang diawali dengan –M, terdapat beberapa informasi : - Ma : Durasi - Md : Ethernet address dari node yang dituju - Ms : Ethernet address dari node pengirim - Mt : Tipe ethernet h. Informasi paket Merupakan informasi mengenai paket, flag yang diawali dengan –P, dan terdapat beberapa informasi : - P : Tipe paket dengan contoh aodv, imep, dan dsr. - Pn : Sama seperti –P, tetapi flag ini hanya ada jika flag yang dikirim adalah paket dari transport layer seperti CBR dan TCP. Tabel 3.4 Trace file untuk energy model r 3,052590420 _75_ RTR - 14 SPAN 40 [0 ffffffff 5e 0] [energi 999,989886 ei es 0,000 0,000 0,001 et er 0,009] --- [94: -1 -1: -1 32 0] Format Keterangan r event 3.052590420 Waktu _75_ Jumlah simpul RTR Jenis jejak - 14 identifikasi event SPAN Jenis paket 40 ukuran header [0 waktu yang diharapkan untuk mengirim data ffffffff alamat mac tujuan 5e mac alamat pengirim 0] jenis protokol [Energi 999.989 sisa simpul energy Ei 0,000 idle power energi saat menganggur Es 0,000 sleep power energi saat tidur Et 0,001 Energi saat mengirimkan transmit Eh 0,009 energi saat menerima receiver [94 Ip alamat sumber :-1 src port -1 alamat tujuan :-1 dest port 32 TTL 0] jumlah hop berikutnya III.2. Skenario Simulasi Skenario simulasi untuk penelitian ini dibentuk secara random. Hal ini dikarenakan MANET merupakan jaringan wireless yang bersifat dinamis sehingga skenario dibuat random. Skenario perancangan yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut : 1. Luas area yang dipergunakan sebesar 500 x 500 meter 2 . 2. Waktu simulasi selama 200 detik. 3. Jumlah node yang akan digunakan adalah 10, 25, dan 50 node. 4. Jumlah koneksi yang dibentuk sebanyak 1, 5 dan 7 koneksi UDP. 5. Maksimal antrian paket adalah 50. Gambar 3.1 menunjukkan skenario simulasi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini. Simulasi routing protocol DSDV dan OLSR awalnya membentuk simulasi jaringan dengan 10 node. Jaringan 10 node ini akan bergerak semua. Pada simulasi jaringan 25 node terdiri dari 10 node bergerak, dan 15 node diam. Pada simulasi jaringan 50 node ini terdiri dari 10 node bergerak, dan 40 node diam. Alasan pemilihan 10 node, 25 node, dan 50 node karena jarak maksimal jangkauan antara satu node dengan node lain dalam simulasi adalah 250 m, sedangkan luas area yang akan digunakan di simulasi 500 x 500 m 2 . Oleh karena itu, pemilihan 10 node diawal skenario sangat baik agar dapat menciptakan routing antar node dalam simulasi [2]. Skenario pertambahan jumlah node dari 10 node menjadi 25 node dan 50 node dipilih karena pertambahan jumlah node akan menjadikan waktu tempuh satu paket semakin bertambah. Tujuan terjadi pertambahan node dari 10 node menjadi 25 node, dan 50 node adalah untuk mengetahui apakah dengan kepadatan jaringan dari 10 node menjadi 25 node dan 50 node memberikan pengaruh terhadap konsumsi energy routing protocol DSDV, dan OLSR. Pemilihan 1, 5, dan 7 koneksi dipilih atas dasar percobaan-percobaan yang sebelumya dilakukan oleh penulis. Simulasi dengan 1 koneksi bertambah menjadi 5 koneksi dan 7 koneksi dapat menghasilkan perbedaan data yang siknifikan. Alasan lain pemilihan 7 koneksi karena 7 koneksi merupakan koneksi maksimal yang dapat dibentuk untuk 10 node dengan menggunakan cbgen.tcl yang dimiliki oleh NS2. Gambar 3.1 Skenario simulasi