Manfaat dan Hikmah Pernikahan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Larangan perkawinan dalam waktu tertentu bagi seorang pria dengan seorang wanita adalah sebagai berikut: a. Dua perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang laki-laki dalam waktu bersamaan. b. Wanita yang terikat dengan laki-laki lain. c. Wanita yang sedang dalam iddah, baik iddah cerai maupun iddah ditinggal mati. d. Wanita yang ditalak tiga, haram kawin lagi dengan bekas suaminya, kecuali sudah kawin lagi dengan orang lain. 5. Wanita yang sedang melakukan ihram, baik ihram umrah maupun ihram haji. e. Wanita musyrik, yang dimaksud wanita musyrik adalah yang menyembah selain Allah 88 . Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 larangan pernikahan diatur dalam Pasal 8 sampai 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu: a. Larangan pernikahan berdasarkan kekeluargaan Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974 disebabkan berhubungan darah yaitu larangan pernikahan karena hubungan ke-saudara-an yang terus menerus berlaku dan tidak dapat disingkirkan berlakunya : 1 Hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah maupun ke atas yang terdiri dari ibu sendiri, anak perempuan, ibu dari ayah, cicit Pasal 8 sub a. 88 Abdurrahman Ghazali, fiqih Munakaha Jakarta : Kencana 2003.114 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 2 Hubungan darah dalam garis keturunan menyamping terdiri dari saudara perempuan ayah, anak perempuan saudara laki-laki, anak perempuan saudara perempuan kemanakan Pasal 8 sub b. 3 Hubungan semenda terdiri dari saudara perempuan bibi, ibu dari isteri mertua, anak tiri Pasal 8 sub c. 4 Hubungan susuan yaitu orang tua susuan, saudara susuan, anak susuan dan bibi atau paman susuan Pasal 8 sub d. 5 Hubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang Pasal 8 sub e. 6 Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin Pasal 8 sub f. b. Larangan oleh karena salah satu pihak atau masing-masing pihak masih terikat dengan tali pernikahan Pasal 9 UU No. 1 Tahun 1974 89 . Larangannya bersifat sepihak artinya larangan berlaku secara mutlak kepada pihak perempuan saja yaitu seorang perempuan yang masih terikat dalam pernikahan. Larangan Pasal 9 tidak mutlak berlaku kepada seorang laki-laki yang sedang terikat dengan pernikahan atau seoramg laki-laki yang beristeri tidak mutlak dilarang untuk melakukan pernikahan dengan isteri kedua. 89 Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahana dan Administrasi Kependudukan t.k.: Permata Pres 2015, 6 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id c. Larangan kawin bagi suami isteri yang telah bercerai sebanyak 2 dua kali Pasal 10 UU No. 1 Tahun 1974 90 . Menurut Pasal 10 diatur larangan kawin bagi suami isteri yang telah bercerai sebanyak 2 dua kali. Pernikahan yang mempunyai maksud agar suami isteri dapat membentuk keluarga yang kekal maka suatu tindakan yang mengakibatkan putusnya suatu pernikahan harus benar-benar dipertimbangkan. Pasal 10 bermaksud untuk mencegah tindakan kawin cerai berulang kali, sehingga suami maupun isteri saling menghargai satu sama lain. d. Larangan kawin bagi seorang wanita selama masa tunggu Pasal 11 UU No. 1 Tahun 1974 91 . Larangan dalam Pasal 11 bersifat sementara yang dapat hilang dengan sendirinya apabila masa tunggu telah lewat waktunya sesuai dengan ketentuan masa lamanya waktu tunggu. Sesuai dengan pasal 8 masa lamanya waktu tunggu selama 300 hari, kecuali jika tidak hamil maka masa tunggu menjadi 100 hari. Masa tunggu terjadi karena pernikahan perempuan telah putus karena : 1 Suaminya meninggal dunia. 2 Pernikahan putus karena perceraian. 3 Isteri kehilangan suaminya. 90 Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahana dan Administrasi Kependudukan t.k.: Permata Pres 2015, 6 91 Ibid., 6 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 71

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan yang dikaji, yaitu mengenai Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Undang-undang Pernikahan Usia Dini Di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan Kabupaten Pamekasan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif adalah metode yang bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala 1 . Sedangkan menurut Moleong Lexy J Metode Kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Metode penelitian ini dapat digunakan lebih banyak segi dan lebih luas dari metode yang lain, dan dapat juga memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai macam masalah 2 . Dalam penelitian ini digunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan studi kasus, karena permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan angka-angka, akan tetapi menyangkut pendeskripsian, 1 Umar Husein, Metodologi Penelitian Aplikasi Dalam Pemasaran Jakarta: Gramedia, 1999, 81 2 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993, 6