Dalam pembentukan koneksi, simulasi ini menggunakan cbrgen, yaitu sebuah tool yang disediakan oleh NS2 untuk membuat koneksi secara otomatis. Setelah jaringan terbentuk dan jumlah koneksi sudah dibuat dengan cbrgen sehingga node dapat terkoneksi secara random. Langkah selanjutnya menjalankan simulasi pada network simulator 2. Simulasi pada NS dapat dilakukan dengan mengetik perintah ns run pada cygwin. Simulasi ini akan menghasilkan output berupa trace file, dan NAM file. File trace merupakan pencatatan seluruh event yang terjadi pada sebuah simulasi yang dibangun. Untuk NAM file merupakan sebuah gambaran animasi dari sebuah jaringan yang dibentuk. NAM file dapat digunakan untuk mempermudah dalam melihat topologi jaringan yang dihasilkan beserta pergerakan node. Kemudian trace file ini diolah untuk mendapatkan average energy, dan jumlah hop routing dengan bantuan program awk, dan Perl. Hasil dari average energy, dan jumlah hop routing akan diperlihatkan dalam bentuk tabel dan grafik, baik pada simulasi DSDV, dan OLSR [2]. III.3. Parameter Kinerja Parameter yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah average energy dan jumlah hop. III.4. Topologi Jaringan Bentuk topologi jaringan ad hoc tidak dapat diramalkan karena merupakan karakteristik dari jaringan ad hoc tersebut, sehingga topologi jaringan ini dibuat secara random. Dalam simulasi baik posisi node, pergerakan node, dan koneksi yang terjadi tidak akan sama seperti yang direncanakan. Gambar 3.2, 3.3, dan 3.4 menunjukkan perkiraan bentuk dari topologi jaringan yang akan dibuat dengan 10 node dan 1 koneksi UDP. Gambar 3.2 Posisi node awal. Gambar 3.3 Posisi node mengalami perubahan Gambar 3.4 Terjadi koneksi UDP antara node 1 dengan node 7 43

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Skenario simulasi jaringan dilakukan oleh penulis pada pengujian konsumsi energy routing protocol DSDV dan OLSR. Proses pengujian akan dilakukan seperti pada tahap perencanaan dan pembangunan simulasi jaringan. Konfigurasi jaringan yang dibangun dapat dilihat pada file keluaran yang berekstensi .nam. Pengujian ini menghasilkan output berupa trace file. Program awk .awk digunakan untuk menghitung nilai konsumsi energy dan program perl .pl digunakan untuk menghitung jumlah hop yang dihasilkan dari proses simulasi. Berikut ini potongan listing program yang menunjukkan parameter yang telah ditetapkan pada routing protocol DSDV dan OLSR. Berikut ini potongan listing program yang menunjukan parameter yang telah ditetapkan pada protokol Ad hoc On Demand Distance Vector AOD. set valchan ChannelWirelessChannel set valprop PropagationTwoRayGround set valnetif PhyWirelessPhy set valmac Mac802_11 set optmac MacSMAC set valifq QueueDropTailCMUPriQueue set valll LL set valant AntennaOmniAntenna set valifqlen 50 set valnn 50 set valrp DSDV set valx 500 set valy 500 set valstop 200 set optenergymodel EnergyModel Potongan listing program tersebut menunjukkan parameter yang telah ditentukan, diantaranya adalah routing protocol DSDV dan OLSR, ukuran area simulasi x dan y, jumlah node, jumlah maksimal antrian, tipe antrian, dan standar IEEE yang digunakan. Setiap skenario dilakukan sebanyak 30 kali. Hasil pengujian ini kemudian diambil rata-rata pengujian dan ditampilkan ke dalam sebuah tabel dan grafik.

IV.1 Energy Model

Energy model di dalam NS2 merupakan sebuah attribut pada sebuah node, yang mewakili tingkat energy pada sejumlah mobile host [8]. Pada awal simulasi, energy dalam sebuah node memiliki nilai awal yang merupakan tingkat energy pada node itu sendiri yang dikenal sebagai initialEnergy_ . Node juga menggunakan energy pada saat mengirimkan paket txPower_ dan saat menerima paket rxPower_ . Energy yang diukur adalah rata-rata energy yang dihabiskan oleh node setiap detik, dapat bernilai lebih rendah jika node tidak dapat mengirimkan beberapa paket selama simulasi. Hal ini dapat disebabkan oleh penundaan pengiriman paket yang lama, pengiriman pesan yang berulang-ulang, dan terjadinya tabrakan collision antar paket pada saat dikirim. Energy pada penelitian ini diukur dengan satuan joule per second watt. set valchan ChannelWirelessChannel set valprop PropagationTwoRayGround set valnetif PhyWirelessPhy set valmac Mac802_11 set optmac MacSMAC set valifq QueueDropTailCMUPriQueue set valll LL set valant AntennaOmniAntenna set valifqlen 50 set valnn 50 set valrp OLSR set valx 500 set valy 500 set valstop 200 set optenergymodel EnergyModel Pengujian konsumsi energy dilakukan oleh penulis sebanyak 30 kali, karena untuk memenuhi standar ilmu statistika dalam pengambilan data minimal. Hasil dari pengujian berupa trace file dan disortir dengan program awk untuk mengetahui nilai konsumsi energy dan nilai sisa energy. Tabel 4.1 Perbandingan rata-rata hasil konsumsi energy pada routing protocol DSDV dan OLSR joule. Tabel 4.1 menunjukkan rata-rata hasil pengujian konsumsi energy antara routing protocol DSDV dan OLSR. Berdasar Tabel 4.1, nilai rata-rata konsumsi energy menunjukkan bahwa masing-masing routing protocol mengalami kenaikan ketika terjadi penambahan koneksi dan mengalami penurunan pada penambahan jumlah node. Pada skenario 10 node 7 koneksi, routing protocol OLSR mempunyai nilai konsumsi energy tertinggi, yaitu 105,65 joule dan mempunyai nilai terendah 31,07 joule pada skenario 50 node 1 koneksi. Sedangkan routing protocol DSDV pada skenario 10node 7 koneksi mencapai nilai tertinggi yaitu 91,45 joule dan pada 50 node 1 koneksi nilai terendah yaitu 25,48. Total nilai rata-rata routing protocol DSDV berdasar Tabel 4.1 mencapai 416,85 joule dan 10 node DSDV OLSR 1 koneksi 65,32 66,89 5 koneksi 71,80 94,20 7 koneksi 91,45 105,65 25 node DSDV OLSR 1 koneksi 28,45 32,70 5 koneksi 32,23 35,79 7 koneksi 34,80 38,82 50 node DSDV OLSR 1 koneksi 25,48 31,07 5 koneksi 28,24 35,00 7 koneksi 39,07 43,48 rata-rata peningkatan konsumsi energy ketika terjadi penambahan koneksi adalah 72,45 joule dan penurunan 50,77 joule pada penambahan jumlah node. Routing protocol OLSR pada penambahan jumlah koneksi mengalami peningkatan 86,56 joule dan penurunan 51,21 joule pada penambahan jumlah node. Sedangkan untuk total rata-rata konsumsi energy, routing protocol OLSR mencapai 483,59 joule. Gambar 4.1 Grafik pengaruh penambahan jumlah node terhadap konsumsi energy pada saat terdapat 1 koneksi pada protokol DSDV dan OLSR. Berdasarkan grafik hasil pengukuran dari Gambar 4.1 sampai 4.3 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah node berakibat menurunnya nilai konsumsi energy untuk kedua routing protocol. Penambahan jumlah node tersebut menyebabkan jarak tempuh antar node semakin pendek ketika terjadi pengiriman paket data. Dengan bertambahnya jumlah node, maka pemilihan jalur alternatif semakin cepat, sehingga energy yang digunakan semakin berkurang. 65.32 28.45 25.48 66.89 32.70 31.07 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 10 node 25 node 50 node dsdv olsr Ko n su msi En ergy JOU LE Grafik Perbandingan Konsumsi Energy pada 1 Koneksi